Anda di halaman 1dari 3

PENCEGAHAN PERTUSIS

1. Pencegahan yang dilakukan secara aktif dan secara pasif:

a) Secara aktif
Dengan pemberian imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak umur 2
bulan(DPT tidak boleh dibrikan sebelum umur 6 minggu)dengan jarak 4-8 minggu.
DPT-1 deberikan pada umur 2 bulan,DPT-2 pada umur 4 bulan dan DPT-3 pada
umur 6 bulan. Ulangan DPT selanjutnya diberikan 1 tahun setelah DPT-3 yaitu
pada umur 18-24 bulan,DPT-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun. Pada umur 5
tahun harus diberikan penguat ulangan DPT. Untuk meningkatkan cakupan
imunisasi ulangan,vaksinasi DPT diberika pada awal sekolah dasar dalam program
bulan imunisasi anak sekolah(BIAS). Beberapa penelitian menyatakan bahwa
vaksinasi pertusis sudah dapat diberikan pada umur 1 bulan dengan hasil yang baik
sedangkan waktu epidemi dapat diberikan lebih awal lagi pada umur 2-4 minggu.

Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis :


1. Panas yang lebih dari 38 derajat celcius
2. Riwayat kejang
3. Reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya, misalnya suhu tinggi
dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik lainnya.

b) Secara pasif
Secara pasif pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan
kemopropilaksis. Ternyata eritromisin dapat mencegah terjadinya pertussis untuk
sementara waktu.

2. Pencegahan penyebarluasan penyakit dilakukan dengan cara :


 Isolasi: mencegah kontak dengan individu yang terinfeksi, diutamakan bagi
bayi dan anak usia muda, sampai pasien setidaknya mendapatkan antibiotik
sekurang-kurangnya 5 hari dari 14 hari pemberian secara lengkap. Atau 3
minggu setelah batuk paroksismal reda bilamana pasien tidak mendapatkan
antibiotik.
 Karantina: kasus kontak erat terhadap kasus yang berusia <7 tahun, tidak
diimunisasi, atau imunisasi tidak lengkap, tidak boleh berada di tempat publik
selama 14 hari atau setidaknya mendapat antibiotic selama 5 hari dari 14 hari
pemberian secara lengkap.

 Disinfeksi: direkomendasikan untuk melakukan pada alat atau ruangan yang


terkontaminasi sekret pernapasan dari pasien pertusis

FAKTOR RISIKO
Batuk rejan dapat disebabkan oleh dua faktor utama. Vaksin batuk rejan yang
pernah anda terima saat kecil akhirnya memudar. Hal ini membuat kebanyakan remaja
dan orang dewasa rentan terhadap infeksi selama terjadinya wabah - dan kemudian
berlanjut menjadi wabah biasa/reguler. Selain itu, anak-anak tidak sepenuhnya kebal
terhadap batuk rejan sampai mereka menerima (setidaknya) tiga kali suntikan – yang
juga berarti anak usia 6 bulan kebawah paling berisiko tertular infeksi.
Remaja merupakan reservoir B. Pertussis dan menjadi sumber penularan pertusis
bagi bayi kecil, golongan risiko tinggi untuk mengalami komplikasi pertusis, menjalani
perawatan di Rumah Sakit, dan mengalami kematian. Sebuah studi kasus-kontrol
menunjukkan adanya faktor risiko terjadinya pertusis pada bayi saat timbulnya
kejadian luar biasa di Chicago. Rasio odds sebesar 7,4 bila usia ibu 15-19 tahun dan
13,9 bila ibu batuk >7 hari. Hal yang menarik disimpulkan dari penelitian tersebut,
bahwa usia ibu yang lebih tua tidak dapat teridentifikasi sebagai faktor risiko terjadinya
pertusis.

PENGENDALIAN DAN PENGOBATAN

Pengobatan dan perawatan


B.pertusis sensitif terhadap beberapa antimikroba in vitro. Pemberian eritromisin
selama fase kataral penyakit membantu menghilangkan organisme dan dapat bersifat
profilaksis. Pengobatan setelah awitan fase paroksimal jarang merubah fase klinis
penyakit. Inhalasi oksigen dan sedasi dapat mencegah kerusakan pada otak akibat
anoksia.
Pengobatan :

1. Eritromisin : 50 mg/kg BB/hari selama 114 hari dapat mengeliminasi organisme


pertussis dari nasofaring dalam 3-4 hari. Eritromisin biasanya tidak memperbaiki
gejala-gejala jika diberikan terlambat.
2. Suportif : terutama menghindarkan faktor-faktor yang menimbulkan serangan
batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi
3. Oksigen diberikan pada distres pernapasan akut/kronik.
4. Penghisapan lendir terutama pada bayi dengan pneumonia dan distres pernapasan.
5. Betametason dan salbutamol (albuterol) dapat mengurangi batuk paroksismal yang
berat walaupun kegunaannya belum dibuktikan melalui penelitian kontrol.
6. Penekan batuk (“suppressants”) tidak menolong.

Perawatan :

1) Pembersihan jalan nafas.


2) Pemberian oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat yang disertai
sianosis.
3) Pemberian makanan dan obat hindari makanan yang sulit ditelan dan makanan
bentuk cair.
4) Pemberian terapi suportif :
a. Dengan memberikan lingkungan perawatan yang tenang,atasi dehidrasi
berikan nutrisi.
b. Bila pasien muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara
parenteral

Anda mungkin juga menyukai