Anda di halaman 1dari 54

Pertemuan : 1

Pengertian, Tujuan, dan Ruang Lingkup Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit
JUDUL MATERI
Pengertian, tujuan dan Ruang Lingkup Pengendalian Vektor dan binatang pembawa penyakit
TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pengertian, tujuan dan ruang lingkup pengendalian
vector dan bintang pembawa penyakit
TUJUAN KHUSUS
1. Mampu memahami pengertian pengendalian vector penyakit dan binatang pembawa
penyakit
2. Mampu memahami tujuan penegndalian vektor dan binatang pembawa penyakit
3. Mampu memahami ruang lingkup pengendalian vector dan binatang pembawa penyakit

POKOK - POKOK MATERI DAN URAIAN MATERI YANG DIAJARKAN


1. Pengertian Pengendalian Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/MENKES/PER/III/2010,
Vektor adalah artropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber
penular penyakit terhadap manusia. Pengertian luas dari pengendalian vektor atau vektor
kontrol ialah melakukan berbagai hal,yang dioandang bermanaat sehingga kehidupan
arthropoda dan rodentia menjadi sulit tidak dapat berkembangbiak atau dimatikan dan
dengan demikian tidak akan mengganggu kesehatan masyarakat. (Yudhastuti,2011)
Pengendalian Vektor dan binatang pembawa penyakit adalah, semua kegiatan atau
tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor dan binatang pembawa
penyakit serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya
penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat
dengan vektor dan binatang pembawa penyakit, sehingga penularan penyakit tular vektor
dapat dicegah. Tujuan dari pengendalian vektor adalah untuk mengurangi atau menekan
populasi vektor sehingga tidak berarti lagi sebagai penular penyakit, dan mengendalikan
terjadinya kontak antara vektor dan masyarakat manusia. Salah satu tujuan akhir dari
pengendalian vektor adalah menurunkan kepadatan populasi vektor pada tingkat yang tidak
membahayakan bagi kesehatan masyarakat.

2. Tujuan Pengendalian Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit


Terselenggaranya pengendalian vektor secara terpadu untuk mengurangi habitat
perkembangbiakan vektor , menurunkan kepadatan vektor, menghambat proses penularan
penyakit , mengurangi kontak manusia dengan vektor sehingga penularan penyakit tular
vektor dapat dikendalikan secara lebih rasional, efektif dan efisien

3. Ruang Lingkup Pengendalian Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit


Penyelenggaraan pengendalian vektor dapat dilakukan oleh pemerintah atau pihak
swasta menggunakan metode pendekatan pengendalian vektor terpadu dilakukan
berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas dan efektivitas pelaksanaan nya serta
berkesinambungan. Upaya pengendalian vektor berdasarkan data hasil kaji surveilans
epidemiologi antara lain informasi tentang vektor dan dinamika penularan penyakit tular
menular vektor. Pengendalian vektor dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara
fisik atau mekanis penggunaan agen biotik dan kimiawi. Pengendalian vektor yang
menggunakan bahan kimia harus dilakukan oleh tenaga entomolog kesehatan yang terlatih
dengan dibuktikan sertifikat pelatihan. Standart dan persyaratan perlengkapan pelindung
diri (PPD) , bahan dan peralatan serta pengggunaan insektisida untuk pengendalian vektor.
a. Perizinan
Penyelenggaraan pengemdalian vektor untuk mendapatkan ijin operasional harus
memenuhi persyaratan :
 Memiliki surat ijin usaha atau surat ijin tempat usaha
 Memiliki NPWP
 Memiliki tenaga entomologi atau tenaga kesling dan tenaga terlatih
 Memiliki persediaan bahan dan peralatan sesuai ketentuan yang berlaku
b. Pembiayaan
Pembiyayaan pengendalian vektor dibebankan pada anggaran belanja dan
pendapatan negara dan anggaran belanja dan pendapatan daerah serta sumber lain
yang tidak mengikat sesuai peraturan dan perundangan .
c. Peran serta masyarakat
Berperan meningkatkan dan melindungi kesehatanya melalui peningkatan
kesadaran, kemauan dan kemampuan serta pengembangan lingkungan sehat.
d. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat desa,
kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Monitoring dan evaluasi yang
dilakukan oleh pemerintah daerah harus dilaporkan kepada pemerintah secara
berkala dan berjenjang
e. Pembinaan dan pengawasan
menteri, kepala dinas kesehatan provinsi dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
melakukan pembinaan terhadap pengendalian vektor dengan melibatkan instansi,
organisasi profesi dan asosiasi terkait dan dapat memberikan sanksi administratif
berupa teguran lisan sampai dengan pencabutan izin operasional bagi swasta

RANGKUMAN
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/MENKES/PER/III/2010,
Pengendalian Vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan
populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya
penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan
vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dicegah. Ruang lingkup pengaturan meliputi
penyelenggaraan, perizinan, pembiayaan, peran serta masyarakat, monitoring dan evaluasi serta
pembinaan dan pengawasan

LATIHAN SOAL
1. Berikut ini adalah Ruang Lingkup Pengendalian Vektor penyakit berdasarkan KEMENKES
374 tahun 2010
a. Penyelenggaraan, Perizinan, Pembiayaan, Peran Negara, Monitoring
b. Penyelenggaraan, Pembiayaan, Pembahasan, Perizinan, Monitoring
c. Penyelenggaraan, Penampungan, Pembahasan, Pembiayaan, Monitoring
d. Penyelenggaraan, Perizinan, Pembiayaan, Peran Masyarakat, Monitoring
e. Perizinan, Pembiayaan, Peran Masyarakat, Penampungan, Monitoring

2. Tujuan dari pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit adalah


a. Menurunkan kepadatan vektor sampai pada tingkat titik tertentu, sehingga tidak
terjadi masalah bagi kesehatan masyarakat
b. Membasmi sampai seakar-akarnya
c. Meniadakan kehidupan vektor dilingkungan
d. Mematikan semua serangga yang merugikan
e. Memelihara serangga sebagai predator
3. Arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penular penyakit
terhadap manusia, adalah definisi dari ?
a. Pengendalian
b. Vektor
c. Ruang Lingkup
d. Penularan Penyakit
e. Penyakit Tular Vektor

REFERENSI

Direktorat Jenderal Pemberantasan penyakit dan Penyehatan lingkungan, Kementrian


Kesehatan RI Tahun 2012, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
374/MENKES/PERII/2010, Tentang Pengendalian Vektor, Jakarta, Kementrian RI.2012.

Direktorat Jenderal Pemberantasan penyakit dan Penyehatan lingkungan, Kementrian


Kesehatan RI Tahun 2018, Permenkes No.50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu
Kesling dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Serta
Pengendaliannya. Jakarta,2018.

Ririh Yudhiastuti,Tahun 2011. Pengendalian Vektor dan Rodent, Surabaya, Pustaka Melati
Pertemuan : 2

Konsep Dasar dan Jenis-Jenis Pengendalian Vektor Binatang


pembawa penyakit

JUDUL MATERI
Konsep dasar dan jenis-jenis pengendalian vektor binatang pembawa penyakit
TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti materi ini mahasiswa dapat memahami konsep dasar dan jenis-jenis
pengendalian pengendalian vector dan binatang pembawa penyakit

TUJUAN KHUSUS

1. Memahami konsep dasar pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit

2. Memahami jenis-jenis pengendalian vector dan binatang pembawa penyakit

POKOK - POKOK MATERI DAN URAIAN MATERI YANG DIAJARKAN


1. Konsep Dasar Pengendalian Vector dan Binatang Pembawa Penyakit
Pengendalian vector terpadu merupakan pengendalian vector menggunakan prinsip-
prinsip dasar menajemen dan pertimbangan terhadap penularan dan pengendalian penyakit.
Pengendalian vector terpadu dirumuskan melalui proses pengembalian keputusan yang
rasional agar sumber daya yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian lingkungan
terjaga.
a. Pengendalian vector harus berdasarkan data tentang bioekologi vector setempat,
dinamika penularan penyakit, ekosistem, dan perilaku masyarakat yang bersifat
spesifik local (evidence based)
b. Pengendalian vector dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sector dan program
terkair, LSM, organisasi profesi, dunia/swasta serta masyarakat
c. Pengendalian vector dilakukakan dengan meningkatkan penggunaan metode non
kimia dan menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana
d. Pengendalian vector harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip ekonomi
yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan

2. Jenis-Jenis Pengendalian Vector dan Binatang Pembawa Penyakit


Pengendalian vektor dilakukan dari cara yang paling sederhana seperti perlindungan
personal dan perbaikan rumah sampai pada langkah-langkah yang lebih kompleks yang
membutuhkan partisipasi dari para ahli pengendalian vektor. Metode pengendalian dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Pengendalian dengan cara pengolahan lingkungan yaitu pengendalian dengan cara
menghilangkan tempat peridukan vektor dan binatang pembawa penyakit misal,
pengolaan sampah yan baik dan benar agar tidak menjadi berkembangbiaknya lalat
dan bersarangnya tikus
b. Pengendalian dengan cara pengolaan lingkungan ada dua jenis yaitu ,
1) Manipulasi lingkungan (bersifat sementara ) misalnya , pembersihan
selokan agar air dapat mengalir secara lancar, sehingga tidak lagi
digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk culex
.Pengendalian ini akan berhasil dengan baik apabila dilakukan secara
terus menerus.
2) Modifikasi lingkungan (bersifat jangka panjang) misalnya pengurukan
lagoon, perubahan fungsi lahan pertania jadi pemukiman untuk memutus
matarantai perkembangbiakan nyamuk Anopheles

c. Pengendalian secara fisik dan mekanis


Pengendalian ini pada umumnya menggunakan bantuan alat misal : raket
elektric, biting, trapping, penggunaan kawat kassa PSN dll.
Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit melalui metode Fisik
dilakukan dengan cara menggunakan atau menghilangkan material fisik untuk
menurunkan populasi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit. Beberapa metode
pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit dengan fisik antara lain
sebagai berikut:
1) Mengubah salinitas atau derajat keasaman (pH) air.Metode ini digunakan
terutama untuk pengendalian vektor malariadengan membuat saluran
penghubung pada lagoon sebagai habitat perkembangbiakan vektor.
Langkah-langkah kegiatan dalam metode ini meliputi :
a) Memetakan habitat perkembiakannya
b) Menurunkan kadar salinitas atau derajat keasaman (pH) air.
c) Membuat saluran pernghubung
d) Memelihara aliran saluran penghubung
e) Memonitor kadar salinitas atau derajat keasaman (pH) air serta
keberadaan larva
2) Pemasangan Perangkap
Metode ini dilakukan dengan menggunakan perangkap terhadap vektor
pradewasa dan dewasa serta binatang pembawa penyakit dengan
memanfaatkan media air(tempat bertelur),gelombang
elektromagnetik,elektrik,cahaya,dan peralatan mekanik.Selain itu
pemasangan perangkap juga dapat menggunakan umpan dan bahan yang
bersifat penarik (attrantant). Langkah-langkah kegiatan dalam metode ini
meliputi :
a) Melakukan pengamatan lapangan untuk mengetahui bionomik vektor
dan binatang pembawa penyakit
b) Melakukan penyiapan dan pemasangan perangkap
c) Melakukan pemantauan berkala untuk mengetahui efektifitas
perangkap
3) Penggunaan Raket Listrik
Raket listrik digunakan untuk pengendalian nyamuk dan serangga terbang
lainnya,dengan cara memukulkan raket yang mengandung aliran listrik ke
nyamuk/serangga lainnya.
4) Penggunaan Kawat Kassa
Penggunaan kawat kassa bertujuan untuk mencegah kontak langsung antara
manusia dengan vektor dan binatang pembawa penyakit,dengan cara
memasang kawat kassa pada jendela atau pintu rumah
d. Pengendalian biologis
Metode pengendalian ini biasanya nggunakan hewan predator misalnya :
penaaburan ikan pemakan jentik, bacillus thuringiensis israelensis , hewan ternak
yang dapat dijadikan sebagai catlle barier dll. Pengendalian vektor dan binatang
pembawa penyakit melalui metode bilogi dilakukan dengan memanfaatkan
organisme yang bersifat predatordan organisme yang menghasilkan toksin.
Penggunaan metode ini dilakukan secara berkesinambungan agar memberi hasil
yang optimal dan tidak memberikan efek atau dampat pencemaran lingkungan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam metode ini meliputi :
1) Identifikasi habitat perkembangbiakan dan cara aplikasi pengendalian vektor
dan binatang pembawa penyakit
2) Melakukan persiapan dan kesiapan alat dan bahan,operator,dan pemetaan
lokasi
3) Melakukan uji efektifitas secara berkala.

Agar metode pengendalian secara bilogi ini berjalan dengan efektif harus:
1) Memperhatikan tipe habitat perkembangbiakan
2) Dilakukan secara berkesinambungan
3) Memperhatikan rasio atau perbandingan antara luas area dan agen biologi
yang digunakan.

e. Pengendalian kimiawi
Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia (insectisida) cara
pengendalian vektor yang paling umum dilakukan dimasyarakat karena dipandang
paling praktis dan cepat hasilnya, masyarakat pada umumnya tidak menyadari
bahwa pengunaan bahan kimia yang berlebihan akan mengganggu ekosistem dan
merusak lingkungan dan akan menimbulkan resistensi vektor itu sendiri.
Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit melalui metode kimia dengan
menggunakan bahan kimia (pestisida) untuk menurunkan populasi vektor dan
binatang pembawa penyakit secara cepat dalam situasi atau kondisi tertentu,sperti
KLB /wabah atau kejadian matra. Penggunaan pestisida harus dilakukan secara
rasional,efektif,efisien,dan dapat diterima masyarakat,dibawah pengawasan tenaga
yang memiliki kompetisi di bidang entomologi serta merupakan terakhir
pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam metode ini meliputi :
1) Melakukan uji efikasi pestisida,untuk memastikan bahwa pestisida masih
efektif mematiakn vektor dan binatang pembawa penyakit.
2) Melakukan uji kerentanan vektor dan binatang pembawa penyakit untuk
memastikan bahwa vektor dan binatang pembawa penyakit tidak resisten
terhadap pestisida yang digunakan
3) Pemilihan cara aplikasi pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit
4) Melakukan persiapan dan kesiapan alat dan bahan,tenaga dan pemetaan
lokasi
5) Pemberitahuan kepada masyarakat lokasi aplikasi
6) Pelaksanaan aplikasi pengendalian vektor binatang pembawa penyakit
menggunakan pestisida
7) Pencatatan dan pelaporan
8) Evaluasi secara berkala terhadap vektor dan binatang pembawa
penyakit,efikasi pestisida ,dan status kerentanan vector
9) Melakukan penggantian jenis pestisida secara berkala

RANGKUMAN
Pengendalian vector terpadu merupakan pengendalian vector menggunakan prinsip-prinsip
dasar menajemen dan pertimbangan terhadap penularan dan pengendalian penyakit. Pengendalian
vector terpadu dirumuskan melalui proses pengembalian keputusan yang rasional agar sumber daya
yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian lingkungan terjaga.
Jenis – jenis pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit yang dilakuakan pada
umumnya memiliki tujuan yang saama untuk menurunkan kepadatan vektor penyakit serendah
mungkin, sehingga keberadaanya tidak menjadi masalah bagi kesehatan masyrakat. Namun
pengendalian penyakit yang dihaarapkan adalah pengendalian vektor yang yang dilakukan secara
terpadu, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dan mengedepankan aspek RESSA

LATIHAN SOAL
1. Berikut ini adalah salah satu contoh pengendalian vektor penyakit dengan metode manipulasi
lingkungan
a. PSN
b. Menutup lagoon
c. Membersihkan saluran air kotor
d. Perubahan fungsi lahan
2. Berikut adalah konsep dasar pengendalian vektor penyakit, kecuali…
a. Pengendalian vektor dilakukan dengan cara melibatkan peran serta masyarakat
b. Pengendalian vektor lebih mengutamakan penggunaan non kimia dari pada kimia
c. Pengendalian vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi
d. Pengendalian vektor lebih mengutamakan penggunaan kimia dari pada non kimia karena
hasilnya lebih nyata

REFERENSI

Direktorat Jenderal Pemberantasan penyakit dan Penyehatan lingkungan, Kementrian


Kesehatan RI Tahun 2012, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
374/MENKES/PERII/2010, Tentang Pengendalian Vektor, Jakarta, Kementrian RI.2012.

Direktorat Jenderal Pemberantasan penyakit dan Penyehatan lingkungan, Kementrian


Kesehatan RI Tahun 2018, Permenkes No.50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu
Kesling dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Serta
Pengendaliannya. Jakarta,2018.

Ririh Yudhiastuti,Tahun 2011. Pengendalian Vektor dan Rodent, Surabaya, Pustaka Melati
Pertemuan : 3

Macam Vektor Penyakit Beserta Bionomiknya

JUDUL MATERI
Macam Vektor Penyakit Beserta Bionomiknya
TUJUAN UMUM
Memahami macam vector penyakit beserta bionomiknya
TUJUAN KHUSUS
1. Memahami macam vektor penyakit
2. Memahami bionomik vektor mekanik (lalat)
3. Memahami bionomik vektor biologis (nyamuk)

POKOK - POKOK MATERI DAN URAIAN MATERI YANG DIAJARKAN


1. Macam Vektor Penyakit
Peranan serangga sebagai vektor penyakit digolongkan menjadi 2 (dua) :
a) Serangga sebagai vektor mekanik
Serangga sebagai vektor ·mekanik dimana serangga hanya membawa atau memindahkan
mikroorganisme penyebab sakit melalui permukaan tubuhnya saja (kaki, sayap bulu-bulu
tubuhnya) dipindahkan kemakanan dan minuman, didalam tubuh vektor tidak terjadi
oertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorgagisme penyebab sakit. Contoh penularan
penyakit pencernaan yang ditularkan oleh serangga lalat secara mekanik adalah, diare,
kholera dan disentry
b) Serangga sebagai vektor biologis
Serangga selain bertindak sebagai penular/pembawa penyakitakan tetapi juga didalam tubuh
serangga terjadi proses pertumbuhan dan perkembangbiakan agent penyebab sakit.
Penularan penyakit melalui vektor secara biologis, agen harus masuk kedalam tubuh vektor
melalui gigitan ataupun melalui keturunannya. Selama dalam tubuh vektor, agen
berkembang biak atau hanya mengalamiperubahan morfologis saja, sampai pada akhirnya
menjadi bentuk yang infektif melalui gigitan, tinja atau cara lain untuk berpindah ke pejamu
potensial. Pada penularan penyakit melalui vektor secara biologis,perubahan bentuk atau
perkembangbiakan agen dibedakan sebagai berikut:
1. Propagative transmission
Agen berkembang biak di dalam tubuh vektor tanpa mengalami perubahan stadium.
Contoh :Yersinia pestis (agen pes) di dalam tubuh pinjal (flea) Xenopsyllacheopis.
Pinjal sebagai vektor bisa mati oleh Yersinia pestis.

2. Cyclo propagative transmission


Agen mengalami perubahan stadium dan perkembangbiakan didalam tubuh vector
Contoh : Plasmodium (agen malaria) di dalam tubuh nyamuk Anopheles.
3. Cyclo developmental transmission
Agen mengalami perubahan stadium hingga mencapai stadium infektif di dalam
tubuh vektor tetapi tidak mengalami perkembangbiakan. Contoh : Cacing filaria di
dalam tubuh nyamuk dengan genus Mansonia dan Anopheles, serta spesies nyamuk
Culex quinquefasciatus

2. Bionomik Vektor Mekanis ( Lalat)


Bionomik lalat adalah kesenangan tempat perindukan (habitat place), kesenangan tempat
hinggap istirahat (resting habit), dan kebiasaan mencari makan (Feeding habit). Tujuan
mempelajari bionomik lalat adalah memudahkan dalam pengendalian vektor lalat.
1. Perilaku Istirahat
Tempat istirahat (resting place) yang sering digunakan lalat adalah tempat yang
tidak berangin, tetapi sejuk, pada waktu malam hari sering hinggap di semak-semak di luar
tempat tinggal. Lalat beristirahat pada lantai, dinding, langit-langit, jemuran
pakaian, rumput-rumput, kawat listrik dan lain-lain serta sangat disukai tempat-tempat
dengan tepi tajam yang permukaannya vertikal. Tempat istirahat tersebut biasanya dekat
dengan tempat makannya dan tidak lebih dari 4,5 meter di atas permukaan tanah. Lalat
istirahat ditempat dimana ia hinggap dan atau tempat yang dekat dari tempat hinggapnya.
(Depkes, RI 1991).
2. Tempat Berkembangbiak
Kebiasaan lalat rumah bisa membiak di setiap medium yang terdiri dari zat organik
yang lembab dan hangat dapat memberi makan pada larva-larvanya. Medium pembiakan
yang disukai ialah kotoran kuda, kotoran babi dan kotoran burung. Medium yang kurang
disukai ialah kotoran sapi. Kebiasaan lalat sebelum meletakkan telurnya adalah melakukan
orientasi terlebih dahulu dengan mencari media yang cocok untuk bertelur demi
kelangsungan hidupnya.

