Anda di halaman 1dari 3

Tugas : TM-Fundamental 1

Nama : Antonius Tedy


NPM : 19002

BERAGAMA YANG SEHAT

Deskripsi Kasus
Setiap orang berhak memilih agama atau keyakinannya sendiri. itulah yang berlaku di
indonesia seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 28e ayat 1 “Setiap orang bebas
memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah Negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali". Beradasarkan peraturan ini, maka siapapun bebas
memilih agama tanpa intervensi dari orang lain. Seolah menjadi pintu masuk, aturan ini
bagai gayung bersambut bagi orang-orang yang merasa “tidak puas dengan agama yang lama,
sehingga berpindah ke yang baru”. Penomena ini bukan hal baru lagi khusunya di indonesia,
ada dua hal yang melatarbelakangi; karena sungguh karunia Allah atau hanya sekedar
mencari popularitas dan kekayaan.
Baru-baru ini salah satu penomena convert agama ini sempat ramai di media massa
dengan beredarnya video ceramah ustad Steven Indra Wibowo yang mengaku dirinya
mantan pastor katolik yang berpindah agama menjadi seorang mualaf. Video ini kemudian
menimbulkan kontroversi dan beragam spekulasi. Persoalan muncul ketika pernyataan-
pernyataannya dalam unggahan tersebut berisi pengakuan yang tidak berdasarkan fakta dan
data sebenrnya. Kesaksian yang diberikan berisi suatu informasi yang keliru dan salah. Ada
beberapa kekeliruan yaitu keterangan riwayat pendidikan, pemahaman tentang ajaran agama
katolik, dan perbedaan gereja katolik di antara gereja lain. Kasus seperti ini bukan yang
pertama kalinya terjadi, sebelumnya juga pernah beredar video-video serupa dari orang-orang
yang mengaku dirinya mantan pastor atau suster yang mualaf dan memberikan pernyataan-
pernyataan yang salah. Tentu saja pengakuan seperti itu merugikan orang lain baik itu bagi
agama katolik maupun agama islam. Tetapi apakah kerugian itu jatuh pada pelanggaran
moral? Kirang perlu dikaji secara teliti. Tulisan ini akan menanalisi kasus tersebut dengan
berdasarkan prinsip fontes moralitatis dan tinjau teologis mengenai dosa manusia.

Tindakan
Setiap perbuatan manusia selalu membawa konsekuensi baru. Konsekuensi tersebut
adalah akibat langsung maupun tidak langsung dari perbuatannya baik disengaja maupun
tidak disengaja. Dalam penilaian moral perbuatan manusia dapat dikategorikan sebagai
perbuatan yang salah apabila memenuhi syarat yang berlaku yaitu perbuatan susila dilakukan
sejauh ia berkehendak bebas (actus humanus = dilakukan atas tahu, dan mau secara bebas)
dan mengetahui norma moral. Syarat itu mengandaikan bahwa perbuatan susila atau
penlanggaran moral terjadi apabila seseorang berbuat sesuatu yang merugikan secara hukum
dalam keadaan ia sadar; tahu dan mau secara bebas melakukannya.
Seseorang yang tahu berarti ia mengerti apa yang diperbuatnya, dan obyek yang
dilakukan serta akibat baik maupun burukknya. Demikian pula perbuatan yang dilakukan atas
dorongan mau secara bebas berarti perbuatan itu dikehendaki buka paksaan. Dalam penilaian
perbuatan moral kiranya mengetahui syarat-syarat dasar di atas amat penting agar tidak jatuh
dalam penilaian yang keliru. Adapun penilaian perbuatan manusia secara konkrit harus
ditinjau secara menyeluruh, artinya penilaiaan itu harus mengacu pada sumber-sumber
perbuatan atau prinsip penilaian moralitas yaitu obyek, keadaan dan maksudnya. Ketiga hal
ini haru dilihat secara bersama-sama untuk menentukan moralitas perbuatan manusia secara
utuh dan menyeluruh.

Sumber penilaian (fontes moralitatis)


Untuk mendalami kasus ini penulis mencoba mencari informasi sebanyak-banyaknya,
tetapi apa yang melatarbelakangi tindakan Steven Indra Wibowo memberikan pengakuan
yang keliru tidak ditemukan penjelasan secara psesifik. Tetapi berdasarkan pengamatan,
tujuan yang ingin dicapai dari ada pernyataan-pernyataan yang kontoversial seperti ini
kiranya dapat dipahami sebagai cara untuk mencari keuntungan baik untuk pribadi maupun
kelompok. Karena itu, perbuatan ini termasuk dalam perbuatan kesusilaan formil karena
obyek perbuatannya mengandung unsur kebohongan dari pelaku.

Obyek
Kejelasan obyek dari kasus ini terdapat pada pernyataan-pernyataan yang tidak
bersumber pada data dan fakta yang sebenarnya. Kebohongan ini secara langsung merugikan
agama katolik dan juga agama islam. Sebagai dua aliran yang berbeda penyimpangan
informasi dapat menimbulkan persepsi dan mengiring orang banyak yang tidak mengenal
masing-masing ajaran kedua aliran tersebut pada pemahaman yang sesat. Dari kasus ini
terbukti bahwa akibat yang terjadi telah menyebkan banyak orang memberikan komentar
terhadap video tersebut dengan berbagai pembelaan yang sifat saling menyerang dan
membenarkan ajaran agamanya masing masing.

