Anda di halaman 1dari 4

1.

Menjelaskan istilah-istilah: ketidakadilan sosial, arogansi, materialisme, dan hedonisme


Ketidakadilan sosial adalah ketidakadilan yang terjadi ketika hak-hak masyarakat
diabaikan atau dirampas oleh struktur yang tidak adil. Arogansi adalah sikap di mana
manusia merasa berkuasa penuh atas alam dan bertindak sesuka hati, tanpa
memperhatikan dampaknya. Materialisme adalah dorongan manusia untuk mencari
kekayaan dan harta benda, dengan mengabaikan dampak negatif terhadap alam dan
masyarakat. Hedonisme adalah pandangan yang mengutamakan pencarian kesenangan
dan kepuasan sebagai tujuan utama dalam hidup.
2. Artikel 1 menggarisbawahi bahwa Gereja ingin ikut serta dalam mengatasi permasalahan
dunia sebagai bagian dari misinya. Gereja mengajak umat Katolik untuk menjalani
keterlibatan aktif dalam dunia ini dengan semangat kerja sama, solidaritas, dan kasih,
sebagai respons terhadap panggilan Allah untuk membantu memperbaiki kondisi
dunia yang rusak.
Artikel 2 menekankan bahwa Gereja memandang dunia dan segala aktivitas manusia
dengan penghormatan dan kepedulian. Gereja mengajarkan bahwa semua usaha
manusia yang bertujuan untuk memajukan martabat manusia, mempromosikan
keadilan, dan memperbaiki kondisi hidup harus didukung dan dihargai.
Intinya umat Katolik diundang untuk terlibat aktif dalam mengatasi permasalahan dunia
dengan sikap kasih, solidaritas, dan kerjasama. Gereja menekankan pentingnya
berpartisipasi dalam dunia ini, memperhatikan kebutuhan sesama, berjuang untuk
keadilan sosial, dan mempromosikan kesejahteraan umum. Dalam keterlibatan ini,
Gereja mengajarkan bahwa umat Katolik harus mempertahankan nilai-nilai iman dan
moral dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka di dunia ini.
3. Ajaran Sosial Gereja adalah panduan bagi umat Katolik dalam memahami dan
merespons isu-isu sosial dan ekonomi. Berdasarkan keyakinan bahwa setiap individu
memiliki martabat yang tinggi dan hak-hak fundamental yang harus dihormati, ajaran ini
menekankan keadilan sosial, solidaritas, subsidiaritas, dan martabat manusia dalam
kehidupan sehari-hari.
4. ASG setelah Konsili Vatikan II: Populorum Progressio (1967), dan Laborem Exercens
(1981)
Setelah Konsili Vatikan II, Ajaran Sosial Gereja terus berkembang. Dokumen penting yang
dikeluarkan adalah "Populorum Progressio" pada tahun 1967 dan "Laborem Exercens"
pada tahun 1981. "Populorum Progressio" membahas kemiskinan dan pembangunan,
sementara "Laborem Exercens" membahas pekerjaan dan hak-hak buruh. Kedua
dokumen tersebut menekankan pentingnya keadilan sosial, solidaritas, dan martabat
manusia dalam konteks sosial dan ekonomi. Mereka memberikan panduan praktis bagi
umat Katolik dalam berpartisipasi dalam mempromosikan kesejahteraan dan keadilan
dalam masyarakat.
5. Ajaran Sosial Gereja di Indonesia: menjelaskan beberapa alasan mengapa ajaran sosial
Gereja kurang bergema dalam kehidupan nyata, khususnya dalam Gereja Indonesia
- Kurangnya pemahaman dan pengetahuan: Mungkin ada kurangnya pemahaman dan
pengetahuan yang cukup mengenai Ajaran Sosial Gereja di kalangan umat Katolik
Indonesia.
- Tantangan struktural: Tantangan struktural, seperti korupsi, ketimpangan sosial-ekonomi,
dan permasalahan lingkungan, juga dapat mempengaruhi implementasi Ajaran Sosial
Gereja.
- Kurangnya aksi konkret juga dapat menjadi faktor mengapa Ajaran Sosial Gereja kurang
bergema dalam kehidupan nyata, terutama di Gereja Indonesia
6. Menjelaskan arti Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap individu secara
kodrati dan tidak dapat diganggu-gugat. Hak-hak ini diberikan kepada setiap manusia
tanpa memandang ras, agama, jenis kelamin, status sosial, atau faktor lainnya.