1) Kebiasaan Makan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari dari makanan yang satu ke makanan
yang lain. Lalat sangat tertarik pada makanan yang dimakan oleh manusia sehari-
hari seperti gula, susu dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah. Protein
diperlukan untuk bertelur.
2) Jarak Terbang
Lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia. Lalat rumah bisa
terbang jauh dan bisa mencapai jarak 15 km dalam waktu 24 jam. Kebanyakan
lalat tetap berada dalam jarak 1,5 km di sekitar tempat pembiakannya, tetapi
beberapa bisa sampai sejauh 50 km.
3) Lama Hidup
Lama hidup lalat sangat bergantung pada makanan, air dan temperatur. Pada
musim panas, usia lalat berkisar antara 2-4 minggu, sedang pada musim dingin
bisa mencapai 70 hari (Depkes, 1991). Tanpa air lalat tidak dapat hidup lebih dari
46 jam. Lama hidup lalat pada umumnya berkisar antara 2-70 hari (Depkes, 1991
dalam Husain, 2014).

3. Bionomik Vektor Biologis (Nyamuk)


a. Perilaku hidup nyamuk
Perilaku binatang akan berubah apabila ada rangsangan atau pengaruh dari
luar misalnya terjadi perubahan pada lingkungan baik perubahan alam ataupun
perubahan oleh manusia. Ada 3 macam tempat yang diperlukan untuk kelangsungan
hidupnya yaitu tempat berkembang biak, tempat istirahat dan tempat untuk mencari
darah.

b. Perilaku berkembangbiak
Nyamuk anopheles betina mempunyai kemampuan untuk memilih tempat
perindukan atau tempat berkembang biak sesuai dengan kesenangan dan kebutuhan
nya ada jenis yang senang dengan tempat perindukannya yang kena sinar
matahari(An.Sundaicus) dan adapula yang senan mencari tempat perindukan
ditempat=tempat yang teduh (An.Umbrosus). Spesies yang satu berkembangbiak di
air payau dan yang lain berkembangbiak di air tawar.Oleh karena perilaku yang
berbeda itu harus dilakukan secara intensif sebagai upaya menginventarisasi tempat
perindukan potensial yang sangat diperlukan dalam pengendalian vektor. Ada
beberapa hal penting yang perlu diketahui tentang vektor malaria antara lain:

c. Umur nyamuk
Ada beberapa cara untuk mengetahui umur nyamuk antara lain dengan cara
memeriksa ovarium atau melihat kondisi parous dari jumlah nyamuk yang diperiksa.

d. Distribusi Musiman
Pada umumnya satu spesies yang berperan sebagai vektor menunjukkan pola
distribusi tertentu. Kepadatan tinggi atau densisitas nyamuk biasanya terjadi pada
musim hujan tetapi untuk An.Sundaicus atau An.Subpictus merupakan
pengecualian karena densitas tertinggi biasanya terjadi pada musim kemarau,
terutma didaerah pantai pada saat penyumbatan sungai dimuara.

e. Perilaku mencari darah


 Dikaitkan dengan waktu
Nyamuk anopheles pada umumnya aktif mencaqri darah pada malam hari
 Dikaitkan dengan tempat
Kebiasaan menggigit dari nyamuk dewasa ada yang bersifat eksofagik
(mencari mangsa diluar rumah dan endofagik (mencari mangsa didalam
rumah)
 Dikaitkan dengan sumber darah
Kebiasaan menggigit nyamuk ada yang bersifat antropofilik (mencari darah
manusia dan zoofilik (mencari darah hewan)
 Dikaitkan dengan frekuensi menggigit
Nyamuk betina biasanya hanya satu kali kawin selama hidupnya. Nyamuk
betina memerlukan darah untuk proses pertumbuhan telurnya. Frekuensi
membutuhkan darah tergantung pada spesies yang dipengaruhi oleh
temperatur kelembapan disebut siklus gonotrofik
.
f. Perilaku istirahat
Nyamuk mempunyai 2 cara beristirahat
 Istirahat yang sebenarnya yaitu selama waktu yang menunggu proses
perkembangan telur
 Istrirahat sementara yaitu pada waktu sebelum dan sesudah mencari darah

Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan Nyamuk


Faktor lingkungan berperan dalam perkembangan nyamuk dapat dikelompokkan ke
dalam beberapa faktor :
1) Faktor lingkungan fisik
Dengan adanya angin kencang maka nyamuk akan terbawa angin ke tempat
lain,juga dipengaruhi kelembaban udara suhu dan lainnya,
2) Faktor lingkungan kimia
Faktor kimia dapat mempengaruhi perkembangan nyamuk khususnya An.Sundaicus
misalnya perubahan kadar garam ditempat-tempat perindukan
3) Faktor lingkungan biologis
Misalnya ada lumut ditempat perindukan,predator seperti ikan dan sebagainya.

RANGKUMAN
Nyamuk termasuk serangga yang melangsungkan siklus kehidupan di air dan di darat atau
udara.Nyamuk dewasa akan bertelur ± 100 – 300 butir.Umur nyamuk relativ pendekk sekitar 1-2
bulan (jantan lebih pendek).Perkawinan terjadi 24-48 jam setelah keluar dari kepompong.
Makanan nyamuk betina adalah darah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan telur,dan dapat terbang
mencapai 0,5-2 km.
Nyamuk istirahat untuk menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara ada
saat sebelum dan sesudah mencari darah. Tempat istirahat nyamuk yang disukai tempat
teduh,lembab,dan aman
Bionomik lalat adalah kesenangan tempat hinggap istirahat (resting habit), dan kebiasaan
mencari makan (Feeding habit). Tempat istirahat (resting place) yang sering digunakan lalat adalah
tempat yang tidak berangin, tetapi sejuk, pada waktu malam hari sering hinggap di semak-semak di
luar tempat tinggal. Tempat Perindukan Lalat Menurut Sucipto (2011) lalat menyukai tempat-
tempat yang basah seperti sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan yang busuk, kotoran
yang menumpuk secara kumulatif. Lalat sangat tertarik pada makanan yang dimakan oleh manusia
sehari-hari seperti gula, susu dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah.

LATIHAN SOAL
1. Kesenganan dalam menghisap darah nyamuk sangat bervariasi, berikut ini jenis nyamuk
yang bersifat antropofilik ?
a. Anopheles
b. Mansonia
c. Aedes
d. Culek
e. Armigeres
2. Distribusi musiman pada umumnya kepadatan nyamuk akan tinggi pada musim penghujan,
namun ada spesies nyamuk anopheles yang kepadatannya tinggi justru pada musim
kemarau. Spesies apa yang dimaksud ?
a. Sundaicus
b. Akunicus
c. Malculatus
d. Umbrosus
e. Subpictus dan sundaicus
3. Berikut ini adalah tempat-tempat yang disenangi untuk beristirahatnya lalat kecuali…
a. Dinding
b. Langit-langit
c. Jemuran pakaian
d. Lantai
e. Penampungan air
4. Berikut ini adalah medium/tempat perindukan lalat kecuali…
a. Kotoran sapi, kotoran burung dan kotoran babi
b. Tumbuh- tumbuhan yang membusuk
c. Sampah organic
d. Kotoran manusia
e. Kotoran hewan

REFERENSI

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan


Lingkungan. Pedoman Diagnosa Penatalaksanaan Kasus Penanggulangan Leptospirosis di
Indonesia. Jakarta, 2008.

Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan RI Tahun


2014. Pedoman Pengendalian Vektor Malaria. Jakarta, 2014.

Direktorat Jendrral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan


RI. Petunjuk Teknis Pengendalian Pes. Jakarta, 2014

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan RI, Standar
Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya, Jakarta 2018.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian


Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Binatang Pembawa Penyakit, Pedoman Survei
Entomologi Demam Berdarah Dengue dan Kunci Identifikasi Nyamuk Aedes. Jakarta 2017.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal P 2 P Direktorat P2PTVZ subdit


Pengendalian Vektor dan BPP, Modul Entomologi Malaria Jakarta 2017.
Pertemuan : 4

Macam Vektor Pada Binatang Pembawa Penyakit


JUDUL MATERI
Macam Vektor Binatang Pada Pembawa Penyakit
TUJUAN UMUM
Memahami macam vektor pada binatang pembawa penyakit
TUJUAN KHUSUS
1. Memahami perilaku / bionomik tikus
2. Memahami perilaku / bionomic pinjal

POKOK - POKOK MATERI DAN URAIAN MATERI YANG DIAJARKAN


1. Binomik Tikus
Tikus adalah binatang yang termasuk dalam ordo Rodentia, Sub ordo Myormopha,
family Muridae. Tikus dikenal sebagai hewan pengganggu dalam kehidupan manusia.
Hewan ini sering merugikan manusia dalam bidang pertanian, pemukiman dan kesehatan,
sebagai vektor penyakit pada manusia seperti Yersinia, Leptospirosis, dll.
Semua jenis tikus komersial berjalan dengan telapak kaki. Tikus rattus norvegicus
(tikus got) berperilaku menggali lubang ditanah dan hidup dilubang tersebut. Rattus rattus
tanezumi tidak tinggal ditanah tetapi atau diatap bangunan. Musmusculus (mencit) harus
berada dalam bangunan, sarangnya bisa ditemui dalam dinding, lapisan atap, kotak
penyimpanan atau laci. Tikus termasuk binatang nokturnal yang aktif keluar pada malam
hari untuk mencari makan. Tikus dikenal sebagai binatang kosmopolitan yaitu menempati
semua habitat. Tikus mempunyai daya cium , sebelum aktif atau keluar sarang ia akan
mencium-cium dengan menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan. Mengeluarkan jejak bau
selama orientasi sekitar sarang sebelum meninggalkannya. Urin, sekresi genital dan lemak
tubuh memberikan jejak bau yang selanjutnya akan dideteksi dan diikuti oleh tikus
lainnya.Rasa menyentuh sangat berkembang dikalangan tikus komensal, ini untuk
membantu pergerakannya sepanjang jejak malam hari. Sentuhan badan dan kibrasan ekor
akan tetap digunakan selama menjelajah, kontak dengan lantai, dinding dan benda lain yang
dekat sangat membantu dalam orientasi dan kewspadaan binatang terhadap ada atau
tidaknya rintangan didepannya. Tikus sangat sensitif terhadap suara yang mendadak. Tikus
juga mendengar atau mengirim suara ultra sementara itu mata tikus khusus untuk melihat
untuk malam hari. Tikus dapat mendeteksi gerakan pada jarak lebih dari 10 m dan dapat
membedakan antara pola benda yang sederhana dengan objek yang berbeda-beda. Rasa
mengecap pada tikus berkembang sangat baik. Tikus dan mencit dapat mendeteksi dan
menolak air minum yang mengandung pentiokarbamide 3ppm, pahit dan senyawa racun.

