Kegawatdaruratan Psikiatri
Oleh
Pembimbing
2017
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
Kegawatdaruratan Psikiatri
Oleh:
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya, Rumah Sakit Jiwa Ernaldi Bahar Palembang periode 2
Oktober 6 November 2017.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini dengan judul
Kegawatdaruratan Psikiatri. Salawat serta salam tidak hentinya kita haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Abdullah Shahab, Sp.KJ, selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan referat
ini.
Dalam penyusunan referat ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat banyak kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan. Penulis
sangat terbuka dengan kritik dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan
referat ini.
Demikianlah, semoga referat ini dapat berguna bagi siapapun yang
membacanya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Angka bunuh diri Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Pada
tahun 2004, Surilena mengungkapkan bahwa setiap tahun terjadi 1030 percobaan
bunuh diri dan lebih kurang 705 orang diantaranya tewas. Pada tahun 2005,
sekitar 150 orang Indonesia melakukan bunuh diri setiap hari. Sehingga dalam
setahun jumlahnya diperkirakan mencapai 50 ribu.3
Diperlukan keterampilan dalam assesment dan teknik evaluasi untuk
membuat diagnosis kerja. Dalam pelaksanaannya sering diperlukan pemeriksaan
fisik serta laboratorium yang sesuai dan memadai. Kerja sama dalam suatu tim
adalah bentuk pelayanan yang paling diharapkan untuk hasil optimal. Pendekatan
Consultation-Liaison Psychiatry bermanfaat untuk beberapa penanganan kasus-
kasus kedaruratan, seperti gangguan pikiran, perasaan, dan perilaku yang
memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain kondisi gaduh gelisah, tindak
kekerasan (violence), tentamen Suicidum atau percobaan bunuh diri, gejala ekstra
piramidal akibat penggunaan obat, dan delirium.1
Kedaruratan psikiatri adalah keadaan jiwa seseorang sedemikian rupa
sehingga membahayakan diri atau lingkungannya, termasuk orang lain dan
barang-barang disekitarnya sehingga perlu penanganan segera. Keadaan gaduh
gelisah dapat dimasukkan ke dalam golongan kedaruratan psikiatri bukan karena
frekuensinya yang tinggi, akan tetapi karena keadaan ini berbahaya, baik bagi
pasien maupun orang-orang disekitarnya. Oleh karena itu, dokter perlu memahami
bahwa kegawatdaruratan psikiatri adalah suatu kondisi tersendiri yang
membutuhkan pengobatan untuk mencegah morbiditas dan meningkatkan kualitas
hidup pasien. Penulisan referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
terhadap kegawatdaruratan psikiatri agar diagnosis dan penatalaksanaan
kegawatdaruratan psikiatri dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kedaruratan psikiatri merupakan cabang dari Ilmu Kedokteran Jiwa dan
Kedokteran Kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yang
memerlukan intervensi psikiatri. Tempat pelayanan kedaruratan psikiatri antara
lain di rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, klinik dan sentra primer. Kasus
kedaruratan psikiatri meliputi gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang
memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain kondisi gaduh gelisah, tindak
kekerasan (violence), tentamen Suicidum/percobaan bunuh diri, gejala ekstra
piramidal akibat penggunaan obat dan delirium.1
Herbert Hendin mengemukakan beberapa hal psikodinamika bunuh diri
sebagai berikut :
3
Psikopatologi adalah elemen paling umum pada tindakan bunuh diri
sebagaimana yang diungkapkan oleh Jamison dalam buku Corr, Nabe, % Corr
2003. Menurut Jamison, sakit mental memainkan suatu peranan penting pada
tindakan bunuh diri. Beberapa kondisi psikopatologis yang menjadi focus
perhatian Jamison mood disorder (ketidakstabilan suasana hati), schizophrenia,
borderline, antisocial personality disorder, alkoholik, dan penyalahgunaan obat-
obatan.
