Anda di halaman 1dari 4

PENGERTIAN TENTANG ETIKA KRISTEN DAN PENERAPANNYA DALAM

KEHIDUPAN SEHARI-HARI
A. ETIKA KRISTEN DAN ETIKA PADA UMUMNYA
1. Titik Tolak Berpikir
Tugas etika di sini adalah menyelidiki, mengontrol, mengoreksi dan mengarahkan cara
yang baik yang seharusnya dilakukan. Sedangkan ukuran "apa yang baik" dalam etika
pada umumnya adalah sesuai dengan tuntutan masyarakat secara umum, kata hati dan
keputusan batin untuk bertindak atau melakukan yang baik.
Titik tolak berpikir Etika Kristen adalah iman kepada Tuhan yang telah menyatakan diri di
dalam Tuhan Yesus Kristus. Etika Kristen merupakan tanggapan akan kasih Allah yang
menyelamatkan kita (bandingkan dengan 1 Yohanes 4:19). Kehidupan etis merupakan cara
hidup dalam persekutuan dengan Tuhan. Dalam Etika Kristen kewibawaan Tuhan Yesus
Kristus diakui. Secara kontekstual, makna etika Kristen diperhadapkan dengan situasi
tertentu, yakni kini dan di sini.3 Oleh sebab itu, Etika Kristen mempelajari situasi yang
seharusnya dengan mengingat situasi yang sebenarnya. Kita tahu dengan jelas bahwa
sejak jatuh dalam dosa manusia tidak dapat lagi melakukan tindakan yang baik. Apa yang
baik dan buruk telah menjadi kacau-balau dalam diri manusia sehingga manusia tidak
dapat memilah dan membedakannya. Ada kalanya yang dianggap baik, ternyata buruk dan
demikian sebaliknya. Dalam Etika Kristen kehendak Tuhan dikedepankan sehingga sifat
Etika Kristen adalah teologis dan imani. Memang ada unsur yang sama antara kedua etika
tersebut, yakni unsur analisa, pertimbangan akal budi atau kesadaran dan hati nurani.
Secara khusus, definisi iman Kristen adalah "tindakan praktis yang dilakukan oleh manusia
(pelaku) sebagai pernyataan atau terjemahan dari analisa akal budi dan keputusan batin
akan hal yang baik yang sesuai dengan kehendak Tuhan"

2. .Manusia Dengan Tingkah Lakunya

Etika memang menyoroti kehidupan manusia dengan tingkah lakunya. Manusia menilai
manusia yang lain. Hal itu dapat dilihat dari tindakan atau tingkah lakunya. Dalam hal ini,
Poedjawijatna mengatakan bahwa apabila penilaian itu diambil secara luas, nilai akan
bermacam-macam jenisnya. Nilai adalah a) penilaian etis-moralis yang berkaitan dengan
kelakuan baik dan kelakuan buruk, b) penilaian medis yang berhubungan dengan
kesehatan seseorang, dan c) penilaian estetik yang berkaitan dengan keindahan.14
Berkaitan dengan hal itu, dalam Etika Jawa dikenal dengan dora sembada (berbohong
tetapi dianggap baik). Etika dora sembada sebenarnya dapat dikatakan sebagai; kejahatan
kecil yang menyelamatkan.
Jadi hal ini pun termasuk pengecualian atau tidak baik tetapi apa boleh buat.
Masalah yang sama pada zaman Modern ini adalah, misal, masalah perang, penindasan
politik, politik apartheid (ras diskriminasi) di beberapa bagian dunia ini, ketidakadilan dalam
bidang sarana dan prasarana hidup manusia dan sebagainya. Kita harus memikirkan
bagaimana seorang Kristen dalam kenyataan seperti itu. Persoalannya adalah sampai
sejauh mana kita dapat berkompromi dengan kenyataan seperti itu? Inilah persoalan etis-
teologis. .