Habitat Tikus
Tikus menempati berbagai ekosistem dari hutan tropis hingga tundra. Terdapat juga
spesies yang sepenuh hidupnya didalam tanah (fossorial), diatas pohon (arboreal), dan
semiakuaik, tetapi sebagian besar merupakan hewan terrestrial (hidup diatas tanah).
Klasifikasi habitat tikus yaitu sebagai berikut :
a. Jenis Domestik (Domestic species)
Aktivitas hidupnya, terutama mencari makan, berlindung, bersarang dan
berkembang biak adalah didalam rumah (commensal rodent atau synanthropic)
biasanya pada atap, sela-sela dinding, dapur, almari. Ada juga yang di gudang,
kantor, pasar, selokan dan lain-lain.
b. Jenis Peridomestik (peridomestic species)
Aktivitas hidup tikus jenis ini sebagian besar dilakukan di luar rumah dan sekitarnya
seperti di lahan pertanian, perkebunan, sawah dan pekarangan rumah.
c. Jenis Silvatik (Sylvatic species)
Tikus jenis ini hidupnya jauh dari lingkungan manusia. Binatang ini memakan
tumbuhan liar, bersarang di hutan, dan jarang berhubungan dengan manusia.

2. Bionomik Pinjal
Pinjal atau flea merupakan jenis insekta yang termasuk dalam ordo Siphonaptera.
Secara umum pin jal hidup pada tubuh hewan lain sehingga dikenal sebagai
ektoparasit.Hewan yang sering digunakan sebagai induk semang pinjal adalah hewan
peliharaan ( kucing,anjing),binatang mengerat (tikus,tupai) dan manusia.Termask
ektoparasit karena hidupnya menumpang pada tubuh bagian luar suatu binatang (induk
semangnya/hospes).Untk kebutuhan makanannya injal mengambil dari hospes yang
ditumpanginya (ekto:luar dan parasit : merugikan hewan yang ditumpang)
Jenis pinjal yang penting dalam bidang kesehatan antara lain :
a. Xenopsyilla cheopis (pinjal tikus )
Hidup pada tikus, berperan sebagai vektor penyakit pes/sampar dan Endemoc
Thypus, selain itu bertindak sebagai intermediet host (hospes perantara) cacing pita
tikus (Hymenolepis diminuta)
b. Pulex iritans
Termasuk pinjal yang menginfestasi manusia, berperan sebagai vektor penyakit
pes/sampar, selain itu juga sebagai intermediet host (hospes perantara) bagi cacing
pita tikus (Hymenolepis diminuta) dan cacing pita anjing (Dyplidium conium)
c. Tunga penetrans
Termasuk pinjal yang menginfestasi manusia dapat menyebabkan luka atau borok
karena perilakunya membuat terowongan disekitar sela=sela jari telapak kaki
manusia
d. Chenocephalides felis (pinjal kucing)
Hidup pada kucing berperan sebagai intermediet host bagi cacing pita tikus
(Hymenolepis diminuta) dan cacing pita anjing (Dypilidium canium)
e. Ctenopcephalides canis (pinjal anjing)
Hidup pada anjing berperan sebagai intermediet host bagi cacing pita tikus
(Hymenolepis diminuta) dan cacing pita anjing (Dipilidium canium)
f. Nosopsyllus fasciatus
Hidup pada tikus berperan sebagai vektor penyakit endemic tiphus, selain itu juga
sebagai intermediet host bagi cacing pita tikus (Hymenolepis diminuta)

Secara umum pinjal memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut :


a. Tubuh kecil berukuran 1,5 -4mm berbentuh pipih lateral
b. Tidak memiliki sayap
c. Mulut tersembunyi berfungsi untuk menusuk dan menghisap
d. Memiliki 3 pasang kaki yang panjang dan kuat berfungsi untuk meloncat
e. Memiliki rambut mata (ocular bristle) disekitar mata dimana letak dan jumlah
rambut tersebut dapat digunakan sebagai identifikasi jenis pinjal
f. Abdomen (perut) pinjal terdiri dari 10-12 segmen
a. Pada pinjal betina : bentuk ujung abdomen (posterior) membulat dan pada segmen
ke-8 atau ke-9 terdapat spermateca (alat penampung sperma)
b. Pada pinjal jantan : bentuk ujung abdomen (posterior) meruncing ke atas (dorsal)
dan pada segmen ke-5 atau ke-6 terdapat clasper (sejenis penis) atau alat kelamin
jantan
g. Pada beberapa jenis pinjal ditemukan adanya comb/ctenedium yang berbentuk
seperti sisir. Berdasarkan letaknya comb dibedakan menjadi dua :
c. Genal comb (oral comb) yaitu comb yang terdapat diatas mulut
d. Thorasaxal comb (pronotal comb) yaitu comb yang terdapat pada prothorax
Sedangkan untuk mengidentifikasi jenis pinjal perlu memerhatikan ciri khas morfologi
yang dimiliki oleh masing-masing jenis. Bagian-bagian tubuh biasa digunakan sebagai
kunci identifikasi adalah :
a. Keberadaan comb/ctenedium baik genal comb maupun thoraxal comb
 Pinjal tidak memiliki genal comb dan thoraxal comb antara lain genus
xenophylla, pulex, dan tunga
 Pinjal tidak memiliki genal comb tetapi memiliki thoroxal comb antara lain :
genus nosopsyllus
 Pinjal yang memiliki genal comb dan thoroxal comb antara lain : genus
ctenocephalides dan letopsylla

b. Keberadaan dan jumlah ocular bristle


 Pinjal yang memiliki oculer britle didepan mata :genus xenopsylla
 Pinjal yang memiliki oculer bristle dibawah mata : genus pulex
 Pinjal yang memiliki oculer bristle lebih dari dua : genus nosophyllus
c. Bentuk kepala
 Kepala besar dengan ujung runcing bersudut : genus tunga
 Kepala dengan ujung datar : genus echinod phaga
 Kepala meruncing dan panjang : ctenocephalides felis
 Kepala meruncing tetapi pendek : ctenocephalides canis
 Jumlah dan jenis spina (gigi sisir/comb) pada genal comb dan thoraxal comb
Table menentukan jenis pinjal

Pinjal mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) dengan stadium perkembangan :


telur-larva-pupa-dewasa. Seluruh siklus hidup pinjal berlangsung 14-27 hari. Sedangkan
pinjal dewasa dalam kondisi baik mampu hidup sampai 1 tahun dan jika hidup diluar tubuh
hospes mempertahankan hidup selama 38-125 hari.

RANGKUMAN
d.
LATIHAN SOAL

1. PES atau Sampar (plague) di akibatkan oleh adanya infeksi bakteri?

a. Escherichia Coli
b. Campylobacter jejuni
c. Yersinia pestis
d. Vibrio parahaemolyticus
e. Toxoplasma

2. Berikut ini adalah suatu tanda-tanda keberadaan tikus disuatu bangunan/lokasi, kecuali..
a. Ditemukan kotoran tikus
b. Pola tikus
c. Jejak tikus
d. Sisa makanan tikus
e. Bekas gigitan tikus
3. Berikut ini adalah cara menentukan jenis pinjal kucing..
a. Ada tidaknya comb

b. Ada tidaknya pronotal comb


c. Comb nya tidak sama panjang
d. Comb nya sama panjang
e. Tidak memiliki pronotal comb dan comb
4. Berikut ini adalah vektor penyakit PES
a. Tikus
b. Yersinia pestis
c. Pinjal
d. Kutu
e. Pinjal dan tikus

RANGKUMAN

REFERENSI

Almubarak, Aqil. 2019. Bionomik Tikus Dan Pola Hidup Tikus. Semarang

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan


Lingkungan. Pedoman Diagnosa Penatalaksanaan Kasus Penanggulangan Leptospirosis di
Indonesia. Jakarta, 2008.

Direktorat Jendrral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan


RI. Petunjuk Teknis Pengendalian Pes. Jakarta, 2014

Ririh Yudhiastuti,Tahun 2011. Pengendalian Vektor dan Rodent, Surabaya, Pustaka Melati

Sucipto,Cecep Dani. Vektor Penyakit Tropis. Pontianak,2011.

Pertemuan : 5 dan 6

Peranan Vektor dan Mekanisme Penularan Penyakit Melalui 2, 3 dan 4 Faktor Hidup

JUDUL MATERI
Peranan Vektor dan Mekanisme Penularan Penyakit Melalui 2,3 dan 4 Faktor Hidup
TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti materi mahasiswa diharapkan memahami peranan vector dan mekanisme
penularan penyakit melalui 2, 3 dan 4 faktor hidup
TUJUAN KHUSUS
1. Memahami mekanisme penularan penyakit melalui 2 faktor hidup
2. Memahami mekanisme penularan penyakit melalui 3 faktor hidup
3. Memahami mekanisme penularan penyakit melalui 3 faktor hidup

POKOK - POKOK MATERI DAN URAIAN MATERI YANG DIAJARKAN


1. Penyakit yang disesbabkan oleh serangga langsung pada manusia yang melibatkan 2
faktor kehidupan
Keadaan ini sering diakibatkan oleh pengaruh langsung dari serangga pada manusia
, bukan karena virus bacteria, protozoa fungia yang biasanya sebagai penyebab suatu
penyakit . pengaruh-pengaruh tersebut bisa berupa entomofogia, infestasi, penggigit pada
manusia, menyengat, alergi dan lain sebagainya.
Dalam hal ini termasuk kelainan yang terjadi disebabkan secar langsung oleh arthropoda
(serangga) itu sendiri dan dan bukan oleh bakteri, virus, protozoa, cacing dan fungi yang
dibawa oleh serangga.

2. Penyakit yang disesbabkan oleh serangga langsung pada manusia yang melibatkan 3
faktor kehidupan
Dalam penyakit ini terdapat vektor yaitu arthropoda yang membawa parasit atau
organisme penyebab sakit dari satu host ke host lain.
Penyakit dengan 3 faktor hidup : Manusia - Vektor (arthropoda) – parasit
Dalam penyakit ini terdapat vektor yaitu arthropoda yang membawa parasit atau organisme
penyebab sakit dari satu host ke host lain . Vechicle misalnya udara,air,makanan berperan
menyebarkan penyakit melalui udara,air, dan makanan.Penyakit – penyakit yang
disebabkan oleh vektor ada bermacam macam komplesitas dan cara penyebaran . Para ahli
biology membaginya dalam dua kelompok
- Penyakit yang disebarkan secara mekanik
- Penyakit yang disebarkan secara biologi

Penyebaran Secara Mekanik


Penyebaran mekanik terjadi bilamana serangga membawa mikroorganisme pada
kakinya ,bulu atau lain lain permukaan bagian luar serangga dari sumbernya,dibawa ke
makanan atau tubuh manusia ,misalnya disentri ,thypus abdominalis atau cholera. Dalam
hal ini lalat atau musca domestica mempunyai peranan yang sangat penting,demikian pula
kecoa.

