Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH ANALISIS DAN DAMPAK LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Di dalam kontek kekinian berbicara masalah kemiskinan, masih belum tuntas dari belahan Dunia. Apalagi di Negara tercinta ini, kemiskinan seakan-akan merupakan monster yang ditakuti oleh semua warga Negara terutama Negara Indonesia. Wajar kalau kemiskinan menjadi problem focus(pokok masalah) dalam setiap diskusi, mulai dari diskusi kecil-kecilan sampai pada diskusi internasional yang melibatkan orang-orang penting yang berkompeten di bidangnya. Hal ini dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang satu ini yaitu masalah kemiskinan. Namun demikian, kemiskinan semakin marak terjadi di Dunia alih-alih di Negara Indonesia. Sampai sejauh ini, kemiskinan masih belum teratasi, kenapa masalah ini sampai terjadi?padahal kalau berbicara tentang kekayaan Alamnya tak kalah dengan Negara-negara maju seperti Amerika, Jepang,China dll. Namun berbicara tentang kemajuan sebuah Negara, Indonesia masih termasuk Negara yang berkembang. Masalah kemiskinan sebenarnya merupakan masalah yang sangat serius, seperti yang telah diungkapkan oleh para pakar bahwa Dua masalah serius yang menyebabkan rendahnya pembangunan sosial di negara-negara berkembang dan terbelakang adalah tekanan penduduk dan kemiskinan. Tingkat pertumbuhan penduduk dunia tahun 1995 mencapai 1,7%. Dengan tingkat pertumbuhan itu, jumlah penduduk dunia akan mencapai 6,1 miliar di tahun 2000, 7 miliar di tahun 2010, dan 8,2 miliar pada tahun 2025. Ironisnya, 80% dari pertumbuhan penduduk dunia sejak tahun 1960 terkonsentrasi di Asia, Afrika dan Amerika Latin, dan 95% dari peningkatan ini terkonsentrasi di negara-negara miskin di wilayah tersebut. Dari hasil penemuan tersebut, dapat kita bayangkan betapa seriusnya masalah kemiskinan, terhadap pembangunan Negara. Tidaklah bijaksana kalau masalah kemiskinan terus dibiarkan tanpa ada tindak lanjut menuju pemecahan masalah. Dan tentu masalah ini bukan hanya tugas dari pemerintah namun harus ada kerja sama supaya terjadi Check and balance system, terjadinya keseimbangan karena adanya kerja sama yang inten antara pemerintah dan rakyat, hal ini dilakukan untuk menumbuhkembangkan perekonomian yang carut-marut yang memang dibutuhkan penyelesaian akar masalahnya. Berbicara tentang perekonomian (kemiskinan) tidak terhenti sampai disini saja, namun merembet pada kesejahtraan social. Maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab secara

garis besar dilatar belakangi oleh rendahnya ekonomi. Majunya sebuah Negara adakalanya di ukur sejauh mana Negara berhasil mengatasi persoalan kemiskinan. Kemiskinan yang jadi tolok ukur keberhasilan sebuah Negara mengindikasikan bahwa besarnya angka kemiskinan, menjadi perhatian yang sangat serius, wabah dari pada kemiskinan merambah pada dimensi pembangunan sebuah Negara. Belum lagi kalau menyinggung dampak dinamika social terhadap pembangunan yang di akibatkan oleh kebijakan yang korporatif. Tapi dalam makalah ini penulis tidak akan menyinggung masalah yang berkaitan langsung dengan masalah kebijakan Publik. Demikianlah pembangunan social menjadi masalah yang sangat serius yang tentu ini merupakan tanggung jawab pemerintah untuk segera di intaskan dari bumi yang kita cintai ini (Indonesia). Mengenai pembangunan social pemerintah menyediakan anggaran hanya 2 % untuk kebutuhan masyarakat dalam mengembangkan usahanya belum lagi anggaran segitu dilakukan dengan cara sunnatan massal. Yang sampai kebawah bisa jadi sekian persen. Separah inikah negara kita, mengingat kekayaan Alam yang kita miliki kalau di rasionalisasikan masyarakat akan sejahtera sampai kelak pada anak cucu kita, namun masyarakat sampai saat ini masih belum menikmati kekayaan alam yang kita miliki. Dalam makalah ini penulis spisifisikasikan dalam judul makalah ini yaitu: POTRET KEMISKINAN DAN PEMBANGUNAN SOSIAL Saya kira tidak

