Anda di halaman 1dari 90

MAKALAH

PENGARUH KOMBINASI TERAPI MUSIK DAN AROMA TERAPI


TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN KANKER
DI RSU AIRLANGGA SURABAYA

Dosen Fasilitator:

Prof. Dr. Ah. Yusuf, S.Kp., M.Kes

Disusun Oleh:

Patricia Mega Sri Yulianty Tae (132024153003)


Lie Liana Fuadiati (132024153006)
Haslina (132024153012)
Maria Sofia Anita Aga (132024153016)
Ni Putu Diah Ayu Rusmeni (132024153017)
Dorsina Fransisca Dahoklory (132024153020)
Welmince Paulina Nggorong (132024153026)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “Terapi Musik Dan Aromatik Terhadap Penurunan Tingkat

Kecemasan” dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah “Evidence Based In

Nursing ” dengan baik dan lancar. Diharapkan makalah ini bermanfaat untuk menambah

informasi dan pengetahuan bagi kita terutama pada ilmu keperawatan jiwa. Dengan

terselesaikanya makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Ninuk Dian K, S.Kep.,Ns.,MANP selaku dosen PJMK mata kuliah Evidence Based

In Nursing dan Prof. Dr. Ah. Yusuf, S.Kp., M.Kes sebagai dosen fasilitator yang telah

memberikan bimbingan dalam penulisan makalah ini.

2. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan baik secara materi maupun doa

yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan

berjalan sesuai rencana.

3. Serta semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini selesai tepat pada

waktunya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu

dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak demi terbentuknya makalah yang lebih berkualitas di masa yang akan

datang.

Surabaya, 1 April 2021

Penulis
ii
DAFTAR ISI

MAKALAH .................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I.............................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 4

1.3 Tujuan................................................................................................................ 4

1.4 Manfaat .............................................................................................................. 4

BAB 2 ............................................................................................................................. 6

TINJAUAN TEORI ....................................................................................................... 6

2.1 Konsep Modalitas .............................................................................................. 6

2.2 Konsep Kecemasan .......................................................................................... 11

2.3 Konsep Musik .................................................................................................. 21

2.4 Konsep Pennyakit ............................................................................................ 28

2.5. Aroma Therapi ................................................................................................ 39

BAB III ......................................................................................................................... 45

SYSTEMATIC REVIEW ............................................................................................ 45

1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 45

2. METODE .......................................................................................................... 49

3. HASIL ............................................................................................................... 52

BAB IV ......................................................................................................................... 68

RENCANA PENYELESAIAN MASALAH DAN EVALUASINYA ......................... 68

iii
4.1 Project .............................................................................................................. 68

4.2 Analisis dan diagnosis situasi ........................................................................... 68

4.3 Desiminasi Rencana Perubahan Kepada Subyek dan Stake Holder Lain ........... 71

4.4 Edukasi dan training ......................................................................................... 72

4.5 Implementasi.................................................................................................... 72

4.6 Evaluasi ........................................................................................................... 74

BAB V .......................................................................................................................... 76

PEMBAHASAN........................................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan

dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif.

Terapi modalitas mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai

titik tolak terapi atau penyembuhannya. Terapi modalitas adalah berbagai pendekatan

penanganan klien gangguan jiwa yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah

perilaku klien dengan gangguan jiwa dengan perilaku mal adaptifnya menjadi perilaku

yang adaptif.

Kecemasan merupakan reaksi emosional individu terhadap kejadian atau situasi

yang tidak pasti, sehingga ketika menghadapi hal yang tidak pasti, maka timbul perasaan

terancam (Husdarta, 2011). Menurut Komarudin (2008) kecemasan adalah gangguan

kesehatan mental atau suatu perasaan tidak mampu menghadapi suatu bahaya yang

mengancam, jadi rasa cemas atau khawatir akan muncul ketika seseorang tidak memiliki

respons yang sesuai untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Data WHO (2010) menunjukkan sebanyak 450 juta orang di dunia menderita

gangguan jiwa, dan lebih dari 150 juta orang mengalami kecemasan. Di Indonesia sendiri

prevalensi gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi

ditemukan sebesar 6,0% pada usia 15 tahun ke atas (Riskesdas, 2013). Menurut Word

Health Organization (WHO) (2018) kanker merupakan penyebab utama kematian ke dua

di dunia dengan angka kejadian mencapai 9,6 juta kematian pada tahun 2018. Data yang

1
2

diperoleh dari Balai Penelitian & Pengembangan Kementrian Kesehatan RI (2018)

menunjukan prevalensi kanker di Indonesia 1,8‰. Prevalensi kanker tertinggi terdapat di

DI Yogyakarta (4,9‰), prevalensi terendah terdapat di NTB (0,9‰). Kanker meningkat

seiring bertambahnya usia dan dapat menyerang semua umur. Prevalensi penyakit kanker

tertinggi berada pada kelompok usia 55-64 tahun yaitu 4,62‰, prevalensi terendah pada

anak kelompok usia <1 tahun, 1-4 tahun sebesar 0,08‰. Peningkatan prevalensi yang

cukup tinggi pada kelompok umur 35-44 tahun sebesar 2.58‰, 45-54 tahun sebesar

4,03‰, 65-74 tahun sebesar 3,52‰, dan usia 75 ke atas berkisar 3,84‰. Pravelensi

berdasarkan jenis kelamin paling tertinggi pada perempuan sebesar 2.9‰ dan diikuti laki-

laki sebesar 0.7%.

Penanganan kecemasan dapat dilakukan dengan pemberian terapi farmakologi

seperti anti ansietas atau anti depresan (Kaplan dan Sadock, 2010). Selain terapi

farmakologi, sekarang juga telah banyak dikembangkan terapi nonfarmakologi dalam

mengurangi tingkat kecemasan seperti olah raga teratur, humor, nutrisi dan diet yang

baik, istirahat yang cukup, dan teknik relaksasi (Potter & Perry,2006). Salah satu teknik

relaksasi yang dapat mengatasi kecemasan adalah dengan terapi musik. Musik dapat

berperan sebagai fasilitator dimana musik dapat menyentuh seseorang secara emosioanal

dan mencapai perasaan terdalam pasien sehingga dapat menjadi alat untuk

mengungkapkan ekspresi nonverbal pasien dan pasien dapat lebih membuka diri dan

bersosialisasi dengan lingkungan sekitar (Chan, et al., 2009). Musik adalah salah satu

teknik sensori paling efektif untuk mengalihkan perhatian yang dapat mengurangi

kecemasan dan meningkatkan relaksasai (Mc. Caffery, 2005). Musik adalah bahasa

universal bagi manusia yang sangat efektif dilakukan dalam perawatan karena pasien

dapat melakukan sendiri dan memilih music yang disenangi sambil menunggu tindakan
3

keperawatan yang akan dijalani, dan terapi musik sudah banyak digunakan untuk

meredakan kecemasan (Gutteirrez dan Camarena, 2015). Musik yang telah masuk ke

kelenjar hipofisis mampu memberikan tanggapan terhadap emosional melalui feedback

negative ke kelenjar adrenal untuk menekan pengeluaran hormon epineprin , norepineprin

dan dopa yang disebut hormon stress. Masalah mental seperti stress berkurang,

ketenangan dan menjadi rileks. Sejalan dengan itu penelitian yang dilakukan oleh Jasemi

dkk. (2016) mengatakan bahwa terapi musik efektif dalam menurunkan tingkat

kecemasan dari seseorang.