7. Menjelaskan pandangan Gereja tentang hak asasi: Gereja memiliki pandangan bahwa
setiap individu memiliki hak asasi manusia yang tidak dapat diganggu gugat. Hak asasi ini
bersumber dari martabat manusia yang diberikan oleh Tuhan. Gereja mengajarkan
pentingnya menghormati dan melindungi hak-hak ini, termasuk hak hidup, kebebasan
beragama, kebebasan berpendapat, dan perlindungan hukum yang adil.
8. Pandangan Gereja dalam Gaudium et Spes, menganalisa penerapan HAM dalam hidup
pribadi berdasarkan kehendak Tuhan: Dalam Gaudium et Spes, Gereja menekankan
pentingnya menerapkan hak asasi manusia dalam kehidupan pribadi berdasarkan
kehendak Tuhan. Ini berarti menghormati dan melindungi hak-hak individu serta
bertindak dengan kasih, keadilan, dan pengampunan. Gereja memandang bahwa
penerapan HAM dalam hidup pribadi adalah cerminan dari iman dan komitmen
terhadap nilai-nilai Kristen.
9. Mendalami Kitab Suci Yohanes 8:1-11 tentang Hak Asasi Manusia: Kitab Suci Yohanes
8:1-11 adalah kisah tentang Yesus yang menunjukkan kasih dan pengampunan kepada
seorang perempuan yang tertangkap basah berbuat dosa. Ini menggarisbawahi
pentingnya menghormati hak asasi manusia dan memberikan kesempatan untuk
pemulihan dan pengampunan. Kisah ini mengajarkan bahwa manusia, tidak peduli
kesalahan yang telah dilakukan, tetap memiliki hak atas pengampunan, belas kasihan,
dan kesempatan untuk berubah.
10. Menjelaskan usaha membangun budaya kasih dalam menghadapi dimensi-dimensi
kekerasan dalam masyarakat: Gereja mendorong usaha membangun budaya kasih
dalam menghadapi dimensi-dimensi kekerasan dalam masyarakat. Ini melibatkan
mempromosikan perdamaian, menghormati martabat manusia, memperjuangkan
keadilan sosial, mendukung korban kekerasan, dan melibatkan diri dalam upaya
pencegahan kekerasan melalui pendidikan, dialog, dan upaya kolaboratif.
11. Menganalisis ajaran Kitab Suci perlunya menghormati hidup sebagai anugerah Tuhan
yang harus dipelihara dan dijaga: Kitab Suci mengajarkan bahwa hidup adalah anugerah
Tuhan yang harus dihormati dan dijaga. Setiap kehidupan manusia dianggap berharga
dan suci, karena manusia diciptakan sebagai citra Allah. Ajaran Kitab Suci ini
mengandung panggilan untuk melindungi, merawat, dan menghormati hidup dalam
segala tahapnya, mulai dari pembuahan hingga akhir kehidupan.
12. Menjelaskan arti aborsi: Aborsi adalah tindakan sengaja mengakhiri kehidupan janin
dalam kandungan. Gereja mengajarkan bahwa aborsi bertentangan dengan martabat
manusia dan hak asasi janin yang belum lahir
13. Menjelaskan alasan orang melakukan aborsi: Ada berbagai alasan yang mendorong
orang untuk melakukan aborsi. Beberapa alasan yang sering disebutkan termasuk
masalah keuangan, kurangnya dukungan sosial, tekanan dari pasangan atau keluarga,
pertimbangan karier, atau kehamilan yang tidak direncanakan. Meskipun alasan-alasan
ini dapat terasa sangat berat bagi individu yang terlibat, Gereja mengajarkan bahwa
melindungi kehidupan janin harus menjadi prioritas utama.
14. Menjelaskan usaha preventif untuk mencegah kasus-kasus aborsi: Gereja menganjurkan
usaha preventif untuk mencegah kasus-kasus aborsi. Ini melibatkan penyediaan akses
yang luas terhadap layanan kesehatan reproduksi, edukasi seksual yang bertanggung
jawab, dukungan bagi wanita hamil yang mengalami kesulitan, dan promosi nilai-nilai
keluarga yang sehat. Upaya ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang
mendukung dan membantu individu mengatasi tantangan yang terkait dengan
kehamilan yang tidak direncanakan.
15. Menganalisis kasus-kasus aborsi yang dihubungkan dengan martabat manusia sebagai
citra Allah: Kasus-kasus aborsi yang dihubungkan dengan martabat manusia sebagai citra
Allah menyoroti pentingnya menghormati dan melindungi kehidupan manusia sebagai
ciptaan Allah. Setiap individu, termasuk janin yang belum lahir, memiliki martabat dan
nilai yang tak ternilai dalam pandangan Gereja. Oleh karena itu, setiap usaha harus
dilakukan untuk mencegah tindakan aborsi dan melindungi kehidupan yang rentan dan
tak berdaya.
16. Menjelaskan arti Euthanasia: Euthanasia adalah tindakan sengaja mengakhiri kehidupan
seseorang yang menderita penyakit atau kondisi yang tak dapat sembuh dengan tujuan
mengakhiri penderitaan mereka. Dalam beberapa kasus, ini melibatkan tindakan aktif
untuk menghentikan hidup seseorang, sedangkan dalam kasus lain, itu melibatkan
penarikan perawatan atau dukungan medis yang diperlukan untuk mempertahankan
hidup.
17. Menjelaskan alasan orang melakukan Bunuh Diri: Alasan orang melakukan bunuh diri
bisa sangat kompleks dan bervariasi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
keputusan seseorang untuk melakukan bunuh diri meliputi kondisi kesehatan mental
yang parah, perasaan putus asa, depresi berat, isolasi sosial, masalah keuangan yang
serius, atau pengalaman trauma yang berat. Penting untuk mencari bantuan dan
dukungan profesional jika Anda atau orang terdekat Anda mengalami pemikiran atau
perilaku bunuh diri.
18. Menjelaskan Jenis-Jenis Euthanasia:
1. Euthanasia Sukarela (Voluntary)
Pengidap dengan akal sehatnya menyetujui ‘suntik mati’. Sebelum melakukan
prosedur, ia sepenuhnya mengetahui kondisi penyakit dan mengerti risiko terkait
pilihan pengobatannya. 
2. Euthanasia Non Sukarela (Non Voluntary)