3. Penyakit dngan empat faktor hidup : Manusia- vektor-anthropoda-parasit-reservior


Penyakit yang dikenal sebagai penyakit zoonosis yaitu penyakit yang terdapat pada
binatang yang dapat ditularkan pada manusia. Manusia mendapatkan penyakit tersebut
karena kontak dengan arthropoda yang biasanya menghisap darah binatang liar.Biasanya
manusia merupakan rantai terakhir dalam sistem rantai penularan penyakit,misalnya
encphalitis yang ditularkan melalui nyamuk.Misalnya dalam yellow fever secara
epidimiologi kita mengenal :
 Urban yellow fever dimana manjusia sebagai host vertebrata dan aeses aegypti
sebagai vector
 Jungle yellow fever dimana kera sebagai host normal dan nyamuk liar
memindahkan virus dari satu kera ke kera lain dan biasanya secara kebetulan
menindahkan virus ke manusia.
Pada beberapa tick,mite,borne disease,misalnya thypus ,encephalitis,tularemia,relapsing
fever dan scrub thypus,parasit penyebab penyakit disampaikan dalam bentuk telur dari
induk yang telah terinfeksi ke generasi berikutnya. Hal demikian ini disebut transmission
dari kuman pathogen . Dalam hal demikian sukar untuk menentukan apakah arthropoda
sebagai reservoir,vektor atau keduanya . Dengan banyaknya penyakit ini serta penyebaran
yang begitu luas dan populasi manusia yang bila dibandingkan dengan serangga relativ
kecil,maka sulitlah pemberantasan penyakit ini.Sekarang yang sedang diselidiki dibanyak
negara : vaksinasi pada yellow fever,pakaian pelindumng pada tick borne diese,repellents
pada scrub thypus dan leishamniasis.Untuk menekan penyebaran penyakit tersebut .

Mekanisme Penularan Penyakit Melibatkan 4 Faktor Hidup


Transmission dari kuman pathogen. Dalam hal ini sukar untuk menentukan apakah
arthropoda sebagai reservoir, vektor atau kedua-duanya. Dengan banyaknya penyakit ini,
serta penyebaran yang begitu luas dan populasi manusia yang bila dibanding dengan
serangga relative kecil, maka sulitlah pemberantasan ini. Sekarang yang sedang diselidiki
dibanyak negara adalah : vaksinasi pada yellow fever, pakaian pelindung pada tick born
disease, repellent pada scrub typhus dan leishamniasis. Untuk menekan penyebaran
penyakit tersebut.
Zoonosis adalah penyakit pada binatang yang memungkinkan ditularkan ke
manusia. Manusia biasanya suatu keadaan yang luar biasa dan penyakit tersebut berakhir
disitu sebagai host kedua dengan host utama.
Vektor adalah hewan avertebrata yang bertindak sebagai penular penyebab penyakit
(agen) dari host pejamu yang sakit ke pejamu lain yang rentan. Vektor digolongkan menjadi
2 (dua) yaitu vektor mekanik dan vektor biologik. Vektor ·mekanik yaitu hewan avertebrata
yang menularkan penyakit tanpa agen tersebut mengalami perubahan, sedangkan dalam
vektor biologik agen mengalami perkembangbiakan atau pertumbuhan dari satu tahap ke
tahap yang lebih lanjut. Contoh Aedes aegypti bertindak sebagai vektor demam berdarah.
Vektor adalah setiap makhluk hidup selain manusia yang membawa penyakit
(carrier) yang menyebarkan dan menjalani proses penularan penyakit, misalnya lalat, kutu,
nyamuk, hewan kecil seperti mencit, tikus, atau hewan pengerat lain. Vektor menyebarkan
agen dari manusia atau hewan yang terinfeksi ke manusia atau hewan lain yang rentan
melalui kotoran, gigitan, dan cairan tubuhnya, atau secara tidak langsung melalui
kontaminasi pada makanan.

Reservoir adalah manusia, hewan, tumbuhan, tanah, atau zat organik (seperti tinja
dan makanan) yang menjadi tempat tumbuh dan berkembang biak agen. Sewaktu agen
berkembang biak dalam reservoir, mereka melakukann sedemikian rupa sehingga penyakit
dapat ditularkan pada pejamu yang rentan. Reservoir host adalah hewan vertebrata yang
merupakan sumber pembawa agen, sehingga penyakit tersebut dapat terjadi secara lestari
atau berkesinambungan tanpa hewan tersebut menunjukkan gejala klinik atau gejala
penyakit bersifat ringan. Contoh : babi, sapi, domba merupakan reservoir dari virus
Japanese encephalitis.
Definisi vektor dan reservoir sebagai berikut : "Vektor adalah serangga atau hewan
lain yang biasanya membawa kuman penyakit yang merupakan suatu resiko bagi kesehatan
masyarakat. Reservoir adalah hewan, tumbuhan atau benda dimana bibit penyakit biasanya
hidup". Sumber penularan atau reservoir ini dapat merupakan resiko bagi kesehatan
masyarakat.
Pengertian yang bisa mencakup beberapa konsep diatas, bahwa vektor adalah
golongan arthropoda atau binatang yang tidak bertulang belakang lainnya (avertebrata)
yang dapat memindahkan penyakit dari satu sumber/reservoir ke pejamu potensial. Pada
penularan penyakit melalui vektor secara mekanik, maka agen dapat berasal dari tinja, urine
maupun sputum penderita hanya melekat pada bagian tubuh vektor dan kemudian dapat
dipindahkan pada makanan atau minuman pada waktu hinggap/menyerap makanan
tersebut. Contoh : lalat merupakan vektor mekanik penyakit diare. Adapun pada penularan
penyakit melalui vektor secara biologis, agen harus masuk ke dalam tubuh vektor melalui
gigitan ataupun melalui keturunannya. Selama dalam tubuh vektor, agen berkembang biak
atau hanya mengalami perubahan morfologis saja, sampai pada akhirnya menjadi bentuk
yang infektif melalui gigitan, tinja atau cara lain untuk berpindah ke pejamu potensial.
Contoh : Culex quinquefasciatus merupakan vektor penyakit kaki gajah (filaria).
Reservoir bisa berupa hewan, tumbuhan, manusia serta sumber-sumber lingkungan
lainnya, dimana agen biasanya hidup secara normal dan berkembangbiak. Reservoir
merupakan pusat penyakit menular, karena reservoir adalah komponen utama dari
lingkungan penularan dimana agen meneruskan dan mempertahankan hidupnya, dan juga
sekaligus sebagai pusat/sumber penularan dalam suatu lingkungan penularan. Adapun
reservoir khusus dilihat dari agen adalah mereka yang sesuai dengan lingkaran hidup agen
tersebut secara alamiah.
Dengan diketahuinya vektor dan reservoir suatu penyakit, maka diharapkan
pengendalian penyakit bersumber binatang bisa lebih terarah. Misalnya filaria yang
disebabkan oleh cacing. Diantara 3 jenis cacing filaria yang ada di Indonesia, hanya brugia
malayi tipe subperiodik nokturna dan non periodik yang juga ditemukan pada lutung
(Presbytis cristatus), kera (macaca fascicularis) dan kucing (felis catus) yang dapat
merupakan sumber infeksi pada manusia. Brugia malayi tipe sub periodik nokturna
umumnya ditemukan di daerah rawa-rawa, sedangkan brugia malayi non periodik
ditemukan di hutan. Adanya hospes reservoir akan lebih menyulitkan program
pemberantasan karena keterbatasan kemampuan untuk mengatasi keberadaan hospes
reservoir sebagai sumber penyakit. Untuk itu, perlu perhatian lebih dari pengelolaan
program di daerah yang mempunyai masalah penyakit yang mempunyai vektor dan
reservoir.

RANGKUMAN

LATIHAN SOAL
1. Sengatan kalajengking merupakan salah satu contoh mekanisme penularan penyakit
yang melibatkan
a. Tiga factor hidup
b. Dua factor hidup
c. Empat factor hidup
d. Jawaban diatas salah semua
e. Jawaban diatas benar semua
2. Mekanisme penularan penyakit PES melibatkan binatang mengeras (tikus) peranan
tikus dalam kasus ini adalah
a. Sebagai induk semang
b. Sebagai vektor
c. Sebagai perantara
d. Sebagai penyebab langsung
e. Jawaban diatas salah semua
3. Berikut ini adalahsalah satu contoh mekanisme penularan penyakit yang melibatkan
empat factor kehidupan
a. Malaria
b. DBD
c. Chikungnya
d. Miasis
e. PES

REFERENSI

Permenkes RI Nomor 50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Pembawa Penyakit serta
Pengendaliannya
Pertemuan :7 dan 8

Macam Penyakit Yang Ditularkan Melalui Tular Vektor

JUDUL MATERI
Macam Penyakit Yang Ditularkan Melalui Tular Vektor
TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti materi mahasiswa dapat memahami macam penyakit yang ditularkan melalui
tular vektor
TUJUAN KHUSUS
1. Memahami macam penyakit yang ditularkan oleh tular vektor lalat (diare)
2. Memahami macam penyakit yang ditularkan oleh tular vektor aedes (DBD)
3. Memahami macam penyakit yang ditularkan oleh tular vektor tikus (leptospirosis)

POKOK - POKOK MATERI DAN URAIAN MATERI YANG DIAJARKAN


1. Penyakit Diare
Macam- macam penyakit yang ditularkan melalui tular vektor lalat sebagai vektor
mekanik diantaranya dalah diare tipoid disentri kolare dan lain sebagainya.
Peranan lalat dalam penularan penyakit khususnya saluran pencernaan bertindak sebagai
penularan mekanik melalui permukaan tubuhnya baik pada rambut tubuh, kaki, sayap dan
permukaan anggota tubuh lainnya.

