Anda di halaman 1dari 9

Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama

ISSN 2089-8835
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2018: 20-28

NILAI-NILAI PERDAMAIAN
PADA MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Feriyanto
Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Sirnarasa, Ciamis, Indonesia
feriyanto@gmail.com

Abstract
This article intends to describe a necessity for the presence of peace amidst the diversity of
society. This diversity is now an inevitable, especially the depletion of cultural boundaries, and
ethnic identity which fuses in the context of globalization. One of the potentials in this
diversity is the emergence of conflicts of interest and conflicts in the name of primordial
identity. The offer of a multicultural approach will recognize the potential and legitimacy of
diversity and socio-cultural differences of each ethnic group. In this view both individuals and
groups of various ethnicities can join the community, engage in societal cohesion without
having to lose their ethnic and cultural identity, while at the same time still obtaining their
rights to participate fully in various fields of community activities.

Key Words: Multiculture; Peace; Values.

Abstrak
Artikel ini bermaksud untuk mendeskripsikan sebuah keniscayaan hadirnya
perdamaian ditengah-tengah keanekaragaman masyarakat. Keragaman ini kini
merupakan keniscayaan tak terelakan terutama semakin menipisnya batas-batas
kebudayaan, dan identitas etnik yang melebur dalam konteks globalisasi. Salahsatu
potensi dalam keragaman ini adalah timbulnya konflik kepentingan maupun konflik
atas nama identitas primordial. Tawaran pendekatan multikultural akan mengakui
berbagai potensi dan legitimasi keragaman dan perbedaan sosio-kultural tiap
kelompok etnik. Dalam pandangan ini baik individu maupun kelompok dari berbagai
etnik dapat bergabung dalam masyarakat, terlibat dalam societal cohesion tanpa harus
kehilangan identitas etnik dan budaya mereka, sekaligus tetap memperoleh hak-hak
mereka untuk berpartisipasi penuh dalam berbagai bidang kegiatan masyarakat.

Kata Kunci: Multikultur; Nilai-nilai; Perdamaian

PENDAHULUAN budaya, namun tetap memiliki


Merupakan suatu kenyataan kedudukan yang sama dalam
yang tidak bisa dipungkiri bahwa memperoleh perlakuan. Oleh karena
negara Indonesia terdiri atas berbagai itu, cukup beralasan para founding
kelompok etnik, suku, budaya dan father mencanangkan semboyan Bhineka
agama. Sehingga tidak heran bangsa Tunggal Ika (Alwi Shihab, 2001: 3). Nilai
Indonesia disebut sebagai masyarakat idealisme yang terbangun dari
multikultur atau majemuk yang unik semboyan ini mengandaikan
dan rumit. Masyarakat multikultural terciptanya suasana kedamaian di atas
merupakan sebuah masyarakat yang keberagaman, suasana kerukunan di
didalamnya memiliki perbedaan

20 - Nilai-nilai Perdamaian pada Masyarakat


Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama
ISSN 2089-8835
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2018

