Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN SATUAN ACARA PENYULUHAN

TERAPI TEKNIK KOMBINASI RELAKSASI OTOT DENGAN TERAPI MUSIK


PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI
DI SASANA TRESNA WERDA RIA PEMBANGUNAN CIBUBUR

Ditujukan Kepada Yth:

Dwi Setiowati, S. Kep., Ns., M.Kep

Dususun Oleh: Kelompok 2

Adelia Syafira Anwar Nurfika Mustika Dewi


Aprilia Wulandari Putri Nurfitri Annisa
Desi Adi Sindoro Rahmah Zaidah
Eka Widyawati Rima Fetiani
Hilda Hidayani Siti Patmawati
Luthfy Anshari Vigur Guevara
Nadira

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/2019 M
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................2

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP).....................................................................................................3

A. Pendahuluan..............................................................................................................................3

B. Tujuan........................................................................................................................................5

C. Pelaksanaan Kegiatan................................................................................................................5

D. Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok...........................................................................................6

E. Setting Tempat TAK....................................................................................................................7

F. Pengorganisasian.......................................................................................................................7

G. Evaluasi......................................................................................................................................8

MATERI................................................................................................................................................13

A. HIPERTENSI..............................................................................................................................13

1. Definisi................................................................................................................................13

2. Etiologi................................................................................................................................13

3. Klasifikasi............................................................................................................................14

4. Tanda Dan Gejala.................................................................................................................15

5. Penatalaksanaan...................................................................................................................15

6. Hipertensi Pada Lansia........................................................................................................16

B. Terapi Relaksasi Otot Progresif.................................................................................................17

1. Definisi................................................................................................................................17

2. Tujuan..................................................................................................................................17

3. Teknik Terapi Relaksasi Otot Progresif................................................................................18

C. Terapi Musik.............................................................................................................................21

1. Definisi................................................................................................................................21

2. Terapi Musik Dalam Bidang Kesehatan...............................................................................22

3. Fungsi Terapi Musik............................................................................................................23

4. Manfaat................................................................................................................................24

Daftar Pustaka.....................................................................................................................................26

2
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Topik : Teknik kombinasi relaksasi otot progresif dengan terapi musik pada lansia

hipertensi

Sasaran : Lansia di Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan Cibubur yang

terdiagnosa hipertensi

Tempat: Ruang Kreasi Sasana Tresna Werdha Ria Pembangunan Cibubur

Waktu : 08.00 – 09.00

Hari/tanggal : Jum’at, 06 September 2019

A. Pendahuluan
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Memasuki masa lansia sangat diperlukan kesadaran diri untuk mempertahankan
derajat kesehatan dengan taraf yang setinggi – tingginya supaya terhindar dari
penyakit atau gangguan kesehatan, agar lansia tersebut masih dapat memenuhi
kebutuhan dengan mandiri (Mubarak, 2005). Seiring dengan pertambahan usia
terjadinya perubahan-perubahan fisiologis pada lansia yang disertai dengan berbagai
masalah kesehatan yang menyebabkan tingginya penyakit degeneratif. Penyakit
degeneratif membawa konsekuensi terhadap perubahan dan gangguan pada system
kardiovaskuler, antara lain terjadi penyakit hipertensi (Darmojo et all 2009).
Hipertensi merupakan kondisi tekanan darah sistolik sama atau lebih tinggi
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg, yang terjadi
karena menurunnya elastisitas arteri pada proses menua pada lansia (Harrison, 2005).
Hipertensi telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat sehingga WHO
tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4%
penghuni bumi mengidap hipertensi. Indonesia di perkirakan akan meningkat kejadian
hipertensi sebanyak 80% di tahun 2025. Jumlah lansia di Sasana Tresna Werdha Ria
Pembangunan didapatkan 74 orang pada 2018 dan didapatkan 65 orang (87,84%)
yang mengalami hipertensi sedangkan yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 9
orang (12,16%).