Penyebab penyakit diare


Salah satu contoh penyakit yang ditularkan secara mekanik oleh lalat rumah (musca
domestica) adalah penyakit diare yang disebabkan oleh sigella.spp. adapun mekanisme
gejala penyakit ini adalah sakit perut, badan lemas, ada gangguan pencernaan, nafsu makan
berkurang, dan keringat dingin
Mekanisme Penyakit Diare
Mekanisme penularan ini pertama yaitu peranan lalat rumah yang mempunyai
kebiasaan hinggap dan berkembang biakmpada tempat yang kotor misalnya tinjamanusia,
tinja kotoran hewan, tempat sampah dan tempa kotor lainnya. Bibit penyakit ditularkan
melalui anggota tubuh lalat dipndahkan ke makanan dan minman, sehingga makanan
terkontamninasi oleh bakteri penyebab sakit dimakan oleh manusia sehingga manusia
menjadi sakit

2. Penyakit DBD
Nyamuk Aedes adalah spesies nyamuk yang berendemik di daerah beriklim tropis
dan subtropis di seluruh dunia. Nyamuk ini diperkirakan mencapai 950 spesies dan tersebar
diseluruh dunia. Distribusi Aedes dibatasi dengan ketinggian wilayah kurang dari 1000
meter di atas permukaan air laut (WHO, 2004). Nama Aedes berasal dari bahasa Yunani
yang memiliki arti "tidak menyenangkan", karena nyamuk ini menyebarkan beberapa
penyakit berbahaya seperti demam berdarah (DBD) dan demam kuning.
Aedes aegypti dikenal dengan sebutan black white mosquito atau tiger mosquito
karena tubuhnya memiliki garis-garis dan bercak-bercak putih keperakan di atas dasar
warna hitam. Sedangkan yang menjadi ciri khas utamanya adalah ada dua garis lengkung
yang berwarna putih keperakan di kedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar di garis
median dari punggungnya yang berwarna dasar hitam (Achmadi, 2011). Di Indonesia,
nyamuk ini sering disebut sebagai salah satu dari nyamuknyamuk rumah (Soegijanto,
2006).
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada
bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan
tunlbuhan atan sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap
darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya
nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi
(pukul 9.00-10.00) sampai petang hari (16.00-17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasan
mengisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah.
Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit. Setelah
mengisap darah , nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau diluar runlah. Tempat
hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang
agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya
nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat perkembangbiakan, sedikit
diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari
setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk
dewasa (Siregar, 2004).

Mekanisme Penyakit DBD


Mekanisme penularan DBD memiliki tiga faktor yang memegang peranan pada
penularan infeksi virus Dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Dijelaskan
bahwa cara penularan dimulai dari seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus
Dengue yang merupakan sumber penular DBD. Bila penderita DBD digigit nyamuk penular,
maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya
virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk, termasuk
di dalam kelenjar liurnya. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak
dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali
kepada manusia pada saat gigitan selanjutnya.
Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian
transmission). Sekali virus masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk
tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Masa inkubasi ekstrinsik
(di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari, sedangkan inkubasi intrinsik
(dalam tubuh manusia) berkisar antara 4-6 hari dan di ikuti dengan respon imun
(Hadinegoro, 2004).
Virus-virus Dengue ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang
terinfeksi, terutama Aedes aegypti. Bila terinfeksi, nyamuk akan tetap terinfeksi sepanjang
hidupnya, menularkan virus ke individu selama menggigit dan menghisap darah. Nyamuk
Aedes betina biasanya akan terinfeksi virus Dengue saat menghisap darah dari penderita
yang berada dalam fase demam akut penyakit. Setelah masa inkubasi ekstrinsik selama 8
sampai 10 hari, kelenjar air liur nyamuk menjadi terinfeksi dan virus disebarkan ketika
nyamuk yang infektif menggigit dan menginjeksikan air liur ke luka gigitan pada orang
lain. Setelah masa inkubasi pada tubuh manusia selama 3-14 hari, sering kali muncul gejala
mendadak dari penyakit ini, yang ditandai dengan demam, sakit kepala, mialgia, hilang
nafsu makan, dan berbagai tanda serta gejala nonspesifik lainnya termasuk mual, muntah,
dan ruam kulit.
Viremia biasanya terjadi pada saat atau tepat sebelum gejala dan akan berlangsung
selama rata-rata lima hari setelah gejala dari penyakit. Ini merupakan masa yang sangat
kritis karena pasien berada pada tahap yang paling infektif untuk nyamuk vektor ini dan
akan berkontribusi dalam mempertahankan siklus penularan jika pasien tidak dilindungi
dari gigitan nyamuk (WHO, 2005).

3. Penyakit Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit zoonosa yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang
berbentuk spiral dari zenus leptospira yang pathogen, menyerang hewan dan manusia.
Definisi penyakit zoonosa adalah penyakit yang secara alami dapat dipindahkan dari hewan
vertebrata ke manusia atau sebaliknya. Dari aspek penyebabnya leptospirosis adalah bakteri
zoonosis. Dari aspek transmisinya leptospirosis merupakan salah satu direct zoonoses (host
to host transmicion) karena penularannya hanya memerlukan satu vertebrata saja. Penyakit
ini bebas berkembang dialam diantara hewan baik liar maupun domestic dan manusia
merupakan infeksi terminal. Dari aspek ini penyakit tersebut golongan antrophozoonoses,
karena manusia merupakan “death end” infeksi. Penyakit ini bersifat musiman didaerah
yang beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur
karena temperature adalah factor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptospira
sedangkan didaerah tropis insidens tertinggi terjadi selama musim hujan.

Penyebab penyakit leptospirosis


Bakteri leptospira yang menginfeksi hewan tikus sebagai inang atau hostnya
(termasuk penyakit zoonosis). Bakteri tersebut ditularkan melalui kencing tikus yang masuk
ketubuh manusia melalui selaput lendir, mata, hidung, kulit lecet dan melalui makanan yang
dimakan.

Mekanisme penularan penyakt leptospira


Manusia terinfeksi oleh leptospira melalui kontak dengan air, tanah, tanaman yang
telah dikotori oleh air seni dari hewan-hewan penderita leptospirosis. Bakteri leptospira
masuk ketubuh melalui selaput lendir (mukosa) mata, hidung atau kulit yang lecet dan
kadang-kadang melalui saluran pencernaan dari makanan yang terkontaminasi urin tikus
yang terinfeksi leptospira.

Gejala penyakit leptospira


Demam mendadak lebih dari 38 Celcius, tubuh melemah, mata merah sakit kepala
disertai menggigil, terdapat kekuningan pada kulit dan nyeri otot. Tanda fisik timbul pada
hari ke 4 atau ke 4.

Pencegahan
a. Pastikan air aman untuk diminum dengan cara merebus air hingga matang, terutama
jika air diambil dari sumber yang dapat terkontaminasi urin hewan atau limpahan air
banjir

b. Tutup luka atau lecet pada kulit dengan perban atau penutup yang kedap air

c. Hindari menelan berenang atau mandi di air banjir atau sumber air pada apapun
yang mungkin terkontaminasi urin hewan atau limpahan air banjir

d. Kenakan pakaian pelindung air atau sepatu boot diarea banjir atau tanah yang
mungkin terkontaminasi kencing hewan

e. Hindari mengonsumsi makanan yang mungkin sudah bersentuhan dengan tikus

LATIHAN SOAL

1. Penyakit dbd ditularkan melalui gigitan nyamuk genus aedes, penyakit ini disebabkan oleh

a. Virus dengue

b. Demodex

c. cacing filariasis

d. Plasmodium

e. Shigella

2. Gejala DBD sebagai berikut:


a. Demam mendadak tanpa sebab selama 2-7 hari
b. Masa inkubasi selama 14 hari dan batuk berdarah
c. Batuk, flu, mual
d. Demam tanpa disertai sakit kepala
e. Demam disertai sakit kepala
3. Penyakit diare ditularkan melalui serangga lalat dengan mekanisme penularan secara :
a. Biologi
b. Fisik
c. Mekanik
d. Kimiawi
e. Jawaban diatas benar

4. Penyebab penyakit leptospirosis disebabkan oleh bakteri leptopsira yang hidup didalam
organ tubuh tikus :
a. Hati
f. Ginjal
g. Usus
h. Paru
i. Jantung

REFERENSI

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan


Lingkungan, 2005 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Demam Dengue di
Indonesia.

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan


Lingkungan. Pedoman Diagnosa Penatalaksanaan Kasus Penanggulangan Leptospirosis di
Indonesia. Jakarta, 2008.

Warodjo. Insect Rodent Control. Surabaya, 1996.

Soeharsono, Zoonosis penyakit menular dari hewan ke manusia volume 2, Penerbit Kasinius
2005

Sucipto,Cecep Dani. Vektor Penyakit Tropis. Pontianak,2011.

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan


Lingkungan. Pedoman Diagnosa Penatalaksanaan Kasus Penanggulangan Leptospirosis di
Indonesia. Jakarta, 2008.
.

Pertemuan : 9 dan10

Metode Sampling Vektor Penyakit dan Binatang Pembawa Penyakit


JUDUL MATERI
Metode Sampling Vektor Penyakit dan Binatang Pembawa Penyakit

TUJUAN UMUM
Setelah memahami materi mahasiswa metode sampling vektor penyakit dan binatang pembawa
penyakit

TUJUAN KHUSUS
1. Memahami metode sampling vektor penyakit
2. Memahami survey binatang pembawa penyakit

POKOK-POKOK MATERI DAN URAIAN MATERI YANG DIAJARKAN


Metode Sampling Vektor Penyakit
Teknik sampling dalam survei vektor penyakit ada beberapa pilihan dapat digunakan
diantaranya adalah :
a. Stratified Random Sampling
Metode sampling ini digunakan didasarkan pada strata endemisitas penyakitnya
,misal daerah yang kasusnya tinggi, sedang, rendah dan tidak ada kasus, semuanya
diambil /dipilih sebagai sampel
b. Sistematic sampling
Setiap rumah yang akan diperikasa diseluruh masyarakat atau dengan cara transect
linier. Sebagai contoh jika sampel sebesar 5 % dari rumah yang akan diperiksa maka
setiap rumah yang ke 20 perlu diperiksa. Cara ini merupakan cara pemilihan praktis
untuk penilaian cepat populasi, vektor,terutama untuk daerah yang tidak ada sistem
penomeran rumah
c. Simpel Random Sampling
Rumah-rumah yang akan diperiksa didapatkan dari suatu angka random pada buku
statistik, kalkulator atau komputer, ini merupakan proses yang banyak memerlukan
tenaga , karena harus ada peta-peta rumah secara rinci, daftar alamat jalan
merupakan sesuatu persyaratan untuk diidentifikasi rumah-rumah yang terpilih
menjadi sampel

1) Teknik sampling telur aedes


Teknik sampling tekur aedes pada prinsipnya dapat dilakukan minimal jumlah
rumah 80. Masing-masing rumah dipasang 2 ovitrap, 1 dipasang didalam rumah dan satu
lagi dipasang diluar rumah. Masing-masing ovitrap dipasang selama 7 hari. Pada hari ke 6
dilakukan pemeriksaan ada tidaknya telur yang terperangkap. Ovitrap yang positif telur
dilakukan pemeriksaan dilaboratorium dengan menggunakan mikroskop untuk memastikan
jenis telur yang terpengakap apakah betul nyamuk aedes. Untuk selanjutnya dilakukan
perhitungan kepadatan telur (ovitrap indeks)

2) Teknik sampling larva aedes


Metode survey jentik aedes ada 2 cara yaitu single larva method dan visual untuk
penggunaan metode single larva method setiap survey wajib dilakukan pengambilan satu
jentik pada kontener yang positif untuk dilakukan identifikasi dilaboratorium. Selanjutnya
dilakukan penhitungan kepadatan jentik dengan menggunakan table density figure (standart
WHO). Sedangkan metode visual tidak diwajibkan menggambil jentik hanya pengamatan
ada tidak nya jentik pada setiap kontener yang diperiksa. Untuk menghitung kepadatan
metode ini menggunakan angka bebas jentik (ABJ)
3) Teknik sampling nyamuk dewasa
Metode penangkapan nyamuk umpan badan dilakukan semalam suntuk (12 jam)
untuk mengetahui tingkap kepadatan nyamuk yang menggigit manusia dihitung
menggunakan rumus Man Bitting Rate (MBR)

4) Teknik Sampling Binatang Pembawa Penyakit (Tikus)


a. Untuk daerah focus
Survey dilakukan sepanjang tahun satu kali sebulan selama5 hari berturut turut
b. Untuk Daerah terancam
Survey dilakukan secar periodic empat kali dalam satu tahun selama 5 hari berturut
turut atau dua minggu sekali bila ada kasus
c. Untuk Daerah Bekas Focus PES
Pengamatan dilakukan satu tahunseklai atau dua tahun seklai selama lima hari
berturut turut bila ditemukan tikus mati bukan dibunuh dan dilakukan secra spot
survey.