berlebihan jika penulis mencoba untuk menganalisis kemiskinan dalam kontek social. Oleh karena itu, dari latar belakang diatas dapat dirumuskan sebagaiman berikut: 1.2.Rumusan Masalah 1. Bagaimana Gambaran umum mengenai kontek social Dewasa ini, khususnya Di Indonesia? 2. Apa yang menyebabkan Kemiskinan itu terjadi? 3. Bagaiman cara untuk mengintaskan Kemiskinan dalam kontek Pembangunan?

1.3. Tujuan Penulisan 1. Sebagai pengganti Ujian Tengah Semester (UTS) untuk mendapatkan nilai dari Mata Kuliah Analisis Dan Dampak Lingkungan (AMDAL). 2. Sebagai referensi mengenai masalah Kemiskinan Dan Pembangunan Sosial.

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Gambaran Umum

Situasi sosial dunia dewasa ini ditandai kontradiksi. Meskipun sejak tahun 1970 pembangunan sosial beberapa negara mengalami kemajuan, sebagian besar bangsa masih dilanda perang, konflik sipil, pelanggaran HAM, pemerintahan korup, tekanan penduduk dan kemiskinan. Keadaan fisik dunia pun terus memprihatinkan. Masyarakat di berbagai belahan dunia menghadapi penurunan kualitas hidup akibat polusi, deforestasi, erosi tanah, kepunahan binatang, bencana alam, dan degradasi lingkungan hidup serta keragaman hayati. Sebuah studi komprehensif yang dilakukan Bank Dunia memperkirakan bahwa 1,2 milyar penduduk dunia hidup dalam kemiskinan. Setengah dari jumlah itu, hidup dalam kemiskinan absolut: tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik minimum yang paling dasar sekalipun. UNDP memperkirakan bahwa 2/3 penduduk miskin di dunia berada di 9 negara Afrika-Asia dan 1 Amerika Latin: Ethiopia, Nigeria, Bangladesh, India, Indonesia, Pakistan, Pilipina, Cina, Viet Nam, dan Brazil. Sebagian besar penduduk miskin adalah wanita dan anakanak di pedesaan. Kondisi kemiskinan sangat akut terutama pada keluarga yang dikepalai wanita yang suaminya pergi ke kota mencari pekerjaan. Seperti dilansir UNDP (1994), dunia kini bukan saja sedang mengalami globalisasi ekonomi, melainkan juga globalisasi kemiskinan. Kemiskinan kini tidak lagi mengenal batas negara. Kemiskinan telah menjadi fenomena global. Ia berjalan menyebrangi perbatasan, tanpa paspor, dalam bentuk perdagangan obat-obat terlarang, penyakit, polusi, migrasi, terorisme, dan ketidakstabilan politik. Dua masalah serius yang menyebabkan rendahnya pembangunan sosial di negara-negara berkembang dan terbelakang adalah tekanan penduduk dan kemiskinan. Tingkat pertumbuhan penduduk dunia tahun 1995 mencapai 1,7%. Dengan tingkat pertumbuhan itu, jumlah penduduk dunia akan mencapai 6,1 miliar di tahun 2000, 7 miliar di tahun 2010, dan 8,2 miliar pada tahun 2025. Ironisnya, 80% dari pertumbuhan penduduk dunia sejak tahun 1960 terkonsentrasi di Asia, Afrika dan Amerika Latin, dan 95% dari peningkatan ini terkonsentrasi di negara-negara miskin di wilayah tersebut. Berdasarkan studi terhadap 160 negara, Estes (1998) mengklasifikasikan potret pembangunan sosial kedalam tiga kategori: Negara Maju (World Social Development Leaders), Negara Berkembang Menengah (Middle Performing Countries), dan Negara Berkembang Terbelakang (Socially Least Developing Countries). 2.2. Gejala Kemiskinan 1. Kemiskinan terjadi akibat krisis globalisasi