Keputusan ‘suntik mati’ ini berdasarkan kesepakatan dari keluarga terdekat. 


Pengidap menempuh euthanasia non sukarela karena ia benar-benar tidak sadarkan
diri atau lumpuh secara permanen.

3. Euthanasia Involunter

Prosedur ‘suntik mati’ ini adalah kondisi saat pengidap bisa membuat keputusan,
tapi tidak mau melakukannya. Dengan kata lain, ia masih ingin hidup dan berjuang
melawan penyakitnya.jika prosedurnya tetap dilakukan, ini bisa dikatakan sebagai
praktik pembunuhan. Sebab, euthanasia involunter dilakukan tanpa seizin pengidap.

4. Euthanasia Aktif

Prosedur euthanasia aktif adalah situasi ketika tim medis bertindak langsung untuk
mengakhiri hidup pengidap. Misalnya dengan memberi obat dalam dosis tinggi.

5. Euthanasia Pasif

Prosedur ini dilakukan ketika tim medis secara tidak langsung mengakhiri hidup
pengidap. Caranya dilakukan dengan menghentikan atau membatasi perawatan yang
dibutuhkan untuk bertahan hidup.Selain itu, euthanasia pasif bisa terjadi akibat
peningkatan dosis obat yang diresepkan. Pemberian dosis yang semakin tinggi
menimbulkan efek racun pada pengidap dari waktu ke waktu.
19. Menganalisis kasus Bunuh Diri dan Euthanasia yang dihubungkan dengan martabat
manusia sebagai citra Allah:
Kasus-kasus bunuh diri dan euthanasia yang dihubungkan dengan martabat manusia
sebagai citra Allah menghadirkan dilema etis dan moral. Gereja mengajarkan bahwa
setiap kehidupan manusia memiliki nilai intrinsik yang tak ternilai karena mereka
diciptakan sebagai citra Allah. Oleh karena itu, tindakan yang mengakhiri hidup manusia
dengan sengaja dapat bertentangan dengan prinsip menghormati dan melindungi
kehidupan. Gereja menekankan pentingnya mencari alternatif yang tepat dalam
menghadapi penderitaan fisik atau mental. Dalam konteks penderitaan yang tak
tertahankan, Gereja mendorong pendekatan medis paliatif yang berfokus pada
meredakan rasa sakit dan penderitaan, serta memberikan perawatan yang
mempromosikan kenyamanan dan kualitas hidup yang lebih baik.
20. Mengevaluasi pandangan bahwa hidup adalah anugerah Allah yang harus dipelihara dan
dijaga: Pandangan bahwa hidup adalah anugerah Allah yang harus dipelihara dan dijaga
merupakan inti ajaran Gereja. Gereja mengajarkan bahwa setiap kehidupan memiliki
nilai yang tak ternilai dan harus dihormati. Hidup dianggap sebagai karunia yang
diberikan oleh Tuhan, dan oleh karena itu, manusia memiliki tanggung jawab moral
untuk melindungi, memelihara, dan menghormati kehidupan dalam segala tahapnya.

Anda mungkin juga menyukai