Anda di halaman 1dari 8

1

Mata Kuliah Pemberdayaan Masyarakat.


Pertemuan ke 6 (enam).

BAB. VI COMMUNITY DEVELOPMENT.


LINGKUP DAN TAHAPAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT .

I. LINGKUP KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.


1. Pengertian pemberdayaan sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya,
bahwa pemberdayaan adalah proses optimasi daya yang dimiliki oleh
masyarakat dan kemudian manfaatnya juga dinikmati oleh masyarakat. Daya
yag dimaksud adalah dalam pengertian,
- kemampuan dan keberanian
- kekuasaan dan posisi tawar.
Pemberdayaan masyarakat dalam prakteknya sering dilakukan terbatas pada
pemberdayaan bidang ekonomi saja, yaitu untuk pengentasan kemiskinan
(poverty alleviation) atau dalam rangka penanggulangan kemiskinan ( poverty
reduction) saja. Sehingga dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat,
kegiatannya selalu dalam bentuk pengembangan kegiatan produktif untuk
peningkatan pendapatan masyarakat (income generating).
Mengenai kegiatan pemberdayaan masyarakat, Sumadyo (2001)
merumuskan dalam setiap pemberdayaan masyarakat ada tiga upaya pokok
yang disebutnya Tri Bina yaitu Bina Manusia, Bina Usaha dan Bina
Lingkungan. Kemudian Mardikanto (2003) menambahkan dengan Bina
Kelembagaan. Karena menurutnya Tri Bina akan terwujud sesuai harapan
apabila didukung oleh efektivitas beragam kelembagaan yang diperlukan.

2. Bina manusia.
Upaya pokok yang pertama dan utama adalah bina manusia, karena pada
esensinya tujuan pemberdayaan adalah untuk perbaikan mutu hidup atau
perbaikan kesejahteraan manusia.
Dalam ilmu manajemen , manusia merupakan unsur yang unik. Hal ini karena
manusia disamping sebagai sumberdaya juga sebagai pelaku atau pengelola
manajemen itu sendiri.
Semua kegiatan yang termasuk dalam upaya pengembangan atau penguatan
kapasitas termasuk dalam upaya bina manusia, diantaranya adalah,
a. Pengembangan kapasitas individu.
Pengembangan kapasitas individu meliputi kapasitas kepribadian,
kapasitas di dunia kerja, pengembangan keprofesionalan.

b. Pengembangan kapasitas entitas/kelembagaan meliputi,


1) Kejelasan visi, misi dan budaya organisasi.
2) Kejelasan struktur organisasi, kompetensi dan strategi organisasi.
3) Proses organisasi dan pengelolaan organisasi.
4) Pengembangan jumlah dan mutu sumberdaya.
2

5) Interaksi antar individu di dalam organisasi.


6) Interaksi dengan entitas organisasi dan pemangku kepentingan
(stakeholder) yang lain.

c. Pengembangan kapasitas sistem (jejaring) meliputi,


1) Pengembangan interaksi antar entitas (organisasi ) dalam sistem yang
sama.
2) Pengembangan interaksi dengan entitas (organisasi) di luar sistem.

3. Bina Usaha.
Bina usaha menjadi suatu upaya penting dalam setiap program
pemberdayaan masyarakat, karena pembinaan manusia tanpa memberikan
manfaat untuk perbaikan kesejahteraan baik ekonomi maupun non-ekonomi
tidak akan mendapatkan dukungan dan tanggapan dari masyarakat.
Kegiatan bina usaha mencakup,
a. Pemilihan komoditas dan jenis usaha.
b. Studi kelayakan dan perencanaan bisnis.
c. Pembentukan badan usaha.
d. Perencanaan investasi dan penetapan sumber-sumber pembiayaan.
e. Pengelolaan SDM dan pengembangan karier.
f. Manajemen Produksi dan Operasi.
g. Manajemen Logistik dan Finansial.
h. Penelitian dan Pengembangan.
i. Pengembangan dan pengelolaan Sistem Informasi Bisnis.
j. Pengembangan jejaring dan kemitraan.
k. Pengembangan sarana dan prasarana pendukung.