3
Dampak hipertensi yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan stroke, gagal
ginjal, gagal jantung, dan retinopati. Pencegahan hipertensi, umumnya dilakukan
dengan mengubah gaya hidup seperti pengurangan berat badan pada anak yang obes,
pengaturan diet makanan, olah raga teratur dan mengurangi stres. Rangkaian ini
merupakan tatalaksana non farmakologi. Pengaturan diet makanan dan olahraga
teratur umumnya telah terbukti dapat menurunkan tekanan darah. Tetapi ada metode
non farmakologi lain yang dapat menurunkan tekanan darah yaitu teknik relaksasi.
Pengontrolan tekanan darah dengan teknik relaksasi diantaranya dengan kombinasi
relaksasi otot progresif dengan terapi musik sebagai pengantarnya.
Beberapa peneliti telah melakukan uji coba terapi komplementer untuk
menurunkan tekanan darah yang dialami lansia dengan hipertensi. Salah satu terapi
komplementer yang sudah terbukti dapat menurunkan tekanan darah diantaranya
teknik relaksasi otot progresif (ROP). Hasil studi penelitian yang dilakukan oleh
Riza,dkk menyatakan bahwa teknik rop terbukti menurunkan tekanan darah yang
lebih tinggi pada lansia dengan hipertensi.
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan
yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart dan Laraia,
2001). Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang
lain serta mengubah prilaku yang obstruktif dan maladaptif. Kelompok berfungsi
sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lainnya untuk
menemukan cara menyelesaikan masalah.
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika lansia ditemui dalam
rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus
dari terapi kelompok adalah membuat perubahan sadar diri, peningkatan hubungan
interpersonal, membuat perubahan atau ketiganya.
Terapi aktifitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok lansia yang mempunyai masalah keperawatan
yang sama. Aktifitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai target
asuhan. Dengan TAK itu sendiri memerlukan psikoterapi dengan sejumlah pasien
dengan waktu yang sama , manfaat terapi aktivitas kelompok adalah agar lansia dapat
kembali belajar bagaimana cara bersosialisasi karena kelompok ini berfungsi sebagai
tempat berbagi pengalaman dan membantu satu sama lain untuk menemukan cara
menyelesaikan masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulus kepadanya.

4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Lansia dapat mengikuti teknik kombinasi relaksasi otot dan diharapkan dapat
menurunkan hipertensi
2. Tujuan khusus
a. Lansia mampu mengikuti teknik kombinasi relaksasi otot dengan tepat
b. Diharapkan tekanan darah lansia yang hipertensi dalam batas normal
c. Diharapkan lansia dapat mengurangi kecemasan dan ketegangan otot.

C. Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik
Teknik kombinasi relakasi otot dengan terapi musik pada lansia yang
hipertensi.
2. Sasaran/Target
a. Kriteria
- Lansia yang berada di Sasana Tresna Wherda Ria Pembangunan
b. Proses Seleksi
- Lansia yang termasuk dalam kategori lansia mandiri dan lansia dengan
bantuan (kursi roda) yang mengalami hipertensi
3. Metode
- Demonstrasi
4. Media dan alat
- Proposal
- Musik
- Sound system
- Laptop
- Kursi
- Alat Tulis Kantor (ATK)
- Sphygmomanometer
- Stetoskop
5. Waktu dan tempat
a. Hari/tanggal : Jum’at, 6 September 2019
b. Jam : 08.00-09.00
c. Acara : 30 Menit
- Fase Orientasi : 5 Menit
- Fase Kerja : 20 Menit
- Fase Terminasi : 5 Menit
d. Tempat : Ruang Kreasi STW Ria Pembangunan
e. Jumlah pasien : 4 orang

D. Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok

KEGIATAN
No. Tahapan Waktu
Perawat Peserta

5
1. Pembukaan 5 menit a. Memberikan salam dan a. Menjawab salam,
memperkenalkan mendengarkan
anggota kelompok b. Memperhatikan
b. Menjelaskan manfaat c. Menjawab
dan tujuan
c. Menanyakan kabar
lansia dan melakukan
pengukuran tekanan
darah
2. Pelaksanaan 20 menit a. Menjelaskan prosedur a. Memperhatikan
pelaksanaan teknik b. Berdoa
kombinasi relaksasi c. Melakukan
otot redemonstrasi
b. Berdoa bersama
sebelum melakukan
kegiatan
c. Mendemonstrasikan
teknik kombinasi
relaksasi otot
3. Penutup 5 menit a. mengevaluasi perasaan a. Menjawab
lansia dan tekanan b. Menerima snack
darah c. Menjawab salam
b. pembagian snack
c. Mengakhiri kegiatan
dengan mengucapkan
salam

E. Setting Tempat TAK

Ket:
: Leader : Co-Leader
6 : Fasilitator

: Lansia : Observer
F. Pengorganisasian
a. Pembagian Tugas
1. Pembimbing Akademik : Dwi Setiowati, S. Kep., Ns., M.Kep
2. Leader : Luthfy Anshari
3. Co-Leader : Eka Widyawati
4. Fasilitator : Hilda Hidayani, Siti Patmawati, Nadira,
Desi Adi Sindoro, Nurfitri Annisa, Adelia
Syafira Anwar, Rahmah Zaidah, dan
Vigur Guevara
5. Observer : Aprilia Wulandari Putri,
Nurfika Mustika Dewi, Rima Fetiani
b. Rincian Tugas/Peran
1. Leader
- Membuka jalannya kegiatan
- Memperkenalkan diri
- Menganalisa dan observasi pola komunikasi dalam kelompok
- Menetapkan tujuan dan peraturan kelompok
- Membacakan tujuan dan peraturan kelompok sebelum kegiatan
dimulai
- Motivasi kelompok untuk aktif
- Memberi reinforcement positif
- Menyimpulkan keseluruhan aktivitas kelompok
c. Co Leader
- Membantu tugas leader
- Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader
- Mengingatkan leader bila ada kegiatan yang menyimpang
- Mengingatkan pemimpin untuk lamanya waktu kegiatan
- Bersama leader menjadi contoh kerjasama yang baik.
d. Fasilitator
7
- Ikut serta dalam anggota sebagai anggota kelompok
- Memotivasi anggota kelompok yang kurang atau tidak aktif selama
TAK berlangsung
- Menjadi role model selama acara berlangsung
- Menyiapkan alat/media.
e. Observer
- Ikut serta sebagai anggota kelompok
- Mengawasi jalannya kegiatan
- Menilai setiap jalannya kegiatan

G. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada seluruh anggota kelompok di seluruh fase, yakni fase
orientasi, fase kerja, dan fase terminasi. Berikut evaluasi setiap fase:
A. Fase orientasi
1. Waktu mulai kegiatan terlambat 10 menit sehingga kegiatan dimulai pukul
08.10 wib
2. Leader tidak memperkenalkan seluruh anggota kelompok karena
keterbatasan waktu
3. Leader tidak menanyakan kabar kepada seluruh lansia yang hadir tetapi hal
ini dilakukan oleh fasilitator
B. Fase Kerja
1. Leader memimpin doa cenderung untuk yang beragama islam sehingga
Oma I yang non-Islam bingung ketika mendapat instruksi tersebut
2. Leader memberikan instruksi dengan jelas namun terkesan terburu-buru
3. Co-leader memberikan hitungan pada setiap gerakan dengan ketukan
hitungan yang berbeda dan cenderung cepat diakhir
4. Leader dan co-leader tidak memberikan contoh gerakan dengan tuntas
sehingga lansia bingung dan tidak memiliki acuan untuk melakukan
gerakan relaksasi otot progresif
5. Salah satu fasilitator Oma T menjadi distraksi untuk lansia lain karena harus
mengulang instruksi dari leader. Hal ini disebabkan karena penurunan
pendengaran yang dialami oleh Oma T
C. Fase Terminasi
1. Leader mengakhiri kegiatan dengan memimpin mengucap hamdalah
sehingga Oma I yang non-Islam bingung ketika mendapat instruksi tersebut

8
Selain evaluasi seluruh anggota kelompok, para lansia juga dilakukan evaluasi
terkait selama proses kegiatan berlangsung dengan formulir evaluasi sebagai berikut:

Teknik Kombinasi Relaksasi Otot


Nama Lansia : Opa B.
TD sebelum : 130/80 mmHg
TD sesudah : 120/80 mmHg
No Aspek yang dinilai Penilaian
KB CB B SB
1. Mengukuti teknik √
kombinasi relaksasi otot
dengan tepat
2. mengikuti kegiatan dari √
awal sampai akhir
3. tekanan darah lansia yang √
hipertensi dalam batas
norma
4 menjelaskan perasaan √
setelah melakukan teknik
relaksasi otot
Evaluasi :
Selama proses kegiatan TAK berlangsung Opa B mampu mengikuti kegiatan dengan
baik namun karena beliau memiliki emosional yang tinggi (cenderung marah) maka
beliau menjadi distraksi pada saat kegiatan berlangsung. Opa B dapat mengikuti
instruksi gerakan dengan baik dan mampu berelaksasi dengan baik sehingga teknik
relaksasi otot progresif dinilai efektif untuk menurunkan tekanan darah.

Teknik Kombinasi Relaksasi Otot


Nama Lansia : Oma W.
TD sebelum : 130/80 mmHg
TD sesudah : 120/80 mmHg
No Aspek yang dinilai Penilaian
KB CB B SB
1. Mengukuti teknik √
kombinasi relaksasi otot

9
dengan tepat
2. mengikuti kegiatan dari √
awal sampai akhir
3. tekanan darah lansia yang √
hipertensi dalam batas
norma
4 menjelaskan perasaan √
setelah melakukan teknik
relaksasi otot
Evaluasi :
Selama proses kegiatan berlangsung Oma W sangat kooperatif dan mampu mengikuti
kegiatan dengan sangat baik sehingga teknik kombinasi relaksasi otot progresif dengan
terapi musik ini dinilai efektif untuk menurunkan tekanan darah.

Teknik Kombinasi Relaksasi Otot


Nama Lansia : Oma T.
TD sebelum : 110/70 mmHg
TD sesudah : 120/70 mmHg
No Aspek yang dinilai Penilaian
KB CB B SB
1. Mengukuti teknik √
kombinasi relaksasi otot
dengan tepat
2. mengikuti kegiatan dari √
awal sampai akhir
3. tekanan darah lansia yang √
hipertensi dalam batas
norma
4 menjelaskan perasaan √
setelah melakukan teknik
relaksasi otot
Evaluasi :
Selama proses kegiatan berlangsung Oma T cukup kooperatif namun karena penurunan
pendengaran yang beliau alami maka terasa sulit untuk beliau mengikuti instruksi
gerakan yang dipimpin oleh leader. Penurunan pendengaran yang Oma T alami
mengharuskan fasilitator mengulangi instruksi yang diberikan oleh leader sehingga

10
menyebabkan distraksi untuk lansia lainnya. Teknik relaksasi otot progresif dinilai
kurang efektif untuk lansia dengan penurunan pendengaran.

Teknik Kombinasi Relaksasi Otot


Nama Lansia : Oma I.
TD sebelum : 100/70 mmHg
TD sesudah : 110/60 mmHg
No Aspek yang dinilai Penilaian
KB CB B SB
1. Mengukuti teknik √
kombinasi relaksasi otot
dengan tepat
2. mengikuti kegiatan dari √
awal sampai akhir
3. tekanan darah lansia yang √
hipertensi dalam batas
norma
4 menjelaskan perasaan √
setelah melakukan teknik
relaksasi otot
Evaluasi :
Selama proses kegiatan belangsung Oma I kooperatif namun diawal kegiatan akan
berlangsung Oma I sangat terdistraksi oleh Opa B yang saat berbicara cenderung
marah-marah. Karena distraksi yang Oma I alami menyebabkan beliau tidak bisa
relaksasi. Oma I juga kesulitan dan cenderung bingung untuk mengikuti instruksi
gerakan dari leader sehingga teknik kombinasi relaksasi otot progresif dinilai kurang
efektif.

Dari hasil evaluasi yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa teknik
kombinasi relaksasi otot progresif dengan terapi musik pada lansia dengan hipertensi dapat
efektif .................... (lanjutin el sesuain sama tujuan ya beb)

11
MATERI

A. HIPERTENSI

1. Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI,
2013). Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya140 mmHg atau tekanan darah diastolik sedikitnya 90 mmHg (Price &
Wilson, 2006). Pada umumnya hipertensi tidak memberikan keluhan dan gejala
yang khas sehingga banyak penderita yang tidak menyadarinya. Oleh karenan itu
hipertensi dikatakan sebagai the silent killer (Karo,2012). Peningkatan tekanan
darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kerusakan
pada ginja, jantung, dan otak bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai (Kemenkes RI, 2013)

2. Etiologi
Faktor resiko hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga,
genetik (faktor resiko yang tidak dapat diubah atau dikontrol), kebiasaan merokok,
konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan minum-
minuman beralkohol, obesitas, kurang aktivitas fisik, stres, penggunaan estrogen
(Kemenkes RI, 2013). Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang
memiliki berat badan lebih atau obesitas dari 20% dan hiperkolesterol
mempunyairesiko yang lebih besar terkena hipertensi. Pada umumnya penyebab
obesitas atau berat badan berlebih dikarenakan pola hidup (Life style) yang tidak
sehat (Rahajeng & Tuminah, 2009).

12
3. Klasifikasi
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi
Batasan tekanan darah (mmHg) Kategori
Diastolik
<80 Normal
80-90 Prehipertensi
90-99 Hipertensi stage 1
>100 Hipertensi stage 2
Sistolik
<120 Normal
120-139 Prehipertensi
140-159 Hipertensi stage 1
>160 Hipertensi stage 2
Sumber : Potter & Perry, 2009
1. Berdasarkan Penyebab
a. Hipertensi Primer atau Hipertensi Esensial Hipertensi yang penyebabnya tidak
diketahui (idiopatik), walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup
seperti kurang bergerak (inaktivas) dan pola makan. Hipertensi jenis ini terjadi
pada sekitar 90% pada semua kasus hipertensi.
b. Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Non Esensial Hipertensi yang diketahui
penyebabnya. Pada sekiar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah
penyakit ginjal, sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu, misalnya pil KB.
2. Berdasarkan bentuk hipertensi
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension, hipertensi campuran (sistol dan
diastol yang meninggi). Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension). Jenis
hipertensi yang lain, adalah sebagai berikut; (Kemenkes RI, 2013)
Hipertensi Pulmonal Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak
nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya
hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan
toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan. Hipertensi pulmonal
primer sering didapatkan pada usia muda dan usia pertengahan, lebih sering
didapatkan pada perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun
sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean survival/sampai timbulnya
gejala penyakit sekitar 2-3 tahun. Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal
13
merujuk pada National Institute of Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis
lebih dari 35 mmHg atau "mean"tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg
pada saat istirahat atau lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan adanya
kelainan katup pada jantung kiri, penyakit myokardium, penyakit jantung
kongenital dan tidak adanya kelainan paru.

4. Tanda Dan Gejala


Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki
gejala khusus. Menurut sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara
lain yaitu: gejala ringan seperti, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah
merah, tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak
napas, rasa berat ditengkuk, medah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan.

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan obat-
obatan ataupun dengan cara modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup dapat
dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak lebih dari ¼- ½ sendok teh (6
gram/hari), menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein, rokok, dan
minuman beralkohol. Olah raga juga dianjurkan bagi penderita hipertensi, dapat
berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5 x
per minggu. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan
stress. Untuk pemilihan serta penggunaan obat-obatan hipertensi disarankan untuk
berkonsultasi dengan dokter.
Adapun makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita
hipertensi adalah:
1. Makanan yang berkadar lemakjenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa,
gajih).
2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit, crackers,
keripik dan makanan kering yang asin).
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta
buah-buahan dalam kaleng, soft drink).
4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin,
pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).
5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein
hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning
telur, kulit ayam).