Keadaan
Di sisi lain, kasus ini mendapat sorotan yang tajam karena peristiwa ini terbungkus
oleh isu agama. Agama memang salah satu hal yang senstif untuk diperdebatkan di
Indonesia. Sehingga tidak heran kemunculan kasus seperti ini menimbulkan diskursus yang
panajang. Apalagi kasus ini jelas suatu kebohogan yang mengakibatkan kerugian bagi
kelompok lain. Pengakuan Steven sebagai mantan pastor tentu mengundang rekasi umat
katolik untuk mencari tahu kebenaranya. Sayangnya banyak pernyataannya yang
disampaikan dalam ceramah-ceramahnya di masjid-masjid mengenai ajaran dan tradisi
katolik keliru dan tidak berdasarkan fakta. Hal inilah yang menjadi persoalan moral.
Moralitas diabaikan demi kepentingan eksistensi pribadi dan kelompok. Kapasitasnya sebagai
tokoh agama mencerminkan tidak memiliki integritas yang baik untuk menjadi teladan.

Maksud/finis operantis
Karena perbuatan susila dalam kasus ini masuk dalam kategori kesusilaan formil,
maka finis operantis kasus ini jelas terletak dalam pelaksaana perbuatan pelaku yang
memberikan pernyataan-pernyataan yang salah mengenai ajaran agama katolik. Informasi
yang salah digunakan pelaku sebagai jalan untuk mencari pendukung. Kebohongan tersebut
dilakukan untuk tujuan memperoleh keuntungan bagi kelompok pelaku sendiri. Sementara
akibatnya diketahui sendiri oleh pelaku karena perbuatan tersebut mengikuti dan keluar dari
kehendak sendiri dan merupakan ketidaktahuan yang dapat diatasi, maka indikasi pelaku
tetap bersalah (ignorantia consequens)

Refleksi teologis dalam terang dosa


St. Agustinus mendefinisikan dosa sebagai perbuatan atau perkataan atau keinginan
yang bertentangan dengan hukum abadi. Hukum abadi adalah budi ilahi atau kehendak
Tuhan, yang memerintahkan dipeliharanya tata kodrati dan melarang diganggunya tata itu.
definisi ini dimaksudkan bahwa setiap perbuatan yang bertentangan dengan budi (Tuhan dan
sesama) adalah perbuatan yang buruk. sebaliknya perbuatan buruk itu terjadi karena manusia
tidak mengikuti aturan huku budi yang seharusnya.1
Pada kasus Steven Indra Wibowo ini perbuatan yang dilakukan termasuk dalam
dimensi dosa personal. Dosa ini berkaitan dengan dosa batin yaitu gaudium yang artinya
kesenangan yang dikehendaki pada dosa yang sudah dilakukan. Di mana dosa itu sebagai
akibat dari perbuatan egosentris dan pengurungan diri sendiri. sehingga terjadi penolakan
pangilan untuk menyempurnakan diri. Dalam lingkup ajaran kristiani kebohongan merupakan
perbuatan yang melanggr perintah Allah. melanggar berarti bertentangan dengan hukum budi
sehingga jatuh dalam perbuatan dosa. Setiap orang dipanggil untuk menjunjung moral
keutamaan yaitu sikap jujur. Ketidakjujuran adalah keburukan, betapapun kecil dosa yang
timbul dari perbuatan tesebut, akan tetapi akibat perbuatan tetap bernilai negatif. Dan dalam
penilaian moral perbuatan dalam kasus ini menunjukan terjadinya kemerosotan moral.

Kesimpulan
Agama merupakan komunitas bersama. Siapapun memiliki hak dan kewajiban untuk
memilih dan menjalankannya sesui norma yang berlaku. Bukan hal baru jika masalah hidup
bersama di masyarakat seringkali banyak disumbangkan dari persoalan agama. Agama yang
membirkan terjadinya praktek yang tidak sehat, secara tidak langsung menciptakan
perselisihan bagi orang-orang yang mabuk agama. tetapi siapakah yang mau
bertanggungjawab terhadap persoalan-persoalan yang muncul?
Kenyataannya setiap agama memberitakan keselamatan Allah dengan cara yang
berbeda-beda. Namun seringkali perbedaan itulah yang menjadi sorotan banyak orang.
Realitas ini nampak melalui kasus-kasus agam atau penistaan agama yang sudah banyak
terjadi di Indonesia saat ini. Seharusnya agama sebagai komunitas yang hadir untuk
memenihi kehidupan rohani manusia, berani mengakui perbedaan yang ada bukan tersu-
menerus menyamakan atau membandingkan perbedaan. Sebab bukankah hal yang jauh lebih
penting adalah menjadikan perbedaan-perbedaan yang ada mampu hidup secara bersama-
sama secar rukun dan damai.
Dalam kasus di atas, pelanggaran itu terjadi karena Steven Indra Wibowo
memberikan pernyataan yang salah mengenai ajaran agama katolik. Isu itu dimanfaatkan
sebagai jalan untuk memperoleh keuntungan baik bagi dirinya sendiri maupun bagi
kelompoknya. Tetapi di sisi lain ia mengabaikan penilai moral dan dosa yang ditimbulkan
dari perbuatannya, sehingga menciptakan masalah baru bagi banyak orang.

1
Piet Go, Diktat Teologi Moral Fundamental (Malang: STFT WS, 2016), 32-33

Anda mungkin juga menyukai