Aromaterapi didasarkan pada teori bahwa inhalasi atau penyerapan minyak esensial

memicu perubahan dalam sistem limbik, bagian dari otak yang berhubungan dengan

memori dan emosi. Hal ini dapat merangsang respon fisiologis saraf, endokrin atau sistem

kekebalan tubuh, yang mempengaruhi denyut jantung, tekanan darah, pernafasan,

aktifitas gelombang otak dan pelepasan berbagai hormon di seluruh tubuh. Efeknya pada

otak dapat menjadikan tenang atau merangsang sistem saraf, serta mungkin membantu

dalam menormalkan sekresi hormon. Menghirup minyak esensial dapat meredakan gejala

pernafasan, sedangkan aplikasi lokal minyak yang diencerkan dapat membantu untuk

kondisi tertentu. Pijat dikombinasikan dengan minyak esensial memberikan relaksasi,

serta bantuan dari rasa nyeri, kekuatan otot dan kejang. Beberapa minyak esensial yang

diterapkan pada kulit dapat menjadi anti mikroba, antiseptik, anti jamur, atau anti

inflamasi (Hongratanaworakit, 2004).

Berdasarkan uraian di atas maka pada makalah ini kami kelompok akan

memberikan gambaran tentang pengaruh terapi musik dan aromaterapi terhadap

penurunan tingkat kecemasan pada pasien dengan kanker.


4

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah efek dari terapi musik dan aromaterapi terhadap penurunan tingkat

kecemasan pada klien dengan kanker ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui terapi modalitas yang tepat dari efek terapi musik dan

aromaterapi terhadap penurunan tingkat kecemasan klien dengan kanker.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan konsep terapi modalitas

2. Menjelaskan konsep kecemasan

3. Menjelaskan konsep musik

4. Menjelaskan konsep aromaterapi

5. Menjelaskan konsep kanker

6. Menjelaskan dan menganalisis pengaruh dari terapi musik dan aromaterapi terhadap

penurunan tingkat kecemasan klien dengan kanker

7. Menjelaskan dan menganalisis efek terapi musik dan aromaterapi terhadap penurunan

tingkat kecemasan klien dengan kanker.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dapat menambah wawasan, ilmu dan pengetahuan secara ilmiah tentang terapi

modalitas dalam bentuk terapi musik dan aromaterapi terhadap penurunan tingkat

kecemasan klien dengan kanker.


5

1.4.2 Manfaat Praktis

Dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman dalam praktik keperawatan jiwa

khususnya untuk mengatasi kecemasan pada klien dengan kanker dengan terapi musik

dan aromaterapi.

.
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Modalitas

2.1.1 Definisi

Terapi Modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini

diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku yang maladaptif menjadi

perilaku yang adaptif ( Prabowo,2014). Terapi modalitas keperawatan jiwa merupakan

bentuk terapi non-farmakologis yang dilakukan untuk memperbaiki dan mempertahankan

sikap klien agar mampu bertahan dan bersosialisasi dengann lingkungan masyarakat

sekitar dengan harapan klien dapat terus bekerja dan tetap berhubungan dengan keluarga,

teman, dan sistem pendukung yang ada ketika menjalani terapi (Nasir dan Muhits, 2011).

2.1.2 Tujuan terapi modalitas

Tujuan dilaksanakannya terapi modalitas dalam keperawatan jiwa adalah:

1. Menimbulkan kesadaran terhadap salah satu perilaku pasien

2. Mengurangi gejala gangguan jiwa

3. Memperlambat kemunduran

4. Membantu adaptasi terhadap situasi sekarang

5. Membantu keluarga dan orang-orang yang berarti

6. Mempengaruhi keterampilan merawat diri sendiri

7. Meningkatkan aktivitas

8. Meningkatkan kemandirian (Prabowo,2014).

6
7

2.1.1 Peran perawat dalam terapi modalitas

Secara umum penan perawat dalam pelaksanaan terapi modalitas bertindak sebagai

leader,fasilitator,evaluator,dan motivator ( Nasir dan Muhits, 2011). Tindakan tersebut

meliputi:

1. Mendidik dan mengorientasi kembali seluruh anggota keluarga, misalnya perawat

menjelaskan mengapa komunikasi itu penting, apa visi seluruh keluarga,kesamaan

harapan apa yang dimiliki semua anggota keluarga.

2. Memberikan dukungan kepada klien serta sistem yang mendukung klien untuk

mencapai tujuan dan usaha untuuk berubah. Perawat menyakinkan bahwa anggota

keluarga klien mampu memecahkan masalah yang dihadapi anggota keluarganya.

3. Mengkoodinasi dan mengintegrasi sumber pelayanan kesehatan. Perawat menunjukkan

institusi kesehatan mana yang harus bekerja sama dengan keluarga dan siapa yang bisa

diajak konsultasi.

4. Memberi pelayanan prevensi primer, sekunder dan tersier melalui penyuluhan,

perawatan dirumah, pendidikan dan sebagainnya. Bila ada anggota keluarga yang

kurang memahami perilaku sehat didiskusikan atau bila ada keluarga yang

membutuhkan perawatan.

2.1.2 Jenis Jenis Terapi Modalitas

a. Terapi individual

Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan

hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan

yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku

klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi,

dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini


8

terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal

hubungan.

b. Terapi lingkungan

Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi

perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif.

Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik.

Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku

dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.

Dalam terapi lingkungan perawat harus memberikan kesempatan, dukungan,

pengertian agar klien dapat berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

Klien juga dipaparkan pada peraturan-peraturan yang harus ditaati, harapan

lingkungan, tekanan peer, dan belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain.

Perawat juga mendorong komunikasi dan pembuatan keputusan, meningkatkan

harga diri, belajar keterampilan dan perilaku yang baru.

c. Terapi Biologis.

Penerapan terapi biologis atau terapi somatik didasarkan pada model medikal

di mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model

konsep yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan

pada jiwa semata, tidak mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis.

Tekanan model medical adalah pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala

dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal dipercaya akibat adanya perubahan

biokimiawi tertentu. Ada beberapa jenis terapi somatik gangguan jiwa meliputi:

pemberian obat (medikasi psikofarmaka), intervensi nutrisi,electro convulsive

therapy (ECT), foto terapi, dan bedah otak. Beberapa terapi yang sampai sekarang
9

tetap diterapkan dalam pelayanan kesehatan jiwa meliputi medikasi psikoaktif dan

ECT.

d. Terapi Kognitif

Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang

mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah

membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan

mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor

tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan

berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah

dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus auhan adalah

membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan

kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif.

e. Terapi Keluarga

Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga

sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar

keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini

adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi

yang dituntut oleh anggotanya.

f. Terapi Kelompok

Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam

kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam

terapi kelompok perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur.

Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan


10

interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive. Tahapannya meliputi: tahap

permulaan, fase kerja, diakhiri tahap terminasi.

g. Terapi Perilaku

Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul

akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan

disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam

terapi jenis ini adalah:

1. Role model

Teknik role model adalah strategi mengubah perilaku dengan memberi

contoh perilaku adaptif untuk ditiru klien. Dengan melihat contoh klien

mampelajari melalui praktek dan meniru perilaku tersebut. Teknik ini biasanya

dikombinasikan dengan teknik kondisioning operan dan

desensitisasi.Kondisioning operan disebut juga penguatan positif di mana terapis

memberi penghargaan kepada klien terhadap perilaku yang positif yang telah

ditampilkan oleh klien

2. Kondisioning operan

Kondisioning operan disebut juga penguatan positif di mana terapis

memberi penghargaan kepada klien terhadap perilaku yang positif yang telah

ditampilkan oleh klien.

3. Desensitisasi sistematis

Terapi perilaku yang cocok untuk klien fobia adalah teknik desensitisasi

sistematis yaitu teknik mengatasi kecemasan terhadap sesuatu stimulus atau

kondisi dengan secara bertahap memperkenalkan/memaparkan pada stimulus

atau situasi yang menimbulkan kecemasan tersebut secara bertahap dalam


11

keadaan klien sedang relaks. Makin lama intensitas pemaparan stimulus makin

meningkat seiring dengan toleransi klien terhadap stimulus tersebut. Hasil

akhirnya adalah klien akan berhasil mengatasi ketakutan atau kecemasannya

akan stimulus tersebut.

4. Pengendalian diri

5. Terapi aversi atau releks kondisi

h. Terapi Bermain

Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan

dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi

verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status

emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk

mengatasi masalah anak tersebut.

2.2 Konsep Kecemasan

2.2.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai

respons autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak di ketahui oleh individu);

perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Perasaan ini merupakan

isyarat kewaspadaan yang memperingati bahaya yang akan terjadi dan memampukan

melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman (Wilkinson,2011). Kecemasan adalah

respon emosional terhadap penilaian seseorang yang subjektif terhadap suatu hal yang di

anggap menekan. Setiap orang memiliki tingkat kecemasan karena beberapa tuntutan

dalam dirinya (Ibrahim, 2012). Kecemasan dikemukakan oleh Freud merupakan keadaan

yang berorientasi pada masa yang akan datang, yang ditandai dengan adanya efek negatif,
12

dimana seseorang memfokuskan diri pada kemungkinan datangnya bahaya atau

kemalangan yang tidak dikontrol (Data, Kamal, Pinilih, 2013). Menurut Sutardjo

Wiramihardja kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang

merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal wujudnya

(Manurung, 2016). Rasa cemas terjadi pada saat adanya kejadian atau peristiwa tertentu,

maupun dalam mengahadapi suatu hal (Data, Pinilih, Kamal, 2013). Kecemasan

merupakan keadaan perasaan efektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan

sensasi fisik yang memperingati seseorang terhadap bahaya yang akan datang.

Kecemasan yang dialami mahasiswa menimbulkan gangguan tidur (Noerma, 2012) .

2.2.2 Tanda- gejala Kecemasan

Menurut Lestari (2010) keluhan yang sering ditemukan pada seseorang yang

mengalami kecemasan :

1) Cemas, khawatir, firasat, buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.

2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

3) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.

4) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.

5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat

6) Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran

berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak napas, gangguan pencernaan gangguan

perkemihan dan sakit kepala.


13

2.2.3 Jenis- jenis Kecemasan

Kecemasan merupakan suatu perubahan suasana hati, perubahan didalam dirinya

sendiri yang timbul dari dalam tanpa adanya rangsangan dari luar. Mustamir pedak (2009)

kecemasan dibagi menjadi 3 jenis :

1. Kecemasan Rasional

Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang mengancam, misalnya

ketika menunggu hasil ujian. Ketakutan ini dianggap sebagai suatu unsur pokok

normal dari mekanisme pertahanan kita (Manurung, 2016).

2. Kecemasan Irasional

Yang berarti mereka mengalami emosi ini di bawa keadaan-keadaan spesifik yang

biasanya tidak dipandang mengancam (Manurung, 2016).

3. Kecemasan Fundamental

Kecemasan fundamental merupakan suatu pertanyaan tentang siapa dirinya, untuk

apa hidupnya dan akan kemanakan kehidupannya berlanjut. Kecemasan ini disebut

sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran fundamental bagi kehidupan

manusia (Manurung, 2016).

2.2.4 Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan

Menurut Titik Lestari (2015) faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah

sebagai berikut:

1. Umur

Bahwa umur lebih muda menderita stres dari pada umur tua (Lestari, 2015).
14

2. Keadaan fisik

Penyakit adalah sattu faktor yang menyebakan kecemasan. Seseorang yang sedang

menderita sakit akan lebih mudah mengalami kecemasan dibandingkan dengan orang

yang tidak sedang menderita penyakit (Lestari, 2015). Kelemahan fisik dapat

melemahkan kondisi mental individu sehingga memudahkan timbulnya kecemasan

(Rufaidah, 2009).

3. Sosial Budaya

Cara hidup orang dimasyarakat juga sangat memungkinkan timbulnya stres.

Individu yang mempunyai cara hidup teratur akan mempunyai filsafat hidup yang jelas

sehingga umumnya lebih sukar mengalami stres. Demikian juga dengan seseorang

yang keyakinan agamanya rendah (Lestari, 2015).

4. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seorang yang berpengaruh dalam memberikan respon

terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Orang yang

mempunyai pendidikan yang tinggi akan memberikan respon yang rasional

dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan rendah atau mereka yang tidak

berpendidikan. Kecemasan adalah respon yang dapat dipelajari. Dengan demikian

pendidikan yang rendah menjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan ( Lestari,

2015).

5. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah mengalami stres.

Ketidaktahuan terhadap suatu hal di anggap sebagai suatu tekanan yang dapat

mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan kecemasan. Stres dan kecemasan dapat
15

terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan yang rendah, disebabkan karena

kurangnya informasi yang diperoleh (Lestari, 2015).

6. Jenis Kelamin

Wanita lebih cemas akan ketidakmampuan dibandingkn dengan laki-laki-laki,

karena wanita lebih sensitif sedangkan pria lebih aktif dan eksploratif (Priyoto,2015).

Menurut Mariani (2008) dalam penelitian Nurhidayati (2018) Wanita juga lebih

rentang terkena gangguan mental emosional karena disebabkan perubahan hormonal

dan perebedaan karakteristik antara laki-laki dan perempuan. Selain perubahan

hormonal, karakteristik wanita yang lebih mengedepankan emosional dari pada

rasional berperan. Ketika menghadapi sesuatu wanita lebih cenderung menggunakan

perasaan.

2.2.5 Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan dibagi menjadi 4 antara lain:

1. Cemas ringan

Kecemasan ringan berkaitan dengan ketegangan dengan kehidupan sehari-hari

dan menyebabkan orang menjadi waspada dan meningkatkan lahan presepsinya.

Manifestasi yang dapat muncul pada tingkatan ini adalah kelelahan, iritabel, lapang

presepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat

dan tingkah laku seseuai situasi (Lestari, 2015).

Tabel 2.1 Respon-respon kecemasan ringan

Respon fisiologis Respon kognitif Respon perilaku dan


emosi
16

Sering napas pendek, Lapang perepsi sangat Perasaan ancaman


nadi dan tekanan luas, tidak mapu meningkat, verbalisasi
darah naik, menyelesaikan cepat, blocking,
penglihatan kabur, masalah, terlihat aktivitas menyendiri,
ketengan otot ringan, tenang, percaya diri, terstimulasi tenang
sadar akan waspada dan
lingkungan, sedikit memperhatikan banyak
gelisah, penuh perasaan gagal sedikit.
perhatian, rajin.
Sumber : (Manurung, 2016)

2. Cemas sedang

Cemas yang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang

penting dan mengsampingkan yang tidak penting. Ansietas ini mempersempit

lapang padang presepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak

perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika di

arahkan untuk melakukannnya (Manurung, 2016).

Tabel 2.2 Respon-respon kecemasan sedang

Respon fisiologis Respon kognitif Respon perilaku dan


emosi
Sering nafas pendek, Lapang presepsi Gerakan tersentak-
nadi ekstra systole dan menyempit, rangsangan sentak (meremas
tekanan darah naik, luar tidak mamp tangan), bicara
mulut kering, diterima, berfokus pada banyak dan lebih
anorexia, apa yang menjadi cepat, perasaan tidak
diare/konstipasi, perhatiannya nyaman
gelisah.
Sumber :(Manurung, 2016)

3. Cemas berat

Cemas ini sangat mengurangi lahan presepsi individu cenderung untuk

memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir padahal

yang lain. Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi ketegangan individu


17

memerlukan banyak pengesahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain

(Manurung, 2016). Individu tak mampu berpikir lagi dan membutuhkanbanyak

pengarahan atau tuntunan (Solehati,2015).

Tabel 2.3 Respon-respon kecemasan berat

Respon fisiologis Respon kognitif Respon perilaku dan


emosi
Sering nafas pendek, Lapan persepsi sangat Perasaan,ancaman
Nadi dan tekanan menyempit, tidak meningkat,verbalisasi
darah naik, mampu cepat, Blocking.
Penglihatan kabur, menyelesaikan
berkeringat dan kepala masalah.
sakit.
Sumber : (Manurung, 2016).

4. Panik

Gejala klinis gangguan panik ini yaitu kecemasan yang datangnya mendadak

disertai oleh perasaan takut mati, disebut juga sebagai serangan panik (panik attack)

(Hawari, 2013). Tingkat panik dari suatu ansietas berhubungan dengan ketakutan

dan teror, karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik

tidak mampu melakukan suatu walaupun dengan pengarahan, panik mengakibatkan

disorganisasi kepribadian, dengan panik terjadi.

Peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan

dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang

rasional (Manurung, 2016). Tingkatan ini tidak sejalan dengan kehidupan seseorang

jika berlangsung terus-menerus dalam waktu yang lama sehingga terjadi kelelahan

yang sangat, bahkan kematian (Solehati, 2015).


18

Tabel 2.4 Respon-respon panik

Respon fisiologis Respon kognitif Respon perilaku dan

emosi

Rasa tercekik dan Lapang persepsi Agitasi, mengamuk dan


berdebar, sakit dada, menyempit, tidak dapat Marah,ketakutan,
pucat, hipotensi,rahang berfikir lagi, tidak mampu berteriak-teriak,blocking,
menegang, mengertakan mempertimbangkan persepsi
gigi, berteriak, informasi, egosentris, kacau,kecemasan yang
gemetar. hanya memperlihatkan timbul dapat
ancaman. diidentifikasi melalui
respon yang dapat
berupa respon fisik,
emosional, dan kognitif
atau intelektual.
Sumber : (Manurung, 2016, hal : 22).

2.2.6 Dampak Kecemasan

Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi yang

betul-betul mengancam tidak ada, dan ketika emosi ini tumbuh berlebihan dibandingkan

dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi menjadi tidak adaptif Kecemasan yang

berlebihan dapat mempunyai dampak yang merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan

dapat menimbulkan penyakit-penyakit fisik (Manurung, 2016). Yustinus (2004) dalam

Manurung (2016) membagi beberapa dampak kecemasan ke dalam beberapa simtom,

antara lain :

1. Simtom suasana hati


19

Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman

dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang tidak diketahui. Orang

yang mengalami kecemasan tidak bisa tidur, dapat menyebabkan sifat mudah marah

(Manurung, 2016).

2. Simtom Kognitif

Kecemasan mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi

dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu. Individu tersebut

tidak memperhatikan masalah-masalah real yang ada, sehingga sering tidak bekerja

atau belajar secara efektif, dan akhirnya akan menjadi lebih merasa cemas (Manurung,

2016).

3. Simtom Motor

Simtom motor merupakan gambaran rangsangan kognitif yang tinggi pada

individu dan merupakan usaha untuk melindungi dirinya dari apa saja yang dirasanya

mengancam. Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak senang,

gugup, kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari kaki mengetuk-

ngetuk dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi secara tiba-tiba (Manurung, 2016).

2.2.7 Penatalaksanaan Kecemasan

Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan dan terapi

memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik yaitu mencakup fisik

(somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkapnya seperti

uraian berikut (Lestari, 2015) :

1. Upaya meningkatkan kekebalan terhada stress dengan cara


20

Makan makan yang bergizi, dan seimbang, tidur yang cukup, cukup olahraga, tidak

merokok dan tidak meminum minuman keras (Lestari, 2015).

2. Terapi psikofarmaka

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk kecemasan dengan memakai obat-

obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal

penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system), terapi psikofarmaka

yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,

clobazan, bromazepam, lorazepam, buspirone HCI, meprobamate dan alprazolam

(Lestari, 2015).

3. Terapi somatik

Gejala atau keluhan fisik (somatik) yang sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau

akibat dari kecemasan yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan keluhan –keluhan

somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obat yang ditujukan pada organ tubuh yang

bersangkutan (Lestari, 2015).

4. Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung kebutuhan individu antara lain :

1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar

pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberikan keyakinan serta

percaya diri ( Lestari, 2015).

2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai

bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan ( Lestari, 2015).

3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (rekonstruktif)

kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor (Lestari, 2015).


21

4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan

untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat (Lestari, 2015).

5) Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika

kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seorang tidak mampu mengahadapi

stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan (Lestari, 2015).

6) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki kekelurgaan, agar faktor keluarga tidak

lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor

pendukung (Lestari, 2015)

5. Terapi psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan

dan daya tahan dalam mengahadapi masalah kehidupan yang merupakan stressor

psikososial(Lestari,2015).

2.3 Konsep Musik

2.3.1 Defenisi Musik

Musik dapat diartikan sebagai nada atau suara yang disusun sedemikian rupa

sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan, terutama yang menggunakan alat-

alat yang dapat menghasilkan bunyi bunyi tersebut (Eisar Gabela, 2014).

Pengertian musik sering kali dibedakan dengan pengertian lagu. Lagu merupakan

ragam suara yang berirama (dalam bercakap-cakap, bernyanyi, membaca dan lain-lain),

atau nyanyian. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa musik dan lagu

merupakan dua hal yang berkaitan erat satu sama lain. Pengertian musik lebih luas

daripada pengertian lagu. Ada yang berpendapat bahwa lagu merupakan bagian dari suatu
22

karya musik, yaitu karya musik sendiri meliputi karya musik yang menggunakan lirik

maupun karya musik tanpa lirik (instrumentalia) (Chang ET, 2012).

2.3.2 Bagian-Bagian Musik

Bagian bagian musik dan Pengaruhnya Pada dasarnya hampir semua jenis musik

bisa digunakan untuk terapi musik. Namun kita harus tahu pengaruh setiap jenis musik

terhadap pikiran. Setiap nada, melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya musik

akan memberi pengaruh berbeda kepada pikiran dan 6 tubuh kita. Dalam terapi musik,

komposisi musik disesuaikan dengan masalah atau tujuan yang ingin kita capai (Ashwani

A, 2011). Musik sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Musik memiliki 3 bagian

penting yaitu tempo, ritme, dan harmoni.

Tempo mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmoni

mempengaruhi perasaan. Contoh paling nyata bahwa tempo sangat mempengaruhi tubuh

adalah dalam konser musik rock. Bisa dipastikan tidak ada penonton maupun pemain

dalam konser musik rock yang tubuhnya tidak bergerak. Semuanya bergoyang dengan

dahsyat, bahkan cenderung lepas kontrol. Salah satu gerakan yang popular saat

mendengarkan musik rock adalah "head banger", suatu gerakan memutar-mutar kepala

mengikuti irama musik rock yang kencang. Dan tubuh itu mengikutinya seakan tanpa rasa

lelah (Trappe, 2012). Jika hati seseorang sedang susah, mendengarkan musik yang indah,

yang memiliki irama (ritme) yang teratur, maka perasaan akan lebih terasa enak dan

enteng. Bahkan di luar negeri, pihak rumah sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu

indah untuk membantu penyembuhan para pasiennya. Itu suatu bukti, bahwa ritme sangat

mempengaruhi jiwa manusia (Trappe, 2012). Sedangkan harmoni sangat mempengaruhi

perasaan. Jika menonton film horor, selalu terdengar harmoni (melodi) yang menyayat
23

hati, yang membuat bulu kuduk berdiri. Dalam ritual-ritual keagamaan juga banyak

digunakan harmoni yang membawa roh manusia masuk ke dalam alam penyembahan.

Di dalam meditasi, 7 manusia mendengar harmoni dari suara-suara alam di

sekelilingnya (Trappe, 2012). Terapi Musik yang efektif menggunakan musik dengan

komposisi yang tepat antara tempo, ritme dan harmoni yang disesuaikan dengan tujuan

dilakukannya terapi musik. Jadi memang terapi musik yang efektif tidak bisa

menggunakan sembarang musik (Djohan, 2010). Terapi musik adalah suatu terapi yang

menggunakan metode alunan melodi, ritme, dan harmonisasi suara dengan tepat. Terapi

ini diterima oleh organ pendengaran kita yang kemudian disalurkan ke bagian tengah otak

yang disebut sistem limbik yang mengatur emosi (Cervellin G, 2011).

Musik merupakan salah satu elemen yang tidak bisa dilepaskan dalam keseharian.

Rangkaian nada alunan musik mampu meningkatkan mood dan memengaruhi kondisi

psikologis seseorang. musik juga bisa sebagai sarana relaksasi maupun terapi, membantu

memperbaiki kondisi depresi, pasien diharapkan mau berobat. Kemauan melawan

penyakit akan memperbaiki kualitas hidup pasien, yang menentukan kesembuhannya (Chi

GC, 2011). Penelitian Kusumawati 2013 dengan judul “Pengaruh Terapi Musik Klasik

Terhadap Tingkat Kecemasan dan Gangguan Tidur pada Pasien Diabetes Melitus di

Rumah Sakit Tugurejo Semarang”, 30(100,0%) responden mengalami gangguan tidur

karena kecemasa dan hospitalisasi. Pasien dengan hospitalisasi sering kali sulit

beristirahat karena ketidak pastian tentang status kesehatan/ penyakit fisik dan 8 prosedur

diagnostik yang mereka jalani. Setelah dilakukan perlakuan terapi musik klasik,

responden tidak mengalami gangguan tidur sebanyak 29 (96,7%) responden,

dibandingkan responden yang mengalami gangguan tidur sebesar 1(3,3%) responden. Hal

ini memberikan gambaran bahwa dengan terapi musik klasik dapat menurunkan
24

gangguan tidur pada pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit Tugurejo Semarang

(Anggraeny FI, 2014).

2.3.3 Aliran/Genre Musik

Genre musik adalah pengelompokan musik sesuai dengan kemiripannya satu sama

lain. Musik juga dapat dikelompokan sesuai dengan kriteria lain, misalnya geografi.

Sebuah genre dapat didefinisikan oleh teknik musik, gaya, konteks, dan tema musik. Jenis

aliran musik sangat berfariasi hal ini dapat kita lihat baik dari instrumen yang digunakan,

ritme lagu, serta tempo lagu yang dimainkan (The New Encyclopedia Britanica, 2013).

Masing-masing genre terbagi lagi menjadi beberapa sub-genre. Pengkategorian musik

seperti ini, meskipun terkadang merupakan hal yang subyektif, namun merupakan salah

satu ilmu yang dipelajari dan ditetapkan oleh para ahli musik dunia (The New

Encyclopedia Britanica, 2013).

Berikut ini adalah pengelompokan musik berdasarkan genre musiknya (The New

Encyclopedia Britanica, 2013):

a. Musik Klasik Musik Klasik biasanya merujuk pada musik klasik Eropa, tapi kadang

juga pada musik klasik Persia, India, dan lain-lain. Musik klasik Eropa sendiri terdiri

dari beberapa periode, misalnya barok, klasik, dan romantik.

b. Musik Gospel Musik Gospel didominasi oleh vokal dan biasanya memiliki tema

Kristen. Di Indonesia, musik gospel banyak dipopulerkan oleh musisi seperti Franky

Sihombing, Giving My Best, Nikita, True Worshippers.

c. Jazz Jazz adalah jenis musik yang tumbuh dari penggabungan blues, ragtime, dan

musik Eropa, terutama musik band. Beberapa subgenre jazz adalah Dixieland, swing,

bebop, hard bop, cool jazz, free jazz, jazz fusion, smooth jazz, dan CafJazz.
25

d. Blues Blues berasal dari masyarakat Afro-Amerika yang berkembang dari musik

Afrika barat. Jenis ini kemudian mempengaruhi banyak genre musik pop saat ini,

termasuk ragtime, jazz, big band, rhythm and blues, rock and roll, country, dan musik

pop.

e. R&B (Rhythm and blues) adalah nama musik tradisional masyarakat AfroAmerika,

yaitu musik pop kulit hitam dari tahun 1940-an sampai 1960-an yang bukan jazz atau

blues.

f. Funk Funk juga dipelopori oleh musisi-musisi Afro-Amerika, misalnya James Brown,

Parliament-Funkadelic, dan Sly and the Family Stone.

g. Rock Rock, dalam pengertian yang paling luas, meliputi hampir semua musik pop

sejak awal 1950-an. Bentuk yang paling awal, rock and roll, adalah perpaduan dari

berbagai genre di akhir 1940-an, dengan musisi-musisi seperti Chuck Berry, Bill

Haley, Buddy Holly, dan Elvis Presley. Hal ini kemudian didengar oleh orang di

seluruh dunia, dan pada pertengahan 1960-an beberapa grup musik Inggris, misalnya

The Beatles, mulai meniru dan menjadi populer.

h. Pop Musik pop adalah genre penting namun batas-batasnya sering kabur, karena

banyak musisi pop dimasukkan juga ke kategori rock, hip hop, country, dan

sebagainya. Musik pop diambil dari istilah “popular”, yang artinya terkenal. Musik

pop adalah nama bagi aliran-aliran musik yang didengar luas oleh pendengarnya dan

kebanyakan bersifat komersial. Biasanya musik ini terkenal dalam jangka waktu

tertentu, kemudian menghilang. Musik pop ini sangat digemari masyarakat karena

lagunya yang mudah dimengerti dan liriknya komersial. Musik ini selalu bertutur

tentang hubungan cinta antarmanusia atau tentang kehidupan sosial masyarakat. Musik
26

ini menggunakan tempo, irama, dan harmonisasi yang mudah, dan sederhana. Oleh

karena itu, musik ini mudah ditiru dan dierima oleh masyarakat.

2.3.4 Manfaat Musik

Musik berperan sebagai salah satu teknik relaksasi untuk memperbaiki, memelihara,

meng2/embangkan mental, fisik, dan kesehatan emosi. Selanjutnya Kemper dan

Danhauer menjelaskan mengenai manfaat musik. Musik selain dapat meningkatkan

kesehatan seseorang juga dapat meringankan dari rasa sakit, perasaan‐perasaan dan

pikiran yang kurang menyenangkan serta membantu untuk mengurangi rasa cemas (Dewi

M, 2009).

Musik dapat digunakan dalam lingkup klinis, pendidikan, dan sosial bagi klien atau

pasien yang membutuhkan pengobatan, pendidikan atau intervensi pada aspek sosial dan

psikologis (Wang CF, 2014). Campbell menjelaskan bahwa musik dapat

menyeimbangkan gelombang otak. Gelombang otak dapat dimodifikasi oleh musik

ataupun suara yang ditimbulkan sendiri. Kesadaran biasa terdiri atas gelombang beta,

yang bergetar dari 14 hingga 20 hertz. Gelombang beta terjadi apabila kita memusatkan

perhatian pada kegiatan sehari‐hari di dunia luar, juga ketika kita mengalami perasaan

negatif yang kuat. Ketenangan dan kesadaran yang meningkat dicirikan oleh gelombang

alfa, yang daurnya mulai 8 hingga 13 hertz. Periode‐periode puncak kreativitas, meditasi

dan tidur dicirikan oleh gelombang theta, dari 4 hingga 7 hertz, dan tidur nyenyak,

meditasi yang dalam, serta keadaan tak sadar menghasilkan gelombang delta, yang

berkisar dari 0,5 hingga 3 hertz. Semakin lambat gelombang otak, semakin santai, puas,

dan damailah perasaan (Dewi M, 2009).


27

Campbell selanjutnya menerangkan bahwa musik memiliki beberapa manfaat,

yaitu:

a. Musik menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan seperti cemas dan

stres.

b. Musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak.

c. Musik mempengaruhi pernapasan.

d. Musik mempengaruhi denyut jantung, denyut nadi, dan tekanan darah.

e. Musik mengurangi ketegangan otot dan memperbaiki gerak serta koordinasi tubuh.

f. Musik dapat mengatur hormon‐hormon.

g. Musik dapat memperkuat ingatan dan pelajaran.

h. Musik dapat memperkuat ingatan dan pelajaran.

i. Musik dapat meningkatkan produktivitas.

j. Musik meningkatkan asmara dan seksualitas.

k. Musik merangsang pencernaan.

l. Musik meningkatkan daya tahan.

Manfaat Terapi Musik terhadap Hormon Musik juga berdampak pada beberapa

produksi hormon, beberapa di antaranya adalah serotonin, melatonin, dan oksitosin.

Terapi musik berdampak positif untuk mengatasi stres karena dapat mengaktifkan sel-sel

pada sistem limbik dan saraf otonom asien, sehingga kekebalan tubuh meningkat dan

merangsang pengeluaran serotonin. Perubahan tingkat serotonin dapat memperbaiki

suasana hati, baik itu menciptakan suasana tenang, rileks, aman, maupun menyenangkan,

sehingga mampu membuat pasien merasa nyaman (Harmat L, 2008). Musik memang

tidak berhubungan langsung dengan melatonin. Namun melatonin juga dipengaruhi oleh
28

serotonin, karena serotonin sendiri akan dikonversi menjadi melatonin. Maka semakin

tinggi serotonin dalam tubuh, maka semakin tinggi pula .melatonin. Secara fisik, musik

dapat memperlambat laju tubuh dan menyesuaikan saraf otonom (misal menekan sistem

simpatis dan parasimpatis) (Ryu M, 2012). Terapi musik digunakan untuk berbagai

kondisi termasuk gangguan kejiwaan, masalah medis, cacat fisik, gangguan sensorik,

cacat perkembangan, masalah penuaan, meningkatkan konsentrasi belajar, mendukung

latihan fisik, serta mengurangi stres dan kecemasan (Dayat Suryana, 2012: 7).