14
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco
serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandunggaram natrium.
7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.
Dengan mengetahui gejala dan faktor risiko terjadinya hipertensi
diharapkan penderita dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan dengan
modifikasi diet/gaya hidup ataupun obat-obatan sehingga komplikasi yang terjadi
dapat dihindarkan (Kemenkes RI, 2014).

6. Hipertensi Pada Lansia


Dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia, dapat
diperkirakan insidensi penyakit degeneratif akan semakin meningkat. Salah satu
penyakit degeneratif yang memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi
adalah hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut berbeda dengan hipertensi yang
dialami oleh dewasa muda. Patogenesis hipertensi pada usia lanjut sedikit berbeda
dengan hipertensi yang terjadi pada usia dewasa muda. Faktor-faktor yang
berperan dalam hipertensi pada lanjut usia adalah:(Hadi & Martono, 2010)
1. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Semakin usia bertambah
makin sensitif terhadap peningkatan dan penurunan kadar natrium.
2. Penurunan elasitisitas pembuluh darah perifer akibat proses penuaan yang
akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya
akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja.
3. Perubahan ateromatous akibat proses penuaan yang menyebabkan disfungsi
endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin-sitokin dan
substansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di
tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan
keadaan lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah.
4. Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses
penuaan. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi-glomerulo-
sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.
Hipertensi pada usia lanjut diklasifikasikan:(Hadi & Martono, 2010)
1. Hipertensi sistolik saja (isolated sydtolic hypertension), terdapat pada 6-
12% penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada wanita. Insidensi
meningkat dengan bertambahnya umur.
2. Hipertensi diastolik (Diatolic Hypertension), terdapat antara 12-14%
penderita diatas 60 tahun, terutama pada pria. Insidensi menurun dengan
bertambahnya umur.

15
3. Hipertensi sistolik-diastolik, terdapat pada 6-8% penderita usia >60 tahun,
lebih banyak pada wanita. Meningkat dengan bertambahnya umur.

B. Terapi Relaksasi Otot Progresif

1. Definisi
Terapi relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik pengelolaan
diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis
(Ramdhani et al, 2009). Efek dari terapi relaksasi otot progresif adalah dapat
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi dan tanpa adanya efek
samping (Alimansur et al, 2013).
Terapi relaksasi otot progresif dapat meningkatkan relaksasi dengan
menurunkan aktivitas saraf simpatis dan meningkatkan aktivitas saraf
parasimpatis sehingga terjadi vasodilatasi diameter arteriol. Saraf parasimpatis
akan melepaskan asetilkolin untuk menghambat aktivitas saraf simpatis dengan
menurunkan kontraktilitas otot jantung, vasodilatasi arteriol dan vena (Muttaqin,
2009). Menurut Aaronson et al (2010), asetilkolin yang dibebaskan ke dinding
pembuluh darah akan merangsang sel-sel endhotelium pada pembuluh darah
untuk mensintesis dan membebaskan nitrit oksida (NO), NO akan memberikan
sinyal kepada sel-sel otot polos disekitarnya untuk berelaksasi.

2. Tujuan
Terapi relaksasi merupakan sarana psikoterapi efektif sejenis terapi
perilaku yang dikembangkan oleh Jacobson dan Wolpe untuk mengurangi
kecemasan dan ketegangan otot-otot, syaraf yang bersumber pada objek-objek
tertentu (Goldfried dan Davidson, 1976 dalam Subandi, 2002). Pada saat tubuh
dan pikiran rileks, secara otomatis ketegangan yang seringkali membuat otot-otot
mengencang akan diabaikan (Zalaquet & mcCraw, 2000 dalam ramdhani & Putra,
2009).
Tujuan terapi relaksasi otot progressif adalah untuk:
1. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung, tekanan
darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolisme.
2. Mengurangi disritmia jantung, kebutuhan oksigen;
3. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan tidak
memfokuskan perhatian serta relaks;
16
4. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi;
5. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress
6. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia ringan,
gagap ringan, dan
7. Membangun emosi positif dari emosi negative

3. Teknik Terapi Relaksasi Otot Progresif


Persiapan Klien:
1) Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur, dan pengisian lembar persetujuan
terapi pada klien;
2) Posisikan tubuh klien secara nyaman yaitu berbaring dengan mata tertutup
menggunakan bantal dibawah kepala dan lutut atau duduk dikursi dengan
kepala ditopang, hindari posisi berdiri
3) Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan sepatu;
4) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain yang sifatnya mengikat
ketat.
5) Prosedur:
Gerakan 1:
Ditujukan untuk melatih otot tangan.
1) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
2) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan yang
terjadi.
3) Pada saat kepalan dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan relaks
selama 10 detik.
4) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga klien dapat
membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang
dialami.
5) Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.
Gerakan 2:
Ditujukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.
Tekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga
otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari
menghadap ke langit-langit.
Gerakan 3:

17
Ditujukan untuk melatih otot biseps (otot besar pada bagian atas pangkal
lengan).
1) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.
2) Kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot biseps akan
menjadi tegang.
Gerakan 4:
Ditujukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur.
1) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga menyantuh kedua
telinga.
2) Fokuskan atas, dan leher.
Gerakan 5 Dan 6:
Ditujukan untuk melemaskan otot-otot wajah (seperti otot dahi, mata, rahang,
dan mulut).
1) Gerakkan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot terasa
dan kulitnya keriput.
2) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan disekitar mata dan otot-otot
yang mengendalikan gerakan mata.
Gerakan 7:
Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot rahang.
Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi sehingga terjadi ketegangan disekitar
otot rahang.
Gerakan 8:
Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir dimoncongkan
sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.
Gerakan 9:
Ditujukan untuk merileksikan otot leher bagian depan maupun belakang.
1) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot
leher bagian depan.
2) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.
3) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga
dapat merasakan ketegangan dibagian belakang leher dan punggung atas.
Gerakan 10:
Ditujukan untuk melatih otot leher begian depan.
1) Gerakan membawa kepala ke muka.
18
2) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah
leher bagian muka.
Gerakan 11:
Ditujukan untuk melatih otot punggung
1) Angkat tubuh dari sandaran kursi.
2) Punggung dilengkungkan.
3) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik, kemudian relaks.
4) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan otot
menjadi lemas.
Gerakan 12:
Ditujukan untuk melemaskan otot dada.
1) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-
banyaknya.
2) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian
dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.
3) Saat ketegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.
4) Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi
tegang dan relaks.
Gerakan 13:
Ditujukan untuk melatih otot perut.
1) Tarik dengan kuat perut kedalam.
2) Tahan sampai menjadi kencang dank eras selama 10 detik, lalu dilepaskan
bebas.
3) Ulangi kembali seperti gerakan awal perut ini.
Gerakan 14-15:
Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha dan betis).
1) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.
2) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga ketegangan
pindah ke otot betis.
3) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.
4) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.
Terapi relaksasi otot progresif, penting menjadi cacatan untuk diakhiri dengan
mengembalikan posisi pada kondisi awal sebelum ditegangkan agar dapat dirasakan

19
perbedaan antara rasa tegang dan rileks. Terapi ini perlu dilakukan secara berulang
untuk memberikan efek yang terbaik.
Hal yang perlu diperhatikan:
1. Jangan terlalu menegangkan otot berlebihan karena dapat melukai diri sendiri.
2. Dibutuhkan waktu sekitar 20-50 detik untuk membuat otot-otot relaks.
3. Perhatikan posisi tubuh. Lebih nyaman dengan mata tertutup. Hindari dengan
posisi berdiri.
4. Menegangkan kelompok otot dua kali tegangan.
5. Melakukan pada bagian kanan tubuh dua kali, kemudian bagian kiri dua kali.
6. Memeriksa apakah klien benar-benar relaks.
7. Terus-menerus memberikan instruksi.
8. Memberikan instruksi tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.

C. Terapi Musik

1. Definisi
Musik adalah merupakan bagian yang penting dari kebudayaan masa lalu
dan sekarang. Sepanjang sejarah musik telah mempengaruhi dan membentuk
respon sosial dalam konteks yang berbeda-beda, misalnya pada kegiatan ritual,
sosial dan upacara politik. Secara tradisional, musis dianggap berdampak terhadap
respon fisik dan emosial. Lebih lanjut, musik telah banyak dimanfaatkan dalam
intervensi terapeutik pada pertengahan abad 20, yang sebelumnya telah muncul
dalam berbagai bentuk kebudayaan sepanjang abad (Endang, 2014). Namun,
musik untuk penyembuhan tidak asal sembarang musik, hanya lagu yang tepat
yang bisa menyembuhkan. Pilih jenis musik yang bersifat rileks dengan tempo
sekitar 60 ketukan permenit seperti musik klasik karya mozart.
Musik yang digunakan untuk tujuan terapeutik dikenal dengan terapi
musik. Dalam terapi musik, kata musik selalu digunakan untuk menggambarkan
media tertentu yang di gunakan. Musik bisa digunakan sebagai media terapeutik,
hanya kemanfaatan yang optimal pada terapi musik ini tergantung pada
kesesuaian pemanfaatannya.
Terapi musik sebagai suatu ketrampilan dalam menggunakan musik dan
elemen-elemen musik oleh seseorang yang ahli dibidang musik untuk
meningkatkan, memelihara, memperbaiki kesehatan mental, fisik, emosi, dan
spiritual. Pengertian yang lain dikemukakan oleh McCloskey dan Bulechek (1996)
20
dikutip oleh Chlan, Evans, Greenleaf dan Walker (2000) yang menyatakan terapi
musik adalah “sebagai pemanfaatan musik untuk membantu mencapai perubahan
spesifik dalam tingkah laku dan perasaan” (Endang, 2014).