4. Bina Lingkungan.
Isu lingkungan menjadi sangat penting sejak dikembangkan pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Setiap kegiatan investasi wajib
dilakukan AMDAL (Analisis Manfaat dan Dampak Lingkungan). Selain itu juga
ISO 1400 tentang keamanan lingkungan dan sertifikat ekolebel. Hal ini sangat
penting karena pelestarian lingkungan sangat menentukan keberlanjutan
kegiatan investasi maupun operasi, terutama yang berkaitan dengan
tersedianya bahan baku.
Pengertian lingkungan bukan hanya lingkungan fisik saja, tetapi juga
lingkungan sosial yang sangat berpengaruh terhadap kelanjutan bisnis dan
kehidupan.
a. Termasuk tanggung jawab lingkungan (fisik) adalah, segala kewajiban
yang harus dipenuhi sesuai dengan ketetapan serta persyaratan investasi
dan operasi yaitu,
Perlindungan, pelestarian dan pemulihan (rehabilitasi/reklamasi) sumber
daya alam dan lingkungan hidup.
3

b. Termasuk dalam tanggungjawab sosial adalah, segala kewajiban yang


harus dilakukan yang berkaitan dengan upaya perbaikan kesejahteraan
sosial untuk,
1) Masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan areal kerja.
2) Masyarakat yang mengalami dampak negatif akibat kegiatan yang
dijalankan oleh penanam modal/perseroan.

5. Bina Kelembagaan.
a. Pengertian kelembagaan.
Keberhasilan Tri Bina sangat dipengaruhi oleh adanya kelembagaan yang
efektif. Pengertian tentang kelembagaan sering diartikan dalam
pengertian yang sempit, yaitu sebagai beragam bentuk lembaga
(kelompok, organisasi). Padahal sebenarnya kelembagaan memiliki arti
yang lebih luas.
Menurut Hiyami dan Kikuchi (1981), kelembagaan adalah suatu perangkat
umum yang ditaati oleh anggota suatu komunitas masyarakat.
Kata kelembagaan sering dikaitkan dengan dua pengertian yaitu social
institution atau pranata sosial dan social organization atau organisasi
sosial.

b. Komponen kelembagaan.
Suatu bentuk relasi sosial pada prinsipnya bisa disebut sebagai sebuah
kelembagaan apabila memiliki komponen-komponen sebagai berikut,
1) Komponen person.
2) Komponen kepentingan.
3) Komponen aturan.
4) Komponen struktur.

c. Ciri-ciri kelembagaan.
Kelembagaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut,
1) Kelembagaan berkaitan dengan sesuatu yang permanen.
2) Kelembagaan berkaitan dengan hal-hal abstrak yang menentukan
perilaku.
3) Kelembagaan berkaitan dengan perilaku.
4) Kelembagaan juga menekankan kepada pola perilaku yang disetujui
dan mempunyai sanksi.
5) Kelembagaan merupakan cara-cara yang standar untuk memecahkan
masalah.

II. KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.


1. Kemandirian masyarakat.
Dalam praktek, kegiatan pemberdayaan seringkali hanya mengutamakan
upaya perbaikan pendapatan saja. Hal ini belum cukup, sebab hakikat dari
pemberdayaan masyarakat untuk bisa mandiri mewujudkan
4

kesejahteraannya di bidang ekonomi, sosial, fisik dan mental secara


berkelanjutan.
Masyarakat setempat didorong untuk meningkatkan kemampuannya, mau
dan berani melakukan upaya-upaya mengembangkan kemandiriannya
dengan atau tanpa dukungan pihak luar. Mandiri bukan berarti menolak
bantuan pihak luar, tetapi kemampuan dan keberanian untuk mengambil
keputusan yang terbaik berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut,
a. Keadaan sumberdaya yang dimiliki dan bisa dimanfaatkan.
b. Penguasaan dan kemampuan pengetahuan teknis untuk memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Sikap kewirausahaan dan keterampilan manajerial yang dikuasai.
d. Kesesuaian sosial budaya dan kearifan tradisional yang diwariskan dan
dilestarikan turun-temurun.

2. Kebijakan yang tidak konsisten dan tidak pasti.


Dalam kehidupan masyarakat sering dijumpai ketidakkonsistenan dan
ketidakpastian kebijakan yang lain, baik yang dikarenakan perubahan-
perubahan kondisi sosial-politik maupun perubahan tekanan ekonomi. Oleh
karena itu pemberdayaan masyarakat tidak cukup hanya terbatas pada
peningkatan pendapatan saja, tetapi juga diperlukan hal-hal lain diantaranya
adalah,
a. Advokasi hukum/kebijakan.
b. Pendidikan politik untuk penguatan daya tawar politis.
c. Pemberian legitimasi inovasi dan atau ide-ide perubahan yang akan
ditawarkan melalui pemberdayaan.