Teknik penangkapan atau trapping tikus


Kegiatan pengamatan binatang mengerat (tikus ) dilakukan dengan trapping/penangkapan
tikus dengan menggunakan trapping hidup sebanyak 1000 buah yang dipasang diluar
maupun didalamrumah selam lima hari berturut-turut.
a. Untuk daerah yang mempunyai hutan trapping dilakukan dalam rumah 30 %,
dikebun 30% dan di hutan40%
b. daerah yangtidak memiliki hutan 40 % di dalam rumah, 60% di luar rumah

RANGKUMAN

Tikus merupakan salah satu binatang perusak dan vektor penyakit pesTikus merupakan
mamalia yang masuk dalam suku Muridae, Spesies yang sering dikenal adalah mencit
(Musssp), Tikus got (Rattus Norvegicus), Tikus Rumah (Rattus Rattus), tikus sawah (Rattus
argentiverter), wirok (bandicota sp), dan curut/celurut (shrew).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Simple Random Sampling, yaitu
pengambilan sampel dengan cara acak sehingga setiap satuan sampling yang ada dalam
populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih ke dalam sampel. Langkah-langkah
dalam penentuan sampel sebagai berikut: langkah lpertama memilih tikus putih sebagai
populasi. Langkah kedua dari populasi tikus tersebut diambil secara acak untuk dijadikan
sebagai sampel kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

LATIHAN SOAL
Setiap rumah yang akan diperikasa diseluruh masyarakat atau dengan cara transect linier. Sebagai
contoh jika sampel sebesar 5 % dari rumah yang akan diperiksa maka setiap rumah yang ke 20
perlu diperiksa.
Perrtanyaan diatas merupakan teknik sampling
a. stratified random sampling
b. sistematik sampling
c. simple random sampling
d. sistematik random sampling
e. stratified
Teknik sampling telur aedes pada prinsipnya dapat dilakukan minimal jumlah
a. 50 rumah
b. 10 rumah
c. 25 rumah
d. 75 rumah
e. 80 rumah

REFERENSI

Csuros, M. Environmental Sampling and Analysis for Technicians, Lewis Publishers,


L835, ISBN 0-87371-835-6.

Anwar Hadi, Prinsip Pengambilan Sampel Lingkungan, 2005, Jakarta Widodo,


Hendra, 2013. Parasitologi Kedokteran. D-Medika, Yogyakarta
Pertemuan : 11 & 12

Teknik Konfirmasi Vektor

JUDUL MATERI
Teknik Konfimasi Vektor
TUJUAN UMUM
Memahami teknik konfirmasi vector
TUJUAN KHUSUS
1. Memahami prosedur pemeriksaan kondisi perut nyamuk
2. Memahami prosedur pemeriksaan atau pembedahan kelenjar liur nyamuk
3. Memahami prosedur pembedahan ovarium nyamuk
4. Memahami prosedur penentuan umur nyamuk (delatasi)
5. Memahami prosedur pengiriman specimen
POKOK-POKOK MATERI DAN URAIAN MATERI YANG DIAJARKAN
1. Teknik konfirmasi vector
Dalam penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, Pemerintah
Pusat bertanggung jawab melakukan pengamatan dan penyelidikan Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit dalam rangka konfirmasi:
a. Status kevektoran
Penentuan status kevektoran adalah kegiatan untuk mengetahui atau menentukan
apakah spesies tertentu merupakan Vektor atau bukan Vektor yang dapat berbeda
pada masing-masing wilayah. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara
pembedahan maupun pemeriksaan laboratorium, dengan tujuan untuk melihat dan
menganalisis ada tidaknya agen penyebab penyakit (virus, parasit, bakteri, dan agen
lainnya) di dalam tubuh spesies tertentu tersebut. Jika ditemukan agen penyebab
penyakit pada spesies tertentu maka status kevektorannya positif. Penentuan status
kevektoran dapat dilakukan pada stadium pradewasa untuk jenis virus yang
ditularkan dengan cara penularan melalui telur (ovarial transmission) maupun
stadium dewasa. Penentuan status kevektoran di laboratorium dilakukan oleh
lembaga/laboratorium yang menyelenggarakan fungsi pemeriksaan bidang
entomologi.
b. Bioekologi
Kegiatan pengamatan bioekologi dilakukan secara rutin untuk pemantauan
wilayah setempat (PWS) yang meliputi kegiatan siklus hidup, morfologi, anatomi,
perilaku, kepadatan, habitat perkembangbiakan, serta musuh alami Vektor nyamuk.
Kegiatan pengamatan bioekologi yang dilaksanakan dalam rangka pengendalian
Vektor nyamuk adalah sebatas pada pengamatan Bionomik nyamuk. Hasil
pengamatan untuk mengetahui gambaran situasi dan kondisi Vektor nyamuk pada
suatu wilayah tertentu.
c. Genetika
Metode genetika untuk mendeteksi keberadaan gen resisten dan memastikan
kejadian resisten genetik (mutasi genetik).
d. Efikasi pestisida
Efikasi adalah kekuatan pestisida atau daya bunuh pestisida yang digunakan untuk
Pengendalian Vektor dewasa dan pradewasa serta Binatang Pembawa Penyakit.
Penentuan efikasi pestisida berdasarkan pemeriksaan/pengujian efikasi. Pestisida
dinyatakan efektif apabila dapat membunuh 80% atau lebih serangga/hewan
sasaran. Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung cara aplikasi dan penggunaan
pestisida agar diketahui efektifitas pestisida yang digunakan.
e. Kerentanan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
Pemantauan dan evaluasi kerentanan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
untuk mengetahui populasi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit tidak bisa
bertahan hidup terhadap paparan dosis pestisida yang normal (rentan) atau bisa
bertahan hidup terhadap paparan dosis pestisida yang normal (resisten). Penentuan
status kerentanan didapat berdasarkan hasil pengujian metode bioassay
menggunakan impregnated paper sesuai standar, maupun melalui pemeriksaan
biomolekuler. Apabila Vektor dan/atau Binatang Pembawa Penyakit dinyatakan
rentan maka pestisida masih boleh/tetap dipakai untuk pengendalian Vektor
dan/atau Binatang Pembawa Penyakit tersebut.
2. Pemeriksaan pakan darah
Uji presipitin (Precipitin Test) adalah suatu uji untuk mengetahui jenis darah yang
terkandung di dalam lambung nyamuk. Darah yang berwarna merah di dalam lambung
nyamuk bukan merupakan darah nyamuk yang bersangkutan, tetapi darah yang berasal dari
organisme lain yang dihisap (digigit). Darah yang terkandung dalam lambung nyamuk ini
perlu diuji atau diperiksa, untuk mengetahui macam/jenis darah tersebut.
Data hasil uji presipitin sangat penting untuk diketahui, oleh karena besar/kecilnya
indeks darah orang (Human Blood Index) dari hasil pemeriksaan merupakan salah satu
parameter utama untuk menghitung besarnya kapasitas vektorial dari nyamuk bersangkutan
kaitannya dengan penularan penyakit malaria. Kecuali untuk mendapatkan gambaran
tentang kapasitas vektorial, dari hasil uji presipitin kesenangan nyamuk akan sumber darah
dapat diketahui. Dilihat dari besarnya indeks darah orang (Human Blood Index) nyamuk
dapat dibedakan menjadi antrofilik atau zoofilik. Adanya darah manusia dalam pakan darah
nyamuk merupakan ciri dari nyamuk yang memiliki kesukaan menggigit hospes manusia
(antropofilik). Sifat antropofilik nyamuk adalah salah satu indikator dalam penilaian
kompetensi vektorial untuk menilai vektor yang efektif dan efisien

3. Pembedahan Ovarium nyamuk


Struktur umur nyamuk dinyatakan dalam perubahan system reproduksi nyamuk
betina dengan mengikuti selesainya siklus gonotropik. Untuk mengetahui umur relative
suatu vektor (nyamuk) adalah dengan tingkat dilatasi pada saluran telur (pedikulus) atau
dengan melihat parousitas (parity rate) yang dapat dilakukan dengan pembedahan ovarium
nyamuk. (Depkes, 2002).
Pembedahan ovarium untuk mengetahui “persen parous” dari populasi vektor.
Angka ini dikombinasikan dengan kepadatan nyamuk yang ditangkap dengan umpan orang
(jumlah nyamuk ditangkap per orang per malam) merupakan parameter untuk mengetahui
besar/kecilnya penularan yang berlangsung. Kepadatan tinggi dengan persen parous tinggi
menerangkan penularan masih berlangsung. Sedangkan kepadatan tinggi/rendah dengan
persen parous rendah, menerangkan bahwa penularan telah terhenti. Persen parous lebih
dari 6% tergolong rendah. (Nurmaini, 2001).
Prosedur pembedahan perut nyamuk :
a. Nyamuk yang akan dibedah diletakkan di atas kaca benda yang telah ditetesi akhir
bagian atas perut nyamuk berada di sebelah kanan.
b. Tangan kiri memegang jarum seksi dan ditusukkan ke bagian dada nyamuk untuk
menahan tubuh nyamuk agar tidak bergerak.
c. Tangan kanan memegang jarum seksi. Dengan menggunakan tangan kanan kedua
sisi ujung perut ke VII dirobek sedikit.
d. Selanjutnya sisi abdomen (ruas perut terakhir) ditarik perlahan-lahan ke belakang
karena sifat organg yang dibedah sangat elastis/kenyal. Hentikan sejenak dan tarik
lagi perlahan-lahan sampai indung telur keluar.
e. Periksa kandung telur dan sisi perut lainnya.

