Menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya. Mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal. Mengeliminasi C. diptheriae untuk mencegah penularan. Setelah diagnosis klinis, harus diambil spesimen untuk kultur dan pasien diisolasi ketat. Pasien yang dicurigai difteri harus diberi antitoksin dan antibiotik dengan dosis adekuat tanpa menunggu hasil laboratorium. Tatalaksana suportif pernapasan dan jalan napas harus diberikan jika dibutuhkan. Mengobati infeksi penyerta dan penyulit difteri. 1. Antitoksin : Anti Diphtheria Serum (ADS) Bertujuan untuk menetralisir toksin yang berada dalam sirkulasi sebelum terikat dengan jaringan. Pemberian ADS berdasarkan pada lokasi dan ukuran membran, derajat toksisitas, dan durasi penyakit. ADS dapat diberikan 20.000 unit intramuskular bila hanya terbatas pada membran nasal atau permukaan saja, bila sedang maka ADS dapat diberikan sebesar 60.000 unit intramuskular, sedangkan pada membran yang telah meluas maka dapat diberikan ADS sebanyak 100.000-120.000 unit intramuskular. Pemberian yang terlambat dapat meningkatkan resiko miokarditis dan neuritis. Tes sensitivitas dapat dilakukan sebelum pemberian ADS yaitu uji kulit atau uji mata karena dapat terjadi reaksi anafilaktik. Sediakan larutan adrenalin 1:1000 dalam semprit. - Uji kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 mL ADS dalam larutan garam fisiologis 1:1000 secara intrakutan. Hasil positif bila dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm. - Uji mata dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan serum 1:10 dalam garam fisiologis. Pada mata yang lain diteteskan garam fisiologis. Hasil positif bila dalam 20 menit tampak gejala hiperemis pada konjungtiva bulbi dan lakrimasi. - Bila uji kulit atau mata positif, ADS diberikan dengan cara desensitisasi (Besredka). Bila uji hipersensitivitas tersebut di atas negatif, ADS harus diberikan sekaligus secara intravena dalam larutan garam fisiologis atau 100 ml glukosa 5% dalam 1-2 jam. Amati kemungkinan efek samping obat/reaksi selama pemberian antitoksin dan selama 2 jam berikutnya. 2. Antibiotik Bertujuan untuk membunuh bakteri dan menghentikan produksi toksin, mengobati infeksi lokal dan mencegah transmisi kuman. Antibiotik pilihan adalah Eritromisin atau Penisilin. Rekomendasi pemberian adalah sebagai berikut: - Penisilin prokain 50.000-100.000 IU/kgBB/hari selama 10 hari. - Bila terdapat riwayat hipersensitivitas penisilin dapat diberikan eritromisin 40mg/kgBB/hari. - Terapi antibiotik diberikan selama 14 hari. Eliminasi bakteri harus dibuktikan dengan setidaknya hasil 2 kultur yang negatif dari hidung dan tenggorokan (atau kulit) yang diambil 24 jam setelah terapi selesai. Terapi dengan eritromisin diulang apabila hasil kultur didapatkan C. diphteriae 3. Perawatan penunjang Jika anak demam (≥ 39º C) yang tampaknya menyebabkan distres, beri parasetamol. Bujuk anak untuk makan dan minum. Jika sulit menelan, beri makanan melalui pipa nasogastrik. Pemantauan kondisi pasien terutama status respiratorik, harus diperiksa oleh perawat sedikitnya 3 jam sekali dan oleh dokter 2 kali sehari. Pasien harus ditempatkan dekat dengan perawat, sehingga jika terjadi obstruksi jalan napas dapat dideteksi sesegera mungkin. Trakeostomi hanya boleh dilakukan oleh ahli yang berpengalaman jika terjadi tanda obstruksi jalan napas atau gangguan pernafasan yang progresif disertai iritabilitas dan pasien tampak gelisah. 4. Penanganan Kontak Pada anak yang kontak sebaiknya diisolasi sampai tindakan berikut terlaksana, yaitu biakan hidung dan tenggorok serta gejala klinis diikuti setiap hari sampai masa tunas terlampaui, pemeriksaan serologi dan observasi harian. Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster toksoid difteria. Daftar Pustaka : - Buku ajar ilmu kesehatan THT UI - Buku ajar Infeksi pediatri tropis - Penatalaksanaan Difteri Kemenkes RI