3. Tugas kegiatan pemberdayaan masyarakat antara lain adalah,


a. Menyampaikan inovasi teknis.
b. Melakukan perbaikan manajemen dan efisiensi usaha.
c. Mampu dan berani menyuarakan hak-hak politik petani/masyarakat dan
pemangku kepentingan yang lain.
Tanpa adanya upaya penyadaran dan penguatan daya saing politik, semua
pemberdayaan akan sia-sia, karena tidak memperoleh legitimasi jajaran
birokrasi ataupun elite/tokoh masyarakat.

4. Masyarakat kelas bawah sebagai sub-ordinat politisi dan pelaku bisnis.


Harus diakui bahwa sepanjang perjalanan sejarah pada umumnya masyarakat
lapisan bawah selalu menjadi “sub-ordinat” dari aparat birokrasi. Aparat
birokrasi ini didukung dan atau mendapat tekanan dari para politikus dan
pelaku bisnis.
Oleh karenanya program-program dan kegiatan penyuluhan pemberdayaan
masyarakat, juga ide-ide yang akan ditawarkan harus bisa
mengakomodasikan kepentingan politikus dan pelaku bisnis.
5

Hal ini terjadi karena sebenarnya antara politikus dan pelaku bisnis ada
kepentingan yang saling membutuhkan. Jadi program-probram dan kegiatan
penyuluhan serta ide-ide yang ditawarkan bukanlah sesuatu yang bebas nilai,
artinya harus mampu meyakinkan politikus maupun pelaku bisnis tentang
manfaat ekonomi dan politis yang kuat.

III. AGRIBISNIS DAN KELEMBAGAAN.


1. Kelembagaan-kelembagaan untuk Agribisnis.
Pemberdayaan masyarakat petani di bidang pertanian, adalah mendorong
masyarakat untuk berkembang dari sekedar petani penghasil tanaman
menjadi usaha agribisnis. Dalam kegiatan agribisnis diperlukan beragam
kelembagaan yang berkaitan dengan kebutuhan agribisnis. Kelembagaan
tersebut harus tersedia di setiap lokalitas usaha tani dan memiliki keterkaitan
dengan lembaga sejenis di tingkat nasional.
Mosher (1969) menyatakan bahwa untuk membangun stuktur pedesaan yang
progresif dibutuhkan kelembagaan-kelembagaan seperti,
a. Sarana produksi dan peralatan pertanian.
b. Kredit produksi.
c. Pemasaran produksi.
d. Percobaan/pengujian lokal.
e. Penyuluhan.
f. Transportasi.

2. Catur Sarana Unit Desa.


Mengacu pada konsep Mosher, maka Hadisapoetro (1981) mengenalkan
konsep kegiatan penunjang pertanian (agri support activities). Konsep ini
kemudian lebih dikenal sebagai “Catur Sarana Unit Desa” yang harus tersedia
di setiap Kecamatan atau Wilayah Unit Desa dengan luas sekitar 600-100 Ha,
yang terdiri dari,
a. Kios sarana produksi.
b. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).
c. Bank Unit Desa.
d. Koperasi Unit Desa (KUD).

3. Kelembagaan untuk pengembangan agribisnis.


Dalam pengembangan agribisnis menurut Syahyuti (2007) menyampaikan
pentingnya delapan kelembagaan untuk menunjang kegiatan pengembangan
tersebut, yaitu.
a. Kelembagaan penyediaan input usaha tani.
b. Kelembagaan penyediaan permodalan.
c. Kelembagaan pemenuhan tenaga kerja.
d. Kelembagaan penyediaan bahan dan air irigasi.
e. Kelembagaan usahatani.
f. Kelembagaan pengolahan hasil pertanian.
6

g. Kelembagaan pemasaran hasil pertanian.


h. Kelembagaan penyediaan informasi (teknologi, pasar,dll).

IV. TAHAPAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.


1. Siklus kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Menurut Wilson (Sumaryadi, 2004), kegiatan pemberdayaan pada setiap
individu dalam suatu organisasi, merupakan suatu siklus kegiatan yaitu,
a. Menumbuhkan keinginan seseorang untuk berubah dan memperbaiki,
sebagai titik awal perlunya pemberdayaan.
b. Menumbuhkan kemauan dan keberanian untuk keluar dari “zona
nyaman” maupun dari hambatan-hambatan yang dirasakan.
c. Mengembangkan kemauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan
pemberdayaan.
d. Peningkatan peran atau partisipasi dalam kegiatan pemberdayaan yang
sudah dirasakan manfaat perbaikannya.
e. Peningkatan peran dan kesetiaan pada kegiatan pemberdayaan.
f. Peningkatan efektifitas dan efisiensi kegiatan pemberdayaan.
g. Peningkatan kompetensi untuk melakukan perubahan melalui kegiatan
pemberdayaan baru.