2.4 Konsep Pennyakit

2.4.1 Defenisi Kanker

Kanker merupakan sel - sel abnormal yang masuk kedalam suatu jaringan pada

tubuh, memiliki kemampuan untuk tumbuh dan merusak jaringan normal disekitarnya

(Haryono, Anwar, & Salim, 2018). Kanker merupakan suatu proses penyakit yang

dimulai ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik DNA seluler (Smeltzer, 2013).

Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel - sel abnormal

pada suatu jaringan ke jaringan tubuh yang lain, pembelahan sel yang terus menerus dan

menghancurkan sel- sel pada organ tubuh (Ghofar, 2015).

2.4.2 Etiologi Kanker

Berikut ini, faktor – faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker antara

lain:

a. Umur

Kanker dapat menyerang semua lapisan masyarakat pada semua kelompok usia. Anak

– anak, remaja, maupun seseorang yang berumur 60 tahun (Ghofar, 2015).


29

b. Riwayat keluarga

Faktor ini dinilai sangat dominan sebagai penyebab kanker, karena adanya

perubahan gen yang normal menjadi sel yang abnormal. Hal ini dapat berkembang

menjadi kanker. Bila keluarga yang memiliki resiko terkena kanker, dapat diturunkan

kepada anaknya atau anggota keluarga yang lain karena adanya gen pembawa sifat.

Genetik yang tidak normal tersebut dapat berkembang menjadi kanker bila ada faktor

pemicu yang lain (Ghofar, 2015).

c. Diet, kegemukan dan kurang aktivitas fisik

Seseorang sering mengkonsumsi daging dan garam beresiko mengakibatkan

kanker pada daerah abdomen seperti kanker usus dan rektum. Kegemukan dan kurang

melakukan aktifitas fisik dapat mempengaruhi hormon dan mengakibatkan kekebalan

tubuh menurun sehingga dapat menyebabkan seseorang rentan terkena kanker

payudara, ginjal dan usus besar (Ghofar, 2015).

d. Virus dan bakteri

Terdapat beberapa virus dan bakteri yang dapat menyebabkan kanker atau

meningkatkan risiko terbentuknya kanker. Beberapa virus yang mengganggu sel dalam

tubuh dan infeksi yang diakibatkan melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat

tubuh tidak dapat melawan infeksi penyebab kanker. Virus penyebab kanker ini

disebut virus onkogenik, misalnya virus human papilloma yang menyebabkan kutil

genetalis, salah satu penyebab kanker leher rahim pada perempuan. Ada juga virus

hepatitis B dan hepatitis C yang bisa menyebabkan kanker hati (Ghofar, 2015).

e. Hormon
30

Hormon mempunyai fungsi fisiologis yang penting pada wanita dan pria. Hormon

juga dapat mengakibatkan resiko terkena kanker. Salah satunya hormon esterogen

yang berlebihan pada tubuh menimbulkan kanker pada organ tubuh seperti kanker

payudara dan kanker kandungan. Pemberian hormon progesteron jangka lama

mengakibatkan kanker payudara dan kanker liver (Ghofar, 2015).

f. Bahan kimia

Bahan kimia sering dijumpai pada makanan dan minuman dan dapat beresiko

menyebabkan kanker. Seseorang yang terpapar bahan kimia melalui udara seperti

asbes, bensin, nikel merupakan faktor pemicu kanker. Karsinogen kimia masuk

kedalam tubuh melalui kontak langsung dengan kulit, inhalasi udara, dan makanan

serta minuman. Begitu masuk kedalam tubuh, karsinogen akan teraktivasi di dalam

jalur metabolisme dan berkompetisi dengan proses detoksifikasi tubuh (Rasjidi, 2013).

g. Faktor resiko

Faktor – faktor risiko ini meliputi faktor lingkungan dan gaya hidup yang dapat

meningkatkan seseorang untuk terkena kanker, antara lain: merokok, seseorang yang

terpapar oleh asap rokok atau sebagai perokok aktif bisa meningkatkan risiko kanker

paru-paru, mulut, laring (pita suara), dan pankreas. Paparan dari sinar matahari yang

mengandung ultraviolet dapat merusak kulit dan menyebabkan kanker kulit. Alkohol,

seseorang yang mengkonsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kanker

mulut, tenggorokan, kerongkongan, pita suara, dan liver. Radiasi ionisasi, radiasi yang

digunakan dalam sinar-X, menyebabkan mutasi DNA dan meningkatkan kelainan

genetik dapat beresiko terkena kanker (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014).

h. Kegagalan imunosurveilen
31

Imunosurveilen merupakan respon pertahanan dari sistem imun tubuh, diakibatkan

oleh kanker yang tumbuh dan berkembang secara terus menerus pada sel tubuh

manusia. Meskipun sistem imun tubuh sudah mendeteksi dan melawan sel kanker

tersebut, pertumbuhan dari sel kanker tersebut dapat meningkatkan terjadinya infeksi

seperti infeksi HIV melemahkan sistem imun tubuh dan berpotensi terkena kanker

tertentu (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014).

2.4.3 Klasifikasi Kanker

Menurut Ariani (2015) terdapat beberapa jenis- jenis kanker, antara lain:

a. Karsinoma adalah kanker yang tumbuh dari sel permukaan tubuh, termasuk sel-sel

kulit, testis, ovarium, kelenjar penghasil mucus (lendir), sel penghasil melanin,

payudara, serviks, kolon (usus), rectum (anus), lambung, pankreas, dan esophagus

(saluran pencernaan).

b. Limfoma adalah kanker yang muncul dari jaringan limfosit yang mencakup jaringan

limfe, lacteal, limfa, berbagai kelenjar limfe, timus dan sumsum tulang. Limfoma

spesifik antara lain adalah penyakit hodgkin (kanker kelenjar limfe dan limfa) dan

lomfoma malignum.

c. Leukemia adalah kanker sel – sel darah yang merusak sel darah normal.

d. Sarkoma adalah kanker yang merusak jaringan pada permukaan tubuh menjadi sel

yang abnormal di jaringan ikat, termasuk sel-sel yang ditemukan di otot dan tulang.

e. Glioma adalah pertumbuhan sel yang abnormal pada susunan saraf yang berasal dari

sel-sel glia yang terdapat disusunan saraf pusat.

f. Karsinoma in situ adalah sel epitel abnormal yang muncul pertama kali pada organ

yang terkena, masih terbatas didaerah sekitar dan belum menyebar ke organ yang lain.
32

2.4.4 Stadium Kanker

Tabel 2.1. Stadium kanker (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014).