atas keberbagian dan interaksi dialogis pemahaman, penghargaan dan


diatas perbedaan. penilaian atas budaya seseorang, serta
Bila kita mengenal masyarakat penghormatan dan keingintahuan
sebagai sekelompok manusia yang tentang budaya etnis orang lain.
telah cukup lama hidup dan Berbagai pengertian mengenai
mempunyai satu kesatuan sosial multikulturalisme tersebut dapat
dengan batas-batas tertentu, maka disimpulkan bahwa inti dari
konsep tersebut jika digabungkan multikulturalisme adalah mengenai
dengan multikurtural memiliki makna penerimaan dan penghargaan terhadap
yang sangat luas dan diperlukan suatu kebudayaan, baik kebudayaan
pemahaman yang mendalam untuk sendiri maupun kebudayaan orang
dapat mengerti apa sebenarnya lain. Setiap orang ditekankan untuk
masyarakat multikultural itu. saling menghargai dan menghormati
Multikultural dapat diartikan sebagai setiap kebudayaan yang ada di
keragaman atau perbedaan terhadap masyarakat. Apapun bentuk suatu
suatu kebudayaan dengan kebudayaan kebudayaan harus dapat diterima oleh
yang lain. Sehingga masyarakat setiap orang tanpa membeda-bedakan
multikultural dapat diartikan sebagai antara satu kebudayaan dengan
sekelompok manusia yang tinggal dan kebudayaan yang lain.
hidup menetap di suatu tempat yang Namun, dalam tataran realitasnya
memiliki kebudayaan dan ciri khas konflik antara agama, suku, budaya,
tersendiri, serta mampu membedakan ras masih sering terjadi di masyarakat.
antara satu masyarakat dengan Misalnya dalam hal keberagamaan,
masyarakat yang lain. agama kadang-kadang sering sekali
Dari sinilah muncul istilah bertolak belakang dengan realitas
multikulturalisme. Banyak definisi keberagamaan di masyarakat,
mengenai multikulturalisme, fenomena yang terjadi menunjukkan
diantaranya multikulturalisme pada sikap saling curiga dan tidak saling
dasarnya adalah pandangan dunia mempercayai (Sururin, 2007 :79).
yang kemudian dapat diterjemahkan Oleh karena itu, kajian ini akan
dalam berbagai kebijakan kebudayaan melihat nilai-nilai perdamaian pada
yang menekankan tentang penerimaan masyarakat multikultural dari
terhadap realitas keragaman, pluralitas perpektif sosiologis. Masalah ini
dan multikultural yang terdapat dalam dipandang penting untuk dibahas
kehidupan masyarakat. karena upaya mewujudkan Indonesia
Multikulturalisme dapat juga yang berdasarkan Ketuhanan Yang
dipahamni sebagai pandangan dunia Maha Esa membutuhkan pemahaman
yang kemudian diwujudkan dalam yang mendalam terhadap kehidupan
Politics of Recognition (Azra, masyarakat dengan segala
Azyumardi, 2007. “Identitas dan Krisis perbedaannya, terlebih lagi mengingat
Budaya, Membangun Multikulturalisme bahwa masyarakat Indonesia
Indonesia”, merupakan masyarakat yang paling
http://www.kongresbud.budpar.go.id majemuk diantara bangsa-bangsa yang
). Lawrence Blum (Lubis, 2006 : 174) lain.
mengungkapkan bahwa Secara akademik pembahasan
multikulturalisme mencakup suatu judul tersebut dipandang relevan,

Feriyanto - 21
Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama
ISSN 2089-8835
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2018
karena selama ini perkembangan Definisi yang sederhana tentang damai
budaya selalu dilihat dari perspektif adalah ketiadaan perang. Hal ini
teologis, dimana kajian budaya dengan berlaku bagi keseluruhan hubungan
pendekatan teologis hanya akan antara seorang dengan yang lainnya,
memunculkan dikotomis antara aliran seseorang dengan masyarakat,
utama dan aliran sempalan, sehingga masyarakat dengan masyarakat,
pendekatan ini lebih menekankan bangsa dengan bangsa dan pendek
analisa dan penilaian yang bersifat kata antara keseluruhan umat manusia
doktrinal teologis; aliran yang satu sama lainnya, dan antara manusia
dianggap sebagai ortodoksi (Martin dan alam semesta. Perdamaian adalah
van Bruinessen. 1999: 243; Asep suatu bentuk pemberdayaan manusia
Gunawan (ed.). 2004: 209) adalah dengan keterampilan, tingkah laku dan
aliran yang benar. Sebaliknya, semua pengetahuan yang meliputi hal-hal
aliran yang dipandang tidak sejalan sebagai berikut:
dengan kebenaran budayanya a. Membangun, menegakkan dan
karenanya dicap sesat. Pendekatan memperbaiki hubungan di
teologis ini bukan tidak ada semua level interaksi manusia
kelemahannya, akan tetapi akan b. Mengembangkan pendekatan-
memicu munculnya kecenderungan pendekatan yang bersifat positif
judgement (penghakiman); menyebut untuk menyelesaikan konflik,
suatu aliran atau ajaran sebagai sesat. dimulai dari personal sampai
Berbeda halnya dengan internasional
pendekatan sosiologis, dimana c. Menciptakan lingkungan yang
pendekatan ini mengandung relevansi aman, baik secara fisik maupun
yang tinggi bagi Pemerintah, agar emosinal yang dibutuhkan
respon terhadap etnis beserta semua individu
kebudayaannya dapat dilakukan secara d. Membangun lingkungan yang
tepat dan sejalan dengan fungsi aman secara berkelanjutan dan
pemerintah sebagai pengayom yang melindungi dari adanya
melindungi kebudayaan setiap eksploitasi dan perang
warganya. (Zamroni. 2008 : 28)
Pemahaman multikultural Sedangkan Tudball (Zamroni.
dengan pendekatan sosiologis ini juga 2008: 31) mengemukakan bahwa
akan membawa implikasi pada sikap perdamaian adalah tingkah laku yang
pemerintah dan masyarakat yang saling menghargai dan penuh
harus mengutamakan pendekatan kedamaian kepada semua anggota
persuasif sesuai dengan nilai-nilai komunitas dan menerapkan prinsip
budaya yang dianut masyarakat, dan kesetaraan serta tidak diskriminatif,
perkembangan berbagai kebudayaan baik pada kebijakan administrasi
dengan segala dinamikanya harus maupun pada prakteknya. Untuk itu,
diakui sebagai satu kenyataan sejarah. salah satu tujuan dari perdamaian
adalah memahami dan mengerti orang
PERDAMAIAN lain dan hal-hal yang mendasari
Makna perdamaian adalah pemikiran mereka, supaya bermanfaat
penghentian permusuhan dan sebagai jalan kehidupan dan kultur
perselisihan (KBBI, 2008). Istilah universal yang memiliki kontribusi
perdamaian diambil dari kata damai. dalam mengembangkan fondasi

