Anda di halaman 1dari 35

Referat

Kegawatdaruratan Psikiatri

Oleh

Putri Talita, S.Ked 04054821618014


Hardianti Sri Utami, S.Ked 04054821618016
Ressy Felisa Raini, S.Ked 04054821719040

Pembimbing

dr. Abdullah Shahab, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

RUMAH SAKIT JIWA ERNALDI BAHAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017
HALAMAN PENGESAHAN

Judul

Kegawatdaruratan Psikiatri

Oleh:

Putri Talita, S.Ked 04054821618014


Hardianti Sri Utami, S.Ked 04054821618016
Ressy Felisa Raini, S.Ked 04054821719040

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya, Rumah Sakit Jiwa Ernaldi Bahar Palembang periode 2
Oktober 6 November 2017.

Palembang, Oktober 2017

dr. Abdullah Shahab, Sp.KJ

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini dengan judul
Kegawatdaruratan Psikiatri. Salawat serta salam tidak hentinya kita haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Abdullah Shahab, Sp.KJ, selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan referat
ini.
Dalam penyusunan referat ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat banyak kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan. Penulis
sangat terbuka dengan kritik dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan
referat ini.
Demikianlah, semoga referat ini dapat berguna bagi siapapun yang
membacanya.

Palembang, Oktober 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3
2.1.Definisi.........................................................................................................3
2.2. Evaluasi ......................................................................................................4
2.3. Klasifikasi ..................................................................................................7
2.3.1. Kondisi gaduh gelisah ....................................................................7
2.3.2. Tindak kekerasan (Violence) .......................................................12
2.3.3. Percobaan bunuh diri (Tentanem Suicidum) ............................15
2.3.4. Gejala ekstra piramidal akibat penggunaan obat .....................20

BAB III KESIMPULAN .....................................................................................23


DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Kegawatdaruratan psikiatri merupakan cabang dari ilmu kedokteran jiwa


dan kedokteran kedaruratan yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan
yang memerlukan intervensi psikiatri. Tempat pelayanan kedaruratan psikiatri
antara lain di rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, klinik, dan sentra primer.
Kasus kedaruratan psikiatri meliputi gangguan pikiran, perasaan, dan perilaku
yang memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain kondisi gaduh gelisah,
tindak kekerasan (violence), tentamen suicidum atau percobaan bunuh diri, gejala
ekstra piramidal akibat penggunaan obat, dan delirium.1
Salah satu kedaruratan psikiatri terpenting yang harus diperhatikan adalah
resiko bunuh diri pada pasien. Setiap tahun lebih dari 30.000 orang mati karena
bunuh diri di Amerika Serikat. Angka percobaan bunuh diri kira-kira 650.000.
Kira-kira terdapat 85 kasus bunuh diri dalam sehari di negara ini sekitar 1 kasus
bunuh diri tiap 20 menit. Angka bunuh diri di Amerika Serikat rata-rata antara
12,5 per 100.000 di abad ke-20. Jumlah kasus 17,4 per 100.000 selama depresi
besar-besaran pada tahun 1930. Sejak tahun 1983 sampai 1998, keseluruhan
angka bunuh diri masih tetap stabil, sementara angka untuk pelaku berusia 15
hingga 25 tahun meningkat dua hingga tiga kali lipat. Bunuh diri saat ini berada di
peringkat sembilan untuk keseluruhan penyebab kematian di negara ini. Setelah
penyakit jantung, kanker, penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif
kronik, kecelakaan, influenza, dan diabetes.2
Angka bunuh diri di Amerika Serikat berada di titik tengah angka untuk
negara industri seperti yang dilaporkan ke PBB. Angka bunuh diri di dunia
bervariasi, berkisar lebih dari 25 per 100.000 orang di Skandinavia, Switzerland,
Jerman, Austria, negara eropa timur (yang disebut dengan suicide belt), dan
Jepang, hingga kurang dari 1 per 1000.000 di spanyol, Itali, Irlandia, Mesir dan
Belanda. Tempat bunuh diri utama di dunia adalah jembatan Golden Gate di San
Fransisco, dengan lebih dari 800 bunuh diri sejak jembatan itu dibuka pada tahun
1937.2

1
Angka bunuh diri Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Pada
tahun 2004, Surilena mengungkapkan bahwa setiap tahun terjadi 1030 percobaan
bunuh diri dan lebih kurang 705 orang diantaranya tewas. Pada tahun 2005,
sekitar 150 orang Indonesia melakukan bunuh diri setiap hari. Sehingga dalam
setahun jumlahnya diperkirakan mencapai 50 ribu.3
Diperlukan keterampilan dalam assesment dan teknik evaluasi untuk
membuat diagnosis kerja. Dalam pelaksanaannya sering diperlukan pemeriksaan
fisik serta laboratorium yang sesuai dan memadai. Kerja sama dalam suatu tim
adalah bentuk pelayanan yang paling diharapkan untuk hasil optimal. Pendekatan
Consultation-Liaison Psychiatry bermanfaat untuk beberapa penanganan kasus-
kasus kedaruratan, seperti gangguan pikiran, perasaan, dan perilaku yang
memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain kondisi gaduh gelisah, tindak
kekerasan (violence), tentamen Suicidum atau percobaan bunuh diri, gejala ekstra
piramidal akibat penggunaan obat, dan delirium.1
Kedaruratan psikiatri adalah keadaan jiwa seseorang sedemikian rupa
sehingga membahayakan diri atau lingkungannya, termasuk orang lain dan
barang-barang disekitarnya sehingga perlu penanganan segera. Keadaan gaduh
gelisah dapat dimasukkan ke dalam golongan kedaruratan psikiatri bukan karena
frekuensinya yang tinggi, akan tetapi karena keadaan ini berbahaya, baik bagi
pasien maupun orang-orang disekitarnya. Oleh karena itu, dokter perlu memahami
bahwa kegawatdaruratan psikiatri adalah suatu kondisi tersendiri yang
membutuhkan pengobatan untuk mencegah morbiditas dan meningkatkan kualitas
hidup pasien. Penulisan referat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
terhadap kegawatdaruratan psikiatri agar diagnosis dan penatalaksanaan
kegawatdaruratan psikiatri dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kedaruratan psikiatri merupakan cabang dari Ilmu Kedokteran Jiwa dan
Kedokteran Kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yang
memerlukan intervensi psikiatri. Tempat pelayanan kedaruratan psikiatri antara
lain di rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, klinik dan sentra primer. Kasus
kedaruratan psikiatri meliputi gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang
memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain kondisi gaduh gelisah, tindak
kekerasan (violence), tentamen Suicidum/percobaan bunuh diri, gejala ekstra
piramidal akibat penggunaan obat dan delirium.1
Herbert Hendin mengemukakan beberapa hal psikodinamika bunuh diri
sebagai berikut :

Death as retaliatory abandonment. Artinya, bunuh diri dapat


merupakan usaha untuk mengurangi preokupasi tentang rasa takut
akan kematian. Individu mendapat perasaan seakan-akan ia dapat
mengontrol dan mengetahui bilamana dan bagaimana kematian itu.
Death as retroflexed murder. Bagi individu yang mengalami gangguan
emosi hebat, bunuh diri dapat menggantikan kemarahan atau
kekerasan yang tidak dapat direpresi. Orang ini cenderung untuk
bertindak kasar dan bunuh diri dapat merupakan penyelesaian
mengenai pertentangan emosi dengan keinginan untuk membunuh.
Death as reunion. Kematian dapat mempunyai arti yang
menyenangkan, karena indivisu itu akan bersatu kembali dengan orang
yang telah meninggal. Lebih sering ditekankan pada rasa puas untuk
mengikuti yang telah meninggal itu.
Death as self punishment. Artinya, kematian dimaknai sebagai
hukuman bagi diri sendiri.

3
Psikopatologi adalah elemen paling umum pada tindakan bunuh diri
sebagaimana yang diungkapkan oleh Jamison dalam buku Corr, Nabe, % Corr
2003. Menurut Jamison, sakit mental memainkan suatu peranan penting pada
tindakan bunuh diri. Beberapa kondisi psikopatologis yang menjadi focus
perhatian Jamison mood disorder (ketidakstabilan suasana hati), schizophrenia,
borderline, antisocial personality disorder, alkoholik, dan penyalahgunaan obat-
obatan.

2.2 Evaluasi
Menilai kondisi pasien yang sedang dalam krisis secara cepat dan tepat
aadalah tujuan utama dalam melakuka evaluasi kedaruratan psikiatri. Tindakan
segera yang harus dilakukan secara tepat adalah:
a. Menentukan diagnosis awal
b. Melakukan identifikasi faktor-faktor presipitasi dan kebutuhan
segera pasien
c. Memulai terapi atau merujuk pasien ke fasilitas yang sesuai

Dalam proses evaluasi, dilakukan:

a. Wawancara Kedaruratan Psikiatri


Wawancara dilakukan lebih terstruktur, secara umum fokus wawancara
ditujukan pada keluhan pasien dan alasan dibawa ke unit gawat darurat.
Keterangan tambahan dari pihak pengantar, keluarga, teman atau polisi dapat
melengkapi informasi, terutama pada pasien mutisme, tidak kooperatif,
negativistik atau inkoheren. Hubungan dokter-pasien sangat berpengaruh
terhadap informasi yang diberikan. Karenanya diperlukan kemampuan
mendengar, melakukan observasi dan melakukan interpretasi terhadap apa
yang dkatakan ataupun yang tidak dikatakan oleh pasien, dan ini dilakukan
dalam waktu yang cepat.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan psikiatri standar meliputi: riwayat perjalanan penyakit,
pemeriksaan status mental, pemeriksaan status fisik/neurologik dan jika perlu

4
pemeriksaan penunjang. Yang pertama dan terpenting yang harus dilakukan
oeh seorang dokter di unit gawat darurat adalah menilai tanda-tanda vital
pasien. Tekanan ddarah, suhu, nadi adalah sesuatu yang mudah diukur dan
dapat memberikan informasi bermakna. Misalnya seorang yang gaduh gelisah
dan mengalami halusinasi, demam, frekuensi nadi 120 per menit dan tekanan
darah meningkat, kemungkinan besar mengalami delirium dibandingkan
dengan suatu gangguan psikiatri. Lima hal yang harus ditentukan sebelum
menangani pasien selanjutnya:

Gambar 1. Bagan alur evaluasi dan penatalaksanaan pasien gawat darurat psikiatri6

Keamanan pasien
Sebelum mengevaluasi pasien, dokter harus dapat memastikan bahwa
situasi di UGD, jumlah pasien di ruangan tersebut aman bagi pasien.
Jika intervensi verbal tidak cukup atau kontraindikasi, perlu
dipikirkan pemberian obat atau pengekangan.
Medik atau psikiatri?

5
Penting bagi dokter untuk menilai apakah kasusnya medik, psikiatri
atau kombinasi keduanya, sebab penanganannya akan jauh berbeda.
Kondisi medik umum seperti trauma kepala, infeksi berat dengan
demam inggi, kelainan metabolisme, intoksikasi atau gejala putus zat
seringkali menyebabkan gangguan fungsi mental yang menyerupai
gangguan psikiatri umumnya. Dokter gawat darurat tetap harus
menelusuri semua kemungkinan penyebab gangguan fungsi mental
yang tampak.
Psikosis
Yang penting bukanlah penegakan diagnosisnya, tetapi seberapa jauh
ketidakmampuannya dalam menilai realita dan buruknya tilikan. Hal
ini dapat mempengaruhi sikapnya terhadap pertolongan yang kita
berikan serta kepatuhannya dalam berobat.
Suicidal atau homicidal
Semua pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus dobservasi
secara ketat. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan tindak
kekerasan atau pikiran bunuh diri harus selalu ditanyakan kepada
pasien.
Kemampuan merawat diri sendiri
Sebelum memulangkan pasien, harus dipertimbangkan apakah pasien
mampu merawat dirinya sendir, mampu menjalankan saran yang
dianjurkan. Ketidakmampuan pasien dan atau keluarganya untuk
merawat pasien di rumah merupakan salah asatu indikasi rawat inap.
Adapun indikasi rawat inap antara lain adalah:
Bila pasien membahayakan diri sendiri atau orang lain,
Bila perawatan di rumah tidak memadai, dan
Perlu observasi lebih lanjut.
c. Pertimbangan Dalam Penegakan Diagnosis Dan Terapi
Diagnosis
Meskipun pemeriksaan gawat darurat tidak harus lengkap,
namun ada beberapa hal yang harus dilakukan sesegera mungkin

6
untuk keakuratan data , misalnya penapisan toksikologi ( tes urin
untuk opioid, amfetamin), pemeriksaan radiologi, EKG dan tes
laboratorium. Data penunjang seperti catatan medik sebelumnya,
informasi dari sumber luar juga dikumpulkan sebelum memulai
tindakan.
Terapi
Pemberian terapi obat atau pengekangan harus mengikuti prinsip
terapi Maximum tranquilization with minimum sedation.
Tujuannya adalah untuk:
Membantu pasien untuk dapat mengendalikan dirinya kembali
Mengurangi/menghilangkan penderitaannya
Agar evaluasi dapat dilanjutkan sampai didapat suatu kesimpulan
akhir
Obat-obatan yang sering digunakan adalah:
- Low-dose High-potency antipsychotics seperti haloperidol,
trifluoperazine, perphenazine dsb
- Atypical antipsychotics, seperti risperidone, quetiapine,
olanzapine.
- Injeksi benzodiazepine. Kombinasi benzodiazepine dan
antipsikotik kadang sangat efektif.

2.3 Klasifikasi kegawatdaruratan psikiatri


2.3.1 Kondisi gaduh gelisah
Keadaan gaduh gelisah bukanlah diagnosis dalam arti kata sebenarnya,
tetapi hanya menunjuk pada suatu keadaan tertentu, suatu sindrom dengan
sekelompok gejala tertentu. Keadaan gaduh gelisah dipakai sebagai sebutan
sementara untuk suatu gambaran psikopatologis dengan ciri-ciri utama gaduh dan
gelisah.5
Definisi
Keadaan gaduh gelisah adalah peningkatan aktivitas mental dan motoric
seseorang sedemikian rupa sehingga sukar dikendalikan. Keadaan gaduh-

7
gelisah dapat dimasukkan ke dalam golongan kedaruratan psikiatri, bukan
karena frekuensinya yang cukup tinggi akan tetapi karena keadaan ini
berbahaya, baik bagi pasien sendiri maupun bagi lingkungannya, termasuk
orang dan benda disekitarnya. 1
Etiologi
Keadaan gaduh gelisah merupakan manifestasi klinis salah satu jenis
psikosis 5
- Delirium
- Skizofrenia katatonik
- Gangguan skizotipal
- Gangguan psikotik akut dan sementara
- Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
- Amok

1) Psikosis karena gangguan mental organik: delirium


Pasien dengan keadaan gaduh-gelisah yang berhubungan dengan
sindroma otak organik akut menunjukkan kesadaran yang menurun.
Sindroma ini dinamakan delirium. Istilah sindroma otak organik menunjuk
kepada keadaan gangguan fungsi otak karena suatu penyakit badaniah. 5
Penyakit badaniah ini yang menyebabkan gangguan fungsi otak itu
mungkin terdapat di otak sendiri dan karenanya mengakibatkan kelainan
patologik-anatomik (misalnya meningo-ensefalitis, gangguan pembuluh
darah otak, neoplasma intracranial, dan sebagainya), atau mungkin terletak
di luar otak (umpamanya tifus abdominalis, pneumonia, malaria, uremia,
keracunan atropine/kecubung atau alcohol, dan sebagainya) dan hanya
mengakibatkan gangguan fungsi otak dengan manifestasi sebagai psikosa
atau keadaan gaduh-gelisah, tetapi tidak ditemukan kelainan patologik-
anatomik pada otak sendiri.5
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada sindrom otak organik
akut biasanya terdapat kesadaran menurun sedangkan pada sindrom otak
organik menahun biasanya terdapat dementia. Akan tetapi suatu sindrom

8
otak organik menahun (misalnya tumor otak, demensia paralitika,
aterosklerosis otak, dan sebagainya) dapat saja pada suatu waktu
menimbulkan psikosis atau pun keadaan gaduh gelisah. Untuk mengetahui
penyebabnya secara lebih tepat, perlu sekali dilakukan evaluasi internal
dan neurologis yang teliti. 5

2) Skizofrenia dan gangguan skizotipal


Bila kesadaran tidak menurun, maka biasanya keadaan gaduh gelisah
itu merupakan manifestasi suatu psikosis dari kelompok ini, yaitu psikosis
yang tidak berhubungan atau sampai sekarang belum diketahui dengan
pasti adanya hubungan dengan suatu penyakit badaniah seperti pada
gangguan mental organik.
Skizofrenia merupakan psikosis yang paling sering didapat di negara
kita. Secara mudah dapat dikatakan bahwa bila kesadaran tidak menurun
dan terdapat inkoherensi serta afek-emosi yang inadequate, tanpa frustasi
atau konflik yang jelas maka hal ini biasanya suatu skizofrenia. Diagnosa
kita diperkuat bila kelihatan juga tidak ada perpaduan (disharmoni) antara
berbagai aspek kepribadian seperti proses berpikir, afek-emosi,
psikomotorik dan kemauan (kepribadian yang retak, terpecah-belah atau
bercabang = schizo; jiwa = phren), yaitu yang satu meningkat, tetapi yang
lain menurun. Pokok gangguannya terletak pada proses berpikir. 5
Dari berbagai jenis skizofrenia, yang sering menimbulkan keadaan
gaduh-gelisah ialah episode skizofrenia akut dan skizofrenia jenis gaduh-
gelisah katatonik. Di samping psikomotor yang meningkat, pasien
menunjukkan inkoherensi dan afek-emosi yang inadequate. Proses berpikir
sama sekali tidak realistik lagi. 5

3) Gangguan psikotik akut dan sementara


Gangguan ini timbul tidak lama sesudah terjadi stress psikologik yang
dirasakan hebat sekali oleh individu. Stress ini disebabkan oleh suatu
frustasi atau konflik dari dalam ataupun dari luar individu yang mendadak

9
dan jelas, umpamanya dengan tiba-tiba kehilangan seorang yang
dicintainya, kegagalan, kerugian dan bencana.Gangguan psikotik akut
yang biasanya disertai keadaan gaduh-gelisah adalah gaduh-gelisah reaktif
dan kebingungan reaktif . 5

4) Psikosis bipolar
Psikosisbipolar termasuk dalam kelompok psikosa afektif karena
pokok gangguannya terletak pada afek-emosi. Tidak jelas ada frustasi atau
konflik yang menimbulkan gangguan mental ini. Belum ditemukan juga
penyakit badaniah yang dianggap berhubungan dengan psikosa bipolar,
biarpun penelitian menunjuk kearah itu. Tidak ditemukan juga disharmoni
atau keretakan kepribadian seperti pada skizofrenia; pada jenis depresi
ataupun mania, bila aspek afek-emosinya menurun, maka aspek yang lain
juga menurun, dan sebaliknya. 5
Pada psikosa bipolar jenis mania tidak terdapat inkoherensi dalam arti
kata yang sebenarnya, tetapi pasien itu memperlihatkan jalan pikiran yang
meloncat-loncat atau melayang (flight of ideas). Pasien merasa gembira
luar biasa (efori), segala hal dianggap mudah saja. Psikomotorik
meningkat, banyak sekali berbicara (logorea) dan sering pasien lekas
tersinggung dan marah. 5

5) Amok
Amok adalah keadaan gaduh-gelisah yang timbul mendadak dan
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiobudaya. Karena itu PPDGJ-III
(Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa ke-III di Indonesia)
memasukkannya ke dalam kelompok Fenomena dan Sindrom yang
Berkaitan dengan Faktor Sosial Budaya di Indonesia (culture bound
phenomena). Efek malu (pengaruh sosibudaya) memegang peranan
penting. Biasanya seorang pria, sesudah periode meditasi atau tindakan
ritualistic, maka mendadak ia bangkit dan mulai mengamuk. Ia menjadi
agresif dan destruktif, mungkin mula-mula terhadap yang menyebabkan ia

10
malu,tetapi kemudian terhadap siapa saja dan apa saja yang dirasakan
menghalanginya. Kesadaran menurun atau berkabut (seperti dalam
keadaan trance). Sesudahnya terdapat amnesia total atau sebagian. Amok
sering berakhir karena individu itu dibuat tidak berdaya oleh orang lain,
karena kehabisan tenaga atau karena ia melukai diri sendiri, dan mungkin
sampai ia menemui ajalnya. 5

Tatalaksana
Non farmakologis
Bila seorang dalam keadaan gaduh gelisah dibawa kepada kita, penting
sekali kita harus bersikap tenang. Dengan sikap yang meyakinkan,
meskipun tentu waspada, dan kata-kata yang dapat menenteramkan pasien
maupun para pengantarnya, tidak jarang kita sudah dapat menguasai
keadaan. 5
Bila pasien masih diikat, sebaiknya ikatan itu disuruh dibuka sambil
tetap berbicara dengan pasien dengan beberapa orang memegangnya agar
ia tidak mengamuk lagi. Biarpun pasien masih tetap dipegang dan
dikekang, kita berusaha memeriksanya secara fisik. Sedapat-dapatnya
tentu perlu ditentukan penyebab keadaan gaduh gelisah itu dan
mengobatinya secara etiologis bila mungkin. 5
Farmakologis
Suntikan intramuskular suatu neuroleptikum yang mempunyai dosis
terapeutik tinggi (misalnya chlorpromazine HCL), pada umumnya sangat
berguna untuk mengendalikan psikomotorik yang meningkat. Bila tidak
terdapat, maka suntikan neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeurik
rendah, misalnya trifluoperazine, haloperidol (5 10 mg), atau
fluophenazine dapat juga dipakai, biarpun efeknya tidak secepat
neuroleptikum kelompok dosis terapeutik tinggi. Bila tidak ada juga, maka
suatu tranquailaizer pun dapat dipakai, misalnya diazepam (5 10 mg),
disuntik secara intravena, dengan mengingat bahwa tranquilaizer bukan

11
suatu antipsikotikum seperti neuroleptika, meskipun kedua-duanya
mempunyai efek antitegang, anticemas dan antiagitasi. 5
Efek samping neuroleptika yang segera timbul terutama yang
mempunyai dosis terapeutik tinggi, adalah hipotensi postural, lebih-lebih
pada pasien dengan susunan saraf vegetatif yang labil atau pasien lanjut
usia. Untuk mencegah jangan sampai terjadi sinkop, maka pasien jangan
langsung berdiri dari keadaan berbaring, tetapi sebaiknya duduk dahulu
kira-kira satu menit (bila pasien sudah tenang). 5
Penjagaan dan perawatan yang baik tentu juga perlu, mula-mula agar
ia jangan mengalami kecelakaan, melukai diri sendiri, menyerang orang
lain atau merusak barang-barang. Bila pasien sudah tenang dan mulai
kooperatif, maka pengobatan dengan neuroleptika dilanjutkan per oral
(bila perlu suntikan juga dapat diteruskan). Pemberian makanan dan cairan
juga harus memadai. Kita berusaha terus mencari penyebabnya, bila belum
diketahui, terutama bila diduga suatu sindrom otak organik yang akut. Bila
ditemukan, tentu diusahakan untuk mengobatinya secara etiologis. 5

12
Gambar 2. Diagram-alur penanggulangan keadaan gaduh-gelisah.

Pasien dengan amok, bila sampai kepada kita, biasanya sudah tidak
mengamuk lagi, kita tinggal berusaha tambah menentramkan saja dan
mengobati keadaan fisik bila sudah terganggu sewaktu dia dalam keadaan
amok. Psikosis skizofrenia dan bipolar memerlukan pengobatan jangka
panjang dengan neuroleptika. 5

2.3.2 Tindak kekerasan (violence)


Definisi
Tindak kekerasan (violence) adalah agresi fisik yang dilakukan
oleh seseorang terhadap orang lain. Jika hal itu diarahkan kepada dirinya
sendiri, disebut mutilasi diri atau tingkah laku bunuh diri (suicidal
behavior). Tindak kekerasan dapat timbul akibat berbagai gangguan
psikiatri, tetapi dapat pula terjadi pada orang biasa yang tidak dapat
mengatasi tekanan hidup sehari-hari dengan cara yang lebih baik.
Gambaran klinis
Gangguan psikiatri yang sering berkaitan dengan tindak kekerasan
adalah:
- Gangguan psikotik, seperti skizofrenia dan manik, terutama bila paranoid
dan mengalami halusinasi yang bersifat suruhan (commanding
hallucination),
- Intoksikasi alkohol atau zat lain,
- Gejala putus zat akibat alkohol atau obat-obat hipnotik-sedatif
- Katatonik furor
- Depresi agitatif
- Gangguan kepribadian yang ditandai dengan kemarahan dan gangguan
pengendalian impuls (misalnya gangguan kepribadian ambang dan
antisosial),
- Gangguan mental organik, terutama yang mengenai lobus frontalis dan
temporalis otak.

13
Faktor risiko lain terjadinya tindak kekerasan adalah :

- Adanya pernyataan seseorang bahwa ia berniat melakukan tindak


kekerasan,
- Adanya rencana spesifik,
- Adanya kesempatan atau suatu cara untuk terjadinya kekerasan,
- Laki-laki,
- Usia muda (15-24 tahun),
- Tatus sosioekonomi rendah,
- Adanya riwayat melakukan tindak kekerasan,
- Tindakan antisosial lainnya
- Riwayat percobaan bunuh diri.
Menilai dan Memprediksi Perilaku Kekerasan
Tanda-tanda adanya perilaku kekerasan yang mengancam: 2
- Pernah melakukan tindakan kekerasan beberapa saat yang lalu
- Kata-kata keras /kasar atau ancaman akan kekerasan
- Membawa benda-benda tajam atau senjata
- Adanya perilaku agitatif
- Adanya intoksikasi alkohol atau obat
- Adanya pikiran dan perilaku paranoid
- Adanya halusinasi dengar yang memerintahkan untuk melakukan tindak
kekerasan.
- Kegelisahan katatonik
- Episode manik
- Episode depresi agitatif
- Gangguan Kepribadian tertentu

Menilai resiko terjadinya perilaku kekerasan: 2

- Adanya ide-ide untuk melakukan kekerasan

14
- Adanya faktor demografik seperti jenis kelamin laki-laki, usia 15 24
tahun, status sosioekonomi yang rendah, dukungan sosial yang rendah
- Adanya riwayat kekerasan sebelumnya, penjudi, pemabuk,
penyalahgunaan zat psikoaktif,percobaan bunuh diri ataupun melukai diri
sendiri, psikosis
- Adanya stresor (masalah pernikahan, kehilangan pekerjaan, dan lainnya)

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat mewawancarai pasien tindak kekerasan:

Lindungi diri anda


- Jangan pernah mewawancarai pasien yang bersenjata
- Jangan pernah mewawancarai pasien yang bersikap beringas (violent)
seorang diri atau di ruang tertutup. Lepaskan hal-hal yang bisa
dijambak/ditarik seperti kalung atau dasi.
- Jangan melakukan pengikatan pasien seorang diri, serahkan urusan itu
pada anggota staf yang terlatih.
- Duduklah dengan jarak paling tidak sepanjang lengan
- Jangan menantang atau menentang pasien psikotik.
- Jangan duduk berdekatan dengan pasien paranoid, yang mungkin merasa
bahwa anda mengancamnya
- Persiapkan rute untuk melarikan diri seandainya pasien menyerang.
Jangan pernah membelakangi pasien
Waspada terhadap tanda-tanda munculnya kekerasan, antara lain:
- Adanya kekerasan terhadap orang atau benda yang terjadi belum lama ini,
gigi yang dikatupkan serta telapak yang dikepal,
- Ancaman verbal,
- Agitasi psikomotor,
- Intoksikasi alkohol atau obat atau zat lain,
- Waham kejar, dan
- Senjata atau benda-benda yang dapat digunakan sebagai senjata (seperti
garpu, asbak)

15
- Pastikan bahwa terdapat jumlah staf yang cukup untuk mengikat pasien
secara aman.
- Pengikatan pasien hanya dilakukan oleh mereka yang telah terlatih.
Biasanya setelah pasien diikat diberikan benzodiazepin atau antipsikotik
untuk menenangkan pasien.
- Lakukan evaluasi diagnostik yang tepat, meliputi TTV, pemeriksaan fisik
dan wawancara psikiatrik.

Tatalaksana
Psikofarmaka
Terapi obat tergantung diagnosisnya. Biasanya untuk menenagkan pasien
diberikan obat antipsikotik atau benzodiazepin:
- Flufenazine, trifluoperazine atau haloperidol 5mg per oral atau IM,
- Olanzapine 2,5-10 mg per IM, maksimal 4 injeksi per hari, dengan dosis
rata-rata per hari 13-14mg,
- Atau lorazepam 2-4 mg, diazepam 5-10mg per IV secara pelahan (dalam 2
menit).
Bila dalam 20-30 menit kegelisahan tidak berkurang, ulangi dengan dosis
yang sama. Hindari pemberian antipsikotik pada pasien yang mempunyai
risiko kejang. Untuk penderia epilepsi, mula-mula berikan antikonvulsan
misalnya carbamazepine lalu berikan benzodiazepine.Pasien yang
menderita gangguan organik kronik seringkali memberikan respon yang
baik dengan pemberian -blocker seperti propanolol.1

2.3.3 Tentamen Suicidum/percobaan bunuh diri


Definisi
Bunuh diri atau suicide atau tentamen suicidum adalah kematian
yang diniatkan dan dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya
sendirisegala perbuatan seseorang yang dapat mengakhiri hidupnya
sendiri dalam waktu singkat. 1,5
Epidemiologi

16
Terdapat lebih dari 35.000 kematian per tahun (sekitar 100 per
hari) di Amerika Serikat disebabkan oleh bunuh diri. Saat ini, bunuh diri
menempati peringkat kesepuluh dari penyebab kematiann terbanyak di
Amerika Serikat, setelah penyakit jantung, kanker, penyakit gangguan
pernapasan bawah kronis, penyakit serebrovaskular, kecelakaan, penyakit
Alzheimer, diabetes, influenza dan pneumonia, dan penyakit ginjal.2
Etiologi
o Faktor Sosiologis
Teori Durkheim
Teori Durkheim dibuat oleh sosiologis Perancis Emile Durkheim
pada akhir abad ke-19. Durkheim mengelompokkan bunuh diri
menjadi tiga kategori sosial: egoistik, altruistik, dan anomik.2
o Faktor Psikologis
Teori Freud
Sigmund Freud menggambarkan hanya satu pasien yang
melakukan percobaan bunuh diri, tetapi ia melihat banyak pasien
yang depresi. Dalam tulisannya Mourning and Melancholia,
Freud menyatakan keyakinannya bahwa bunuh diri mencerminkan
agresi yang dibelokkan ke dalam objek cinta yang terintroveksi,
dan ditangkap secara ambivalen.2
Teori Menninger
Berdasarkan konsep Freud, Karl Menninger di dalam Men Against
Himself menyimpulkan bahwa bunuh diri sebagai pembunuhan
yang dibalikkan ke dalam diri sendiri sebagai akibat kemarahan
pasien kepada orang lain. Pembunuhan yang diretrofleksikan ini
antara digunakan sebagai alasan atas hukuman. Ia menggambarkan
tiga komponen yang mencetuskan bunuh diri: keinginan untuk
membunuh, keinginan untuk dibunuh, dan keinginan untuk mati.2
Teori Terkini
Berdasarkan teori terkini, penyebab bunuh diri disebabkan oleh
khayalan mereka sendiri. Khayalan tersebut sering kali termasuk

17
keinginan untuk balas dendam, kekuatan, pengendalian atau
hukuman.2
o Faktor Biologis
Berkurangnya serotonin sentral berperan penting di dalam perilaku
bunuh diri. Suatu kelompok di Institut Karolinska di Swedia
mendapatkan bahwa konsentrasi metabolit serotonin 5-
hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA) yang rendah di cairan
serebrospinal (CSS) lumbal pada orang yang bunuh diri.2
o Faktor Genetik
Perilaku bunuh diri, seperti gangguan psikiatrik lainnya, cenderung
diturunkan dalam keluarga. Pada pasien psikiatrik, riwayat bunuh diri
di dalam keluarga meningkatkan risiko percobaan bunuh diri dan
bunuh diri yang berhasil pada sebagian besar kelompok diagnostik.2

Klasifikasi bunuh diri


Ada macam-macam pembagian bunuh-diri dan percobaan bunuh-diri.
Pembagian Emile Durkheim masih dapat dipakai karena praktis, yaitu:
- Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik berlaku bagi individu yang tidak mampu
berintegrasi dengan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kondisi
kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadi individu itu seolah-
olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat
menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk
melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang
menikah. Masyarakat daerah pedesaan mempunyai integrasi sosial
yang lebih baik dari pada daerah perkotaan, sehingga angka suicide
juga lebih sedikit.2
- Bunuh diri altruistik
Individu itu terikat pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia
cenderung untuk bunuh diri karena identifikasi terlalu kuat dengan
suatu kelompok, ia merasa bahwa kelompok tersebut sangat

18
mengharapkannya. Contoh: Hara-kiri: di Jepang, puputan di Bali
beberapa ratus tahun yang lalu, dan di beberapa masyarakat primitive
yang lain. Suiside macam ini dalam jaman sekarang jarang terjadi,
seperti misalnya seorang kapten yang menolak meninggalkan
kapalnya yang sedang tenggelam.2
- Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik terjadi bila tedapat gangguan keseimbangan
integrasi antara individu dengan masyarakat, sehingga individu
tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu
itu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya
tidak dapat memberikan kepuasan kepadanya karena tidak ada
pengaturan dan pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya. Hal
ini menerangkan mengapa percobaan bunuh diri pada orang cerai
pernikahan lebih banyak dari pada mereka yang tetap dalam
pernikahan. Golongan manusia yang mengalami perubahan ekonomi
yang drastis juga lebih mudah melakukan percobaan bunuh diri.2

Helber Hendin mengemukakan beberapa hal psikodinamika bunuh-diri


sebagai berikut:

- Kematian sebagai pelepasan pembalasan (Death as retaliatory


abandonment).
Suiside dapat merupakan usaha untuk mengurangi preokupasi tentang
rasa takut akan kematian. Individu mendapat perasaan seakan-akan ia
dapat mengontrol dan dapat mengetahui bilamana dan bagaimana
kematian itu.
- Kematian sebagai pembunuhan terkedik (ke belakang) (Death as
retroflexed murder).
Bagi individu yang mengalami gangguan emosi hebat, suiside dapat
mengganti kemarahan atau kekerasan yang tidak dapat direpresikan.
Orang ini cenderung untuk bertindak kasar dan suiside dapat

19
merupakan penyelesaian mengenai pertentangan emosi dengan
keinginan untuk membunuh.
- Kematian sebagai penyatuan kembali (Death as reunion).
Kematian dapat mempunyai arti yang menyenangkan, karena individu
itu akan bersatu kembali dengan orang yang telah meninggal (reuni
khayalan).
- Kematian sebagai hukuman buat diri sendiri (Death as self
punishment).
Menghukum diri sendiri karena kegagalan dalam pekerjaan jarang
terjadi pada wanita, akan tetapi seorang ibu tidak mampu mencintai,
maka keinginan menghukum dirinya sendiri dapat terjadi. Dalam
rumah sakit jiwa, perasaan tak berguna dan menghukum diri sendiri
merupakan hal yang umum. Mula-mula mungkin karena kegagalan,
rasa berdosa karena agresi, individu itu mencoba berbuat lebih baik
lagi, tetapi akhirnya ia menghukum diri sendiri untuk menjauhkan diri
dari tujuan itu.
Faktor Risiko
Berikut ini faktor-faktor resiko untuk bunuh diri: 2
- Jenis kelamin
Perempuan lebih banyak melakukan percobaan bunuh diri dibanding
laki-laki. Akan tetapi, keberhasilan bunuh diri lebih tinggi pada laki-
laki. Hal ini berkaitan dengan metode bunuh diri yang dipilih. Laki-
laki lebih banyak dengan gantung diri, meloncat dari tempat tinggi,
dengan senjata api. Perempuan lebih banyak dengan overdosis obat-
obatan atau menggunakan racun.
- Usia
Kasus bunuh diri meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada
laki-laki, angka bunuh diri tertinggi pada usia di atas 45 tahun
sedangkan pada perempuan angka bunuh diri tertinggi pada usia di
atas 55 tahun. Orang yang lebih tua lebih jarang melakukan percobaan
bunuh diri, tetapi lebih sering berhasil.

20
- Ras
Di Amerika Serikat ras kulit putih lebih banyak melakukan bunuh diri
dibanding ras kulit hitam.
- Status perkawinan
Pernikahan menurunkan angka bunuh diri, terutama jika terdapat anak
di rumah. Orang yang tidak pernah menikah dua kali lebih beresiko
untuk bunuh diri. Perceraian meningkatkan resiko bunuh diri. Janda
atau duda yang pasangannya telah meninggal juga memiliki angka
bunuh diri yang tinggi.
- Pekerjaan
Semakin tinggi status sosial semakin tinggi resiko bunuh diri, tetapi
status sosial yang rendah juga meningkatkan resiko bunuh diri.
Pekerjaan sebagai dokter memiliki resiko bunuh diri tertinggi
dibanding pekerjaan lain. Spesialisasi psikiatri memiliki resiko
tertinggi, disusul spesialis mata dan spesialis anestesi. Pekerjaan lain
yang memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri adalah pengacara, artis,
dokter gigi, polisi, montir, agen asuransi. Orang yang tidak memiliki
pekerjaan memiliki resiko lebih tinggi untuk bunuh diri.
- Kesehatan fisik
Satu dari tiga orang yang melakukan bunuh diri memiliki masalah
kesehatan dalam 6 bulan sebelum bunuh diri. Hilangnya mobilitas
fisik, nyeri hebat yang kronik, pasien hemodialisis meningkatkan
resiko bunuh diri.
- Gangguan mental
Sekitar 95% dari semua orang yang mencoba atau melakukan bunuh
diri memiliki gangguan mental. Gangguan mental tersebut terdiri dari
depresi 80%, skizofrenia 10%, dan demensia atau delirium 5%. Di
antara semua pasien dengan gangguan mental, 25% kecanduan juga
kepada alkohol.
- Kecanduan alkohol

21
Sekitar 15% pasien kecanduan alkohol melakukan bunuh diri. Sekitar
80% pasien bunuh diri akibat kecanduan alkohol adalah laki-laki.
Sekitar 50% dari pasien kecanduan alkohol yang bunuh diri
mengalami kehilangan anggota keluarga atau pasangan dalam satu
tahun terakhir.
- Gangguan kepribadian
Sebagian besar orang yang bunuh diri memiliki gangguan
kepribadian. Gangguan kepribadian merupakan faktor predisposisi
untuk gangguan depresi. Selain itu juga merupakan faktor predisposisi
untuk kecanduan alkohol. Gangguan kepribadian juga dapat
menyebabkan konflik dengan keluarga dan orang lain.

Gangguan jiwa yang sering berkaitan dengan bunuh diri, adalah


gangguan mood, keterantungan alkohol, skizofrenia. Pencegahan tindak
bunuh diri yang terbaik adalah dengan mendeteksi dini dan menatalaksana
gangguan jiwa yang mungkin menjadi faktor kontribusi tadi.