2. Tahapan kegiatan pemberdayaan masyarakat menurut Lippit.


Disamping siklus kegiatan pemberdayaan menurut Wilson, maka Lippit
(1961) dalam tulisannya tentang perubahan yang terencana (Planned
Change) merinci tahap kegiatan pemberdayaan masyarakat ke dalam 7
(tujuh) kegiatan pokok yaitu,
a. Penyadaran.
b. Menunjukkan adanya masalah.
c. Membantu pemecahan masalah.
d. Menunjukkan pentingnya perubahan.
e. Melakukan pengujian dan demonstrasi.
f. Memproduksi dan publikasi informasi.
g. Melaksanakan pemberdayaan penguatan kapasitas.

3. Tahapan kegiatan pemberdayaan masyarakat menurut Tim Delivery.


Selain Wilson dan Lippit, tahapan-tahapan kegiatan juga dikemukakan oleh
Tim Delivery (2004) sebagai berikut,
a. Tahap 1 yaitu seleksi lokasi/wilayah.
Seleksi wilayah dilakukan sesuai kriteia yang disepakati oleh lembaga,
pihak-pihak terkait dan masyarakat. Penetapan kriteria ini penting agar
pemilihan lokasi dilakukan sebaik mungkin, sehingga pemberdayaan
masyarakat tercapai sesuai yang diharapkan.

b. Tahap 2 yaitu sosialisasi pemberdayaan masyarakat.


7

Sosialisasi adalah upaya mengkomunikasikan kegiatan agar tercipta dialog


dengan masyarakat. Dengan demikian pemahaman tentang program dan
kegiatan pemberdayaan masyarakat yang sudah direncanakan semakin
meningkat baik bagi masyarakat maupun pihak terkait. Proses sosialisasi
ini sangat penting, karena akan menentukan minat atau ketertarikan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat yang
dikomunikasikan.

c. Tahap 3 yaitu proses pemberdayaan masyarakat, yang terdiri dari,


1) Kajian keadaan pedesaan partisipatif.
Yaitu kegiatan mengidentifikasi dan mengkaji potensi wilayah,
permasalahan dan peluang-peluangnya. Tujuannya agar masyarakat
mampu dan percaya diri melakukan kegiatan tersebut. Diharapkan
dari proses ini bisa mendapat gambaran tentang aspek sosial,
ekonomi dan kelembagaan.
2) Pengembangan kelompok.
Dalam proses ini menyusun rencana kegiatan kelompok berdasarkan
hasil kajian.
3) Penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan.
Yaitu menerapkan rencana kegiatan kelompok sesuai rencana yang
sudah disusun bersama, dengan dukungan fasilitas dari pendamping.
Kemudian diimplementasikan dalam kegiatan yang konkrit dengan
tetap memperhatikan realisasi dan rencana awal.
4) Monitoring dan evaluasi partisipatif.
Yaitu memantau proses dan hasil kegiatan secara terus menerus
dengan cara partisipatif atau PME (Participatory Monitoring and
Evaluation).

d. Tahap 4 adalah pemandirian masyarakat.


Arah pemandirian masyarakat adalah pendampingan untuk menyiapkan
masyarakat agar benar-benar mampu mengelola sendiri kegiatannya.
Proses pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal sangat penting sebagai salah satu wujud
self organizing dari masyarakat. Sedangkan faktor eksternal berupa
pendampingan oleh suatu tim fasilitator yang bersifat multidisiplin. Tim
fasilitator dapat dijalankan minimal tiga tahun setelah proses sosialisasi
dimulai. Walaupun kemudian tim sudah mundur, anggotanya tetap
berperan sebagai penasehat atau konsultan bila diperlukan masyarakat.
Tahapan kegiatan pemberdayaan dapat dibagi menjadi beberapa tahapan
yaitu, penetapan dan pengenalan wilayah kerja, sosialisasi kegiatan,
penyadaran masyarakat, pengorganisasian masyarakat, pelaksanaan
kegiatan, advokasi kebijakan, dan politisasi.
8

Jakarta, 23 Oktober 2015.


Pengajar, Dwitularsih Sukowati.,M.Si.

Anda mungkin juga menyukai