PENDAHULUAN
Hipertensi yang dikenal sebagai tekanan darah tinggi merupakan masalah
kesehatan yang banyak di masyarakat. Penyakit ini disebut sebagai the silent
killer karena penyakit mematikan ini sering sekali tidak menunjukkan gejala atau
tersembunyi. Kriteria hipertensi adalah tekanan darah sistolik (TDS) 140 mmHg
atau tekanan darah diastolik (TDD) 90 mmHg (JNC-8, 2014). Penderita
hipertensi di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 77,9 juta atau 1 dalam 3
pendudu pada tahun 2010. Prevalensi hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan
meningkat sebanyak 7,2% dari estimasi 2010 (Go dkk., 2013).
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibedakan menjadi dua
golongan yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer
meliputi lebih kurang 90-95% dari seluruh pasien hipertensi dan 5-10% lainnya
disebabkan oleh hipertensi sekunder. Hipertensi primer merupakan hipertensi
yang tidak diketahui penyebab dari peningkatan tekanan darah tersebut, disebut
juga dengan hipertensi esensial atau hipertensi idiopatik. Hipertensi primer ini
tidak dapat diobati, namun dapat dikontrol dengan terapi yang tepat (Onusco,
2010).
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang diakibatkan oleh suatu
penyakit atau kelainan yang mendasari ataupun oleh obat-obatan tertentu. Rimoldi
dan kawan-kawan (2013) dalam European Heart Journal menyebutkan bahwa
penyakit atau kelainan yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder meliputi
obstructive sleep apnea, kelainan parenkim ginjal, stenosis renovaskuler,
aldosteronisme primer, penyakit tiroid, sindrom Cushing, feokromositoma, dan
koartasio aorta. Gejala klinis hipertensi sekunder bergantung pada tingginya
tekanan darah sehingga gejala timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang gejala
didominasi penyakit dasarnya dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi
pada organ target seperti ginjal, mata, otak, dan jantung (Yusuf, 2008).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang
menetap di atas batas normal yang disepakati, yaitu sistolik 140 mmHg atau
diastolik di 90 mmHg (Price dan Wilson, 2012). Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi digolongkan menjadi 2, hipertensi primer atau esensial yaitu
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder yaitu
hipertensi yang disebabkan oleh kondisi medik tertentu atau karena
pengobatan.
Menurut The Eighth Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Bood Pressure
(JNC 8) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, prahipertensi, Hipertensi derajat 1 dan derajat 2
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 8
Klasifikasi Tekanan
Tekanan Darah
Tekanan Darah
Darah
Normal
Sistolik (mmHg)
<120
dan
Diastolik (mmHg)
<80
Prahipertensi
120-139
atau
80-89
Hipertensi derajat 1
140-159
atau
90-99
Hipertensi derajat 2
160
atau
100
2.2 Epidemiologi
Hipertensi primer meliputi lebih kurang 90-95% dari seluruh pasien
hipertensi dan 5-10% lainnya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Prevalensi
hipertensi sekunder dipengaruhi oleh umur dan karakteristik klinik yang ada
di populasi.
Persentase
70-85%
Penyebab tersering
Penyakit parenkim ginjal,
lahir-12 tahun
Adolescents (12-18
10-15%
koartasio aorta
Penyakit parenkim ginjal,
tahun)
Young adults (19-
koartasio aorta
Disfungsi tiroid,
5%
39 tahun)
Middle-aged adults
Fibromskular displasia,
8-12%
40-64 tahun
Older adults ( 65
17%
tahun)
feokromositoma
Stenosis arteri renalis, gagal
ginjal, hipotiroid
2.3 Etiologi
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang diakibatkan oleh
suatu penyakit atau kelainan yang mendasari ataupun oleh obat-obatan
tertentu. Rimoldi dan kawan-kawan (2013) dalam European Heart Journal
menyebutkan bahwa penyakit atau kelainan yang dapat menyebabkan
hipertensi sekunder meliputi: obstructive sleep apnea, kelainan parenkim
ginjal, stenosis renovaskuler, aldosteronisme primer, penyakit tiroid, sindrom
Cushing, feokromositoma, dan koartasio aorta.
2.4 Patofisiologi
2.4.1 Obstructive sleep apnea
Sleep apnea syndrome adalah suatu sindrom dengan
ditemukannya episode apnea atau hipopnea pada saat tidur. Apnea
dapat disebabkan kelainan sentral, obstruktif jalan nafas, atau
campuran. Obstruktif apnea adalah berhentinya aliran udara pada
hidung dan mulut walaupun dengan usaha nafas, sedangkan central
apnea adalah penghentian pernafasan yang tidak disertai dengan usaha
4
a. Hiperplasia Adrenal
Sekunder terhadap kelebihan produksi ACTH hipofisis, yaitu
berupa disfungsi hipothalamik-hipofisa dan mikro dan
makroadenoma yang menghasilkan ACTH hipofisis.
Sekunder terhadap Tumor non endokrin yang menghasilkan
ACTH atau CRH, yaitu karsinoma Bronkhogenik, karsinoid
Thymus, karsinoma pankreas, dan adenoma bronkhus.
b. Hiperplasia noduler adrenal, yaitu neoplasia adrenal berupa
adenoma dan karsinoma
c. Penyebab eksogen atau iatrogenik yang disebabkan penggunaan
glukokortikoid jangka lama penggunaan ACTH jangka lama
2.4.7 Feokromositoma
Feokromositoma adalah suatu tumor medula adrenal yang
mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin dalam jumlah yang
berlebihan.
Illicit
NSAID
Amfetamin, kokain
Inhibitor siklooksigenase-2, ibuprofen,
Psikiatrik
naproxen (naprosyn)
Buspiron (buspar), karbamazepin (tegretol),
klozapin (klozaril), fluoxetine (prozac),
Steroid
Simpatomimeti
2.5.1
hari
Temuan klinis: peningkatan lingkar leher, obesitas, edema perifer.
Skrining: polisomnografi, skor penilaian klinis sleep apnea dengan
10
Gambar 1. Riwayat, temuan klinis dan skrining pasien dengan suspek obstructive
sleep apnoea.
2.5.2
2.5.3
Stenosis renovaskuler
Riwayat: aterosklerosis, diabetes, merokok, serangan edema pulmonal
yang berulang
Temuan klinis: bruit abdominal, peripheral vascular disease
Skrining: duplex, CT, MRI, angiografi
Temeuan laboratorium: aldosteronisme sekunder, hipokalemia,
hiponatremia
11
Gambar 2. Riwayat, temuan klinis dan skrining pasien dengan suspek stenosis
renovaskuler aterosklerosis
2.5.4
Aldosteronisme primer
Riwayat: kelelahan, konstipasi, poliuria, polidipsia.
Temuan klinis: kelemahan otot
Skrining: kadar renin dan aldosteron untuk menghitung (Aldosterone
Renin Ratio)
Temuan laboratorium: hipokalemia, peningkatan ARR
12
Gambar 3. Riwayat, temuan klinis dan skrining pasien dengan suspek aldosteronisme
primer
2.5.5
Penyakit tiroid
Riwayat:
Hipertiroid: palpitasi, penurunan berat badan, cemas, tidak tahan
panas
Hipotiroid: kenaikan berat badan, kelelahan, obstipasi
Temuan klinis:
Hipertiroid: takikardi, Atrial fibrilasi, accentuated heart
sounds, eksoftalmus
Hipotiroid: bradikardi, kelemahan otot, myxedema
Skrining: TSH
Temeuan laboratorium
Hipertiroid: penurunan TSH, peningkatan fT4 and/or fT3
Hipotiroid: peningkatanTSH, penurunan fT4, peningkatan
kolesterol
2.5.6
Sindrom Cushing
Riwayat: kenaikan berat badan, impoten, kelelahan, perubahan
emosional, polidipsi, poliuria
13
dexamethasone
Temeuan laboratorium: peningkatan kortisol bebas dalam urin 24 jam
peningkatan kadar glukosa, peningkatan kolesterol, hipokalemia
2.5.7
2.5.8
Feokromositoma
Riwayat: sakit kepala, palpitasi, cemas, tekanan darah yang tidak
Koartasio aorta
Riwayat: sakit kepala, epistaksis, kelemahan pada kaki atau
klaudikasio
Temuan klinis: perbedaan tekanan darah (20/10 mmHg) antara
ekstremitas superior dan inferior dan/atau antara lengan kanan dan
kiri, penurunan pulsasi femoral, murmur ejeksi interskapular, rib
(anak-anak)
Temeuan laboratorium: tidak spesifik
2.6 Penatalaksanaan
Penanggulangan hipertensi
14
angioplasti atau operasi. Pada penelitian the Dutch Renal Artery Stenosis
Intervention Cooperative study, pengobatan medikamentosa dengan 3 atau
lebih jenis obat antihipertensi dapat mengontrol tekanan darah pada lebih dari
separuh pasien. Pada pasien dengan fibromuskular displasia, tindakan
revaskularisasi dapat merupakan pengobatan definitif dalam menurunkan
tekanan darah. Berbeda dengan fibromuskular displasia, pasien dengan
penyakit renovaskular aterosklerotik biasanya tetap membutuhkan obat
antihipertensi walaupun tindakan revaskularisasinya berhasil. ACEI atau ARB
merupakan pilihan obat pada pasien stenosis unilateral dimana ginjal
kontralateral berfungsi baik. Sebalknya merupakan kontraindikasi pada
stenosis arteri renalis bilateral atau stenosis unilateral pada pasien dengan satu
ginjal, oleh karena akan menyebabkan perburukan dari fungsi ginjal bahkan
gagal ginjal akut (Bakri, 2009).
Pada pasien dengan hiperaldoseron primer, tujuan terapi adalah
menormalkan tekanan darah, serum kalium dan kadar aldosteron. Pada
hiperplasia kelenjar aldsteron hal ini dicapai dengan pemberian obat
antagonis aldosteron. Pemberian spironolakton 12,5-25 mg biasanya sudah
cukup efektif mengendalikan tekanan darah dan menormalkan kalium plasma.
Saat ini ada obat baru eplerenon dengan dosis 2 kali 25 mg perhari dengan
efek samping yang lebih ringan daripada ringan daripada spironolakton
sehingga dapat dipakai dalam jangka panjang. Selain terpai farmakologi perlu
dikurangi asupan garam dalam makanan, berolahraga secara teratur,
menormalkan berat badan dan menghindari konsumsi alkohol (Nainggolan,
2009).
Bila
penyebabnya
adalah
suatu
adenoma,
pembedahan
15
pasien
disiapkan
untuk
operasi.
Pengobatan
BAB III
KESIMPULAN
. Hipertensi primer merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebab
dari peningkatan tekanan darah tersebut, disebut juga dengan hipertensi esensial
atau hipertensi idiopatik. Hipertensi sekunder diakibatkan oleh suatu penyakit atau
kelainan yang mendasari ataupun oleh obat-obatan tertentu. Penyakit atau
kelainan yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder meliputi obstructive sleep
16
DAFTAR PUSTAKA
Bakri, S. Dalam: Sudoyo, A.W., B. Setiyohadi, L. Alwi, K.M. Simadibrata dan S.
Setiati. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Interna Publishing,
Jakarta, Indonesia
Hamdan MA. Koartasio aortarctation of the Aorta: A comprehensive review. J
Arab Neonatal Forum 2006;3:5-1
Jun R. Chiong, Wilbert S. Aronow, Ijaz A. Khan, Chandra K. Nair, Krishnaswami
Vijayaraghavan e, Richard A. Dart f, Thomas R. Behrenbeck g, Stephen A.
17
18