Penguji:
dr. Tri Rini Budi Setyaningsih, Sp.KJ
Disusun oleh :
Hanna Kalita Mahandhani G4A017077
1
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat ujian Kepanitraan Klinik di Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD Prof Margono Soekarjo
Oleh:
Hanna Kalita Mahandhani G4A017077
Disetujui
Pada tanggal, Agustus 2019
Penguji
2
I. PENDAHULUAN
4
diatas 65 tahun risiko untuk semua demensia adalah OR= 1,1 dan
untuk penyakit Alzheimer OR= 1,2.
b) Jenis Kelamin
Beberapa studi prevalensi menunjukkan bahwa penyakit
Alzheimer lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Sedangkan
kejadian Demensia Vaskular lebih tinggi pada pria.
c) Riwayat Keluarga
Penyakit Alzheimer Awitan Dini (Early Onset Alzheimer
Disease/EOAD) terjadi sebelum usia 60 tahun, sekitar 13 % dari
EOAD ini memperlihatkan transmisi otosominal dominan. Tiga
mutasi gen yang teridentifikasi untuk kelompok ini adalah
amiloid beta protein precursor pada kromosom 21 ditemukan 10-
15% kasus, pada kromosom 14 ditemukan 30-70% kasus.
3. Etiologi
Penyebab penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti.
Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa sebanyak 40% pasien
mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe Alzheimer
sehingga faktor genetik dianggap berperan dalam penyakit ini
(Kaplan et Sadock, 2010).
Berdasarkan hasil riset, penyakit alzheimer menunjukan
adanya hubungan antara kelainan neurotransmitter dan enzim-
enzim yang memetabolisme neurotransmitter tersebut. Dasar
kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi
neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya
ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau
asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron.
Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler,
kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau
terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik (Sultan et
al., 2018).
6
4. Patofisiologi
Observasi makroskopis neuroanatomik klasik pada otak
dengan Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus
kortikal dan pembesaran ventrikel serebral. Temuan mikroskopis
patognomonis Alzheimer adalah bercak senilis (amyloid plaques),
kekusutan neurofibriler (neurofibrilary tangles), hilangnya
neuronal, dan degenerasi granulovaskuler pada neuron. Neuron
yang banyak berkurang pada Alzheimer terutama neuron
kolinergik. Kerusakan saraf paling banyak terjadi pada daerah
limbik dan korteks otak sehingga mengakibatkan gangguan emosi
dan memori (Kaplan et Sadock, 2010).
Kelainan neurotransmiter juga menjadi salah satu faktor
yang berperan dalam patogenesis dan patofisiologi penyakit
Alzheimer. Neurotransmiter yang paling berperan adalah
asetilkolin dan norepinefrin. Apabila terdapat penurunan aktivitas
pada kedua neurotransmiter utama tersebut maka dapat
menyebabkan penyakit ini. Data lain yang mendukung patogenesis
penyakit ini adalah penurunan konsentrasi enzim
asetilkolinesterase di dalam otak. Kolin asetiltransferase adalah
enzim kunci untuk sintesis asetilkolin. Penurunan epinefrin pada
penyakit Alzheimer diperkirakan karena adanya penurunan neuron
yang mengandung norepinefrin di dalam lokus sereleus. Dua
neurotransmiter lainnya yang berperan adalah somatostastin dan
kortikotropin (Kaplan et Sadock, 2010).
Teori lain yang mendukung kausatif dari penyakit
Alzheimer adalah adanya kelainan pengaturan metabolisme
fosfolipid membran yang menyebabkan membran kekurangan
cairan sehingga menjadi lebih kaku (Kaplan et Sadock, 2010).
7
5. Gambaran Klinis
8
Asimptomatik dengan PET menunjukkan cerebral
amylodosis.
9
Gambar 2.1 Stadium Alzheimer (Sultan et al., 2018)
10
Gambar 2.2 Gambaran Otak dengan Alzheimer (Kapita Selekta,
2000).
6. Diagnosis
Tabel 2.1 Kriteria diagnostik Demensia Tipe Alzheimer menurut
DSM IV
11
1) Kondisi sistem saraf pusat lain
yang menyebabkan defisit
progresif dalam daya ingat, dan
kognisi (misalnya: penyakit
serebrovaskuler, hematoma
subdural, hidrosefalus tekanan
normal, tumor otak)
2) Kondisi sistemik yang
diketahui menyebabkan
demensia (misalnya:
hipotiroidisme, defisiensi Vit
B12 atau asam folat, defisiensi
niasin, hiperkalsemia,
neurosifilis, infeksi HIV)
3) Kondisi akibat zat
E. Defisit tidak terjadi semata-mata
selama perjalanan suatu delirium
F. Gangguan tidak lebih baik diterangan
oleh gangguan Aksis I lainnya
(misalnya: gangguan depresif berat,
skizofrenia)
12
a) Clear evidence of decline in memory and learning and at least
one other cognitive domain (based on detailed history or serial
neurophysiological testing)
b) Steadily progressive, gradual decline in cognition, without
plateaus.
c) No evidence of mixed etiology (absence of other
neurodegenerative or cerebrovascular disease or another
neurological mental)
13
Alzheimer,setelah mengeksklusi penyebab demensia selain penyakit
Alzheimer:
- Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat (plateau)
- Gejala-gejala yang berhubungan seperti
depresi,insomnia,inkontinensia,delusi, halusinasi,verbal
katastrofik,emosional,gangguan seksual,dan penurunan berat badan
- Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien,terutama pada penyakit
tahap lanjut,seperti peningkatan tonus otot,mioklunus,dan gangguan
melangkah
- Kejang pada penyakit yang lanjut
- Pemeriksaan CT normal untuk usianya
Gambaran yang membuat diagnosis probable penyakit Alzheimer menjadi
tidak cocok adalah:
- Onset yang mendadak dan apolectic
- Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis,gangguan
sensorik,defisit lapang pandang,dan inkoordinasi pada tahap awal
penyakit;dan kehang atau gangguan melangkah pada saat awitan atau
tahap awal perjalanan penyakit
Diagnosis possible penyakit Alzheimer:
- Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia,tanpa adanya gangguan
neurologis psikiatrik,atau sistemik alin yang dapat menyebabkan
demensia,dan adandya variasi pada awitan,gejala klinis,atau perjalanan
penyakit
- Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder yang
cukup untuk menyebabkan demensia,namun penyebab primernya bukan
merupakan penyabab demensia
Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah:
- Kriteria klinis untuk probable penyakit Alzheimer
- Bukti histopatologi yang didapat dari biopsi atau atutopsi
Klasifikasi penyakit Alzheimer untuk tujuan penelitian dilakukan bila
terdapat gambaran khusus yang mungkin merupakan subtipe penyakit
Alzheimer,seperti:
- Banyak anggota keluarga yang mengalami hal yang sama
- Awitan sebelum usia 65 tahun
- Adanya trisomi-21
- Terjadi bersamaan dengan kondisi lain yang relevan seperti penyakit
Parkinson
a. Anamnesis
14
Anamnesis harus terfokus pada awitan (onset),
lamanya,dan bagaimana laju progresi penurunan fungsi
kognitif yang terjadi. Seorang usia lanjut dengan kehilangan
memori yang berlangsung lambat selama beberapa tahun
kemungkinan menderita penyakit Alzheimer. Hampir 75%
pasien penyakit Alzheimer dimulai dengan gejala
memori,tetapi gejala awal juga dapat meliputi kesulitan
mengurus keuangan, berbelanja,mengikuti
perintah,menemukan kata,atau mengemudi. Perubahan
kepribadian,disinhibisi,peningkatan berat badan atau obsesi
terhadap makanan mengarah pada fronto-temporal
dementia (FTD),bukan penyakit Alzheimer. Pada pasien
yang menderita penyakit serebrovaskular dapat sulit
ditentukan apakah demensia yang terjadi adalah penyakit
Alzheimer,demensia multi-infark,atau campuran keduanya
(PPK Demensia, 2015).
Bila dikaitkan dengan berbagai penyebab
demensia,makan anamnesis harus diarahkan pula pada
berbagai fator risiko seperti trauma kepala berulang,infeksi
susunan saraf pusat akibat sifilis,konsumsi alkohol
berlebihan,intoksikasi bahan kimia pada pekerja
pabrik,serta penggunaan obat-obat jangka panjang (sedatif
dan tranquilizer). Riwayat keluarga juga harus selalu
menjadi bagian dari evaluasi,mengingat bahwa pada
penyakit Alzheimer terdapat kecenderungan familial (PPK
Demensia, 2015).
17
anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini
merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain
didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi
juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya
atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran
sisterna basalis dan fissura sylvii (Kaplan et Sadock,
2010).
Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif
untuk membedakan demensia dari penyakit
alzheimer dengan penyebab lain, dengan
memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus
(Kapita Selekta, 2000).
3) Laboratorium Darah
5) EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas
bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat
18
pada lobus frontalis yang non spesifik (Kapita
Selekta, 2000).
6) PET (Positron Emission Tomography)
Penderita alzheimer akan memberikan hasil
penurunan aliran darah, metabolisme O2, dan
glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat
menurun pada regional parietal, hasil ini sangat
berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan
selalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian
neuropatologi (Sultan et al., 2018).
7) FDG-PET (Fluorodeoxyglucose Positron Emmision
Tomography)
Berguna untuk pengukuran kuantitatif metabolisme
glukosa pada neuron. Pada penyakit Alzheimer
terdapat penurunan metabolisme glukosa yang
menyebabkan neuronal injury. Pitsburg compound
(PiB) PET digunakan untuk distribusi amiloid di
otak (Sultan et al., 2018).
7. Diagnosis Banding
Tabel 2.3 Daignosis Banding Alzheimer (PPK Demensia, 2015)
19
8. Penatalaksanaan
20
adalah CheI (kolinesterase inhibitor) seperti Donepezil,
Rivastigmine, Galantamine. Obat tersebut memberikan efek
yang baik pada demensia ringan hingga moderate. Pada kasus
Alzheimer berat dapat digunakan obat Mematine (MME).
MME ini bekerja sebagai N-metyl-D-aspartate (NMDA)
receptor antagonist yang akan mencegah kerusakan neuron
karena NMDA dan radikal bebas. Monoterapi MME terbukti
mengurangi gejala kognitif dan behavioral (Galdehuys and
Darvesh, 2014; Matsunaga et al., 2015).
9. Prognosis
Nilai prognostik Alzheimer tergantung pada 3 faktor yaitu:
1. Derajat beratnya penyakit
2. Variabilitas gambaran klinis
3. Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis
kelamin
Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor
pertama yang paling mempengaruhi prognostik penderita
alzheimer. Pasien dengan penyakit alzheimer mempunyai angka
harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis dan biasanya
meninggal dunia akibat infeksi sekunder (Kapita Selekta, 2000).
DAFTAR PUSTAKA
21
Folch, J, Petrov, D, Ettcheto, M, Abad, S, Sanchez-Lopez, E, Garcia, M L,
Olloquequi, J, Beas-Zarate, C, Auladell, C, & Camins, A Current Research
Therapeutic Strategies for Alzheimer's Disease Treatment. Neural Plast,
2016; 8501693.
Kaplan, HI et Sadock, BJ. 2010. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis Jlilid Satu. Tangerang : Binarupa Aksara Publisher.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.
22
WHO. 2016. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs362/en/ diakses pada
tanggal 25 Agustus 2019.
23