persaingan global menghasilkan ada pemenang dan kalah. Negara miskin biasanya cenderung

makin miskin akibat dieksploitasi oleh negara adikuasa karena persaingan pengaruh atau kepentingan SDA. 2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan

pembangunan dipedesaan dan daerah , pinggiran, terpencil dan jauh dari pusat pemerintahan akan mengalami kemiskinan karena sulit mendapatkan kebutuhan bahan pokok hidup seharihari. kalaupun ada harganya sangat mahal. 3. kemiskinan Sosial

kemiskinan yang mayoritas dialami oleh kaum perempuan dan anak-anak atau kelompok minoritas (suku terasing, anak dalam dan pulau terpencil) 4. Kemiskinan Konsekuensial

kemiskinan akibat terjadi oleh berbagai faktor internal dan eksternal seperti konflik yang berkelanjutan, bencana alam yang dahsyat, kerusakan lingkungan dan pertambahan penduduk tinggi tanpa terkecuali.(David cox 2004) gejala kemiskinan massal di pedesaan tampaknya belum sepenuhnya bisa diatasi. Dengan indikator yang konservatif, misalnya tingkat pendapatan ekuivalen 2100 kalori per kapita per hari, jumlah pendududk yang tergolong miskin di indonesia masih dalam bilangan puluhan juta jiwa (sekitar 27 juta jiwa). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala kemiskinan yang relatif massal dan parah sebagian besar masih terdapat di pedesaan. Bersamaan dengan itu, masalah ketidakmerataan yang dinilai ekstrem hingga dewasa ini masih tetap disoroti secara serius oleh pakar ekonomi maupun sosiologi. Meluasnya gejala kemiskinan dan ketidakmerataan bukan hanya mengindikasikan belum sehatnya kehidupan sosial, tetapi juga sekaligus menunjukkan bahwa proses pembangunan nasional yang berwawasan kemanusiaan belum sepenuhnya mencapai hasil yang bisa dibanggakan, Secara teori bisa saja gejala kemiskinan dan ketidakmerataan dalam suatukehidupan sosial (misalnya masyarakat pedesaaan) dilihat secara terpisah. Namun dalam kajian empiris kedua gejala ini dapat dikemukakan sebagai proses sebab dan akibat. Demi proses pembangunan, kajian empiris yang mengetengahkan hal tersebut perlu diberi tempat yang lebih wajar. Gejala Kemiskinan Dalam Perspektif Sejarah. Kemiskinan sebagai gejala dalam masyarakat sudah dikenal sejak makhluk manusia menghuni bumi, tetapi kesadaran untuk memeranginya guna mewujudkan pemerataan baru mulai berkembang setelah timbul hubungan antar-bangsa dan negara yang sekarang bertambah