Wawancara dan Psikoterapi


- Pada waktu wawancara, pasien mungkin secara spontan menjelaskan
adanya ide bunuh diri. Bila tidak, tanyakan langsung.
- Mulailah dengan menanyakan:
Apakah anda pernah merasa ingin menyerah saja?
Apakah anda pernah merasa bahwa lebih baik kalau anda mati saja?
- Tanyakan isi pikiran pasien:
Berapa sering pikiran ini muncul?
Apakah pikiran tentang bunuh diri ini meningkat?
- Selidiki :
Apakah pasien bisa mendapatkan alat dan cara untuk melaukan
rencana bunuh dirinya?
Apakah mereka sudah mengambilkah aktif, isalnya mengumpulkan
obat?
Seberapa pesimiskah mereka?

22
Apakah mereka bisa memikirkan bahwa kehidupannya akan
membaik?
Evaluasi dan Penatalaksanaan
Mengenali pasien yang berpotensi bunuh diri
Kemungkinan bunuh diri dapat terjadi apabila:4
- Pasien pernah mencoba bunuh diri
- Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan maupun
tidak, atau berupa ancaman: kamu tidak akan saya ganggu lebih lama
lagi (sering dikatakan pada keluarga)
- Secara objektif terlihat adanya mood yang depresif atau cemas
- Baru mengalami kehilangan yang bermakna (pasangan, pekerjaan,
harga diri, dan lain-lain)
- Perubahan perilaku yang tidak terduga: menyampaikan pesan-pesan,
pembicaraan serius dan mendalam dengan kerabat, membagi-bagikan
harta/barang-barang miliknya.
- Perubahan sikap yang mendadak: tiba-tiba gembira, marah atau
menarik diri.

Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat di rumah (di


tempat kejadian) dan atau di Unit Gawat Darurat di rumah sakit, di bagian
penyakit dalam atau bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka dan
atau keracunan. Bila keracunan atau luka sudah dapat diatasi maka
dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak ada hubungan antara beratnya
gangguan fisik dengan beratnya gangguan psikologis. Penting sekali
dalam pengobatan untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk
pasien dengan depresi dapat diberikan psikoterapi dan obat antidepresan. 5

Ketika sedang mengevaluasi pasien dengan kecendrungan bunuh diri,


jangan tinggalkan mereka sendiri di ruangan. Singkirkan benda-benda
yang dapat membahayakan dari ruang tersebut. Etika mengevaluasi

23
pasien yang baru melakukan percobaan bunuh diri, buatlah penilaian
apakah hal itu direncanakan atau dilakukan secara impulsif.

Penatalaksanaan tergantung dari diagnosis yang ditegakkan. Pasien


yang depresi berat boleh saja berobat jalan asalkan keluarganya dapat
mengawasi pasien secara ketat di ruma. De bunuh diri pada pasien
alkoholik umumnya hilang setelah sesudah menghentkan pengguanan
alkohol itu. Pasien dengan gangguan kepribadian akan berespon baik bila
mereka ditangani secara empatik dan dibantu untuk memecahkan masalah
dengancara rasionald an bertanggung jawab.

Rawat inap jangka panjang diperlukan bagi pasien yang cendrung dan
mempunyai kebiasaan melukai diri sendiri serta parasuicides.
Parasuicides yaitu mereka yang berulangkali melakukan hal-hal
berbahaya tetapi menyangkal adanya ide-ide bunuh diri. 1

Tatalaksana
Terapi psikofarmaka
Seorang yang sedang dalam krisis karena baru ditinggal mati
biasanya akan berfungsi lebih baik setelah mendapat tranquilizer ringan,
tertama bila tidurnya terganggu. Obat pilihannya adalah golongan
benzodiazepine, misalnya lorazepam 3x1 mg per hari selama 2 minggu.
Jangan memberukan obat dalam jumlah banyak sekaligus terhdap
pasien(rrespkan sedikit-seikit saja) dan pasien harus kontrol dalam
bebeapa hari.

2.3.4 Gejala ekstra piramidal akibat penggunaan obat


Definisi
Sindrom neuroleptik maligna adalah suatu sindrom toksik yang
berhubungan dengan penggunaan obat antipsikotik. Gejalanya meliputi :
kekakuan otot, distonia, akinesia mutisme dan agitasi.2
Epidemiologi

24
Sekitar 0,01 sampai 0,02 persen pasien yang diobati dengan antipsikotik
mengalami sindrom neuroleptik maligna. Pria lebih sering mengalami
sindrom neuroleptik maligna dibandingkan wanita, dan pasien berusia
lebih muda lebih sering mengalami dibandingkan pasien lanjut usia.
Angka kematian dapat mencapai 10-20 persen atau bisa lebih tinggi jika
penggunaan obat antipsikotik lebih banyak.2
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Gejala otonomik sindrom neuroleptik malignaditandai dengan
demam tinggi (dapat mencapai 41,5C), kekakuan otot yang nyata sampai
seperti pipa (lead-pipe rigidity), instabilitas otonomik (takikardia, tekanan
darah yang labil, keringat berlebih) dan gangguan kesadaran. Kekakuan
yang parah dapat menyebabkan rhabdomyolysis, myaglobinuria dan
akhirnya gagal ginjal. Penyulit lain dapat berupa tombosis vena, emboli
paru dan kematian. Biasanya terjadi dalam hari-hari pertama pengguanaan
antipsikotik pada saat dosis mulai ditingkatkan, umunya dalam 10 hari
pertama pengobatan antipsikotik. Sindrom neuroleptik maligna paling
mungkin terjadi pada pasien yang menggunakan antipsikotik potensi tinggi
dalam dosis tinggi atau dosis yang meningkat cepat.2
Menurut DSM-IV-TR, diagnosis sindrom neuroleptik maligna
ditegakkan jika terdapat demam dan kekakuan otot yang parah disertai
dengan 2 atau lebih gejala berikut:
- Diaforesis
- Disfagia
- Tremor
- Inkontinensia
- Penurunan kesadaran
- Mutism
- Takikardia
- Tekanan darah yang meningkat atau labil
- Leukositosis
- Bukti laboratorium adanya kerusakan otot rangka

25
Patofisiologi
Patofisiologi sindrom neuroleptik maligna belum diketahui secara
jelas. Timbulnya sindrom neuroleptik maligna akibat obat yang
menghambat reseptor D2 menghasilkan hipotesis bahwa penghambatan
reseptor D2 pada berbagai area di otak menjelaskan gejala klinis yang
timbul. Hambatan reseptor D2 di formatio retikularis dapat menurunkan
kesadaran. Hambatan reseptor D2 di jalur nigrostriatal dapat menyebabkan
rigiditas. Hambatan reseptor D2 di hipotalamus dapat menyebabkan
instabilitas otonom, gangguan pelepasan panas. Hiperpireksia terjadi
akibat disfungsi hipotalamus dan kekakuan otot.
Faktor resiko
Jenis kelamin laki-laki dua kali lebih beresiko dibanding
perempuan.Faktor predisposisi munculnya sindrom neuroleptik maligna
adalah dehidrasi, malnutrisi, kelelahan, injeksi intramuskular neuroleptik,
cedera kepala, infeksi, intoksikasi alkohol, pengunaan antipsikotik
bersama dengan litium.Gangguan ini dapat pula terjadi pada pasien yang
baru menghentikan terapi dengan obat-obatan agoni dopaminergik seperti
carbidopa, levodopa, amantadine dan bromocriptine.
Panduan Wawancara dan Psikoterapi
Sindrom neuroleptik maligna adalah kegawatdaruratan medik
sehingga perlu dirawat di ICU. Kesadarannya terganggu, tanyakan
perjalanan penyakitnya pada keluarga dan teman-temannya.
Evaluasi
- Pertimbangkan kemungkinan sindrom neuroleptik maligna pada
pasien yang mendapat antipsikotik yang mengalami demam serta
kekakuan otot.
- Bila terdapat rigiditas rinan yang tidak berespon terhdap
antikolinergik biasa dan bila demamnya tak jelas sebabnya, buatlah
diagnosis sementara sindroma neuroleptik maligna.
- Hentikan pemberian antipsikotik segera.
- Monitor tanda-tanda vital secara berkala.

26
- Lakukan pmeriksaan laboratorium
- Hidrasi cepat intravena dapat mencegah terjadinya renjatan dan
menurunkan kemungkinan terjadinyagagal ginjal.
- Sindrom ini biasanya berlangsung selama 15 hari. Setelah sembuh,
masalah kemudian adalah pemberian antipsikotik selanjutnya apakah
mengganti dari kelas yang berbeda atau kembali ke antipsikotik
semula yang efektif.
Tatalaksana
Terapi Psikofarmaka
Penggunaan terapi psikofarmaka yang sering digunakan untuk sindrom
neuroleptik maligna adalah dantrolene (Dantrium) dan bromokriptin
(Parlodel), meskipun amantadine (Symmetrel) terkadang masih
digunakan. Bromokriptin dan amantadine menimbulkan efek DRA
langsung dan dapat berfungsi untuk mengatasi akibat dari antipsikotik
yang terinduksi oleh blokade reseptor dopamin (antipsychotic induce
dopamine receptor blockade). Dosis efektif antipsikotik terendah obat
harus digunakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya sindroma
neuroleptik maligna. Obat dengan potensi tinggi, seperti haloperidol,
menimbulkan risiko terbesar. Obat antipsikotik dengan efek
antikolinergik lebih jarang mengakibatkan sindroma neuroleptik
maligna.2
Pilihan obat yang dapat digunakan:
- Amantadine 200-400 mg PO/hari dalam dosis terbagi
- Bromocriptine 2,5 mg PO 2 atau 3 kali/hari, dapat dianaikan sampai
45 mg/hari
- Levodopa 50-100 mg/hari IV dalam infus terus-menerus.
- Dentrolene 1 mg/kgBB/hari selama 8 hari, kemudian dilanjutkan PO
selama 7 hari2

27
BAB III
KESIMPULAN

Kedaruratan psikiatri merupakan cabang dari Ilmu Kedokteran Jiwa dan


Kedokteran Kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yang
memerlukan intervensi psikiatri. Tempat pelayanan kedaruratan psikiatri antara
lain di rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, klinik dan sentra primer. Kasus
kedaruratan psikiatri meliputi gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang
memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain kondisi gaduh gelisah, tindak
kekerasan (violence), tentamen Suicidum/percobaan bunuh diri, gejala ekstra
piramidal akibat penggunaan obat dan delirium.

Keadaan gaduh gelisah adalah peningkatan aktivitas mental dan motoric


seseorang sedemikian rupa sehingga sukar dikendalikan. Keadaan gaduh-gelisah
dapat dimasukkan ke dalam golongan kedaruratan psikiatri, bukan karena
frekuensinya yang cukup tinggi akan tetapi karena keadaan ini berbahaya, baik
bagi pasien sendiri maupun bagi lingkungannya, termasuk orang dan benda
disekitarnya. Keadaan gaduh gelisah merupakan manifestasi klinis salah satu jenis
psikosis delirium, skizofrenia katatonik, gangguan skizotipal, gangguan psikotik
akut dan sementara, gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala
psikotik dan amok.

Violenceatau tindak kekerasan adalah agresi fisik yang dilakukan oleh


seseorang terhadap orang lain. Jika hal itu diarahkan kepada dirinya sendiri,
disebut mutilasi diri atau tingkah laku bunuh diri (suicidal behavior). Tindak
kekerasan dapat timbul akibat berbagai gangguan psikiatri, tetapi dapat pula
terjadi pada orang biasa yang tidak dapat mengatasi tekanan hidup sehari-hari
dengan cara yang lebih baik.

Bunuh diri atau suicide atau tentamen suicidum adalah kematian yang
diniatkan dan dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendirisegala perbuatan
seseorang yang dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat. Emile

28
Durkheim membagi bunuh diri menjadi: bunuh diri egoistic, bunuh diri altruistic,
dan bunuh diri anomik. Adanya bahaya bunuh diri biasanya diketahui dari adanya
tanda-tanda tertentu.

Pengobatan pada kegawatdaruratan psikiatri sedapat-dapatnya diarahkan


kepada etiologi, disertai perawatan yang memadai dan penjagaan yang baik. Di
samping ini, usaha meredakan berbagai gejala psikiatri yang membahayakan itu
sangat penting juga. Dalam keadaan darurat seperti ini, pemberian neroleptika,
terutama yang mempunyai dosis efektif tinggi, secara intramuskuler ternyata
sangat efektif sebagai pengobatan pertama untuk mengatasi berbagai gejala
psikomotrik yang meningkat itu, namun harus tetap mempertimbangka efek
samping yang dapat timbul segera, terutama pada pasien dengan susunan saraf
yang labil atau pada pasien yang sudah lanjut usianya.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto ed. 2010. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI

2. Sadock ,Benjamin james dan Sadock, Virginia Alcott. 2010.


Kegawatdaruratan psikiatri dalam: Kaplan & Sadock buku ajar psikiatri
klinis. Ed Ke- 2. EGC : Jakarta. Hal 418-433,

3. Surilena. 2005. Fenomena Bunuh Diri Di Indonesia. Maj.Kedokteran


Atma Jaya. Vol4. Jakarta: Perpustakaan Unika Atmajaya.

4. Tomb, D.A. 2004. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Jakarta: EGC.

5. Maramis, W.F. dan Maramis, A.A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.

6. KEPMENKES. 2011. Pedoman Pelayanan Kegawatdaruratan Psikiatri.


Direktorat Bina Kesehatan jiwa Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI.

30
31

Anda mungkin juga menyukai