2.2 Evaluasi
Menilai kondisi pasien yang sedang dalam krisis secara cepat dan tepat
aadalah tujuan utama dalam melakuka evaluasi kedaruratan psikiatri. Tindakan
segera yang harus dilakukan secara tepat adalah:
a. Menentukan diagnosis awal
b. Melakukan identifikasi faktor-faktor presipitasi dan kebutuhan
segera pasien
c. Memulai terapi atau merujuk pasien ke fasilitas yang sesuai
4
pemeriksaan penunjang. Yang pertama dan terpenting yang harus dilakukan
oeh seorang dokter di unit gawat darurat adalah menilai tanda-tanda vital
pasien. Tekanan ddarah, suhu, nadi adalah sesuatu yang mudah diukur dan
dapat memberikan informasi bermakna. Misalnya seorang yang gaduh gelisah
dan mengalami halusinasi, demam, frekuensi nadi 120 per menit dan tekanan
darah meningkat, kemungkinan besar mengalami delirium dibandingkan
dengan suatu gangguan psikiatri. Lima hal yang harus ditentukan sebelum
menangani pasien selanjutnya:
Gambar 1. Bagan alur evaluasi dan penatalaksanaan pasien gawat darurat psikiatri6
Keamanan pasien
Sebelum mengevaluasi pasien, dokter harus dapat memastikan bahwa
situasi di UGD, jumlah pasien di ruangan tersebut aman bagi pasien.
Jika intervensi verbal tidak cukup atau kontraindikasi, perlu
dipikirkan pemberian obat atau pengekangan.
Medik atau psikiatri?
5
Penting bagi dokter untuk menilai apakah kasusnya medik, psikiatri
atau kombinasi keduanya, sebab penanganannya akan jauh berbeda.
Kondisi medik umum seperti trauma kepala, infeksi berat dengan
demam inggi, kelainan metabolisme, intoksikasi atau gejala putus zat
seringkali menyebabkan gangguan fungsi mental yang menyerupai
gangguan psikiatri umumnya. Dokter gawat darurat tetap harus
menelusuri semua kemungkinan penyebab gangguan fungsi mental
yang tampak.
Psikosis
Yang penting bukanlah penegakan diagnosisnya, tetapi seberapa jauh
ketidakmampuannya dalam menilai realita dan buruknya tilikan. Hal
ini dapat mempengaruhi sikapnya terhadap pertolongan yang kita
berikan serta kepatuhannya dalam berobat.
Suicidal atau homicidal
Semua pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus dobservasi
secara ketat. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan tindak
kekerasan atau pikiran bunuh diri harus selalu ditanyakan kepada
pasien.
Kemampuan merawat diri sendiri
Sebelum memulangkan pasien, harus dipertimbangkan apakah pasien
mampu merawat dirinya sendir, mampu menjalankan saran yang
dianjurkan. Ketidakmampuan pasien dan atau keluarganya untuk
merawat pasien di rumah merupakan salah asatu indikasi rawat inap.
Adapun indikasi rawat inap antara lain adalah:
Bila pasien membahayakan diri sendiri atau orang lain,
Bila perawatan di rumah tidak memadai, dan
Perlu observasi lebih lanjut.
c. Pertimbangan Dalam Penegakan Diagnosis Dan Terapi
Diagnosis
Meskipun pemeriksaan gawat darurat tidak harus lengkap,
namun ada beberapa hal yang harus dilakukan sesegera mungkin
6
untuk keakuratan data , misalnya penapisan toksikologi ( tes urin
untuk opioid, amfetamin), pemeriksaan radiologi, EKG dan tes
laboratorium. Data penunjang seperti catatan medik sebelumnya,
informasi dari sumber luar juga dikumpulkan sebelum memulai
tindakan.
Terapi
Pemberian terapi obat atau pengekangan harus mengikuti prinsip
terapi Maximum tranquilization with minimum sedation.
Tujuannya adalah untuk:
Membantu pasien untuk dapat mengendalikan dirinya kembali
Mengurangi/menghilangkan penderitaannya
Agar evaluasi dapat dilanjutkan sampai didapat suatu kesimpulan
akhir
Obat-obatan yang sering digunakan adalah:
- Low-dose High-potency antipsychotics seperti haloperidol,
trifluoperazine, perphenazine dsb
- Atypical antipsychotics, seperti risperidone, quetiapine,
olanzapine.
- Injeksi benzodiazepine. Kombinasi benzodiazepine dan
antipsikotik kadang sangat efektif.