erat, sehingga juga kita dapat membandingkan mana yang kaya dan mana yang miskin. Sepanjang dapat kita telusuri kembali sejak manusia beragama, kemiskinan sudah diakui ada, dan semua agama juga mengandung perintah agar nasib kaum papa diperbaiki. Si kaya harus membagikan sebagian kekayaannya kepada si miskin karena Allah Sang Pencipta memberikan segala sumberdaya alam di bumi untuk dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh mahluk manusia secara merata.. Tetapi kemudian manusia menggagas dan merekayasa tatanan masyarakat dan ekonomi yang membeda-bedakan penguasaan dan pemanfaatan atas sumberdaya alam yang kaya. Demikianlah timbul pelapisan dalam kehidupan bermasyarakat manusia, sehingga yang kaya menguasai yang miskin. Salah satu kupasan menarik tentang hubungan antara agama Kristiani dan tumbuhnya Kapitalisme pernah ditulis oleh R.H. Tawney (1938) yang dalam kesimpulan beliau mengutip ahli ekonomi J. M. Keynes yang berpendapat : Modern Capitalism is absolutely irreligious sehingga akibatnya keadilan, kemiskinan dan pemerataan tidak terlalu diperhatikan. Ratusan tahun sebelum Masehi, Farao di Mesir sudah mengenal dan memelihara perbudakan. Di semua benua yang kita kenalpun ada Raja-raja yang membeda-bedakan lapisan masyarakat menurut keturunan, sehingga siapapun yang tidak tergolong darah biru hanya bernasib mengabdi kepada Raja dan kaum ningrat. Ada kemajuan sosial berarti setelah sistim perbudakan menjelang akhir abad ke-19 di beberapa negara dilarang dan selangkah lebih maju lagi waktu Serikat Bangsa-bangsa (United Nations) melarang segala bentuk perbudakan, yaitu dalam bentuk 33 negara anggota yang menandatangani UN Convention 1956. Namun demikian berbagai bentuk eksploitasi kaum papa oleh mereka yang berkuasa dan kaya masih berlangsung di banyak negara. Perlakuan pekerja dan buruh sebagai budak dalam sistim ekonomi mutakhir pun masih terjadi dewasa ini dan mungkin berbenih dalam pemikiran ahli ekonomi klasik Adam Smith (1776) yang mengemukakan prinsip Survival of the Fittest, mirip dengan kehidupan di hutan rimba. Dalam kancah persaingan yang kuat akan menang dan yang lemah akan musnah. Prinsip demikian sebenarnya dalam ekonomi liberal masih berlaku juga antara perusahaan besar dan kecil, walaupun cara bersaing semakin ditertibkan melalui undang-undang, peraturan dan hak azasi manusia di ranah hukum. Bahkan menurut Susan George (1976) kecuali perusahaan swasta juga ada lembaga-lembaga internasional seperti misalnya Bank Dunia (IBRD dan IDA) yang melalui Food Aid menyatakan

membantu memerangi kemiskinan, namun dalam kenyataan membuat negara-negara berkembang semakin tergantung pada negara industrial yang maju. Karena itu S. George menyarankan agar negara-negara berkembang berusaha keras melakukan pembangunan nasional secara lebih mandiri. Tentu - menurut kesimpulan penulis usaha itu harus dimulai dengan membenahi struktur agraria agar sektor pertanian yang produktif menyumbang kearah industrialisasi. 2.3.Solusi cerdas mengintaskan Kemiskinan dalam kontek Pembangunan Infrastruktur merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan keberhasilan percepatan pembangunan nasional, terutama di bidang ekonomi, dalam rangka mewujudkan Indonesia yang maju dan demokratis. Pembangunan infrastruktur juga dapat meningkatkan pemerataan pendapatan yang akan mampu menekan angka kemiskinan.Hal tersebut ditegaskan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto saat menjadi keynote speaker dalam acara forum group discussion (FGD) bertajuk Pengembangan Infrastruktur untuk Percepatan Pembangunan Perekonomian Nasional di Jakarta, Kamis (24/2). Djoko menambahkan, pembangunan di bidang infrastruktur cakupannya sangat luas. Selain menyangkut infrastruktur yang bersifat ke-PU-an (misalnya jalan, jembatan, maupun penyediaan air bersih), pembangunan infrastruktur juga mencakup prasarana lain semisal pelabuhan, listrik, bandara, dan sebagainya. Oleh karena itu, Kementerian PU selalu bekerja sama dengan instansi lain dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur. Setiap pembangunan perlu terintegrasi sehingga hasilnya akan lebih efektif, katanya. Menteri PU mencontohkan, di bidang jalan, Kementerian PU telah melaksanakan pembangunan dan akan terus mengembangkan jalan trans, baik itu di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, hingga Papua. Selain itu, akan dipercepat pula pembangunan jalan tol, terutama yang kontraknya sudah ditandatangani. Kita juga mendorong pembangunan jalan tol di luar Jawa, misalnya Pekanbaru-Dumai dan Medan-Kuala NamuTebing Tinggi di Sumatera serta Manado-Bitung di Sulawesi, papar Djoko.Djoko mengatakan, pihaknya sangat mendukung pembangunan sarana transportasi antar moda. Menurutnya, selain membangun jalan, kita juga perlu memperhatikan penyediaan rel kereta api, bandara, serta sarana lainnya. Di Jawa ini, beban jalan sudah terlampau berat sebab lebih dari 90 persen transportasi menggunakan jalur darat. Kita perlu mengembangkan moda transportasi yang lain, jelasnya. Dirinya juga mengingatkan perlunya penggunaan Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) sebagai pedoman dalam melakukan pembangunan. RTRW ini keberadaannya sangat penting untuk mencegah terjadinya tumpang tindih dalam pembangunan. Oleh karena itu, Djoko berharap agar setiap provinsi menyelesaikan RTRW-nya. Menteri PU menyampaikan bahwa pemerintah telah melaksanakan upaya-upaya pemberantasan kemiskinan melalui programprogram yang terbagi atas 3 klaster dan sedang ditambah 1 klaster lagi. Ketiga klaster tersebut adalah Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, serta Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program PNPM ini sangat mendapat tanggapan positif, baik dari pemerintah daerah maupun masyarakat. Misalnya, kalau PNPM di perkotaan, setiap kelurahan mendapatkan Rp 300 juta. Uang tersebut bebas dimanfaatkan, apakah akan digunakan untuk training (pelatihan), perbaikan infrastruktur lingkungan, maupun sebagai modal bergulir, kata Djoko mencontohkan. Ketiga klaster tersebut bahkan akan ditambah lagi dengan klaster keempat, yang meliputi penyediaan rumah murah untuk masyarakat miskin, sarana transportasi yang hemat biaya, penyediaan air bersih untuk seluruh rakyat Indonesia di tahun 2025, serta penanganan masyarakat miskin di pinggiran kota.