22 - Nilai-nilai Perdamaian pada Masyarakat


Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama
ISSN 2089-8835
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2018

kerjasama masyarakat dengan budaya penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang


yang berbeda (Hakvoort dalam berbunyi “Kebudayaan bangsa
Zamroni. 2008: 35). (Indonesia) adalah puncak kebudayaan
di daerah”.
MASYARAKAT MULTIKULTURAL Dalam model masyarakat
Masyarakat Indonesia multikultural, sebuah masyarakat
merupakan masyarakat dengan tingkat mempunyai sebuah kebudayaan yang
keanekaragaman yang sangat berlaku umum dalam masyarakat
kompleks. Masyarakat dengan tersebut, yang coraknya seperti sebuah
berbagai keanekaragaman tersebut mozaik. Didalam mozaik tercakup
dikenal dengan istilah mayarakat semua kebudayaan dari masyarakat-
multikultural. Multikultural dapat masyarakat yang lebih kecil yang
diartikan sebagai keragaman atau membentuk terwujudnya masyarakat
perbedaan terhadap suatu kebudayaan yang lebih besar. Maka dari itu, yang
dengan kebudayaan yang lain. perlu kita pelajari ialah bagaimana
Pada dasarnya, ketika kita telah menjadi bagian dari
multikulturalisme yang terbentuk di mayoritas tetapi tidak menindas atau
Indonesia merupakan akibat dari mendiskriminasi terhadap kaum yang
kondisi sosio-kultural geografis yang minoritas, karena disitulah poin
begitu beragam dan luas. Menurut penting dari pembelajaran tentang
kondisi geografis, Indonesia memiliki masyarakat multikultural.
banyak pulau dimana setiap pulau Masyarakat multikultural ini
tersebut dihuni oleh sekelompok harus dipahami dan dimaknai dalam
manusia yang membentuk suatu konteks masa kini dan masa depan
masyarakat. Dari masyarakat tersebut yang harus terus ditanamkan,
terbentuklah sebuah kebudayaan masyarakat multikultural dengan
mengenai masyarakat itu sendiri, yang semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah
tentu saja hal ini berimbas pada salah satu dari empat pilar kehidupan
keberadaan kebudayaan yang sangat bernegara yakni Pancasila, Undang-
banyak dan beraneka ragam. undang 1945, RI dan Bhinneka Tunggal
Dalam konsep Ika. Pancasila adalah falsafah dan dasar
multikulturalisme, terdapat kaitan Negara yang menjadi landasan idiil
yang erat bagi Indonesia dalam bangsa Indonesia. UUD 45 adalah
membentuk masyarakat yang landasan konstitusional yang
berlandaskan Bhinneka Tunggal Ika mendasari penyelenggaraan
sebagai pemersatu kebudayaan kehidupan, bermasyarakat, berbangsa
nasional. Namun, dalam dan bernegara. RI adalah pemersatu
pelaksanaannya masih terdapat bangsa dan Bhinneka Tunggal Ika adalah
berbagai hambatan yang menghalangi perekat persatuan dalam untaian
terbentuknya multikulturalisme di kemajemukan.
masyarakat. Model masyarakat
multikultural ini sebenarnya telah NILAI-NILAI PERDAMAIAN PADA
digunakan sebagai acuan oleh para MASYARAKAT MULTIKULTURAL
pendiri bangsa Indonesia dalam Kedamaian selalu menjadi cita-
mendesain kebudayaan bangsa, cita orang yang cinta akan perdamaian.
sebagaimana yang terungkap dalam Kedamaian hanya akan terwujud bila