3. Pandangan Iman Kristen

Iman Kristen berpendapat, bahwa hanya Tuhan saja yang baik. pertanyaan apa yang baik
hanya dapat dijawab oleh Tuhan sendiri. Kenapa demikian? Karena, manusia telah jatuh
dalam dosa, yakni pelanggaran yang fatal dengan memakan buah pengetahuan baik dan
jahat (Kej. 3:1-24). Akibatnya manusia sudah tidak dapat lagi membedakan atau
memilahkan baik dan jahat. Baik dan jahat campur aduk dan berkecamuk dalam kehidupan
manusia. Manusia tidak dapat lagi menjawab secara benar dan mutlak tentang apa yang
baik. Karena Tuhan adalah sumber dari segala yang baik, dengan demikian hanya Tuhan
sajalah yang dapat dan berhak untuk menjawab apa yang baik. Kebaikan Tuhan adalah
mutlak.
Pengetahuan akan hal yang baik dicari oleh manusia. Namun tempat yang baik hanya ada
dalam Tuhan itu sendiri. Dengan demikian, jika seseorang mencari apa yang baik, ia juga
mencari Tuhan. Menurut Alkitab, sebenarnya orang beriman sudah diberi karunia
pengetahuan tentang yang baik (Mi. 6:8). Syaratnya apabila manusia mau mendengarkan
firman Tuhan. Karena itu, manusia harus dapat mengetahui kehendak Tuhan. Dalam
Alkitab memuat petunjuk tentang hal ini seperti firman yang dikatakan Tuhan Yesus,
"Akulah jalan dan kebenaran dan hidup ..." (Yoh. 14:6a). Selain itu, sebelum manusia jatuh
dalam dosa, manusia memang telah diberi pengertian tentang cara yang seharusnya
dilakukan untuk menjadi petugas di taman Eden, yakni mengusahakan dan memelihara
(Kej. 2:15) dalam kaitannya dengan tugas menguasai dan memenuhi bumi (Kej. 1:28).
Selama manusia masih mempertahankan kesegambarannya dengan Tuhan dan tidak mau
menjadi sama atau menandingi Tuhan akan ada persekutuan perjanjian yang erat dan
hubungan kasih yang intim. Dalam keadaan seperti ini, manusia tahu akan kehendak
Tuhan sehingga tindakan manusia seperti ini disebut posse non peccare (dimungkinkan
untuk tidak berbuat jahat). Namun yang terjadi adalah manusia sudah tidak mau lagi berada
dalam ikatan dengan Tuhan. Manusia ingin mencari otonomi sendiri. Akibatnya, manusia
tidak tahu lagi kehendak Tuhan dan tidak tahu lagi apa yang baik secara hakiki.
Pengetahuan baik dan jahat memang dia kuasai tetapi dalam melakukan apa yang baik
selalu mengarah atau mengandung pada apa yang tidak baik. Tindakan manusia setelah
jatuh dalam dosa menjadi non posse no peccare (tidak mungkin tidak atau sudah pasti
berbuat jahat). Perbuatan baik bercampur dengan perbuatan jahat.
Segalanya telah berubah. Kebenaran sebagai anugerah Allah berubah menjadi kejahatan.
Keselamatan berubah menjadi kesengsaraan. Kebijaksanaan berubah menjadi kebodohan.
Untuk itu, manusia harus mengalami pemugaran atau pembangunan kembali. Pemugaran
itu dilakukan sendiri oleh Tuhan sehingga kita menjadi manusia baru (2 Kor. 5:17) dan
sesuai dengan citra Allah (Rm 8:29, 12:2; 1 Kor. 3:18; Kol. 3:10). Menjadi manusia
segambar dengan Tuhan berarti hidup dalam hubungan yang baik dengan Tuhan.21
Proses Restitutio Imaginis Dei merupakan pemugaran kembali citra Allah.

http://onego1993.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-tentang-etika-kristen-
dan.html