7
gelisah dapat dimasukkan ke dalam golongan kedaruratan psikiatri, bukan
karena frekuensinya yang cukup tinggi akan tetapi karena keadaan ini
berbahaya, baik bagi pasien sendiri maupun bagi lingkungannya, termasuk
orang dan benda disekitarnya. 1
Etiologi
Keadaan gaduh gelisah merupakan manifestasi klinis salah satu jenis
psikosis 5
- Delirium
- Skizofrenia katatonik
- Gangguan skizotipal
- Gangguan psikotik akut dan sementara
- Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
- Amok
8
otak organik menahun (misalnya tumor otak, demensia paralitika,
aterosklerosis otak, dan sebagainya) dapat saja pada suatu waktu
menimbulkan psikosis atau pun keadaan gaduh gelisah. Untuk mengetahui
penyebabnya secara lebih tepat, perlu sekali dilakukan evaluasi internal
dan neurologis yang teliti. 5
9
dan jelas, umpamanya dengan tiba-tiba kehilangan seorang yang
dicintainya, kegagalan, kerugian dan bencana.Gangguan psikotik akut
yang biasanya disertai keadaan gaduh-gelisah adalah gaduh-gelisah reaktif
dan kebingungan reaktif . 5
4) Psikosis bipolar
Psikosisbipolar termasuk dalam kelompok psikosa afektif karena
pokok gangguannya terletak pada afek-emosi. Tidak jelas ada frustasi atau
konflik yang menimbulkan gangguan mental ini. Belum ditemukan juga
penyakit badaniah yang dianggap berhubungan dengan psikosa bipolar,
biarpun penelitian menunjuk kearah itu. Tidak ditemukan juga disharmoni
atau keretakan kepribadian seperti pada skizofrenia; pada jenis depresi
ataupun mania, bila aspek afek-emosinya menurun, maka aspek yang lain
juga menurun, dan sebaliknya. 5
Pada psikosa bipolar jenis mania tidak terdapat inkoherensi dalam arti
kata yang sebenarnya, tetapi pasien itu memperlihatkan jalan pikiran yang
meloncat-loncat atau melayang (flight of ideas). Pasien merasa gembira
luar biasa (efori), segala hal dianggap mudah saja. Psikomotorik
meningkat, banyak sekali berbicara (logorea) dan sering pasien lekas
tersinggung dan marah. 5
5) Amok
Amok adalah keadaan gaduh-gelisah yang timbul mendadak dan
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiobudaya. Karena itu PPDGJ-III
(Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa ke-III di Indonesia)
memasukkannya ke dalam kelompok Fenomena dan Sindrom yang
Berkaitan dengan Faktor Sosial Budaya di Indonesia (culture bound
phenomena). Efek malu (pengaruh sosibudaya) memegang peranan
penting. Biasanya seorang pria, sesudah periode meditasi atau tindakan
ritualistic, maka mendadak ia bangkit dan mulai mengamuk. Ia menjadi
agresif dan destruktif, mungkin mula-mula terhadap yang menyebabkan ia
10
malu,tetapi kemudian terhadap siapa saja dan apa saja yang dirasakan
menghalanginya. Kesadaran menurun atau berkabut (seperti dalam
keadaan trance). Sesudahnya terdapat amnesia total atau sebagian. Amok
sering berakhir karena individu itu dibuat tidak berdaya oleh orang lain,
karena kehabisan tenaga atau karena ia melukai diri sendiri, dan mungkin
sampai ia menemui ajalnya. 5
Tatalaksana
Non farmakologis
Bila seorang dalam keadaan gaduh gelisah dibawa kepada kita, penting
sekali kita harus bersikap tenang. Dengan sikap yang meyakinkan,
meskipun tentu waspada, dan kata-kata yang dapat menenteramkan pasien
maupun para pengantarnya, tidak jarang kita sudah dapat menguasai
keadaan. 5
Bila pasien masih diikat, sebaiknya ikatan itu disuruh dibuka sambil
tetap berbicara dengan pasien dengan beberapa orang memegangnya agar
ia tidak mengamuk lagi. Biarpun pasien masih tetap dipegang dan
dikekang, kita berusaha memeriksanya secara fisik. Sedapat-dapatnya
tentu perlu ditentukan penyebab keadaan gaduh gelisah itu dan
mengobatinya secara etiologis bila mungkin. 5
Farmakologis
Suntikan intramuskular suatu neuroleptikum yang mempunyai dosis
terapeutik tinggi (misalnya chlorpromazine HCL), pada umumnya sangat
berguna untuk mengendalikan psikomotorik yang meningkat. Bila tidak
terdapat, maka suntikan neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeurik
rendah, misalnya trifluoperazine, haloperidol (5 10 mg), atau
fluophenazine dapat juga dipakai, biarpun efeknya tidak secepat
neuroleptikum kelompok dosis terapeutik tinggi. Bila tidak ada juga, maka
suatu tranquailaizer pun dapat dipakai, misalnya diazepam (5 10 mg),
disuntik secara intravena, dengan mengingat bahwa tranquilaizer bukan
11
suatu antipsikotikum seperti neuroleptika, meskipun kedua-duanya
mempunyai efek antitegang, anticemas dan antiagitasi. 5
Efek samping neuroleptika yang segera timbul terutama yang
mempunyai dosis terapeutik tinggi, adalah hipotensi postural, lebih-lebih
pada pasien dengan susunan saraf vegetatif yang labil atau pasien lanjut
usia. Untuk mencegah jangan sampai terjadi sinkop, maka pasien jangan
langsung berdiri dari keadaan berbaring, tetapi sebaiknya duduk dahulu
kira-kira satu menit (bila pasien sudah tenang). 5
Penjagaan dan perawatan yang baik tentu juga perlu, mula-mula agar
ia jangan mengalami kecelakaan, melukai diri sendiri, menyerang orang
lain atau merusak barang-barang. Bila pasien sudah tenang dan mulai
kooperatif, maka pengobatan dengan neuroleptika dilanjutkan per oral
(bila perlu suntikan juga dapat diteruskan). Pemberian makanan dan cairan
juga harus memadai. Kita berusaha terus mencari penyebabnya, bila belum
diketahui, terutama bila diduga suatu sindrom otak organik yang akut. Bila
ditemukan, tentu diusahakan untuk mengobatinya secara etiologis. 5
12
Gambar 2. Diagram-alur penanggulangan keadaan gaduh-gelisah.
Pasien dengan amok, bila sampai kepada kita, biasanya sudah tidak
mengamuk lagi, kita tinggal berusaha tambah menentramkan saja dan
mengobati keadaan fisik bila sudah terganggu sewaktu dia dalam keadaan
amok. Psikosis skizofrenia dan bipolar memerlukan pengobatan jangka
panjang dengan neuroleptika. 5
13
Faktor risiko lain terjadinya tindak kekerasan adalah :
14
- Adanya faktor demografik seperti jenis kelamin laki-laki, usia 15 24
tahun, status sosioekonomi yang rendah, dukungan sosial yang rendah
- Adanya riwayat kekerasan sebelumnya, penjudi, pemabuk,
penyalahgunaan zat psikoaktif,percobaan bunuh diri ataupun melukai diri
sendiri, psikosis
- Adanya stresor (masalah pernikahan, kehilangan pekerjaan, dan lainnya)
15
- Pastikan bahwa terdapat jumlah staf yang cukup untuk mengikat pasien
secara aman.
- Pengikatan pasien hanya dilakukan oleh mereka yang telah terlatih.
Biasanya setelah pasien diikat diberikan benzodiazepin atau antipsikotik
untuk menenangkan pasien.
- Lakukan evaluasi diagnostik yang tepat, meliputi TTV, pemeriksaan fisik
dan wawancara psikiatrik.
Tatalaksana
Psikofarmaka
Terapi obat tergantung diagnosisnya. Biasanya untuk menenagkan pasien
diberikan obat antipsikotik atau benzodiazepin:
- Flufenazine, trifluoperazine atau haloperidol 5mg per oral atau IM,
- Olanzapine 2,5-10 mg per IM, maksimal 4 injeksi per hari, dengan dosis
rata-rata per hari 13-14mg,
- Atau lorazepam 2-4 mg, diazepam 5-10mg per IV secara pelahan (dalam 2
menit).
Bila dalam 20-30 menit kegelisahan tidak berkurang, ulangi dengan dosis
yang sama. Hindari pemberian antipsikotik pada pasien yang mempunyai
risiko kejang. Untuk penderia epilepsi, mula-mula berikan antikonvulsan
misalnya carbamazepine lalu berikan benzodiazepine.Pasien yang
menderita gangguan organik kronik seringkali memberikan respon yang
baik dengan pemberian -blocker seperti propanolol.1
16
Terdapat lebih dari 35.000 kematian per tahun (sekitar 100 per
hari) di Amerika Serikat disebabkan oleh bunuh diri. Saat ini, bunuh diri
menempati peringkat kesepuluh dari penyebab kematiann terbanyak di
Amerika Serikat, setelah penyakit jantung, kanker, penyakit gangguan
pernapasan bawah kronis, penyakit serebrovaskular, kecelakaan, penyakit
Alzheimer, diabetes, influenza dan pneumonia, dan penyakit ginjal.2
Etiologi
o Faktor Sosiologis
Teori Durkheim
Teori Durkheim dibuat oleh sosiologis Perancis Emile Durkheim
pada akhir abad ke-19. Durkheim mengelompokkan bunuh diri
menjadi tiga kategori sosial: egoistik, altruistik, dan anomik.2
o Faktor Psikologis
Teori Freud
Sigmund Freud menggambarkan hanya satu pasien yang
melakukan percobaan bunuh diri, tetapi ia melihat banyak pasien
yang depresi. Dalam tulisannya Mourning and Melancholia,
Freud menyatakan keyakinannya bahwa bunuh diri mencerminkan
agresi yang dibelokkan ke dalam objek cinta yang terintroveksi,
dan ditangkap secara ambivalen.2
Teori Menninger
Berdasarkan konsep Freud, Karl Menninger di dalam Men Against
Himself menyimpulkan bahwa bunuh diri sebagai pembunuhan
yang dibalikkan ke dalam diri sendiri sebagai akibat kemarahan
pasien kepada orang lain. Pembunuhan yang diretrofleksikan ini
antara digunakan sebagai alasan atas hukuman. Ia menggambarkan
tiga komponen yang mencetuskan bunuh diri: keinginan untuk
membunuh, keinginan untuk dibunuh, dan keinginan untuk mati.2
Teori Terkini
Berdasarkan teori terkini, penyebab bunuh diri disebabkan oleh
khayalan mereka sendiri. Khayalan tersebut sering kali termasuk
17
keinginan untuk balas dendam, kekuatan, pengendalian atau
hukuman.2
o Faktor Biologis
Berkurangnya serotonin sentral berperan penting di dalam perilaku
bunuh diri. Suatu kelompok di Institut Karolinska di Swedia
mendapatkan bahwa konsentrasi metabolit serotonin 5-
hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA) yang rendah di cairan
serebrospinal (CSS) lumbal pada orang yang bunuh diri.2
o Faktor Genetik
Perilaku bunuh diri, seperti gangguan psikiatrik lainnya, cenderung
diturunkan dalam keluarga. Pada pasien psikiatrik, riwayat bunuh diri
di dalam keluarga meningkatkan risiko percobaan bunuh diri dan
bunuh diri yang berhasil pada sebagian besar kelompok diagnostik.2
18
mengharapkannya. Contoh: Hara-kiri: di Jepang, puputan di Bali
beberapa ratus tahun yang lalu, dan di beberapa masyarakat primitive
yang lain. Suiside macam ini dalam jaman sekarang jarang terjadi,
seperti misalnya seorang kapten yang menolak meninggalkan
kapalnya yang sedang tenggelam.2
- Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik terjadi bila tedapat gangguan keseimbangan
integrasi antara individu dengan masyarakat, sehingga individu
tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu
itu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya
tidak dapat memberikan kepuasan kepadanya karena tidak ada
pengaturan dan pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya. Hal
ini menerangkan mengapa percobaan bunuh diri pada orang cerai
pernikahan lebih banyak dari pada mereka yang tetap dalam
pernikahan. Golongan manusia yang mengalami perubahan ekonomi
yang drastis juga lebih mudah melakukan percobaan bunuh diri.2
19
merupakan penyelesaian mengenai pertentangan emosi dengan
keinginan untuk membunuh.
- Kematian sebagai penyatuan kembali (Death as reunion).
Kematian dapat mempunyai arti yang menyenangkan, karena individu
itu akan bersatu kembali dengan orang yang telah meninggal (reuni
khayalan).
- Kematian sebagai hukuman buat diri sendiri (Death as self
punishment).
Menghukum diri sendiri karena kegagalan dalam pekerjaan jarang
terjadi pada wanita, akan tetapi seorang ibu tidak mampu mencintai,
maka keinginan menghukum dirinya sendiri dapat terjadi. Dalam
rumah sakit jiwa, perasaan tak berguna dan menghukum diri sendiri
merupakan hal yang umum. Mula-mula mungkin karena kegagalan,
rasa berdosa karena agresi, individu itu mencoba berbuat lebih baik
lagi, tetapi akhirnya ia menghukum diri sendiri untuk menjauhkan diri
dari tujuan itu.
Faktor Risiko
Berikut ini faktor-faktor resiko untuk bunuh diri: 2
- Jenis kelamin
Perempuan lebih banyak melakukan percobaan bunuh diri dibanding
laki-laki. Akan tetapi, keberhasilan bunuh diri lebih tinggi pada laki-
laki. Hal ini berkaitan dengan metode bunuh diri yang dipilih. Laki-
laki lebih banyak dengan gantung diri, meloncat dari tempat tinggi,
dengan senjata api. Perempuan lebih banyak dengan overdosis obat-
obatan atau menggunakan racun.
- Usia
Kasus bunuh diri meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada
laki-laki, angka bunuh diri tertinggi pada usia di atas 45 tahun
sedangkan pada perempuan angka bunuh diri tertinggi pada usia di
atas 55 tahun. Orang yang lebih tua lebih jarang melakukan percobaan
bunuh diri, tetapi lebih sering berhasil.
20
- Ras
Di Amerika Serikat ras kulit putih lebih banyak melakukan bunuh diri
dibanding ras kulit hitam.
- Status perkawinan
Pernikahan menurunkan angka bunuh diri, terutama jika terdapat anak
di rumah. Orang yang tidak pernah menikah dua kali lebih beresiko
untuk bunuh diri. Perceraian meningkatkan resiko bunuh diri. Janda
atau duda yang pasangannya telah meninggal juga memiliki angka
bunuh diri yang tinggi.
- Pekerjaan
Semakin tinggi status sosial semakin tinggi resiko bunuh diri, tetapi
status sosial yang rendah juga meningkatkan resiko bunuh diri.
Pekerjaan sebagai dokter memiliki resiko bunuh diri tertinggi
dibanding pekerjaan lain. Spesialisasi psikiatri memiliki resiko
tertinggi, disusul spesialis mata dan spesialis anestesi. Pekerjaan lain
yang memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri adalah pengacara, artis,
dokter gigi, polisi, montir, agen asuransi. Orang yang tidak memiliki
pekerjaan memiliki resiko lebih tinggi untuk bunuh diri.
- Kesehatan fisik
Satu dari tiga orang yang melakukan bunuh diri memiliki masalah
kesehatan dalam 6 bulan sebelum bunuh diri. Hilangnya mobilitas
fisik, nyeri hebat yang kronik, pasien hemodialisis meningkatkan
resiko bunuh diri.
- Gangguan mental
Sekitar 95% dari semua orang yang mencoba atau melakukan bunuh
diri memiliki gangguan mental. Gangguan mental tersebut terdiri dari
depresi 80%, skizofrenia 10%, dan demensia atau delirium 5%. Di
antara semua pasien dengan gangguan mental, 25% kecanduan juga
kepada alkohol.
- Kecanduan alkohol
21
Sekitar 15% pasien kecanduan alkohol melakukan bunuh diri. Sekitar
80% pasien bunuh diri akibat kecanduan alkohol adalah laki-laki.
Sekitar 50% dari pasien kecanduan alkohol yang bunuh diri
mengalami kehilangan anggota keluarga atau pasangan dalam satu
tahun terakhir.
- Gangguan kepribadian
Sebagian besar orang yang bunuh diri memiliki gangguan
kepribadian. Gangguan kepribadian merupakan faktor predisposisi
untuk gangguan depresi. Selain itu juga merupakan faktor predisposisi
untuk kecanduan alkohol. Gangguan kepribadian juga dapat
menyebabkan konflik dengan keluarga dan orang lain.
22
Apakah mereka bisa memikirkan bahwa kehidupannya akan
membaik?
Evaluasi dan Penatalaksanaan
Mengenali pasien yang berpotensi bunuh diri
Kemungkinan bunuh diri dapat terjadi apabila:4
- Pasien pernah mencoba bunuh diri
- Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan maupun
tidak, atau berupa ancaman: kamu tidak akan saya ganggu lebih lama
lagi (sering dikatakan pada keluarga)
- Secara objektif terlihat adanya mood yang depresif atau cemas
- Baru mengalami kehilangan yang bermakna (pasangan, pekerjaan,
harga diri, dan lain-lain)
- Perubahan perilaku yang tidak terduga: menyampaikan pesan-pesan,
pembicaraan serius dan mendalam dengan kerabat, membagi-bagikan
harta/barang-barang miliknya.
- Perubahan sikap yang mendadak: tiba-tiba gembira, marah atau
menarik diri.
23
pasien yang baru melakukan percobaan bunuh diri, buatlah penilaian
apakah hal itu direncanakan atau dilakukan secara impulsif.
Rawat inap jangka panjang diperlukan bagi pasien yang cendrung dan
mempunyai kebiasaan melukai diri sendiri serta parasuicides.
Parasuicides yaitu mereka yang berulangkali melakukan hal-hal
berbahaya tetapi menyangkal adanya ide-ide bunuh diri. 1
Tatalaksana
Terapi psikofarmaka
Seorang yang sedang dalam krisis karena baru ditinggal mati
biasanya akan berfungsi lebih baik setelah mendapat tranquilizer ringan,
tertama bila tidurnya terganggu. Obat pilihannya adalah golongan
benzodiazepine, misalnya lorazepam 3x1 mg per hari selama 2 minggu.
Jangan memberukan obat dalam jumlah banyak sekaligus terhdap
pasien(rrespkan sedikit-seikit saja) dan pasien harus kontrol dalam
bebeapa hari.
24
Sekitar 0,01 sampai 0,02 persen pasien yang diobati dengan antipsikotik
mengalami sindrom neuroleptik maligna. Pria lebih sering mengalami
sindrom neuroleptik maligna dibandingkan wanita, dan pasien berusia
lebih muda lebih sering mengalami dibandingkan pasien lanjut usia.
Angka kematian dapat mencapai 10-20 persen atau bisa lebih tinggi jika
penggunaan obat antipsikotik lebih banyak.2
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Gejala otonomik sindrom neuroleptik malignaditandai dengan
demam tinggi (dapat mencapai 41,5C), kekakuan otot yang nyata sampai
seperti pipa (lead-pipe rigidity), instabilitas otonomik (takikardia, tekanan
darah yang labil, keringat berlebih) dan gangguan kesadaran. Kekakuan
yang parah dapat menyebabkan rhabdomyolysis, myaglobinuria dan
akhirnya gagal ginjal. Penyulit lain dapat berupa tombosis vena, emboli
paru dan kematian. Biasanya terjadi dalam hari-hari pertama pengguanaan
antipsikotik pada saat dosis mulai ditingkatkan, umunya dalam 10 hari
pertama pengobatan antipsikotik. Sindrom neuroleptik maligna paling
mungkin terjadi pada pasien yang menggunakan antipsikotik potensi tinggi
dalam dosis tinggi atau dosis yang meningkat cepat.2
Menurut DSM-IV-TR, diagnosis sindrom neuroleptik maligna
ditegakkan jika terdapat demam dan kekakuan otot yang parah disertai
dengan 2 atau lebih gejala berikut:
- Diaforesis
- Disfagia
- Tremor
- Inkontinensia
- Penurunan kesadaran
- Mutism
- Takikardia
- Tekanan darah yang meningkat atau labil
- Leukositosis
- Bukti laboratorium adanya kerusakan otot rangka
25
Patofisiologi
Patofisiologi sindrom neuroleptik maligna belum diketahui secara
jelas. Timbulnya sindrom neuroleptik maligna akibat obat yang
menghambat reseptor D2 menghasilkan hipotesis bahwa penghambatan
reseptor D2 pada berbagai area di otak menjelaskan gejala klinis yang
timbul. Hambatan reseptor D2 di formatio retikularis dapat menurunkan
kesadaran. Hambatan reseptor D2 di jalur nigrostriatal dapat menyebabkan
rigiditas. Hambatan reseptor D2 di hipotalamus dapat menyebabkan
instabilitas otonom, gangguan pelepasan panas. Hiperpireksia terjadi
akibat disfungsi hipotalamus dan kekakuan otot.
Faktor resiko
Jenis kelamin laki-laki dua kali lebih beresiko dibanding
perempuan.Faktor predisposisi munculnya sindrom neuroleptik maligna
adalah dehidrasi, malnutrisi, kelelahan, injeksi intramuskular neuroleptik,
cedera kepala, infeksi, intoksikasi alkohol, pengunaan antipsikotik
bersama dengan litium.Gangguan ini dapat pula terjadi pada pasien yang
baru menghentikan terapi dengan obat-obatan agoni dopaminergik seperti
carbidopa, levodopa, amantadine dan bromocriptine.
Panduan Wawancara dan Psikoterapi
Sindrom neuroleptik maligna adalah kegawatdaruratan medik
sehingga perlu dirawat di ICU. Kesadarannya terganggu, tanyakan
perjalanan penyakitnya pada keluarga dan teman-temannya.
Evaluasi
- Pertimbangkan kemungkinan sindrom neuroleptik maligna pada
pasien yang mendapat antipsikotik yang mengalami demam serta
kekakuan otot.
- Bila terdapat rigiditas rinan yang tidak berespon terhdap
antikolinergik biasa dan bila demamnya tak jelas sebabnya, buatlah
diagnosis sementara sindroma neuroleptik maligna.
- Hentikan pemberian antipsikotik segera.
- Monitor tanda-tanda vital secara berkala.
26
- Lakukan pmeriksaan laboratorium
- Hidrasi cepat intravena dapat mencegah terjadinya renjatan dan
menurunkan kemungkinan terjadinyagagal ginjal.
- Sindrom ini biasanya berlangsung selama 15 hari. Setelah sembuh,
masalah kemudian adalah pemberian antipsikotik selanjutnya apakah
mengganti dari kelas yang berbeda atau kembali ke antipsikotik
semula yang efektif.
Tatalaksana
Terapi Psikofarmaka
Penggunaan terapi psikofarmaka yang sering digunakan untuk sindrom
neuroleptik maligna adalah dantrolene (Dantrium) dan bromokriptin
(Parlodel), meskipun amantadine (Symmetrel) terkadang masih
digunakan. Bromokriptin dan amantadine menimbulkan efek DRA
langsung dan dapat berfungsi untuk mengatasi akibat dari antipsikotik
yang terinduksi oleh blokade reseptor dopamin (antipsychotic induce
dopamine receptor blockade). Dosis efektif antipsikotik terendah obat
harus digunakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya sindroma
neuroleptik maligna. Obat dengan potensi tinggi, seperti haloperidol,
menimbulkan risiko terbesar. Obat antipsikotik dengan efek
antikolinergik lebih jarang mengakibatkan sindroma neuroleptik
maligna.2
Pilihan obat yang dapat digunakan:
- Amantadine 200-400 mg PO/hari dalam dosis terbagi
- Bromocriptine 2,5 mg PO 2 atau 3 kali/hari, dapat dianaikan sampai
45 mg/hari
- Levodopa 50-100 mg/hari IV dalam infus terus-menerus.
- Dentrolene 1 mg/kgBB/hari selama 8 hari, kemudian dilanjutkan PO
selama 7 hari2
27
BAB III
KESIMPULAN
Bunuh diri atau suicide atau tentamen suicidum adalah kematian yang
diniatkan dan dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendirisegala perbuatan
seseorang yang dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat. Emile
28
Durkheim membagi bunuh diri menjadi: bunuh diri egoistic, bunuh diri altruistic,
dan bunuh diri anomik. Adanya bahaya bunuh diri biasanya diketahui dari adanya
tanda-tanda tertentu.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto ed. 2010. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI
5. Maramis, W.F. dan Maramis, A.A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.
30
31