2. Terapi Musik Dalam Bidang Kesehatan


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Suherly, Ismonah, dan
Wulandari Meikawati pada bulan November 2011 sebanyak 28 responden
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tekanan darah setelah pemberian terapi
musik klasik sebanyak 5% atau 9-10 mmHg dari tekanan darah sebelumnya
(Suherly. M dkk, 2011). Hasil studi pendahuluan di Ruang Mawar 1 RSUD
Karanganyar didapatkan 80% pasien hipertensi mengeluh pusing. Telah
didapatkan informasi dari perawat ruangan, bahwa hanya sebagian perawat saja
yang melakukan terapi musik klasik kepada pasien hipertensi untuk menurunkan
tekanan darah. Hasil observasi yang didapatkan pada Ny. S dengan hipertensi
tekanan darah meningkat 170/110 mmHg, kepala pusing, dan kepala terasa panas.
Berdasarkan laporan Joanna briggs institute (2001) musik telah di gunakan
untuk penanganan pasien berbagai usia dari bayi, anak, dewasa dan orang tua
dalam penurunan kecemasan ketikan di rawat, membantu orang untuk rileks,
mengurangi rasa nyeri, meningkatkan fungsi kognitif, meminimalkan efek suara
gaduh, meningkatkan kepuasan dalam pelayanan, meningkatkan perasaan bahagia,
dan meningkatkan toleransi seseorang terhadap tindakan invasive atau yang tidak
menyenangkan (Endang, 2014).
Suatu bentuk terapi dengan mempergunakan musik secara sistematis,
terkontrol, dan terarah dalam menyembuhkan, merehabilitasi, mendidik, dan
melatih anak-anak dan orang dewasa yang menderita gangguan fisik, mental atau
emosional. Musik yang terdiri kombinasi irama, ritme, harmonik dan melodi sejak
dulu diyakini mempunyai pengaruh terhadap pengobatan orang sakit. Melalui
ritmik musik yang stabil memberi irama yang teratur akan memberi keseimbangan
pada detak jantung dan denyut nadi manusia (Natalina, 2013). Musik merupakan
sebuah rangsangan pendengaran yang terorganisir yang terdiri atas melodi, ritme,
harmoni, timbre, bentuk dan gaya. Musik klasik seringkali menjadi acuan terapi
musik, karena memiliki rentang nada yang luas dan tempo yang dinamis
(Nurrahmani, 2012). Sebuah penelitian yang dipresentasikan pada konfrensi
tahunan ke-62 American Heart Association 2008, mengemukakan bahwa

21
mendegarkan musik klasik bisa menurunkan tekanan darah penderita hipertensi
(Martha, 2012).
Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh
seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan
kesehatan mental, fisik, emosional dan spritual. Dalam kedokteran, terapi musik
disebut sebagai terapi pelengkap (Complementary Medicine), Potter juga
mendefinisikan terapi musik sebagai teknik yang digunakan untuk penyembuhan
suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu. Jenis musik yang
digunakan dalam terapi musik dapat disesuai dengan keinginan, seperti musik
klasik, intrumentalia, slow musik, orkestra, dan musik modern lainnya. Tetapi
beberapa ahli menyarankan untuk tidak menggunakan jenis musik tertentu seperti
pop, disco, rock and roll, dan musik berirama keras (anapestic beat) lainnya,
karena jenis musik dengan anapestic beat (2 beat pendek, 1 beat panjang dan
kemudian pause) merupakan irama yang berlawanan dengan irama jantung. Musik
lembut dan teratur seperti intrumentalia dan musik klasik merupakan musik yang
sering digunakan untuk terapi musik (Potter, 2005).

3. Fungsi Terapi Musik


Terdapat tiga sistem saraf dalam otak yang akan terpengaruh oleh musik
yang didengar, yaitu :
1) Sistem otak yang memproses perasaan
Musik merupakan bahasa jiwa yang mampu membawa perasaan kearah
mana saja. Musik yang didengar akan merangsang sistem saraf yang akan
menghasilkan suatu perasaan. Rangsangan sistem saraf ini mempunyai arti
penting bagi pengobatan, karena sistem saraf merupakan bagian dalam proses
fisiologis. Dalam ilmu kedokteran jiwa, jika emosi tidak harmonis maka akan
mengganggu sistem lain dalam tubuh, misalnya sistem pernapasan, sistem
endokrin, sistem imun, sistem kardiovaskuler, sistem metabolik, sistem motorik,
sistem nyeri, sistem temperatur dan lain sebagainya. Semua sistem tersebut dapat
bereaksi positif jika mendengar musik yang tepat.
2) Sistem otak kognitif
Aktivitas sistem ini dapat terjadi walaupun seseorang tidak mendengarkan
atau memperhatikan musik yang sedang diputar. Musik akan merangsang sistem
ini secara otomatis, walaupun seseorang tidak menyimak atau memperhatikan