Feriyanto - 23
Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama
ISSN 2089-8835
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2018
orang peduli dan menaruh empati. dengan orang yang beragama
Dengan demikian, orang tidak lagi lain di negeri ini, bahkan dengan
didasari sikap egois, sikap ingin sesama umat beragama.
menang sendiri, sikap iri hati dan Walaupun saya tinggal di
merendahkan yang lain. Untuk lingkungan pesantren, hidup
terciptanya suasana kedamaian tentu dikalangan keluarga kiyai, itu
dibutuhkan suatu usaha untuk saling tak pernah sedikitpun saya
mengenal, baik antar pribadi maupun merasa berbeda dengan yang
lembaga dan komunitas. Ada pepatah lain.”
“tak kenal maka tak sayang”, pepatah Perbedaan keyakinan tidak
ini kiranya menjadi kunci bagi kita membatasi atau melarang kerjasama
dalam usaha saling mengenal, antara agama yang satu dengan agama
memahami dan toleran dengan pihak yang lainnya, terutama dalam hal-hal
lain. Karena sudah kita ketahui bahwa yang menyangkut kepentingan umat
wajah budaya Indonesia dikenal manusia. Penerimaan akan kerjasama
dengan ke-bhineka-annya, maka dari itu tentunya akan dapat diwujudkan
sanalah kita dituntut untuk dalam praktek kehidupan apabila ada
mempunyai toleransi yang tinggi dari dialog antaragama. Dengan kata lain
setiap anggota masyarakat. Sikap kerjasama tidak akan terlaksana tanpa
toleransi tersebut harus dapat dialog, oleh karena itu dialog
diwujudkan oleh semua anggota dan antaragama juga menjadi kewajiban
lapisan masyarakat sehingga (Abdurrahman Wahid, 2002 : 133-134).
terbentuklah suatu masyarakat yang Islam misalnya mengajarkan
kompak tapi beragam sehingga kaya tentang pluralitas, seperti yang
akan ide-ide baru (Maman Imanulhaq terdapat dalam QS. al-Hujurat: 13. Ayat
Faqih, 2010: 17). Sehingga perbedaan di tersebut menunjuk kepada perbedaan
Indonesia bisa berkembang dalam yang senantiasa ada antara laki-laki
berbagai dimensi yang ada dan dan perempuan serta antar berbagai
menumbuhkan perdamaian di bumi bangsa atau suku bangsa. Dengan
Indonesia. demikian, perbedaan merupakan
Idealnya, toleransi yang sebuah hal yang diakui Islam,
diajarkan dan dipraktekkan sedangkan yang dilarang adalah
masyarakat tidak sekedar perpecahan dan keterpisahan. Tentu
menghormati dan menghargai saja adanya berbagai keyakinan itu
keyakinan atau pendirian orang lain tidak perlu dipersamakan secara total,
dari agama yang berbeda, tetapi juga karena masing-masing memiliki
harus disertai kesediaan untuk kepercayaan atau aqidah yang
menerima ajaran-ajaran yang baik dari dianggap benar. Demikian pula
agama lain. Misalnya Gus Dur dalam kedudukan penafsiran-penafsiran
pidato perayaan Natal pada tanggal 27 tentang aqidah. Umat Katholik sendiri
Desember 1999 di Balai Sidang Senayan memegang prinsip itu. Seperti dalam
Jakarta, mengatakan (Rumadi, 2001: Konsili Vatikan II1 yang dipimpin Paus
144 ) :
“Saya adalah seorang yang 1
Konsili Vatikan II adalah sebuah
meyakini kebenaran agama pertemuan (konsili) besar para Kardinal (pemimpin
saya, tapi ini tidak menghalangi tertinggi gereja Katolik di suatu negara) se-dunia
untuk membahas persoalan-persolan penting dalam
saya untuk merasa bersaudara
gereja Katolik atas undangan Sri Paus Yohanes

