Anda di halaman 1dari 8

1

Mata Kuliah Pemberdayaan Masyarakat


Pertemuan ke 3
BAB. III
KEMISKINAN SEBAGAI AKAR MASALAH BANGSA DAN NEGARA .

I. KEMISKINAN.
1. Pengertian kemiskinan.
Masalah kemiskinan sudah menjadi masalah yang mengglobal, mendunia. Menurut
Martin dan Schuman kemiskinan di tingkat global perbandingannya sudah menjadi
20 banding 80, dalam arti 20% penduduk dunia menguasai 80% kekayaan dunia.
Akibatnya 20% penduduk dunia tersebut akan mengendalikan 80% penduduk
lainnya. Jadi kekayaan dunia ini hanya dinikmati oleh 20% penduduk dunia,
sedangkan sebagian besar penduduk dunia (80%) bisa digolongkan sebagai
masyarakat relatif miskin.
Kemiskinan secara umum dapat digolongkan dalam empat jenis yaitu,
a. Kemiskinan absolut.
b. Kemiskinan relatif.
c. Kemiskinan struktural.
d. Kemiskinan kultural.

2. Susahnya memberantas kemiskinan di Indonesia.


Di Indonesia, penduduk miskin masih menjadi masalah yang menghambat
pembangunan. Data stastistik penduduk miskin Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS
(Badan Pusat Statistik) sering menjadi perdebatan, karena angka-angka yang
dikeluarka BPS lebih sering tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Dilihat dari
indikator kemiskinan adalah pemenuhan kebutuhan primer, maka realitasnya
penduduk Indonesia masih banyak yang sulit memenuhi kebutuhan primernya.
Pemerintah juga sudah berupaya untuk mengentaskan kemiskinan dengan berbagai
program pengentasan kemiskinan, salah satunya berbentuk charity yaitu
membagikan uang kepada penduduk miskin dalam program BLT (Bantuan Langsung
Tunai) atau pembagian beragam kartu untuk jaminan kesehatan maupun
pendidikan.
Indonesia sudah 70 tahun merdeka dengan pembangunan yang sudah berjalan
cukup lama, dan memiliki sumber daya alam melimpah, tetapi belum terbebas dari
problem kemiskinan struktural yang parah. Padahal volume APBN dan alokasi
anggaran untuk penanggulangan kemiskinan dari waktu ke waktu semakin
meningkat.
Angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS hanya menghitung penduduk yang
masuk dalam golongan miskin absolut yang diukur dari pendapatan. Angka dari BPS
belum mengungkap wajah kemiskinan Indonesia yang sebenarnya dari berbagai
dimensi. Penduduk yang tergolong tidak miskin tetapi sangat rentan terhadap
kemiskinan tidak termasuk dalam jumlah yang dikeluarkan oleh BPS, padahal
golongan ini angkanya bahkan jauh lebih besar dari angka kemiskinan absolut.
Susahnya memberantas kemiskinan di Indonesia karena maraknya korupsi di segala
bidang.

3. Kemiskinan dan “lost generation”.


2

Kemiskinan secara struktural terjadi akibat mental proyekisme dari operator


birokrasi. Kehidupan masyarakat akibat mental proyekisme yang terstruktur
mengakibatkan kemiskinan tersembunyi. Dampak dari hal ini maka akan terjadi
rendahnya daya beli masyarakat dan rendahnya kemampuan masyarakat menopang
hidupnya. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan lahirnya balita dengan gizi buruk,
yang pada gilirannya akan mengakibatkan hilangnya satu generasi atau “lost
generation” .
Lost generation bisa diartikan sebagai penurunan kualitas sumber daya manusia
dalam satu generasi akibat penurunan kualitas fisik dan kecerdasan.

4. Kemiskinan yang dieksploitasi.


Kemiskinan di Indonesia penyebab terbanyak karena faktor struktur eksploitasi yang
dibuat oleh manusia, baik struktur ekonomi, sosial, politik maupun budaya. Struktur
inilah yang menyebabkan masyarakat miskin sulit terlepas dari jeratan
kemiskinannya. Walaupun masyarakat sudah bekerja keras tetapi karena struktur
yang tidak adil mereka tetap saja terkurung dalam kemiskinan. Untuk melepas
belenggu kemiskinan, cara yang efektif adalah mengubah struktur eksploitatif secara
mendasar. Beberapa contoh eksploitasi kemiskinan,
a. Kasus di perkotaan.
1) Upah buruh dibiarkan sangat rendah sehingga buruh tetap miskin dan tidak
berdaya.
2) Kelompok miskin umumnya memiliki keterbatasan modal, kemampuan
kewirausahaannya lemah, inferior dalam produk, posisi tawarnya rendah
sehingga dikembangkan model-model outsourcing hampir di semua bidang
usaha.
b. Kasus di pedesaan.
1) Sumber kehidupan masyarakat dirampas untuk kepentingan perkebunan,
pertambangan, transportasi dan infrastruktur lain yang semuanya memihak
pemodal kuat.
2) Sumber kehidupan masyarakat miskin yang masih tersisa tidak segera
dibenahi.

5. Bersifat karitatif.
Upaya pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan mengagendakan program-
program kemiskinan saja, bukan strategi dan kebijakan pengentasan masyarakat
dari kemiskinan. Program yang dilakukan pemerintah tidak menuju sasaran langsung
akar atau penyebab kemiskinan, tetapi bersifat karitatif sehingga hasilnya tidak
efektif.
Program-program pemerintah yang sudah dan sedang dilakukan antara lain Inpres
Desa Tertinggal (IDT), Bantuan Langsung Tunai (BLT), pembagian beras untuk rakyat
miskin (Raskin), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan kartu-kartu sakti lainnya yang diluncurkan
oleh pemerintahan yang sekarang.
Biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk program-program pengentasan
kemiskinan cukup banyak, bahkan dari tahun ke tahun kenaikan anggarannya cukup
besar. Tetapi karena kegiatannya bersifat karitatif, maka jumlah penduduk miskin
tidak berkurang secara signifikan.
3

Oleh karena itu sudah saatnya berbagai langkah pengentasan kemiskinan dievaluasi
kembali untuk mendapatkan formula atau strategi yang nyata untuk pengentasan
kemiskinan, utamanya akar-akar kemiskinan harus dihilangkan sampai tuntas.
Hal ini perlu dilakukan agar negara tidak dituding mengeksploitasi kemiskinan untuk
berbagai kepentingan.

6. Perubahan iklim, korupsi dan kemiskinan.


a. Perubahan iklim dan kemiskinan.
Perubahan iklim sudah menjadi fenomena alam yang tidak bisa dihindari,
dampaknya seperti banjir, badai, tsunami, kekeringan dan sebagainya. Tetapi
yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim adalah penduduk miskin,
baik yang tinggal di kota maupun di pedesaan.
1) Penduduk miskin di kota terpaksa hidup dan tinggal di kawasan kumuh, di
bantaran sungai yang rawan longsor dan di tempat yang tidak sehat,
tercemar dan langka air bersih. Akibatnya pada saat iklim ekstrem
menimbulkan banjir, tanah longsor dan penyakit menular, masyarakat sulit
mengakses layanan kesehatan dan obat-obatan.
2) Di pedesaan masyarakat miskin yang hidup sebagai petani, pada saat cuaca
ekstrem menyebabkan produksi pertanian menurun bahkan gagal panen.
Demikian juga di perkampungan nelayan, perubahan iklim menyebabkan
tingginya intensitas badai dan ketidakpastian cuaca sehingga kegiatan
mencari nafkah di laut terhambat.
b. Korupsi dan kemiskinan.
Korupsi memengaruhi upaya pengentasan kemiskinan, selain itu juga
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, akibat selanjutnya ada kaitannya
dengan tingkat kemiskinan. Hal ini karena korupsi mengakibatkan alokasi
anggaran tidak seluruhnya sampai ke sasaran.
Praktek korupsi yang semakin marak terjadi di daerah dan juga diberbagai
lembaga pemerintahan. Korupsi yang awalnya terjadi di eksekutif terutama di
pusat, sekarang juga terjadi di lembaga legislatif dan pemerintahan daerah.
Korupsi di daerah menjadi makin subur, salah satunya karena adanya
desentralisasi dan otonomi daerah.

7. Sumberdaya yang jauh dari memakmurkan masyarakat.


Pengelolaan sumber daya alam di Indonesia masih sangat buruk. Kebijakan yang
mengeksploitasi sumber daya alam dalam wujud bahan mentah dan bahan baku
makin meluas dengan adanya desentralisasi. Desentralisasi menggeser sebagian
kewenangan pemerintah pusat ke daerah, termasuk kewenangan ekonomi.
Menurut catatan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, sejak
pelaksanaan otonomi aktivitas ekonomi terkonsentrasi pada daerah-daerah yang
memiliki sumber daya alam. Marak dan mudahnya bupati mengeluarkan izin kuasa
pertambangan diduga kuat karena mendapatkan imbalan dari para pengusaha
tambang ataupun perkebunan. Akibat pembukaan hutan secara besar-besaran
untuk perkebunan dan pertambangan adalah,
a. Muncul konflik-konflik agraria dengan masyarakat.
b. Kriminalisasi warga yang menolak perkebunan (kelapa sawit).
c. Kerusakan lingkungan akibat eksploitasi pertambangan secara besar-besaran.
4

d. Membuka peluang bagi masyarakat untuk ikut mengelola sumber daya alam
secara berlebihan.
Komoditas pertambangan dan perkebunan memang menyumbang nilai ekspor
terbesar dari total pendapatan nasional Indonesia. Sebenarnya nilai ekspor masih
bisa ditingkatkan kalau yang diekspor bukan bahan baku dan bahan mentah.
Peningkatan eksploitasi lahan secara besar-besaran pada kenyataannya tidak
meningkatkan kesejahteraan masyarakat tetapi justru membuat kesenjangan
semakin lebar dan malahan meninggalkan ancaman kerusakan lingkungan.

II. AKAR MASALAH KEMISKINAN BANGSA DAN NEGARA.


1. Problematika yang dihadapi bangsa dan negara.
Kemiskinan dan pengangguran merupakan dua problematika yang dihadapi bangsa
dan negara Indonesia. Pada kenyataannya bangsa Indonesia tengah menghadapi
fenomena-fenomena yang merapuhkan kekuatan perikehidupan bangsa dan negara.
Hal ini bisa dilihat dari maraknya kasus-kasus yang menyebabkan ketidakpuasan
masyarakat antara lain,
- Maraknya pembalakan liar dan konflik agraris.
- Bencana alam banjir, longsor, gempa, gunung berapi, badai dan sebagainya.
- Kekerasan di dunia pendidikan dan bidang lainnya.
- Menurunnya kepastian hukum dan ketidakpercayaan kepada penegak hukum.
- Menurunnya kepercayaan dan apresiasi kepada birokrasi.
- Konflik sosial yang mengancam integrasi bangsa.
- Krisis keteladanan dan panutan dari para pemimpin bangsa.
- dll
Keseluruhan fenomena yang disebutkan diatas hanya sebagian kecil dari masalah
besar yang sebenarnya. Fenomena-fenomena tersebut sebenarnya tidak berdiri
sendiri, tetapi saling terkait dan terhubung satu sama lain sebagai sebuah kasual
yang terstruktur dan tersistem. Fenomena tersebut akan membawa bangsa dan
negara kehilangan jati diri, dan rakyat makin lama tidak akan mampu menanggung
beban yang berkepanjangan.
Oleh karenanya pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggungjawab harus
mencari penyelesaian kritis berupa terobosan-terobosan yang efektif.

2. Struktur hubungan sistemik persoalan bangsa.


Fenomena keterpurukan terlihat jelas dengan banyaknya kasus korupsi, permainan
birokrasi dan penegak hukum, pembalakan liar di hutan rakyat, kemerosotan mutu
pendidikan, kemiskinan dan pengangguran yang berdampak pada gizi buruk, konflik
sosial dan kekerasan budaya dsb sangat sering ditemui.
Problematika bangsa yang tampak melalui berbagai fenomena sosial menunjukkan,
bahwa struktur sosial bernegara yang dibangun tidak disertai dengan tanggung
jawab sosial para pemimpin.
Realitas yang terjadi selanjutnya adalah pengikisan sikap nasionalisme akibat tidak
dihormatinya hukum dan tidak adanya keteladanan kepemimpinan. Perilaku korupsi
sudah meracuni birokrasi, korupsi sudah melemahkan sendi-sendi kekuatan
birokrasi dan elit politik dalam membangun keadaban demokrasi.

3. Hilangnya keteladanan kepemimpinan mengakibatkan hilangnya kepekaan sosial


dan budaya musyawarah.
5

Karena tidak adanya panutan dan keteladanan kepemimpinan, akhirnya kepedulian


sosial tidak lagi menjadi nilai dan norma kehidupan bangsa. Kesadaran masyarakat
tentang tanggung jawab sosial (social duty) tipis sekali, demikian juga tentang nilai
dan moral hampir hilang, Ilmu pengetahuan dan teknologi juga semakin tertinggal.
Selain itu hilangnya kepekaan sosial merupakan akibat dari terkikisnya nasionalisme,
yang pada ujungnya menjadi biang dari budaya kekerasan. Budaya kekerasan dan
konflik sosial dipicu oleh hal-hal yang seharusnya bisa diselesaikan dengan
musyawarah. Namun tampaknya musyawarah dan mufakat bukan lagi menjadi
semangat hidup bangsa dan negara Indonesia.
Menurut Subur Tjahyono & St. Sularto dalam “Sains, Humaniora, Nilai, Keagamaan”
(Kompas 4 Oktober 2009) menyatakan, untuk memajukan bangsa dan negara
Indonesia perlu disinergikan empat hal melalui pendidikan, dengan mutu
pendekatan manajemen organisasi pembelajaran sinergik (OPS) . Empat hal yang
perlu disinergikan adalah, nasionalisme, tanggung jawab sosial (social duty), moral
yang baik, Ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kemiskinan memang membuat bangsa tidak memiliki banyak hal, tetapi
keserakahan membuat bangsa kehilangan segalanya (Yudi Latif, Kompas 10
November 2009). Sesuatu yang dikhawatirkan adalah dengan melalui proses
sindikalisme korupsi, maka akan hilang semangat ke-Indonesia-an. Masalah ini
adalah masalah terbesar bangsa , dan sudah seharusnya bangsa ini melakukan
revitalisasi mentalitas budaya dengan mengobarkan semangat “pemberdayaan
masyarakat” dalam pembangunan.

4. Birokrasi dan transformasi budaya.


Birokrasi dan aparatur pemerintah/negara telah berupaya melakukan transformasi
budaya dalam menciptakan budaya birokrasi yang melayani masyarakat (people
services). Namun karena sudah parahnya permainan birokrasi dalam hal kolusi dan
korupsi, maka sangat berdampak pada ketidakpuasan masyarakat. Sikap birokrasi
yang kolutif dan koruptif sangat mengganggu kinerja pelayanan masyarakat. Hal ini
berakibat pada penurunan kualitas pendapatan dan peningkatan ekonomi serta
kesejahteraan masyarakat. Dampak selanjutnya adalah pengangguran yang sangat
masif akibat dari pelayanan administrasi publik yang tidak sesuai dengan manajenen
pelayanan publik, terutama dalam sektor peningkatan produktivitas ekonomi
masyarakat.
Sumber daya manusia yang ada pada birokrasi sangat menentukan efisiensi dan
efektivitas pelayanan kepada masyarakat. Sehingga mentalitas birokrasi harus
berubah dari paradigma cara kerja elitis menjadi cara kerja melayani masyarakat
(social servises).
Kriteria yang harus dimiliki pada individu anggota birokrasi agar mampu
memberikan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat yaitu,
a. Moral yang baik (good morality).
b. Kemampuan kepemimpinan (leadership).
c. Kemampuan manajerial (managerial skill).
d. Kemampuan teknis (technical skill).

5. Politik anggaran yang tidak memihak orang miskin.


Sulitnya mengurangi angka kemiskinan, ketimpangan dan ketertinggalan banyak
terkait dengan politik anggaran yang tidak memihak masyarakat miskin.
6

Sebagian besar APBN terkuras untuk belanja rutin yaitu membiayai birokrasi,
padahal birokrasi tidak mampu menjalankan fungsinya sehingga malahan menjadi
penghambat pertumbuhan ekonomi dan penyejahteraan rakyat.
Anggaran untuk belanja rutin dan membayar hutang terus meningkat, tetapi
anggaran untuk subsidi dan belanja sosial justru turun. Anggaran yang sedikit itupun
lebih sering untuk biaya seminar, perjalanan dinas dan lain-lain, artinya belum tentu
anggaran yang sedikit itu diterima sepenuhnya oleh kelompok masyarakat miskin.
Demikian juga dengan subsidi untuk rakyat miskin, tidak sepenuhnya dinikmati oleh
rakyat miskin bahkan lebih banyak dinikmati oleh rakyat yang kaya, contohnya
subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh pemilik kendaraan roda empat. Kenaikan
anggaran untuk kemiskinan tiap tahun tidak diikuti dengan perbaikan dalam
efektivitas penggunaannya.
Indonesia tidak seperti Cina , Vietnam dan Laos yang sudah berhasil menurunkan
angka kemiskinan negaranya walaupun Indonesia lebih dulu menanggulanginya.
Kunci keberhasilan Cina adalah pembangunannya dimulai dari desa dan pertanian.
Sedangkan Indonesia dengan 60% penduduk miskin tinggal di desa-des, memulai
pembangunannya dari kota. Program kemiskinan dari pemerintah belum menyentuh
langsung akar permasalahan kemiskinan maupun hak-hak dasar orang miskin. Selain
itu tidak memiliki karakter penguatan lokal dan tidak mengatasi masalah kemiskinan
yang multidimensi.
Persoalan pembangunan dan kemiskinan adalah persoalan yang mutidimensional,
oleh karena itu keberhasilannya sangat ditentukan oleh kemampuan melihat
persoalan dan kebijakannya juga harus secara multidimensi.

III. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI LANGKAH STRATEGIS PENGENTASAN


KEMISKINAN.
1. Pembenahan aparat pemerintah.
Lembaga Administrasi Negara merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang
dan berkompetensi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan aparat pemerintah
pusat dan daerah. Pendidikan dan pelatihan ini diperlukan karena pemerintah
mempunyai peranan yang penting dalam menentukan keberhasilan
penyelenggaraan negara, baik yang dilakukan bersama unsur-unsur yang
berkepentingan, pelaku usaha maupun masyarakat.
Oleh karenanya diperlukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mempunyai kompetensi
dalam jabatannya. Kompetensi yang dibutuhkan antara lain adalah,
a. Mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas.
b. Selalu mengikuti perkembangan terbaru di bidangnya.
c. Memiliki nilai, sikap dan perilaku yang penuh ketaatan dan kesetiaan kepada
negara.
d. Bermoral dan bermental baik.
e. Netral dan sadar akan tanggungjawabnya sebagai pelayan publik.

Syarat kompetensi ini penting agar penyelenggaraan negara sukses, terutama dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat dan khususnya dalam menjalankan
program-program pemerintah di bidang penanggulangan kemiskinan. Sehingga
sinergitas pelaksanaan program pemerintah yang dijalankan bersama-sama
masyarakat akan tercipta keselarasan dan berjalan dengan baik.
7

Salah satu agenda harmonisasi kebijakan dalam implementasi program adalah


diterapkannya manajemen pembangunan Organisasi Pembelajaran Sinergik (OPS).
OPS ini salah satu basis bagi terwujudnya PNS yang memiliki dan memenuhi standar
kompetensi dalam melayani masyarakat. Proses terbentuknya OPS melalui
penerapan serangkaian konsep, teknik dan praktek yang tercakup dalam lima
disiplin yaitu,
a. Berpikir sistemik yang dinamis (System of thinking).
b. Pribadi unggul (personal mastery).
c. Model mental (mental model).
d. Pembangunan visi bersama (building shared vision).
e. Tim pembelajaran (team learning).

Penerapan kelima disiplin tersebut akan mampu menciptakan kapasitas individu


maupun anggota kelompok yang dapat membentuk komunikasi efektif. Upaya
pemberdayaan manusia memiliki jangkauan dan cakupan yang lebih luas. Subyek
pembangunan bukan hanya jajaran aparat birokrasi/pemerintah, tetapi juga seluruh
lapisan masyarakat.

2. Penerapan organisasi pembelajaran.


Organisasi Pembelajaran Sinergi mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi
instrumen pemberdayaan masyarakat. Upaya pemberdayaan perlu disepakati untuk
dilaksanakan dengan kebijakan dan strategi yang bertumpu pada kelompok secara
nasional. Dalam arti pemberdayaan bisa dilakukan berdasarkan basis kekerabatan,
basis kearifan lokal, asosiasi profesional (petani, peternak, pengrajin dll) dan
kesatuan lingkungan dari satu kawasan tertentu.
Pemberdayaan dilakukan dengan penerapan-penerapan yang sesuai dengan potensi
yang sudah dimiliki oleh komunitas masyarakat setempat. Upaya pemberdayaan
dilakukan dengan penyebaran berjenjang dan berntai.
Banyak pendekatan yang bisa digunakan untuk melaksanakan pemberdayaan
masyarakat. Namun hal terpenting adanya organisasi yang memiliki semangat
pembelajaran secara berkelanjutan, dapat menciptakan komunikasi santun yang
efektif, memiliki kepekaan terhadap kemungkinan perubahan dan perkembangan
yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

3. Paradigma kebijakan.
Pada periode puncak pertumbuhan ekonomi tahun 1976-1996 Indonesia pernah
mengalami masa keemasan pemberantasan kemiskinan. Meskipun pemberantasan
kemiskinan secara eksplisit belum masuk agenda prioritas pembangunan sampai
awal 1990, pertumbuhan yang terjadi saat itu dinilai sangat pro-poor.
Ditopang dari devisa minyak, pemerintahan Soeharto mengombinasikan target
pertumbuhan ekonomi tinggi dengan berbagai program pengentasan kemiskinan.
Selama kurun waktu itu angka kemiskinan bisa ditturunkan lebih setengahnya dari
40,1% (1776) menjadi 11,3% (1996).
Pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi dunia, angka kemiskinan kembali naik. Pasca
krisis angka kemiskinan tidak kunjung membaik, kalaupun ada penurunan hanya
sedikit. Banyak faktor ekonomi mengaitkan sulitnya menurunkan angka kemiskinan
dengan praktik-praktik tata kelola pemerintah, selain itu juga adanya paradigma-
paradigma,
8

a. Paradigma pembangunan yaitu kebijakan pembangunan yang lebih


menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi tinggi.
b. Paradigma kebijakan pemberantasan kemiskinan, yang kenyataannya lebih
sering tidak memihak kelompok miskin, bahkan memiskinkannya.

4. Pemberdayaan masyarakat dalam pengentasan kemiskinan.


Konsep pembangunan yang menitikberatkan pada keberdayaan sosial masyarakat
dengan pendekatan manusianya sebagai subyek, telah berpengaruh pada kemajuan
pembangunan manusia di Indonesia. Pergeseran paradigma pembangunan juga
memengaruhi pola-pola pemberdayaan masyarakat terutama yang berkaitan
langsung dengan strategi pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Program-program pemberdayaan masyarakat yang berdampak terhadap perubahan
paradigma pembangunan, sekurangnya harus dilakukan perubahan dalam tiga hal
yaitu,
a. Aspek kelembagaan sosial yang telah hidup di masyarakat, agar dapat
diakomodasikan pada setiap perencanaan pembangunan.
b. Aspek budaya lokal (local community) seperti karakteristik struktur sosial
maupun budaya yang melekat pada masyarakat harus dipandang sebagai
kekuatan yang mendorong terjadinya perubahan.
c. Kebijakan yang dlahirkan harus partisipatif dan dapat dipertanggungjawabkan.

Karena kompleksnya faktor dan penyebab kemiskinan , maka pengentasan


kemiskinan tidak bisa dipecahkan dari aspek ekonomi saja tetapi juga memasukkan
variabel non ekonomi.
Masalah kemiskinan sangat terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya
manusia, oleh karenanya pengentasannya adalah bagaimana meningkatkan kualitas
SDM sehingga mampu berdaya, berdikari, memiliki daya tawar dan daya saing untuk
mampu hidup mandiri.
Pemberdayaan merupakan pembangunan sosial yang menjadi gerakan masyarakat
yang didukung oleh semua unsur yaitu pemerintah, anggota legislatif, perguruan
tinggi, dunia usaha, LSM, organisasi sosial, masyarakat dan juga media massa.
Kegiatan pemberdayaan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan yang
menyentuh semua lapisan masyarakat.
Melalui pemberdayaan individu dan masyarakat disadarkan akan potensi,
kebutuhan dan masalah yang ada pada diri dan lingkungannya. Kemudian mereka
didorong untuk mau melakukan perubahan yang dimulai dari diri sendiri. Perubahan
dimulai dari hal-hal kecil yang mudah dan bisa dilakukan individu dan lingkungannya
tanpa menunggu komando. Tahap selanjutnya adalah penguatan dengan
meningkatkan kemampuan dan keterampilan melaui pendidikan dan latihan serta
pendampingan.

Jakarta, 2 Oktober 2015


Dwitularsih,M.Si

Anda mungkin juga menyukai