22
musik yang sedang diputar. Sistem ini dirangsang maka seseorang akan
meningkatkan memori, daya ingat, kemampuan belajar, kemampuan matematika,
analisis, logika, intelegensi dan kemampuan memilah disamping itu juga adanya
perasaan bahagia dan timbulnya keseimbangan sosial.
3) Sistem otak yang mengontrol kerja otot
Musik secara langsung bisa mempengaruhi kerja otot kita. Detak jantung
dan pernapasan bisa melambat atau cepat secara otomatis, tergantung alunan
musik yang didengar. Bahkan bayi dan orang tidak sadar pun tetap terpengaruh
oleh alunan musik. Bahkan ada suatu penelitian tentang efek terapi musik pada
pasien dalam keadaan koma. Ternyata denyut jantung bisa diturunkan dan tekanan
darah kembali naik. Fakta ini juga bermanfaat bagi penderita hipertensi karena
musik bisa mengontrol tekanan darah (Eka, 2011).

4. Manfaat
Musik mempunyai manfaat sebagai berikut (Spawnthe Anthony, 2003) :
1) Efek mozart
adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa dihasilkan sebuah musik
yang dapat meningkatkan intelegensia seseorang.
2) Refresing
pada saat pikiran seseorang lagi kacau atau jenuh, dengan mendengarkan
musik walaupun sejenak, terbukti dapat menenangkan dan menyegarkan pikiran
kembali.
3) Motivasi
adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan “feeling” tertentu. Apabila
ada motivasi, semangat pun akan muncul dan segala kegiatan bisa dilakukan.
4) Perkembangan kepribadian
kepribadian seseorang diketahui mempengaruhi dan dipengaruhi oleh jenis
musik yang didengarnya selama masa perkembangan.
5) Tentang manfaat musik untuk kesehatan
baik untuk kesehatan fisik maupun mental. Beberapa gangguan atau
penyakit yang dapat ditangani dengan musik antara lain: kanker, stroke, dimensia
dan bentuk gangguan intelengisia lain, penyakit jantung, nyeri, gangguan
kemampuan belajar, dan bayi prematur.
6) Komunikasi

23
musik mampu menyampaikan berbagai pesan ke seluruh bangsa tanpa
harus memahami bahasanya. Pada kesehatan mental, terapi musik diketahui dapat
memberi kekuatan komunikasi dan ketrampilan fisik pada penggunanya.

24
Daftar Pustaka

Alim. 2009. “Langkah-Langkah Relaksasi Otot Progresif”.


https://psikodemia.com/terapi-relaksasi-otot-progresif/ diakses pada 1 September
2019
Aaronson, P.I & Ward, J.P.T. 2010. At A Glance Cardiovascular System.
Jakarta :Erlangga
Alimansur, M & Anwar, MC. 2013. Efek Relaksasi Terhadap Penurunan
TekananDarah Pada Penderita Hipertensi. Jurnal Ilmu Kesehatan.
Eka, Erwin. 2011. Pusat riset terapi musik dan gelombang otak mengenal
terapi musik. Skripsi diakses pada 31 agustus 2019
Endang. 2014. Pelayanan keperawatan bagi penderita hipertensi secara
terpadu. Yogyakarta : Graha Ilmu
Hadi & Martono. 2010. Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia Lanjut.
Jakarta : Balai penerbit fakultas kedokteran universitas Indonesia
Karo SK. 2012. Hipertensi adalah Masalah Kesehatan Masyarakat. Dalam:
Rilantono LI (penyunting). “Penyakit Kardovaskular (PKV) 5 Rahasia” selected
reading, hlm. 235-248. Jakarta. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Kemenkes RI. 2013. Prevalensi Hipertensi, penyakit yang membahayakan.
Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Kemenkes RI. 2014. Infodatin : Hipertensi. Jakarta : Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Martha, K. (2012). Panduan Cerdas Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta: Araska.
Media.
Muttaqin, A. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Natalina, D. 2013. Terapi Musik Bidang Keperawatan. Jakarta: Mitra Wacana
Nurrahmani. 2012. Stop Hipertensi. Yogyakarta : Familia
Potter P.A Perry A.G. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Ed. 4.
Jakarta : EGC
Price, S.A Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
penyakit. Jakarta : EGC
Rahajeng, E., Sulistyowati T. 2009. Prevalensi Hipertensi dan determinan di
Indonesia. Majalah kedokteran Indonesia.
Ramdhani, N & Putra, A.A. 2009. Pengembangan Multimedia Relaksasi,
Jurnal Psikologi. Diakses pada 1 September 2019
Sutanto. 2009. Awas 7 penyakit degeneratif. Paradigma Indonesia : Yogyakarta

25

Anda mungkin juga menyukai