24 - Nilai-nilai Perdamaian pada Masyarakat


Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama
ISSN 2089-8835
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2018

Yohannes XXIII dari tahun 1962-1965, Kemanusiaan atau humanisme


menyebutkan bahwa para Uskup yang merupakan sebuah nilai kodrati
menjadi peserta menghormati setiap yang menjadi landasan sekaligus
upaya mencapai kebenaran, walaupun tujuan perdamaian.
tetap yakin bahwa kebenaran abadi Kemanusiaan bersifat universal,
hanya ada dalam ajaran agama mereka. global di atas semua suku,
jadi keyakinan masing-masing tidak aliran, ras, golongan, dan agama.
perlu diperbandingkan atau 2. Orientasi kebersamaan.
dipertentangkan. Kebersamaan yang dibangun
Disinilah nantinya terbentuk adalah kebersamaan yang sama
persamaan antar agama, bukannya sekali lepas dari unsur kolutif
dalam ajaran atau aqidah yang dianut, maupun koruptif. Kebersamaan
namun hanya pada tingkat capaian yang dibangun adalah
materi. Karena ukuran capaian materi kebersamaan yang tidak
menggunakan bukti-bukti kuantitatif merugikan diri sendiri, orang
seperti tingkat penghasilan rata-rata lain, lingkungan, negara, bahkan
masyarakat yang bisa diaplikasikan Tuhannya. Dengan demikian
dalam pembelajaran agar saling diharapkan muncul manusia
toleransi dan menghormati antar umat yang aktif, kreatif, toleran,
beragama sehingga terwujudnya tenggang rasa yang mendalam,
perdamaian. dan terbuka.
Melalui perdamaian seorang 3. Orientasi kesejahteraan.
bisa diantarkan untuk dapat Kesejahteraan yang dimaksud di
memandang pluralitas, multikultural sini adalah kondisi sosial yang
dalam berbagai aspek sosial, ekonomi, menjadi harapan semua orang.
politik, sosial, dan agama sebagai Konsistensi terhadap
kekayaan spiritual bangsa yang harus kesejahteraan harus dibuktikan
dijaga kelestariannya. Ainurrofiq dengan perilaku menuju
Dawam (2003: 104-105) memberikan terciptanya kesejahteraan.
kerangka orientasi Pluralisme atau Konsekuensi yang kemudian
Multikultural agar tidak kehilangan terjadi adalah adanya
arah dan dibangun berdasarkan kedamaian di mana semua
orientasi nilai dasar multikulturalisme orang merasa aman, dihargai,
guna terwujudnya perdamaian, yaitu: diakui dan diperlakukan sebagai
1. Orientasi Kemanusiaan manusia oleh semua pihak yang
berinteraksi secara langsung
atau tidak langsung.
Paulus XXIII di kota Vatikan 1962-1965. Kompilasi
lengkap pembicaraan dan keputusan Konsili Vatikan
4. Orientasi proporsional.
II telah diterbitkan oleh Departemen Dokumentasi Proporsional merupakan sebuah
dan Penerangan KWI (Konferensi Wali Gereja) nilai yang dipandang dari aspek
Pusat tahun 1993 (edisi revisi). Ungkapan yang apapun adalah sangat tepat.
paling terkenal dari Konsili vatikan II adalah
keselamatan tidak hanya ada di Gereja Katolik Tepat landasan, tepat proses,
Roma, dan implikasinya harus memberikan tepat pelaku, tepat ruang, tepat
penghormatan kepada kepercayaan dan agama lain. waktu, tepat anggaran, tepat
Dan statemen ini merupakan pembaharuan dari cara
pandang gereja Katolik sebelum Konsili Vatikan II kualitatif, tepat kuantitatif dan
yang memandang keselamatan hanya ada pada tepat tujuan. Orientasi inilah
Gereja Katolik Roma.

Feriyanto - 25
Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama
ISSN 2089-8835
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2018
yang diharapkan menjadi pilar potensi budaya yang dimilikinya harus
multikultural, pluralisme dan dilihat sebagai asset Negara yang dapat
perdamaian. didayagunakan bagi pembangunan
5. Orientasi mengakui pluralitas bangsa ke depan. Intinya adalah
dan heterogenitas. menekankan pada pentingnya
Pluralitas dan heterogenitas memberikan kesempatan bagi
merupakan sebuah kenyataan berkembangnya masyarakat
yang tidak mungkin ditindas multikultural yang masing-masing
secara fasih dengan harus diakui haknya untuk
memunculkan sikap fanatisme mengembangkan dirinya melalui
terhadap sebuah kebenaran kebudayaan mereka.
yang diyakini oleh sekelompok Hal ini juga berarti bahwa
orang. masyarakat multikultural harus
6. Orientasi anti hegemoni dan anti memperoleh kesempatan yang baik
dominasi. untuk menjaga dan mengembangkan
Dominasi dan hegemoni adalah kearifan budaya lokal mereka kearah
dua istilah yang sangat populer kualitas dan pendayagunaan yang
bagi kaum tertindas. Istilah ini lebih baik. Unsur-unsur budaya lokal
dihindari jauh-jauh oleh para yang bermanfaat bagi diri sendiri
pengikut faham liberalis, bahkan perlu dikembangkan lebih
kapitalis, globalis dan lanjut agar dapat menjadi bagian dari
neoliberalis. Hegemoni yang kebudayaan bangsa dalam
dimaksud adalah hegemoni memperkaya unsur-unsur kebudayaan
dalam segalanya; politik, nasional. Meskipun demikian, misi
pelayanan dan lain sebagainya. utamanya adalah mentransformasikan
Sehubungan dengan penjelasan kenyataan multikultural sebagai asset
di atas, sebagai bangsa yang dan sumber kekuatan bangsa,
multikulturalis dalam membangun menjadikannya suatu sinergi nasional,
masa depan bangsa, dipandang perlu memperkukuh gerak konvergensi
untuk memberi tempat bagi keanekaragaman.
berkembangnya kebudayaan suku Oleh karena itu, walaupun
bangsa dan kebudayaan agama yang masyarakat multikultural harus
ada di Indonesia. Dalam kehidupan dihargai potensi dan haknya untuk
sehari-hari, kebudayaan suku bangsa mengembangkan diri sebagai
dan kebudayaan agama, bersama-sama pendukung kebudayaan di atas tanah
dengan pedoman kehidupan berbangsa kelahiran leluhurnya, namun pada saat
dan bernegara mewarnai perilaku dan yang sama, mereka juga harus tetap
kegiatan masyarakat. Berbagai diberi ruang dan kesempatan untuk
kebudayaan itu jalan beriringan, saling mampu melihat dirinya, serta dilihat
melengkapi dan saling mengisi, tidak oleh masyarakat lainnya yang sama-
berdiri sendiri-sendiri, bahkan mampu sama merupakan warga Negara
untuk saling menyesuaikan dalam Indonesia, sebagai bagian dari bangsa
kehidupan sehari-hari. Indonesia, dan tanah leluhurnya
Dalam konteks itu pula, maka termasuk sebagai bagian dari tanah air
ribuan suku bangsa sebagai Indonesia. Satu hal yang harus kita
masyarakat multikulturalis yang pahami adalah perbedaan bukanlah
terdapat di Indonesia serta potensi- hambatan. Seharusnya kita tidak

26 - Nilai-nilai Perdamaian pada Masyarakat


Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama
ISSN 2089-8835
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2018

menyalahkan perbedaan yang ada bisa mengembangkan politik


karena perbedaan sudah selayaknya kebudayaan yang arif, menyediakan
terjadi. Tapi salahkanlah mengapa kita sarana dan prasarana yang kondusif,
tidak bisa menerima perbedaan itu dapat melalui himbauan moral,
dengan lapang dan ikhlas. Memang dorongan atau dalam bentuk peraturan
sulit untuk menerima begitu banyak perundangan yang kondusif, agar
perbedaan yang ada dalam kehidupan. kebudayaan-kebudayaan masyarakat
Namun, seharusnya kita bisa dapat berkembang dengan baik,
mengambil banyak pelajaran dari komunikatif dan tidak konservatif
setiap perbedaan yang ada. Karena tertutup.
sesungguhnya segala bentuk Berbeda dengan pendekatan
perbedaan bukanlah hambatan untuk asimilasi dan diskriminasi, tawaran
kita menjalin persaudaraan. pendekatan multikultural akan
Dengan demikian, membangun mengakui berbagai potensi dan
dirinya, membangun tanah leluhurnya, legitimasi keragaman dan perbedaan
berarti juga membangun bangsa dan sosio-kultural tiap kelompok etnik.
tanah air tanpa merasakannya sebagai Dalam pandangan ini baik individu
beban, namun karena ikatan maupun kelompok dari berbagai etnik
kebersamaan dan saling bekerjasama. dapat bergabung dalam masyarakat,
terlibat dalam societal cohesion tanpa
KESIMPULAN harus kehilangan identitas etnik dan
Sejalan dengan proses reformasi budaya mereka, sekaligus tetap
yang sedang bergulir, dilandasi dengan memperoleh hak-hak mereka untuk
bergulirnya demokrasi politik dan berpartisipasi penuh dalam berbagai
penegakan HAM menuju pada suatu bidang kegiatan masyarakat. Karena
bentuk masyarakat madani (civil satu-satunya kebutuhan kita adalah
society), diharapkan proses bagaimana membuat semua
multikultural dapat terjembatani keberagaman ini memberikan
dengan baik. Dengan demikian proses sumbangan yang paling berharga bagi
integrasi nasional juga dapat terwujud semua orang.
dengan baik dan lebih permanen. Ada beberapa pesan yang
Mengutip dari harian Kompas (14 hendak disampaikan penulis. Pertama
Maret 2001, Asimilasionisme vs adalah mengenai realitas yang
Multikulturalisme) yang dikemukakan menyatakan bahwa tidak ada satupun
dari pendapat berbagai ahli, bahwa yang sama di dunia, semua serba
pendekatan multikulturalism cocok berbeda dan beragam. Adanya
diterapkan pada masyarakat yang kenyataan hidup yang serba beragam
multi etnik seperti di Indonesia. Ini tidak lantas menjadikan manusia
artinya bahwa baik pemerintah pusat terpecah belah dan saling berkonflik.
maupun daerah harus menjembatani Realitas hidup yang menyatakan
berkembangnya kebudayaan- adanya kemajemukan harus diinsafi,
kebudayaan masyarakat yang beraneka dikelola dengan baik dan disikapi
ragam ini dan menyiapkan media agar dengan arif dan bijaksana. Kedua yang
tiap-tiap kebudayaan yang disampaikan adalah bahwa setiap
berkembang itu dapat berkomunikasi manusia memiliki kedudukan yang
dengan baik. Di sini pemerintah harus setara dengan sesamanya. Oleh karena

Feriyanto - 27
Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama
ISSN 2089-8835
Volume 1 Nomor 1 Tahun 2018
itu, tidak ada yang boleh merendahkan masing-masing (saling menghargai);
atau meremehkan manusia lainnya. dan sesulit apapun masalah yang
Saling menghargai antar suku di dihadapi berusahalah untuk tersenyum
bidang apapun dan apapun meski sulit.
kegiatannya; memahami kondisi

Daftar Pustaka
Abdurrahman Wahid, 2002. Islamku Islam Anda Islam Kita, Jakarta: The Wahid Institute
Alwi Shihab, 2001. Islam Inklusif; Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, (Bandung:
kerjasama Mizan dan ANTEVE, cetakan IX,
Azra, Azyumardi, 2007. “Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme
Indonesia”, http://www.kongresbud.budpar.go.id
Dawam, Ainurrofiq, 2003. Emoh Sekolah; Menolak Komersialisasi Pendidikan dan
Kanibalisme Intelektual,Menuju Pendidikan Multikultural , Yogyakarta: Inspeal
Ahimsa Karya Press
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008. Jakarta, Universitas Indonesia.
Kompas, 14 Maret 2001, Asimilasionisme vs Multikulturalisme.
Lubis, 2006. “Deskontruksi Epistemologi Modern”. Jakarta: Pustaka Indonesia Satu
Maman Imanulhaq Faqih, 2010. Fatwa dan Canda Gus Dur, Jakarta: Kompas
Rumadi, 2001. “Dinamika Agama dalam Pemerintahan Gus Dur”, dalam Khamami Zada
(ed) Neraca Gus Dur di Panggung Kekuasaan, Jakarta: LAKPESDAM
Sururin, 2007. Nilai-nilai Pluralisme dalam Islam Bingkai Gagasan yang Berserak. Bandung:
Nuansa
Zamroni. 2008. Peace Education A Reader. (artikel)

28 - Nilai-nilai Perdamaian pada Masyarakat

Anda mungkin juga menyukai