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Pada hakikatnya kemiskinan merupakan gejala Sosial, dan ini sangat berpengaruh pada efektifitas pembangunan yang diagendakan oleh Pemerintah. Ada beberapa bagian mengenai gejala kemiskinan yang telah dibahas di bab II antara lain; 1). Kemiskinan yang disebabkan oleh krisis global 2). Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan 3). kemiskinan Sosial 4). Kemiskinan Konsekuensial Pemberatasan kemiskinan itu, hanya menjadi agenda pemerintah kalau tidak segera diimplementasikan. Hal yang sangat penting disini bagaimana warga Negara menghadapai semua ini dilakukan dengan sama rasa dan sama rata. Akhirnya kemiskinan dapat diminimalisir dengan rasa kebersamaan, artinya dengan adanya krisis global, yang perlu dilakukan adalah sinergitas antara pemerintah dan masyarakat.

3.2. Saran dan Kritik

Alhamdulillah, dalam waktu yang singkat dan dengan kesibukan yang melilit penulis telah berhasil menyelesaikan makalah yang sederhana ini. Namun ada beberapa hal yang masih mengganjal dihati penulis, mengingat keterbatasan penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, penulis yakin masih banyak hal-hal yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, sudilah kiranya untuk pembaca budiman untuk mengkritisi penulisan makalah ini, utamanya kepada dosen pembimbing mata kuliah Analisis Dan Dampak Lingkungan (AMDAl), demi sempurnanya makalah yang sederhana ini. Dengan tidak mengurangi rasa hormat penulis berharap Kritik yang Konstruktif dalam rangka membangun khazanah keilmuan yang lebih Ilmiah dan tentu layak dikonsumsi oleh pihak manapun, khususnya teman-teman mahasiswa. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih atas kritikannya.

DAFTAR PUSTAKA www.infobanknews.com Senin, 4 Juli 2011 Sumber : Tanggal : 24 Februari 2011 http://m.suaramerdeka.com/bb/bblauncher/SMLauncher.jad

http://www.pu.go.id/

Tjondronegoro Memerangi kemiskinan Menuju Pemerataanhttp://www.pu.go.id. Februari 2011

Anda mungkin juga menyukai