Pembedahan kelenjar air liur adalah salah satu cara untuk mengkonfirmasi
vektor. Bila terbukti suatu spesies nyamuk Anopheles mengandung sporozite dalam
kelenjar air liurnya, maka hal itu merupakan indikasi bahwa spesies anopheles yang
bersangkutan merupakan vektor malaria namun untuk kepastiannya diperlukan
beberapa kali pembedahan dan menunjukkan hasil yang sama.
1. Menghitung Sporozoite Rate
Untuk menghitung Sporozoite Rate digunakan rumus :

Contoh :
- Jumlah nyamuk yang dibedah kelenjar air liurnya = 3166
- Jumlah nyamuk “X” yang mengandung Sporozoite = 5

Maka Sporozoite Rate : x 100% = 0116%

2. Membedakan Nulliparous dan Parous


Untuk membedakan nulliparous dan parous perlu :
a. Digunakan mikroskop dengan pembesaran objektif 10 kali atau 40 kali
b. Periksan secara teliti bagian-bagian kandung telur
c. Bila dalam pemeriksaan terlihat bahwa ujung trachela masih menggulung, berarti
nyamuk belum pernah bertelur atau istilahnya nulliparous
d. Bila ujung trachela membuka/tidak menggulung, berarti bahwa nyamuk sudah
pernah telur dengan istilah parous.
3. Menghitung Parity – Rate
Menghitung parity – rate untuk digunakan rumus sebagai berikut :

Parity – Rate =

4. Penentuan perut nyamuk


1. Kondisi Perut Nyamuk
a. Perut kosong (unfed)

b. Perut berisih darah baru (freshlyfed)

c. Perut berisi darah lama (lage stage fed)

d. Setengah perut berisi telur (half gravid)

e. Dua per tiga dari perut berisi telur (sub gravid)

f. Seluruh prut berisi telur (gravid)


Kondisi perut nyamuk betina berangsur-angsur mengalami perkembangan yaitu
mulai dari blood fed menjadi setengah gravid (half gravid) hingga menjadi gravid dan
siap bertelur. Berdasarkan pengamatan waktu yang dibutuhkan menjadi gravid kurang
lebih 48 jam, pada saat gravid kondisi perut dari nyamuk betina terlihat berwarna
keputihan/pucat.

RANGKUMAN

Dalam penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, Pemerintah


Pusat bertanggung jawab melakukan pengamatan dan penyelidikan Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit dalam rangka konfirmasi: Status kevektoran, bioekologi, genetika, efikasi pestisida,
kerentanan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.
Kondisi perut nyamuk betina berangsur-angsur mengalami perkembangan yaitu mulai dari
blood fed menjadi setengah gravid (half gravid) hingga menjadi gravid dan siap bertelur.
Berdasarkan pengamatan waktu yang dibutuhkan menjadi gravid kurang lebih 48 jam, pada saat
gravid kondisi perut dari nyamuk betina terlihat berwarna keputihan/pucat.

Umur populasi dari nyamuk (parrousitas) dapat ditentukan melalui identifikasi ovarium
nyamuk dan semakin tinggi nilai parrositas nyamuk maka semakin tinggi potensi penyebaran
nyamuk. Jika tingkat parous tinggi di suatu tempat maka potensi terjangkit penyakit malaria juga
tinggi

SOAL LATIHAN

1. Nyamuk Anopheles menjadi vektor positif penyakit malaria, apabila di dalam kelenjar
liurnya apabila apabila di didalam kelenjar liurnya didapatkan
a. Virus dengue
b. Sporozit
c. Plasmodium
d. Bakteri
e. Protozoa
2. Untuk melakukan pemeriksaan indung telur nyamuk dapat dilakukan dengan cara
pembedahan ovarium, disebut apa nyamuk yang sudah bertelur
a. Presipikin test
b. Muliparus
c. Grafit
d. Parus
e. Sub sebtibilitytest

3. Uji untuk mengetahui jenis pakan darah nyamuk disebut …

a. Suspensibility Test
b. Precipitin Test
c. Uji Bio-assay
d. Uji Kerentanan Vektor
e. Uji efikasi

4. Berikut ini genus nyamuk yang memiliki Sifat antropofilik nyamuk adalah
a. Nyamuk anopheles
b. Nyamuk aedes
c. Nyamuk mansonia
d. Nyamuk culex
e. Nyamuk armigeres

6. Apabila diketahui dalam pemeriksaan terlihat bahwa ujung trachela masih menggulung,
menunjukkan bahwa nyamuk itu…
a. Belum pernah bertelur
b. Sudah pernah bertelur
c. Membuahi
d. Terdapat makan
e. Ada kandung telur
7. Pada saat kita melakukan pembedahan perut nyamuk tidak lupa tetap mematuhi prosedur
kerja yang ada. Prosedur kerja pembedahan nyamuk tahap ke tiga adalah…
a. Nyamuk yang akan dibedah diletakkan di atas kaca benda yang telah ditetesi
akhir bagian atas perut nyamuk berada di sebelah kanan.
b. Tangan kiri memegang jarum seksi dan ditusukkan ke bagian dada nyamuk
untuk menahan tubuh nyamuk agar tidak bergerak.
c. Tangan kanan memegang jarum seksi. Dengan menggunakan tangan kanan
kedua sisi ujung perut ke VII dirobek sedikit.
d. Selanjutnya sisi abdomen (ruas perut terakhir) ditarik perlahan-lahan ke
belakang karena sifat organg yang dibedah sangat elastis/kenyal. Hentikan
sejenak dan tarik lagi perlahan-lahan sampai indung telur keluar.
e. Periksa kandung telur dan sisi perut lainnya.

REFERENSI
Iskandar , Adang.dkk.1985. Pemberantasan Serangga dan Binatang Pengganggu. Pusat Pendidikan
Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan RI

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal P 2 P Direktorat P2PTVZ subdit


Pengendalian Vektor dan BPP, Modul Entomologi Malaria Jakarta 2017.
Pertemuan : 13

Pengamatan dan Penyelidikan Vektor Penular Penyakit Malaria

JUDUL MATERI
Pengamatan dan penyelidikan vektor penular penyakit malaria
TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti materi mahasiswa dapat memahami pengamatan dan penyelidikan vektor
penular penyakit malaria
TUJUAN KHUSUS
1. Memahami penyelidikan longitudinal
2. Memahami penyelidikan sewaktu
3. Memahami penyelidikan khusus
4. Memahami penyelidikan daerah bermasalah

POKOK-POKOK MATERI DAN URAIAN MATERI YANG DIAJARKAN


1. Pengertian pengamatan dan penyelidikan vektor penyakit
Kegiatan pengamatan dan penyelidikan vektor penyakit dilakukan secara rutin untuk
pemantauan wilayah setempat (PWS) yang meliputi kegiatan siklus hidup, morfologi,
anatomi, perilaku, kepadatan, habitat perkembangbiakan, serta musuh alami vektor dan
binatang pembawa penyakit.kegiatan pengamatan vektor penyakit yang dilaksanakan dalam
rangka pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit adalah sebatas pada
pengamatan bionomik. Hasil pengamatan untuk mengetahui gambaran situasi dan kondisi
factor binatang pembawa penyakit pada suatu wilayah tertenu.
Kegiatan penyelidikan vektor pembawa penyakit dilakukan apabila ditemukan kasus baru
atau terjadi kasus peningkatan penyakit, suatu kejadian luar biasa (KLB) atau wabah
ataupun situasi matra lainnya. Kegiatan penyelidikan vektor penyakit meliputi kegiatan
pengamatan vektor dan binatang pembawa penyakit, pengamatan terhadap suspect atau
kasus dan upaya tindak lanjutnya.

2. Surveilans / penyelidikan vektor malaria


Pedoman surveilans malaria telah diatur di dalam keputusan menteri kesehatan
republik Indonesia nomor 275/MENKES/SK/III/2007. Ada salah satu aktivitas yang
penting untuk memantau adanya perubahan perkembangan dan kepadatan vektor malaria
serta perubahan lingkungan akibat aktivitas manusia, yaitu survei vektor malaria. Dikenal
ada empat macam survei, yaitu
a. Survei ini adalah data dasar yang berkaitan dengan vektor, seperti jenis fauna,
konfirmasi vektor, persebaran vektor, musim kepadatan, perilaku menghisap darah
dan istirahat. Survey ini dilakukan jika belum ada data mengenai vektor.
b. Survei longitudinal, yang dilakukan pada masa pemberantasan vektor, untuk menilai
apakah ada permasalahan operasional dan teknis. Survei ini dilaksanakan bersama
survei entomologi, seperti data kepadatan vektor, umur vektor, indeks sporozoit,
kerentanan vektor. Survei entomologi ini akan menentukan apakah penularan telah
terputus atau masih berlangsung.
c. Survei sewaktu/ spot, survei ini dilakukan untuk mengetahui daerah yang potensial
terjadi kejadian luar biasa (KLB), terdiri atas 1) survei penentuan daerah potensial
KLB, 2) survei penentuan penghentian penyemprotan, 3) survei daerah
penyemprotan bermasalah.
d. Survei intensif, hanya dilakukan pada daerah bermasalah atau terjadi KLB. Masalah
yang dimaksud aalah sudah ada kegiatan pemberantasan vektor tetapi kepadatan
vektor dan kasus tidak menurun.
Pemeriksaan larva Anopheles ada tiga macam tergantung jenis dan luas tempat perindukan,
yaitu
a. Dipping dengan cidukan (diper) bertangkai panjang dan dilakukan pada habitat
rawa, parit, sungai dan sawah,
b. Netting, yaitu seperti jaring kupu-kupu (net) berbentuk segitiga terbalik dan
ujungnya dipasang botol plastik (plastic bottle atau tube tied) untuk masuknya larva
yang ada di kolam/ danau,
c. Pipetting, yaitu mengambil larva dengan menggunakan pipet plastik jika habitatnya
di lubang atau ketiak daun.

Gambar. Koleksi larva dengan cara dipping


https://extension.entm.purdue.edu/publichealth/monitoring.html
https://www.clarke.com/filebin/images/media/closeup_of_mosquito_larvae_in_dipping_cup.jpg

Botol penyimpan larva harus disertai dengan label yang memuat informasi lokasi geografi
(GPS), tipe habitat (permanen, semi-permanen, temporary), jenis air, paparan cahaya,
keberadaan vegetasi, karakteristik air (pH, jernih, keruh, tercemar, gelap, suhu) (Williams
dan Pinto, 2012). Rata-rata kepadatan jentik/cidukan dihitung dengan rumus jumlah jentik
yang didapat dibagi jumlah cidukan yang dilakukan (Kemenkes, 2017).

Anda mungkin juga menyukai