Peranan Etika dalam Dunia Modern

Setiap masyarakat mengenal nilai-nilai dan norma-norma etis. Dalam masyarakat


yang homogen dan agak tertutup – masyarakat tradisional, katakanlah – nilai-nilai
dan norma-norma itu praktis tidak pernah dipersoalkan. Dalam keadaan seperti
itu secara otomatis orang menerima nilai dan norma yang berlaku. Individu -
individu dalam masyarakat itu tidak berpikir lebih jauh. Tapi nilai-nilai dan norma-
norma etis yang dalam masyarakat tradisional umumnya tinggal implisit saja,
setiap saat bisa menjadi eksplisit. Terutama bila nilai-nilai itu ditantang atau
norma-norma itu dilanggar karena perkembangan baru, kita melihat bahwa nilai
atau norma yang tadinya terpendam dalam hidup rutin, dengan agak mendadak
tampil ke permukaan. Banyak nilai dan norma etis berasal dari agama. Tidak bisa
diragukan, agama merupakan salah satu sumber nilai dan norma yang paling
penting. Kebudayaan merupakan suatu sumber yang lain, walaupun perlu dicatat
bahwa dalam hal ini kebudayaan sering kali tidak bisa dilepaskan dari agama. Juga
nasionalisme atau kerangka hidup bersama dalam satu negara mudah menjadi
sumber nilai serta norma. BiIa negara dalam bahaya atau merasa dihina oleh
negara lain, nilai-nilai itu bisa sampai bergejolak. Demikian halnya, kalau dilihat
dalam konteks sosial. Kalau kita melihat hal yang sama dari segi individual, bisa
saja terjadi bahwa nilai-nilai dan norma-norma itu disadari oleh seorang tertentu,
karena Ia pindah ke daerah lain. Di Indonesia pun sudah sejak dulu terdapat
variasi kecil-kecilan di pelbagai daerah, sejauh menyangkut nilai dan norma.
Misalnya, dalam bidang pergaulan antara muda-mudi dan hubungan antara anak
dan orang tua. Bila seorang muda menjadi mahasiswa dan karena itu untuk
pentama kali dalam hidupnya keluar dari naungan keluarga serta ketertutupan
daerahnya, Ia dapat merasakan perbedaan itu. Perbedaan bisa dirasakan lebih
tajam lagi, bila perpindahan itu bukan saja dari satu daerah ke daerah lain tapi
sekaligus juga dan daerah pedesaan ke kota besar. Apalagi, bila seorang muda
disekolahkan ke luar negeri. Bisa sampai terkena cultural shock.

Ciri lain yang menandai situasi etis di zaman kita adalah timbulnya masalah-
masalah etis baru, yang terutama disebabkan perkembangan pesat dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi, khususnya ilmu-ilmu biomedis. Di antara masalah-
masalah paling berat dapat disebut: apa yang harus kita pikirkan tentang
manipulasi genetis, khususnya manipulasi dengan gen-gen manusia; apa yang
bisa dikatakan tentang reproduksi artifisial seperti fertilisasi in vitro, entah
dengan donor atau tanpa donor, entah dengan ibu yang “menyewakan” rahimnya
atau tidak; apakah kita bisa menenima eksperirnen dengan jaringan embrio untuk
menyembuhkan penyakit Alzheimer-umpamanya, entah jaringan itu diperoleh
melalui abortus yang disengaja atau abortus spontan? Masalah-masalah etis yang
timbul berhubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, akan dibicarakan
lagi secara khusus dalam Bab yang lain.
Situasi moral dalam dunia modern itu mengajak kita untuk mendalami studi etika.
Rupanya studi etika itu menupakan salah satu cara yang memberi prospek untuk
mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi sekarang. Sudah pernah
diketengahkan bahwa alasan-alasan yang kita punya untuk mendalami studi etika
sangat mirip dengan situasi di Yunani kuno sekitar pertengahan abad ke-5 s.M..8
Waktu itu kesadaran etis di sana mengalami krisis besar. Pola-pola moral yang
tradisional tidak lagi memiliki dasar untuk berpijak, akibat banyak.nya perubahan
sosial dan religius. Para Sofis tidak berhasil memberikan jawaban tepat untuk
mengatasi krisis itu, tapi sebaliknya meruncingkan keadaan dengan subyektivisme
dan relativisme mereka. Adalah Sokrates dan Plato yang menunjukkan jalan
keluar dan kemelut moral itu. Mereka tetap berpegang pada norma-norma yang
berlaku dalam polis (kota negara) yang tradisional di Yunani. Yang baru adalah
bahwa mereka mengusahakan suatu pendasaran rasional bagi norma-norma itu.
Untuk pertama kali dalam sejarah, mereka mempergunakan rasio untuk
meletakkan fundamen bagi norma-norma etis dan dengan demikian mereka
memulai etika filosofis. Bagi kita pun tidak ada jalan lain daripada rasio untuk
memecahkan masalah-masalah moral yang kita hadapi sekarang ini. Menempuh
cara hidup yang etis berarti mempertanggungjawabkan perilaku kita berdasarkan
alasan-alasan, artinya, berdasarkan rasio. Melalui jalan rasional perlu kita
bersama-sama – mungkin sesudah diskusi panjang lebar – mencari kesepakatan
di bidang moral. Salah satu usaha ke arah itu adalah etika terapan yang sekarang
dijalankan dalam kalangan luas dan akan dibicarakan Iagi secara khusus dalam
Bab yang lain.
https://adhimastra.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai