Anda di halaman 1dari 31

The Power of Yoga dan Mindfullnes untuk Usia Emas

Daftar Isi

1. Kata Pengantar (Ronal)

2. Usia diatas 50 tahun merupakan masa emas (Ronal)

3. Lansia (Fisiologis, Masalah Fisik dan Psikologis) (pak Masfi, bu Dewi)

4. Pengertian Yoga (Medis dan Agama) (bu Herdhika)

5. Manfaat Yoga (bu Laras)

6. Gerakan Yoga yang aman untuk lansia (bu Herdika)

7. Penelitian Yoga untuk Lansia (Bu Faiz)

8. Pengertian Mindfullness (Medis dan Agama) (Bu Dewi)

9. Manfaat Mindfullness (Bu Faiz)

10. Mindfullness untuk lansia (Bu Laras)

11. Pentingnya Yoga untuk penyintas Lansia di masa darurat kebencanaan (Bu Laras)

12. Penelitian Mindfullness untuk lansia (Pak Masfi)

13. Gabungan Yoga dan Mindfullness (Penelitian dan Pengalaman Pribadi) (Ronal)

14. Gabungan Yoga dan Mindfullness (Gerakan, Durasi dan Intensitas) (Bu Herdika)

Kata Pengantar

Selamat datang di dunia yoga dan mindfulness, tempat di mana kekuatan pikiran dan perpaduan
tubuh, pikiran, dan jiwa dapat kita temukan. Buku ini secara khusus untuk memberikan panduan
yang inspiratif untuk mereka yang berusia emas. Di sini, kami akan bersama-sama menjelajahi
manfaat yang tak terhitung dari yoga dan mindfulness, membantu Anda mengalami masa emas
dengan kesehatan, ketenangan, dan kebahagiaan yang berkelanjutan.

Masa emas dalam hidup dapat menjadi periode yang penuh dengan tantangan, perubahan, dan
refleksi yang mendalam. Menghadapinya dengan semangat dan kebijaksanaan membutuhkan
alat-alat yang tepat, dan inilah alasan pentingnya menggali potensi diri kita melalui praktik yoga
dan mindfulness. Dalam buku ini, kami akan membimbing Anda melalui latihan-latihan yang
penuh gairah, meditasi yang menenangkan, dan pemahaman mendalam tentang kepribadian dan
keseimbangan emosi.

Melalui yoga, Anda akan menemukan kekuatan dalam gerakan yang lembut, menjaga fleksibilitas
fisik, dan meningkatkan keseimbangan. Latihan satu-satu dengan diri kita sendiri mengajarkan
kita untuk menghargai dan merangkul tubuh kita yang tiada duanya, serta dapat membantu
mengatasi masalah kesehatan yang biasanya muncul seiring dengan bertambahnya usia.
Sementara itu, melalui mindfulness, kita akan melatih pikiran kita untuk tetap hadir dalam setiap
momen, mengelola stres, meningkatkan fokus, dan mendapatkan ketenangan dalam kebisingan
yang ada di sekitar kita.

Buku ini juga akan menjelajahi bagaimana yoga dan mindfulness dapat memengaruhi pikiran dan
jiwa kita. Praktik yang teratur akan membantu mengembangkan kebijaksanaan dalam
menghadapi perubahan hidup yang tak terelakkan, dan memberikan kita alat yang kuat untuk
menjalani kehidupan dengan kebahagiaan, kedamaian, dan rasa syukur.

Semoga buku ini menjadi panduan yang penuh inspirasi bagi Anda yang berusia emas,
membantu Anda menemukan kekuatan sejati dalam diri Anda dan menghadapi setiap hari
dengan semangat yang tumbuh seiring bertambahnya usia. Bersama-sama, mari kita temukan
kekuatan yoga dan mindfulness untuk menjalani masa emas dengan penuh kehidupan yang
berarti.

Usia diatas 50 tahun merupakan masa emas


Lansia

Orang lanjut usia adalah sebutan bagi mereka yang telah memasuki usia 65 tahun ke atas

(Abdul, 2016). Lansia adalah suatu bagian dari proses menghilangnya kemampuan jaringan

untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan fungsi normalnya secara

perlahan-lahan, sehingga tidak tahan terhadap infeksi dalam proses memperbaiki kerusakan

yang diderita. Lansia adalah tahap akhir dari suatu proses penuaan yang ditandai dengan

penurunan fungsi fisiologis organ tubuh yang ditandai dengan kulit menjadi keriput karena

berkurangnya bantalan lemak, rambut memutih, pendengaran berkurang, penglihatan


memburuk, gigi mulai ompong, aktivitas menjadi lambat, nafsu makan berkurang, dan kondisi

tubuh yang lain mengalami kemunduran (Padila, 2013).

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia yang di

karuniai umur panjang. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak hanya

dimulai dari waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan

proses yang berjalan secara alamiah yang berarti seseorang telah mengalami tiga tahap

kehidupan yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2015).

WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan Lansia pada Bab 1

Pasal 1 Ayat 2 menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai 60 tahun

keatas. Lansia bukanlah suatu penyakit, namun

merupakan suatu proses yang berangsur-angsur dapat mengakibatkan perubahan yang

kumulatif, dan menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam

ataupun luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Nugroho, 2015).

Batasan Lansia

Menurut Nugroho (2015) umur yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya

berkisar antara 60-65 tahun. Sedangkan menurut WHO (World Health Organization) ada empat

tahap, yaitu :

a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-50 tahun.

b. Lansia (elderly) usia 60-74 tahun.


c. Lansia tua (old) usia 75-90 tahun.

d. Usia sangat tua (very old) usia diatas 90 tahun.

Teori Aging Process (Proses Menua)

Aging process (proses menua) adalah suatu kondisi atau proses menghilangnya secara

perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang

diderita. Proses penuaan ini merupakan akumulasi progresif dari berbagai perubahan fisiologis

tubuh yang berlangsung seiring dengan bertambahnya usia sesorang yang akhirnya dapat

meningkatkan kemungkinan terserang penyakit bahkan menyebabkan kematian (Padila, 2013).

Teori-teori tentang penuaan sudah banyak yang dikemukakan, namun tidak semuanya dapat

diterima. Teori-teori tersebut digolongkan dalam dua kelompok, yaitu teori biologis dan sosiologis

(Padila, 2013).

Teori Biologis

a. Teori genetik

1) Teori genetic clock

Teori ini merupakan teori intrinsic yang menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis

yang mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu

telah terprogram secara genetik untuk spesies tertentu. Setiap spesies di dalam inti selnya

memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang

berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti

berputar, maka ia akan mati (Nugroho, 2015).


2) Teori mutasi somatic

Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan
yang buruk, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses
translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini akan terjadi secara terus-menerus sehingga akan
mengakibatkan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau penyakit.
Setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi sehingga terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel (Nugroho, 2015).

b. Teori nongenetik

Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory). Mutasi yang berulang dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self
recognition). Jika mutase yang merusak membrane sel, akan menyebabkan sistem imun tidak
mengenalinya sehingga akan merusaknya. Hal inilah yang mendasari meningkatnya penyakit
auto-imun pada lansia (Nugroho, 2015).

1) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory)

Teori radikal ini dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh karena adanya proses
metabolisme atau proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas ini menyebabkan sel
tidak dapat beregenerasi. Radikal bebas dianggap sebagai penyebab penting terjadinya
kerusakan fungsi sel (Nugroho, 2015).

2) Teori menua akibat metabolisme

Telah dibuktikan dalam berbagai percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan kalori ternyata
bisa menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori
yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur (Darmojo, 2009).

3) Teori rantai silang (cross link theory)

Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam

nukleat (molekul kolagen) yang akan bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi

jaringan yang menyebabkan perubahan pada membran plasma sehingga akan mengakibatkan

terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastisitas, dan menghilangnya fungsi pada proses menua

(Nugroho, 2015).
4) Teori fisiologis
Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik yang terdiri dari teori oksidasi stress, dan teori

wear and tear theory yang artinya dalam teori ini terjadi kelebihan usaha dan stress yang

menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan

kestabilan lingkungan internal) (Nugroho, 2015).

2. Teori sosiologis

a. Teori interaksi soial

Teori ini menjelaskan tentang mengapa lansia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu atas

dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Kemampuan lansia untuk terus dapat menjalin interaksi

sosial merupakan kunci mempertahankan status sosialnya berdasarkan kemampuannya untuk

bersosialisasi (Nugroho, 2015).

b. Teori aktivitas atau kegiatan menurut (Nugroho, 2015)

1) Ketentuan tentang semakin menurunnya suatu jumlah kegiatan secara langsung.

Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah lansia yang aktif dan banyak ikut

serta dalam suatu kegiatan sosial.

2) Lansia akan merasakan suatu kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan

mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.

3) Ukuran optimum pola hidup dilanjutkan pada cara hidup lansia.


4) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari

usia pertengahan sampai lansia.

c. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)


Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Teori ini merupakan gabungan

dari teori yang disebutkan sebelumnya. Teori ini mengemukakan bahwa perubahan yang terjadi
pada seorang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini

menyatakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Hal ini dapat dilihat dari

gaya hidup, perilaku, dan harapan seorang lansia ternyata tidak berubah, walaupun ia telah

menjadi lansia (Nugroho, 2015).

d. Teori pembebasan/penarikan diri (disengagement theory)


Teori ini membahas tentang putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan

kemunduran individu dengan individu yang lainnya. Teori ini menyatakan bahwa dengan

bertambahnya umur lansia, dengan ditambah adanya kemiskinan, lansia secara berangsur-

angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan yang ada

disekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia mengalami penurunan

secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering mengalami kehilangan ganda (triple loss)

yang meliputi, kehilangan peran (loss of role), hambatan kontak sosial (restriction of contact and

relationship), dan berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and values)

(Nugroho, 2015).

Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut


Usia

Menurut Nugroho (2015) perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia dibagi menjadi

beberapa, yaitu sebagai berikut :

1. Perubahan fisik dan fungsinya

a. Sistem penglihatan
Kekeruhan yang terjadi pada lensa (lensa lebih suram) sehingga dapat menjadi katarak yang
menyebabkan gangguan penglihatan, menurunnya daya akomodasi yang menyebabkan
presbiopia, menurunnya lapang pandang, dan daya membedakan warna juga menurun.

b. Sistem pendengaran

Hilangnya daya pendengaran dan fungsi pendengaran yang semakin menurun pada lansia yang
mengalami ketegangan atau stres, terjadi gangguan pendengaran seperti tinnitus dan vertigo.

c. Sistem persyarafan

Menurunnya hubungan persyarafan, respon dan waktu bereaksi lambat khususnya terhadap
stres, syaraf panca-indra mengecil, kurang sensitif terhadap sentuhan

d. Sistem kardiovaskuler

1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.

2) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% per tahun sesudah berumur 20


tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

3) Kehilangan elastisitas pembuluh darah.


4) Kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi

dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun

menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).

5) Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

(normal ± 170/95 mmHg).

6) Ukuran jantung agak mengecil.

7) Penurunan curah jantung sekitar 30% sampai 35% pada usia 70 tahun.

8) Peningkatan dinding vertikel kiri sekitar 20% antara usia 30 dan 80 tahun.

9) Penurunan sebesar 35% dalam aliran darah arteri koroner antara usia 20 dan 60

tahun.

10) Perubahan elektrokardiogram (EKG) : peningkatan interval PR, kompleks QRS, dan

QT, penurunan amplitude kompleks QRS, pergeseran aksis QRS ke kiri.


11) Frekuensi jantung membutuhkan waktu yang lebih lama agar kembali normal setelah

berolahraga.

12) Penurunan kemampuan respon terhadap stres fisik dan emosional.

e. Sel

Jumlah sel menurun, mekanisme perbaikan sel terganggu, jumlah sel otak menurun, jumlah

cairan tubuh dan intraseluler berkurang, otak menjadi atrofi.

f. Sistem pencernaan
Indra pengecap menurun, esophagus melebar, asam lambung menurun, hati semakin mengecil

dan tempat penyimpanan menurun serta aliran darah berkurang, rasa lapar menurun, peristaltik

lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbs melemah (daya absorbs terganggu,

terutama karbohidrat).

g. Sistem pengaturan suhu tubuh


Temperatur tubuh menurun (hipotermia) akibat metabolisme yang menurun, disaat kondisi inilah

lansia akan merasakan kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat dan gelisah, keterbatasan

refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan

aktivitas otot.

h. Sistem pernafasan

Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi, hilangnya kekuatan dan menjadi kaku,

aktivitas silia menurun, paru mengalami kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, alveoli

melebar (membesar secara progresif) dan jumlahnya kurang, oksigen didalam arteri menurun

menjadi 75 mmHg, karbon dioksida pada arteri tidak terganti sehingga terjadi gangguan

pertukaran gas, refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang, kemampuan pegas dinding

dada dan kekuatan otot pernafasan menurun seiring dengan bertambahnya usia.
i. Sistem endokrin
Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang memproduksi hormone,

seperti hormone estrogen, progesteron, dan testosteron. Pada wanita karena jumlah ovum dan

folikel yang sangat rendah, maka kadar estrogen akan menurun setelah menopause (45-50

tahun). Hal ini menyebabkan dinding rahim menipis, selaput lendir mulut rahim menipis, selaput

lendir mulut rahim dan saluran kemih menjadi kering. Pada wanita lansia sering terjadi infeksi

saluran kemih.

j. Sistem reproduksi

Pada wanita, vagina mengalami kontraktur dan mengecil, atrofi payudara, atrofi vulva, selaput
lendir menurun, permukaan menjadi halus, dan sekresi bening. Sedangkan pada pria testis
masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun ada penurunan secara berangsur- angsur,
dorongan seksual menetap hingga usia diatas 70 tahun.

k. Sistem genitourinaria

Pada ginjal terjadi penurunan aliran darah hingga 50% sehingga fungsi dari tubulus berkurang,
akibatnya kemampuan mengosentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun, nilai ambang
ginjal terhadap glukosa meningkat. Pada vesika urinaria terjadi kelemahan otot, menurunnya
kapasitasnya hingga 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, vesika
urinaria pada lanjut usia pria sulit dikosongkan sehingga mengakibatkan retensi urine meningkat.

l. Sistem integument

Kulit menjadi mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit
cenderung kasar, kusam dan bersisik, timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis
yang tidak merata pada permukaan kulit sehingga tampak bitnik-bintik atau noda cokelat,
responterhadap trauma menurun, kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu,
pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku menjadi keras dan rapuh.

m. Sistem musculoskeletal

Tulang mengalami kehilangan cairan (densitas) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas
tulang menurun, terjadi osteoporosis dan fraktur, gangguan gaya berjalan, kifosis, kekakuan
jaringan penghubung, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan
mengalami sclerosis, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot menjadi
kram, dan menjadi tremor.

2. Perubahan mental
Di bidang mental atau psikis pada lansia perubahan dapat berupa sikap yang semakin

egosentrik, mudah curiga, mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat, ingin

mempertahankan hak dan hartanya serta ingin tetap berwibawa. Faktor yang mempengaruhi

perubahan mental meliput : perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan,

dan lingkungan.

3. Perubahan psikososial

Seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dan identitasnya dikaitkan dengan peranan

dalam pekerjaan. Jika mengalami pensiun (purnatugas), seseorang akan mengalami kehilangan

finansial, kehilangan status, kehilangan teman atau relasi, kehilangan pekerjaan/kegiatan dan

timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.

4. Perkembangan spiritual

Agama/kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan. Lansia semakin rajin dalam

kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berpikir dan bertindak sehari-hari.

By: Dr. Dewi Ratna Sulistina, S.ST., M.Keb

Fisiologis Lansia

Diperkirakan angka ketergantungan usia lanjut pada tahun 1995 adalah 6,93% dan tahun
2015 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif harus
menyokong 7 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2015
sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 9 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke
atas. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lanjut usia banyak mengalami
kemunduran fisik maupun psikis, artinya mereka mengalami perkembangan dalam bentuk
perubahan-perubahan yang mengarah pada perubahan yang negatif. Perubahan fungsi fisiologis
pada lansia meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya :
1) Penurunan fungsi panca indera

a) Penglihatan

Pada lansia telah terjadi penurunan kemampuan penglihatan atau degenerasi jaringan di dalam bola
mata. Perubahan kemampuan ini berhubungan dengan perubahan struktur jaringan bola mata
meliputi perubahan pada lensa mata, iris, pupil, badan kaca, dan retina;

b) Pendengaran

Menurunnya pendengaran pada lansia terjadi karena degenerasi primer di organ korti berupa
hilangnya sel epitel saraf yang dimulai pada usia pertengahan. Penurunan fungsi pendengaran
secara perlahan-lahan akibat proses penuaan yang dikenal dengan istilah presbicusis. Penyebab
terjadinya presbikusis yang tepat belum diketahui hingga saat ini, namun secara umum diketahui
bahwa penyebabnya bersifat multifaktorial. Diduga timbulnya presbikusis berhubungan dengan
faktor bawaan, pola makan, metabolisme, atheriosklerosis, diabetes melitus, infeksi, bising, gaya
hidup, dan obat-obatan;

c) Peraba (integumen)

Proses penuaan pada kulit dapat terjadi dari dua jenis fenomena yaitu fenomena ilmiah yang terjadi
akibat keturunan, hormonal, malnutrisi dan sebagainya, serta fenomena photoaging yang
diakibatkan oleh lingkungan (Sugiyo and Caesaria, 2015);
2) Penurunan sistem tubuh pada lansia

a) Sistem kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler pada lansia mengalami perubahan, diantaranya katup jantung yang menjadi
tebal dan kaku, menurunnya kemampuan untuk memompa darah sehingga menyebabkan kontraksi
dan volumenya menurun, menurunnya elastisitas pembuluh darah, meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer yang membuat tekanan darah naik;

b) Sistem pernafasan/ respirasi

Pada respirasi lansia dapat terjadi perubahan yang meliputi, menurunnya elastisitas paru, melebar
dan jumlahnya menurun yang dapat menyebabkan terganggunya proses disfusi, adanya perubahan
pada otot pernafasan yang dapat berubah menjadi kaku dan kehilangan kekuatan, bronkus
menyempit, aktivitas silia menurun dan dapat menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga
beresiko terjadinya penumpukan sekret, kemamapuan untuk batuk menurun sehingga beresiko
terjadinya obtruksi. Jumlah kantong udara (alveoli) pada usia lanjut akan berkurang dibandingkan
pada saat usia dewasa. Masalah gangguan pernapasan yang timbul pada lansia adalah radang paru-
paru, TB, bronchitis, emifisme dan turunnya daya tahan paru-paru yang menjadikan lansia rentan
terhadap berbagai gangguan paru-paru dan pernapasan;

c) Sistem persyarafan

Berat otak pada lansia umumnya menurun 10-20%. Selain penurunan berat otak, terjadi juga
penebalan meningen pada otak lansia dan penebalan intima pada pembuluh darah. Penebalan yang
terjadi dapat menyebabkan demensia vascular, stroke, serangan iskemik sesaat. Terjadi pengecilan
saraf panca indera sehingga fungsinya menjadi menurun serta lambat dalam merespon,
berkurangnya respon motorik dan reflek yang disebabkan oleh lapisan myelin akson yang
mengecil bahkan cenderung menghilang;

d) Sistem imun

Bagian tubuh yang bertanggung jawab dalam hal penanganan penyakit infeksi dalam tubuh adalah
sistem barier. Pada lansia, kemampuan mekanisme barier menurun. Penurunan mekanisme ini
menyebabkan penurunan kamampuan tubuh dalam mengilangkan bakteri dan virus yang masuk ke
dalam tubuhnya;

e) Sistem pencernaan (gastrointestinal)

Pada pencernaan lansia terjadi perubahan pada kemampuan digesti dan absorpsi yang terjadi akibat
hilangnya opoid endogen san efek berlebihan dari kolesistokin sehingga dapat memunculkan
anoreksia. Perubahan atrofik juga terjadi pada mukosa, kelenjar, dan otot-otot pencernaan.
Berbagai perubahan morfologik akan menyebabkan perubahan fungsional sampai perubahan
patologik, seperti gangguan mengunyah dan menelan, perubahan nafsu makan, sampai pada
berbagai penyakit. Protein roti menunjukkan resistensi lambung yang tinggi, dengan daya cerna
<10% pada semua kasus, sedangkan setelah fase usus, daya cerna protein meningkat, berkisar
antara 40 hingga 70%. Pencernaan protein dipengaruhi oleh kedua formulasi, dengan roti gandum
utuh menyajikan nilai terendah, dan berdasarkan kondisi fisiologis, dengan daya cerna yang
terbatas pada kondisi lanjut usia dibandingkan dengan kondisi dewasa. Penuaan menyebabkan
perubahan yang mengakibatkan berkurangnya efisiensi pencernaan secara keseluruhan. GIe
menurun dalam urutan durum > lunak > utuh, baik pada dewasa (masing-masing 119, 101, dan 82)
dan kondisi lansia (masing-masing 107, 93, dan 65). Lansia kondisi ini secara signifikan
mengurangi GIe baik untuk roti gandum durum (ΔGIe = 12) dan roti gandum utuh (ΔGIe = 17)
mengatasi sarkopenia dan diabetes tipe 2 secara bersamaan hanya dapat dilakukan dengan solusi
kompromi atau yang lebih diinginkan adalah mengidentifikasi strategi teknologi untuk
memaksimalkan pencernaan protein sambil menahannya respon glikemik (Moretton et al., 2023);

f) Sistem muskuloskeletal

Cairan tulang terjadi perubahan sehingga menurun mengakibatkan mudah rapuh (osteoporosis),
bungkuk (kifosis), persendian kaku dan membesar (atropi otot), tendon yang mengerut, dan kram.
Kelenturan, kekuatan otot, dan daya tahan sistem musculoskeletal pada lansia umumnya
berkurang. Penurunan sistem muskulosketel pada lansia dapat diperparah oleh penyakit seperti
osteoarthritis, rematik, dan penyakit yang biasa menyerang muskulosketel. Osteoartriris adalah
sindroma klinik yang ditandai dengan kerusakan atau gangguan pada kartilago artikuler, tulang
subkondral, permukaan sendi, sinovium dan jaringan paraartikuler, dengan karakteristik
menipisnya kartilago secara progresif, disertai dengan pembentukan tulang baru pada tepi sendi
(osteofit) dan trabekula subkondral (Sugiyo and Caesaria, 2015). Tremor fisiologis otot soleus saat
berdiri tenang secara signifikan lebih besar pada lansia dibandingkan pada dewasa muda, dan
hubungan positif antara tremor fisiologis dan amplitudo goyangan postur ditemukan pada
gabungan orang dewasa muda dan lanjut usia. Selain itu, tremor fisiologis berkorelasi positif
dengan komponen frekuensi tinggi dari goyangan center of pressure (COP) saat berdiri tenang.
Hubungan negatif yang signifikan antara volume otot fleksor plantar dan goyangan postural
ditemukan pada kedua kelompok umur. Hasil ini menunjukkan bahwa tremor fisiologis
mencerminkan fluktuasi frekuensi tinggi dalam goyangan postural selama berdiri tenang pada
orang dewasa muda dan lanjut usia, dan peningkatan amplitudo goyangan postural yang berkaitan
dengan usia dalam arah antero-posterior mungkin terkait dengan penurunan volume otot otot
fleksor plantar untuk mempertahankan postur tegak (Kouzaki and Masani, 2012);

g) Sistem endokrin

Fungsi endokrin yaitu organ yang mengeluarkan hormon-hormon. Sistem endokrin biasanya
terganggu pada proses penuaan. Akibatnya metabolisme dalam sel-sel dan kemampuan tubuh
untuk mengatasi stress terganggu (Sugiyo and Caesaria, 2015).

h) Sistem urogenital (genitourinaria, vesika urinaria, vagina)

Ciri khas dari proses penuaan yang normal adalah perubahan pada sistem ginjal, hormonal, dan
pengaturan rasa haus yang terlibat dalam pengendalian keseimbangan natrium dan air. Dengan
adanya penyakit atau penggunaan obat-obatan, perubahan penuaan menempatkan orang lanjut usia
pada peningkatan risiko retensi atau kehilangan natrium dan retensi atau kehilangan air. Secara
klinis, perubahan keseimbangan air dan natrium ini umumnya dinyatakan sebagai hiponatremia
atau hipernatremia dengan disfungsi sistem saraf pusat sebagai gejalanya. Dengan demikian,
gangguan homeostatis pada banyak sistem yang memengaruhi keseimbangan cairan pada lansia
mudah dipengaruhi oleh banyak kondisi penyakit dan pengobatan yang sering diberikan pada
lansia dengan konsekuensi klinis yang merugikan. Kesadaran akan keadaan yang berkaitan dengan
usia ini dapat memungkinkan dokter untuk mengantisipasi dampak penyakit dan obat-obatan serta
menerapkan pendekatan rasional terhadap intervensi dan penatalaksanaan terapeutik (Miller,
1997);

i) Sistem pengaturan suhu (termoregulasi)

Paparan terhadap kondisi panas dan lembab mengakibatkan perubahan fisiologis pada
metabolisme, curah jantung, dan termoregulasi pada orang dewasa muda dan perubahan ini
berbeda pada lansia akibat penuaan. Populasi lanjut usia lebih rentan dibandingkan populasi sehat
dan muda karena melemahnya fungsi fisiologi dan termoregulasi terkait usia. Rata-rata lansia
memiliki karakteristik laju metabolisme dan curah jantung yang lebih rendah dibandingkan dewasa
muda masing-masing sebesar 21% dan 14,4%. Selain itu, ambang batas timbulnya vasodilatasi dan
berkeringat lebih lambat dibandingkan pada orang dewasa muda masing-masing sebesar 0,5 °C
dan 0,21 °C (Itani et al., 2020). Orang lanjut usia mempunyai risiko lebih tinggi terkena cedera
akibat panas, sebagian disebabkan oleh penurunan fungsi termoregulasi dan seluler terkait usia.
Peningkatan peradangan akut teramati di atas garis dasar setelah stres panas sedang (39°C), dan
peningkatan lebih lanjut pada peradangan dan apoptosis diamati selama stres panas parah (41°C)
(McCormick et al., 2021).

BAB 3 Manfaat Yoga

Oleh : Laras Putri gamagitta, S.Keb.,Bd.,M.Keb


BAB 4 Pengertian Yoga (Medis dan Agama)

Oleh : Herdhika Ayu Retno Kusumasari, S.Keb.,Bd.,M.Keb

Kata yoga bersal dari akar bahasa Sansekerta yuj, yang berarti mengikat, menyatukan,
melekatkan, dan memikul serta memusatkan perhatian, memanfaatkan, dan menerapkan. Definisi
juga menunjukkan koneksi atau kesatuan. Mahadev Desai menyatakan bahwa yoga berarti
"penyatuan semua kekuatan tubuh, pikiran, dan jiwa kepada Tuhan; dan mendisiplinkan
kecerdasan, pikiran, emosi, dan kemauan, yang merupakan prasyarat untuk yoga; serta
ketenangan jiwa yang memungkinkan seseorang memandang kehidupan dalam segala aspeknya
secara merata" (Iyengar, 1965, 2021).

Yoga adalah salah satu dari enam sistem ortodoks filsafat India yang disistematisasi oleh
Patanjali dalam karya klasiknya, Yoga Sutras, yang terdiri dari 185 kata-kata mutiara singkat.
Dalam pemikiran India, segala sesuatu diresapi oleh Roh Semesta Tertinggi (Paramatma atau
Tuhan) yang mana roh individu manusia (jivatma) merupakan bagiannya. Sistem yoga disebut
demikian karena mengajarkan bagaimana jivatma dapat disatukan, atau berada dalam
persekutuan dengan Paramatma, dan dengan demikian menjamin pembebasan (moksa)
(Iyengar, 1965, 2021).

Berdasarkan penelitian kuantitatif dan kualitatif menunjukkan bahwa dengan berlatih yoga
memiliki korelasi yang baik dengan spiritualitas. Hubungan ini mencakup berbagai topik spiritual,
termasuk ambisi terhadap spiritualitas, pencarian kebijaksanaan atau wawasan, pandangan dunia
yang integratif, perasaan memiliki tujuan dan ketenangan, keyakinan, harapan, kasih sayang, dan
kebahagiaan batin. Tampaknya latihan yang konsisten diperlukan untuk sepenuhnya menyadari
manfaat spiritual yoga. Tampaknya orang yang berlatih yoga melakukannya karena alasan
spiritual dan fisik. Namun tujuanfisik lebih umum dilakukan dibandingkan tujuan spiritual,
setidaknya di negara-negara Barat, terdapat diskusi penting tentang apa arti spiritualitas bagi
para praktisi yoga. Namun hasilnya perlu diinterpretasikan dengan hati-hati karena sebagian
besar penelitian yang diteliti mengandung bias (Csala et al., 2021).

Proses hermeneutis yang muncul seringkali mempengaruhi kebiasaan masyarakat dalam


hubungan antara ulama, umat Islam yang taat, dan tradisi yoga. Tradisi ini pada gilirannya
memengaruhi cara pendekatan hukum Islam terhadap praktik tertentu ketika mencari tahu
apakah terdapat konflik atau simetri hukum. Proses transformasional terjadi selama perpaduan
antara yoga dan islam, yang mengakibatkan yoga mengambil bentuk yang lebih sesuai dengan
sistem hukum Islam dalam proses rekonsiliasi norma dan parameter Islam, sehingga muncullah
istilah "yoga Islami"(Amini & Ouassini, 2020) .

Terdapat 2 jenis yoga Islami yaitu jenis pertama biasanya ditemukan di daerah yang memiliki
hubungan penting antara Hindu-Muslim. Variasi kedua muncul dalam situasi di mana umat Islam
berinteraksi dengan yoga dalam bentuknya yang terpisah dan dikomersialkan, yang
menghasilkan variasi baik dalam teori maupun praktik(Amini & Ouassini, 2020).

Berbagai pertimbangan kontekstual ini memengaruhi keputusan para cendekiawan Muslim


mengenai kapan boleh berlatih yoga. Dalam lingkungan hidup bersama Muslim-Hindu, yoga
dianggap terlarang. Dalam suatu artikel ilmiah menunjukkan bahwa pergulatan antara budaya
dan politik, bukan bukti tekstual, adalah kekuatan pendorong di balik hal ini. Selain itu, dalam
lingkungan politik dan budaya di mana umat Islam memperkenalkan yoga, mayoritas pemikir
Muslim memandang yoga dapat diterima karena bentuknya yang terpisah secara agama. Kami
menunjukkan bagaimana adat istiadat dalam kerangka hukum Islam memastikan bahwa
kepentingan dan praktik normatif warga negara dilindungi dari pelanggaran peraturan hukum
yang mungkin tampak asing atau menindas dengan melestarikan dan menekankan keyakinan
budaya yang relatif relatif dalam masyarakat. Hal ini dicapai dengan memfokuskan diskusi kami
pada keterlibatan hukum Islam dengan yoga(Amini & Ouassini, 2020).

BAB 6 Gerakan Yoga yang Aman untuk Lansia

Oleh : Herdhika Ayu Retno Kusumasari, S.Keb.,Bd.,M.Keb

Beberapa Gerakan yang disarankan bisa pada lansia dengan usia rata-rata 65 tahun dengan
kuesioner Yoga posture self-efficacy assessment (Y-SEA) (Nicosia et al., 2020):

a. Tadasana (mountain pose)

b. Utkatasana (chair pose)

c. Trikonasana (triangle pose)

d. Virabhadrasana 2 (warrior 2 pose)

E. Parsvottanasana (intense side stretch pose)

f. Malasana (garland/squat pose)

g. Bharadvajasana (seated twist pose)

h. Vajrasana
i. Baddha Konasana (bound angle pose)

j. Shalabhasana (locust pose)

k. Salamba setubandhasana (supported bridge pose)

l. Supta padangusthasana (reclined hand to big toe pose)

m. Supta baddha konasana (reclined bound angle pose)

n. Viparita karani variation (inverted lake pose)

o. Savasana (corpse pose)

Pengertian mindfulness (Medis dan Agama)

Mindfulness adalah salah satu praktik yang baik untuk menjaga kesehatan mental.
Mindfulness bertujuan membuat seseorang lebih fokus dan memusatkan perhatian terhadap situasi
saat ini, menerimanya serta tidak menghakimi. Mindfulness akan membuat orang yang
mempraktekkannya lebih mencintai diri sendiri. Secara bahasa, mindfulness artinya kesadaran. Ini
merupakan salah satu metode meditasi yang digunakan untuk melatih seseorang lebih fokus
terhadap apa yang terjadi disekitarnya. Mindfulness akan membantu lebih sadar akan keadaan
sekitar serta mampu menerima emosi secara terbuka. Selama ini, apabila kita terlalu banyak
menghabiskan waktu untuk memikirkan hal negatif atau sekedar melamun pasti akan menguras
banyak waktu tenaga dan pikiran. Pola pikir yang cenderung negatif juga dapat meningkatkan
risiko masalah mental, seperti stres, gangguan kecemasan, gangguan panik, hingga depresi.
Dewasa ini, mindfulness adalah salah satu metode meditasi meredakan stres atau kecemasan yang
banyak diterapkan oleh orang. Seperti tujuan mindfulness, yaitu untuk menenangkan pikiran dan
memusatkan perhatian terhadap apa yang terjadi saat ini.

Mindfulness dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja, baik saat di
rumah, di kantor atau di kelas khusus meditasi. Meski begitu, terkadang seseorang dengan masalah
psikologis, misalnya depresi atau gangguan kecemasan akan lebih sulit melakukannya. Jadi, ada
baiknya apabila langsung berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Secara umum, mindfulness
adalah teknik sederhana yang dapat dilakukan dengan posisi duduk yang nyaman, mengatur napas,
lalu fokus pada detak jantung dan merasakan sensasi udara saat bernapas. Selanjutnya, masih
dalam posisi yang sama, mencoba memusatkan pikiran pada keadaan yang sedang terjadi, serta
fokus pada emosi yang sedang dirasakan. Identifikasi setiap emosi yang muncul, mengenali dan
mencoba menerima hal apapun yang membuat emosi. Melakukan latihan ini selama 3-5 menit
secara rutin membuat lebih tenang dan mampu berpikir jernih. Beberapa tips yang bisa dilakukan
dalam melaksanakan teknik meditasi adalah sebagai berikut: 1) Fokus melatih pikiran. Tujuan
mindfulness adalah membuat pikiran lebih tenang dan fokus terhadap lingkungan sekitar. Apabila
seseorang sering kali melakukan suatu hal dengan terburu-buru, mencoba untuk memulainya
dengan perlahan, santai, namun tetap fokus. Meski terkadang saat terlalu fokus mengerjakan
sesuatu, banyak hal yang terlewatkan bahkan yang terjadi di sekitar. Mindfulness adalah latihan
menikmati keadaan sekitar secara lebih fokus dengan kelima indra; 2) Menikmati proses makan.
Menerapkan mindfulness adalah metode yang dapat membuat suatu kegiatan menjadi lebih
menyenangkan, seperti saat sedang makan. Ketika sedang makan, berusaha untuk tidak terburu-
buru. Mulai dengan menghembuskan napas, berdoa, mencium aroma makanan, dan merasakan
kelezatannya. Mencoba fokus untuk makan tanpa melakukan hal lain, seperti bermain gadget agar
tetap fokus terhadap makanan; 3) Tenang saat mengemudi. Padatnya lalu lintas terkadang
membuat seseorang tidak sabar dan menimbulkan amarah serta meningkatkan stres. Mindfulness
dapat meningkatkan kesabaran terhadap kemacetan, berjalan perlahan, dan berhati-hati. Dengan
begitu, dapat meningkatkan empati pada orang lain serta mengembalikan keseimbangan dalam
perspektif.

Mindfulness adalah metode yang memberikan banyak manfaat terhadap kesehatan,


terutama mental. Mindfulness membuat lebih tenang dan mencintai diri sendiri, sehingga
kesejahteraan hidup dapat meningkat. Manfaat mindfulness membantu untuk berpikir lebih jernih
sehingga bisa lebih tenang dalam mengambil keputusan. Selain hal-hal di atas, beberapa manfaat
mindfulness adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan Kesehatan mental. Dewasa ini, sebagian
besar psikoterapis memanfaatkan terapi mindfulness sebagai pengobatan terhadap beberapa
masalah mental. Manfaat mindfulness disebut-sebut dapat mengatasi masalah seperti depresi,
kecanduan, gangguan kecemasan, konflik antarpersonal, hingga penyalahgunaan zat. Latihan ini
juga akan membantu lebih sadar terhadap pikiran dan perasaan yang sedang dirasakan sehingga
dapat mengontrolnya. Kesadaran terhadap pikiran dan perasaan membuat adanya rasa under
control sehingga dapat menurunkan risiko cemas dan stress; 2) Meningkatkan kesehatan tubuh.
Tidak hanya bermanfaat untuk mental saja, terapi mindfulness adalah teknik yang juga
memberikan dampak baik bagi tubuh secara fisik. Menerapkan mindfulness diduga mampu
mengobati penyakit jantung, meringankan nyeri kronis, menurunkan tekanan darah, mengurangi
gangguan pencernaan, hingga memperbaiki kualitas tidur. Hal ini karena mindfulness dapat
menurunkan hormon stres dan rasa cemas yang juga bermanfaat bagi sistem saraf, kardiovaskular,
hingga pencernaan; 3) Lebih menikmati hidup. Terlalu fokus memikirkan masa lalu atau hal-hal
negatif menyebabkan kehilangan banyak energi bahkan memicu stres. Mindfulness adalah latihan
yang dapat membantu menjalani hidup dengan pikiran terbuka, lapang dada, serta dorongan untuk
melakukan yang terbaik di masa sekarang (Siloam, 2023).

Mindfullness dari sisi medis

Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan yang memiliki relevansi khusus dalam
kesehatan mental, namun tidak semua pasien memberikan respon yang memadai terhadap sistem
intervensi tradisional. Untuk mempelajari kegunaan intervensi berbasis kesadaran (mindfulness)
pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif menunjukkan besaran efek rata-rata untuk
mindfulness dalam pengurangan gejala obsesif kompulsif dan penurunan depresi serta peningkatan
coping mindfullness. Hasil ini menjanjikan mengenai kegunaan aplikasi program intervensi
berdasarkan perhatian (mindfulness) pada orang dengan gangguan obsesif kompulsif, baik sebagai
pilihan alternatif maupun sebagai pengobatan pelengkap (Riquelme-Marín, Rosa-Alcazar and
Ortigosa-Quiles, 2022).

Uji coba kontrol acak untuk mengevaluasi pengurangan stres/ terapi kognitif berbasis
kesadaran (mindfulness) dengan pembanding pasif (perawatan biasa) atau pembanding aktif
(misalnya, pendidikan kesehatan atau terapi perilaku kognitif) untuk sakit kepala kronis (Sakit
kepala migrain, tipe tegang, atau cluster), yang mengevaluasi frekuensi sakit kepala, intensitas
nyeri, atau durasi sakit kepala sebagai hasil utama yang memenuhi syarat untuk dimasukkan.
Risiko Bias dievaluasi menggunakan alat risiko bias kolaborasi cochrane. Hasil yang ditemukan
tidak signifikan (tidak ada pengaruh terapi mindfulness terhadap pengurangan sakit kepala kronis),
hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya jumlah peserta dan seringkali tingginya atau tidak
jelasnya risiko bias dalam uji coba kontrol acak yang disertakan. Mungkin uji klinis yang lebih
agresif dengan ukuran sampel yang lebih besar secara efektif menunjukkan perbedaan hasil
sebelum dan sesudah terapi mindfulness-based cognitive therapy (MBCT) dapat memberikan
perubahan yang lebih signifikan (Ur Rehman et al., 2022).

Mindfullness dari sisi agama

Mindfulness atau Quality of being present ialah kemampuan untuk sepenuhnya memahami
keadaan, pikiran, serta realita perasaan, tanpa ketakutan akan masa yang akan datang dan masa
yang telah terlampaui. Kemampuan tersebut membebaskan pemiliknya dari distraksi dan segala
bentuk prasangka dan penilaian (judgment), serta menghilangkan sifat reaktif terhadap keadaan,
sehingga membawa ketenangan kepada pemiliknya. Sejatinya setiap orang memiliki mindfulness,
namun dengan kapasitas yang berbeda tentunya. Setiap orang pernah merasakannya dengan ia
sadari atau tidak, dengan menamai perasaannya atau tidak. Seperti ketika seseorang beribadah
sesuai keagamaannya memohon kepada Tuhan dengan teramat sangat, begitu fokus, begitu tenang,
begitu damai, saat itu orang tersebut mencapai mindfulness tanpa ia sadari. Mindfulness sangat
dekat dengan agama. Setiap agama mengajarkan kita untuk menjadi seseorang dengan kemampuan
mindful. Menjadi seorang dengan ketenangan jiwa dan raga. Seseorang dengan kesabaran di setiap
keadaan. Serta seseorang dengan pikiran dan hati yang terbuka dalam menerima dan mencerna
setiap keadaan. Setiap agama pasti mengajarkan kita untuk memanfaatkan dan menghargai setiap
detik waktu, orang-orang yang hadir di hidup kita, dan segala bentuk pemberian entah itu baik atau
pun buruk dengan penuh syukur. Setiap agama pasti mengajarkan dan menjanjikan kita dengan
karunia yang lain yang lebih baik yang akan Tuhan berikan apabila kita mampu bersyukur atas
apapun yang diberikan kepada kita. Tidak perlu menyesal karena karunia Tuhan itu nyata adanya.
Praktiknya agama mampu meningkatkan mindfulness pada diri seseorang. Kedekatan seni
mindfulness dengan agama memang tidak terpisahkan. Seni mindfulness berakar dari agama dan
merupakan salah satu bagian dari ajaran agama (Rahmani, Mulukom and Farias, 2023).

Kedekatan seni mindfulness dengan agama memang tidak terpisahkan. Seni mindfulness
berakar dari agama dan merupakan salah satu bagian dari ajaran agama. Namun demikian
mindfulness berkembang lebih daripada agama itu sendiri. Mindfulness tidak selalu berhubungan
dengan agama. Kemampuan ini mampu berdiri sendiri tanpa sebuah atas nama agama. Bahkan
kemampuan mindfulness tersebut, telah banyak memiliki irisan dengan berbagai ilmu selain
agama, seperti sains, kesehatan, dan psikologi. Terbukti bahwa, mindfulness ialah kemampuan
yang dapat terus dikembangkan, diajarkan, dan dimiliki oleh semua orang. Sehingga praktik dalam
menciptakan dan meningkatkan mindfulness pada diri seseorang dapat dilakukan tanpa kegiatan
keagamaan dan tanpa adanya keterikatan dengan agama itu sendiri. Sama halnya dengan agama
dan kepercayaan spiritual yang banyak dianut manusia, mindfulness juga membawa manusia ke
banyak nilai positif dalam hidup dan dipercaya dapat menghilangkan berbagai sakit jiwa dan hati.
Hal tersebut karena mindfulness merupakan hal yang sama mendasarnya seperti kepercayaan
manusia terhadap hal-hal spiritual. Mindfulness merupakan bagian dari pengalaman dan
pembelajaran manusia. Mindfulness bukan agama, bukan juga hal spiritual. Namun,
keberadaannya yang mendasar teramat erat dengan agama dan hal-hal spiritual, sehingga
mindfulness banyak dikaitkan dengan kedua hal tersebut. Apalagi mindfulness merupakan
sebagian dari ajaran agama. Walaupun berbeda, mindfulness dapat digunakan dari segi latihan
spiritual, dan dapat ikut dikembangkan bersamaan dengan proses spiritual itu sendiri, dan begitu
juga sebaliknya. Namun, semua proses pengembangan dalam mencapai nilai mindfulness tersebut
dapat dilakukan secara terpisah karena sejatinya karakter mindfulness berdiri sendiri sebagai
bagian mendasar dari manusia. Praktisnya, mindfulness bukan merupakan kegiatan keagamaan,
karena mindfulness sendiri bukan merupakan agama. Pengujian keyakinan utama pada kekuatan
mindfulness (kesadaran) untuk mentransformasi individu dan masyarakat, serta untuk
mengembangkan dan memvalidasi keyakinan pada kekuatan pikiran menunjukkan hasil
pentingnya memperhatikan keyakinan dan harapan masyarakat dalam intervensi mindfulness dan
lebih jauh lagi perlunya pendekatan kontekstual yang mempertimbangkan faktor budaya. Belief in
the Powers of Mindfulness Scale (BPMS) yang baru dikembangkan dapat membantu mengukur
keyakinan dan harapan masyarakat (Rahmani, Mulukom and Farias, 2023)

Gabungan Yoga dan Mindfullness (Penelitian dan Pengalaman Pribadi) (Ronal)


Merawat orang lanjut usia adalah landasan budaya kita. Melalui pelajaran yoga dan mindfulness,
kami membantu meningkatkan kualitas hidup, mendukung vitalitas, dan memberikan
kesejahteraan melalui berbagi. Kami mengatur olahraga teratur dengan instruktur yoga dan
mindfulness berpengalaman.

Seringkali cukup dengan menjadi lebih sadar akan tubuh Anda sendiri, yang kemudian secara
otomatis mulai menjadi lebih sehat. Yoga bahkan bisa dilakukan dengan posisi berbaring di tempat
tidur. Gagasan tentang gerakan tertentu akan mengaktifkan jaringan otot di area fokus, dan
meningkatkan sirkulasi darah. Orang yang lebih tua bisa memberi kita begitu banyak pengalaman
berharga. Mari bantu mereka mempertahankan vitalitas dan kemampuan untuk berbagi pemikiran
gembira. Suatu hari, ketika mereka meninggalkan tubuhnya, mereka akan memiliki senyuman di
wajah mereka yang menunjukkan bahwa mereka menikmati waktu mereka di sini.

BAB 11 Pentingnya Yoga Untuk Penyintas Lansia di Masa Darurat


Kebencanaan

Oleh : Laras Putri Gamagitta, S.Keb.,Bd.,M.Keb

Populasi penduduk dalam usia lanjut mengalami peningkatan yang begitu pesat. Jumlah
lansia diprediksi mampu menyaingi jumlah anak dibawah 5 tahun. Pada masa rentan tersebut
status Kesehatan fisik sangat cepat berpengaruh. Menurunnya status Kesehatan lansia akan
mempengaruhi tingkat produktivitas sebagai mahluk hidup, hal tersebut diikuti dengan pendapat
bertambahnya usia bisa diiringi dengan timbulnya penyakit. Menurut WHO (World Health
Organization) sehat dapat di definisikan sebagai kondisi keseluruhan yang mencakup
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang membentuk kesatuan, bukan sekedar bebas dari
penyakit dan cacat. Definisi alternatif tentang Kesehatan yang termasuk dalam Undan-Undang
Keehatan No. 36 tahun 2009 adalah keadaan kesehatan yang baik dalam aspek fisik, mental,
spiritual, dan sosial, yang memungkinkan individu untuk menjalani kehidupan yang lebih
produktif secara sosial dan ekonomis (Endang Wahyati Yustina, 2014).

A. MASALAH KESEHATAN DASAR LANJUT USIA


Pada bencana yang terjadi khususnya di Indonesia, lansia merupakan salah satu kelompok
rentan terhadap dampak dari suatu bencana. Faktor ketangkasan dan kecepatan dalam merespon
sesuatu yang terjadi tidak mampu seratus persen seperti waktu muda. Sehingga, sangat
memungkinkan yang terjadi pada lansia adalah keterbatasan secara fisik, mental dan atau sensorik
dalam jangka waktu yang lama hingga mengalami disabiltas. Dampak dari bencana yang terjadi
terhadap lansia dapat berpotensi mengalami tekanan psikososial yang lebih tinggi dbandingkan
keompok usia yang lebih muda (Lamoureux-Lamarche et al., 2016).

Setiap bencana mengakibatkan lansia mengalami kemungkinan tekanan secara psikososial


yang lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lebih muda. Gangguan yang mengikuti salah
satunya adalah gangguan stress pasca trauma (PTSD) yang mampu memberikan dampak pada
penurunan kualitas hidup lansia, khususnya pada daerah yang terkena bencana (Pietrzak et al.,
2012; Chung et al., 2016). Perolehan data pada korban bencana termasuk data tentang lansia dalam
kebencanaan sangatlah terbatas. Angka kejadian bulan September – Desember 2018 oleh LIPI
pada kejadian bencana di Provinsi menunjukkan bahwa hasil layanan penapisan Kesehatan
penyintas gempa (1.007 penyintas umum). Antisipasi yang dapat dilakukan untuk mencegah
semakin buruknya suatu kondisi pada masa krisis Kesehatan perlu dilakukan dengan cara
mendekati penyintas bencana sehingga gerakan rapid assessment segera dilakukan.

B. KERENTANAN USIA LANJUT

Kerentanan lansia dapat berasal dari penurunan bertahap dalam kebugaran fisik,
berkurangnya kapasitas homeostasis untuk merespons perubahan lingkungan, termasuk kondisi
darurat seperti bencana dan wabah. Perubahan fisik, mental, sosial, dan spiritual semakin
memperberat kondisi kesehatan lansia, yang dapat dianggap sebagai situasi krisis. Lansia dianggap
rentan karena terkait dengan sejumlah masalah, seperti kejadian jatuh, penurunan mobilitas fisik
yang mengakibatkan ketidakpenuhan kebutuhan sehari-hari, kondisi penyakit, dan ancaman
kematian Kondisi rentan lansia dapat menjadi lebih parah jika tidak ada perencanaan tindakan
yang tepat, komprehensif, dan kompeten. Rentan kondisi lansia juga menunjukkan bahwa
kelompok usia ini cenderung mengalami situasi krisis (CDC, 2015). Pria dan wanita lansia
memiliki kapasitas berbeda dalam menghadapi keadaan krisis. Sayangnya, mereka sering kali tidak
mendapatkan intervensi darurat dengan cepat dan kadang-kadang diabaikan, tidak dimanfaatkan,
atau tidak ditingkatkan kapasitas dan kontribusinya dalam praktik pelayanan kesehatan. Pada
kondisi krisis kesehatan, lansia yang dipaksa untuk berpindah memiliki risiko tinggi mengalami
kekerasan, termasuk pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, eksploitasi oleh anggota
keluarga, diskriminasi dalam akses bantuan kemanusiaan. Risiko ini khususnya meningkat pada
lansia dengan disabilitas (Helpage International, 2013; JCI, 2018). Klasifikasi lansia yang rentan
(HelpAge, 2013) dapat diidentifikasi berdasarkan:
1. Individu lansia yang hidup sendiri dan terisolasi, mengalami kelemahan, dan memiliki
cacat.
2. Pasangan lanjut usia yang mengalami isolasi atau pasangan di mana satu atau keduanya
berada dalam keadaan tidak berdaya atau menderita penyakit kronis.
3. Lansia yang hidup terisolasi dan memiliki tanggungan anggota keluarga yang lebih muda.
4. Lansia yang terisolasi dan tinggal di lingkungan keluarga yang tidak memberikan
dukungan.

C. KAPASITAS DAN KONTRIBUSI LANJUT USIA

Intervensi dalam situasi bencana sering kali tidak berhasil dalam mengakui, memanfaatkan,
atau meningkatkan kapasitas serta keterlibatan lansia. Berdasarkan pengalaman panjang mereka,
pengaruh yang dimiliki dalam pengambilan keputusan, dan kendali atas aset ekonomi, lansia
memiliki posisi yang tepat untuk mengambil peran kepemimpinan dalam keadaan darurat. Mereka
dapat mendorong penyelesaian konflik dan keadilan masyarakat, serta berkontribusi pada
penyelesaian masalah, terutama ketika struktur kepemimpinan yang ada terganggu. Peran lansia
sangat penting sebagai penjaga dan pengelola sumber daya. Pengetahuan yang dimiliki oleh lansia,
baik mengenai sistem bertahan hidup tradisional, teknologi tepat guna, maupun obat-obatan
alternatif, dapat menjadi pilihan strategi penanggulangan masyarakat selama dan setelah krisis.
Pengalaman lansia juga dapat membantu melestarikan identitas budaya dan sosial masyarakat,
bahkan dalam situasi krisis seperti perselisihan di antara penghuni tenda pengungsian yang
berbeda usia atau isu-isu sensitif budaya dan kepercayaan. Dalam konteks tenda pengungsian,
keterlibatan lansia dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah atau konflik yang timbul. Lansia
lebih cenderung menjadi penyedia bantuan daripada penerima. Perempuan yang lebih tua berperan
dalam merawat anak-anak, orang sakit, atau anak yatim, serta memberikan pengajaran kepada
generasi muda, terutama melalui contoh dalam sektor-sektor seperti pertanian, produksi makanan,
dan konstruksi tempat tinggal. Namun, perhatian terhadap kontribusi lansia masih terbatas.
Diperlukan upaya untuk membantu lansia memenuhi peran berharga mereka dalam membangun
kembali masyarakat, dan pengakuan atas kontribusi mereka seharusnya disertai dengan
peningkatan dukungan untuk membagi tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka.

D. ASPEK PERLINDUNGAN KESEHATAN LANJUT USIA

Perlindungan lansia sebelum terjadinya krisis kesehatan dapat diakui melalui langkah-langkah
berikut:
1. Mengidentifikasi kerentanan dengan melakukan pemetaan lansia rentan di wilayah kerja
Puskesmas.
2. Merancang kegiatan khusus untuk lansia yang paling rentan, termasuk mengidentifikasi
penduduk rentan di wilayah perdesaan atau Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan status
ekonomi dan sosial lansia.
3. Memberikan informasi dan edukasi kepada lansia dan keluarga/pendamping, serta menyediakan
layanan perlindungan dan dukungan psikososial kepada lansia, sekaligus memfasilitasi akses
pelayanan kesehatan bagi lansia yang memiliki kebutuhan khusus.
4. Meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan bagi lansia dan memfasilitasi dukungan
keluarga terhadap lansia.
5. Melakukan tindakan pencegahan untuk menghindari kemungkinan terjadinya masalah dengan
meningkatkan akses penyandang disabilitas lansia ke layanan perawatan, layanan rehabilitasi,
dan layanan dukungan lainnya.
6. Mengidentifikasi kebutuhan sumber daya manusia, seperti kader lansia, serta sumber daya
material dan keuangan, ketika melaksanakan pemantauan dan evaluasi program lansia yang
sedang berjalan.
7. Melakukan koordinasi dengan Klaster Kesehatan dan Klaster Perlindungan dan Pengungsian
terkait isu-isu perlindungan lansia, guna memastikan pelayanan yang terkoordinasi dan
integratif.

DAFTAR PUSTAKA

Amini, M., & Ouassini, A. (2020). Divergent Islamic perspectives: yoga through the lens of
societal custom. Culture and Religion, 21(2), 199–214.
https://doi.org/10.1080/14755610.2021.1923539

Coveney, P. (2021). Menopause Yoga: A Holistic Guide to Supporting Women on Their


Menopause Journey. Singing Dragon.

Csala, B., Springinsfeld, C. M., & Köteles, F. (2021). The Relationship Between Yoga and
Spirituality: A Systematic Review of Empirical Research. In Frontiers in Psychology (Vol.
12). https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.695939

Iyengar, B. K. S. (1965). Light on yoga: the definitive guide to yoga practice.


Iyengar, B. K. S. (2007). BKS Iyengar yoga: The path to holistic health. penguin.

Nicosia, F. M., Lisha, N. E., Chesney, M. A., Subak, L. L., Plaut, T. M., & Huang, A. (2020).
Strategies for evaluating self-efficacy and observed success in the practice of yoga postures
for therapeutic indications: Methods from a yoga intervention for urinary incontinence among
middle-aged and older women. BMC Complementary Medicine and Therapies, 20(1), 1–13.
https://doi.org/10.1186/s12906-020-02934-3

Itani, M. et al. (2020) ‘Bioheat modeling of elderly and young for prediction of physiological and
thermal responses in heat-stressful conditions’, Journal of Thermal Biology, 88, p. 102533.
Available at: https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.jtherbio.2020.102533.
Kouzaki, M. and Masani, K. (2012) ‘Postural sway during quiet standing is related to
physiological tremor and muscle volume in young and elderly adults’, Gait &
Posture, 35(1), pp. 11–17. Available at:
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.gaitpost.2011.03.028.
McCormick, J.J. et al. (2021) ‘Impaired autophagy following ex vivo heating at
physiologically relevant temperatures in peripheral blood mononuclear cells from
elderly adults’, Journal of Thermal Biology, 95, p. 102790. Available at:
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.jtherbio.2020.102790.
Miller, M.M. (1997) ‘Fluid and electrolyte homeostasis in the elderly: Physiological
changes of ageing and clinical consequences’, Baillière’s Clinical Endocrinology
and Metabolism, 11(2), pp. 367–387. Available at:
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/S0950-351X(97)80347-3.
Moretton, M. et al. (2023) ‘Adult and elderly in vitro digestibility patterns of proteins and
carbohydrates as affected by different commercial bread types’, Food Research
International, 167, p. 112732. Available at:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0963996923002776.
Rahmani, M., Mulukom, V. van and Farias, M. (2023) ‘Believing in the Powers of
Mindfulness: A Thematic Narrative Approach and the Development of a New
Scale’, Mindfullness, 14(7), pp. 1689–1704. Available at:
https://doi.org/10.1007/s12671-023-02164-x.
Riquelme-Marín, A., Rosa-Alcazar, A.I. and Ortigosa-Quiles, J.M. (2022) ‘Mindfulness-
based psychotherapy in patients with obsessive-compulsive disorder: A meta-
analytical Study’, International Journal of Clinical and Health Psychology, 22, p.
100321. Available at: https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ijchp.2022.100321.
Siloam (2023) Sayangi Kesehatan Mental dengan Menerapkan Mindfulness, Siloam.
Available at: https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-
mindfulness.
Sugiyo, D. and Caesaria, R. (2015) ‘Umur dan Perubahan Kondisi Fisiologis lansia’,
Muhammadiyah Journal of Nursing, pp. 21–27.
Ur Rehman, M.A. et al. (2022) ‘Efficacy of mindfulness-based intervention for the
treatment of chronic headaches: A systematic review and meta-analysis’, Annals of
Medicine and Surgery, 78(April), p. 103862. Available at:
https://doi.org/10.1016/j.amsu.2022.103862.

Anda mungkin juga menyukai