Stadium Karakteristik

Tumor primer (T)

TX Tidak terdapat tumor primer yang dapat di kaji

TO Tidak terdapat tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1,T2,T3,T4 Peningkatan ukuran atau tingkat dari tumor primer

Kelenjar getah bening regional (N)

NX Tidak dapat dikaji

N0 Tidak terdapat metastasis pada kelenjar getah bening


regional

N1, N2, N3 Terdapat peningkatan dan lokasi kelenjar getah bening


regional yang terkena

Metastasis ke tempat jauh(M)

MX Metastasi tidak dapat di kaji

M0 Tidak terdapat bukti metastasis ke tempat yang jauh

M1 Metastasis jauh

M2, M3, M4 Metastasis yang luas pada organ tubuh

Tingkat keganasan suatu jenis kanker dinyatakan dengan istilah grade atau

stadium. kanker dibagi menjadi beberapa tahap, diklasifikasikan dari derajat 1

sampai 4 (National Cancer Institute (NCI), 2015) meliputi:


33

a. Derajat 1 yaitu sel kanker masuk kedalam jaringan tubuh dan tumbuh secara

perlahan.

b. Derajat 2 yaitu sel kanker mulai tumbuh dan berkembang, mulai menyebar

secara perlahan.

c. Derajat 3 yaitu ukuran sel kanker lebih besar, pertumbuhan mulai cepat dan

mulai menyebar dengan luas.

d. Derajat 4 yaitu sel kanker sudah menyebar ke organ tubuh yang lain.

2.4.5 Dampak Kanker

Berikut ini merupakan beberapa dampak dari kanker antara lain:

a. Aspek fisik berupa nyeri, mual- muntah, keletihan, rambut rontok, pendarahan yang

berlebihan, penurunan berat badan, luka yang tidak kunjung sembuh, demam, diare

dan adanya benjolan (Rosdahi & Kowalski, 2017).

b. Aspek psikologis berupa depresi, cemas, stres, marah, penolakan, ketakutan, khawatir,

sedih (National Cancer Institute (NCI), 2018).

c. Aspek spritualitas berupa tidak terbuka dengan Tuhan, takut terhadap maksud Tuhan,

penyakit sebagai suatu hukuman, merasa Tuhan sebagai penghukum, merasa jauh dari

Tuhan, tidak mempunyai rasa cinta dengan Tuhan, perasaan ambivalen terhadap

Tuhan, tidak percaya dengan kekuasaan Tuhan, takut akan kematian, marah kepada

Tuhan (Hamid, 2008).

d. Aspek sosial berupa isolasi diri, menarik diri dari lingkungan sosial (Damayanti,

Fitriyah, & Indriani, 2008).

2.4.3 Patofisiologi
34

Karsinogenesis pada manusia itu merupakan suatu proses berkelanjutan dimana

pada masing – masing tahapan tersebut mengalami perubahan genetik yang dapat

menimbulkan perubahan yang meluas dari sel sehat menjadi sel kanker (Haryono, Anwar,

& Salim, 2018). Terjadinya kanker dapat melalui pada 3 tahap ini, meliputi:

a. Inisiasi

Pada tahap ini sel normal yang bermutasi atau mengalami kerusakan pada DNA,

disebabkan oleh beberapa faktor penimbul kanker seperti zat kimia, virus, polusi.

Kerusakan ini dapat diatasi oleh penggandaan DNA, sehingga sel dapat kembali

normal atau bisa saja sel tersebut mengalami kematian. Hal ini biasanya oleh enzim

mampu menemukan masalah pada proses pembuatan RNA, sehingga gen tersebut akan

di perbaiki atau di matikan. Jika protein pengatur gagal dalam mengenali sel yang

abnormal dan tidak dapat di perbaiki, sel tersebut akan mengalami mutasi secara

permanen dan dapat terus membelah. Kerusakan DNA ini dapat diturunkan ke anak sel

atau generasi sel berikutnya (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014).

b. Promosi

Pembelahan sel yang diakibatkan oleh suatU zat disebut promotor. Faktor – faktor

promotor seperti estrogen, nitrat dan nikotin dapat mempengaruhi sel – sel yang sudah

mengalami mutasi. Perubahan ini dapat terjadi bila sel sudah bermutasi atau

membutuhkan waktu yang lama maupun beberapa tahun kemudian. Proses ini dapat

meningkatkan peningkatan pertumbuhan sel abnormal dan pembelahan sel yang cepat

dengan cara mengubah fungsi gen yang mengontrol pertumbuhan dan duplikasi gen,

respon sel terhadap stimulator atau inhibitor pertumbuhan dan komunikasi antar sel

(Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014).

c. Metastasis
35

Pada proses ini tumor menginvasi dan bermetastasis dengan sangat luas dan

melibatkan protein untuk mengatur antara sel yang 1 dan sel lainnya dan berfungsi

sebagai mengikat sel dengan jaringan – jaringan sekitarnya oleh sel –sel pendukung.

Pada jaringan yang sehat, protein gagal dalam membatasi sel yang abnormal untuk

tumbuh dan menginvasi pada organ sekitar dan mencegah adanya penyebaran ke sel

sekitar. Sel yang tumbuh tidak terkendali ini bermetastase ke organ yang jauh

(Haryono, Anwar, & Salim, 2018).

d. Terjadilah proses neoangiogenesis yang dimana terjadi pembetukan pembuluh darah

baru yang tidak dibutuhkan oleh tubuh sehingga terbentuknya kanker sebagai jaringan

baru dalam tubuh (Ariani, 2015).

2.4.6 Manifestasi Klinis

Menurut Rosdahi & Kowalski, (2017) terdapat beberapa gejala umum yang

disebabkan oleh kanker, diantaranya:

a. Nyeri

b. Mual muntah

c. Rambut rontok

d. Keletihan

e. Pendarahan yang tidak biasa

f. Penurunan berat badan

g. Perubahan pada kulit

h. Luka yang tidak kunjung sembuh

i. Demam, diare, dan adanya benjolan


36

2.4.7 Pemeriksaan Penunjang

Berikut ini, jenis – jenis pemeriksaan penunjang antara lain:

1. Uji skrining

Alat diagnostik yang digunakan untuk proses pendekteksian dini kondisi

kesehatan yang beresiko atau penyakit kanker, sebagai pemberian informasi untuk

meningkatkan pencegahan dan deteksi dini kanker sebelum pasien memperlihatkan

tanda dan gejala dari penyakit kanker (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014).

2. Sinar X

Suatu pemeriksaan dengan bentuk radiasi elektromognetik yang memiliki panjang

gelombang yang sangat pendek untuk mengenali perubahan jaringan dan menghasilkan

gambaran dari paparan sinar terhadap materi yang dilaluinya (Rasjidi, 2013).

3. Computed Tomography Scan (CT Scan)

Pemeriksaaan yang menggunakan komputer untuk menghasilkan gambaran

terhadap struktur organ tubuh yang ditembus oleh sinar X (Rasjidi, 2013).

4. Magnetic Resonance Iimaging (MRI)

Pemeriksaan ini menggunakan medan magnet dan radio frekuensi yang diolah

menjadi gambaran atau pencitraan tubuh untuk memperlihatkan struktur tubuh dan

potongan yang bersifat multiplanar serta sensitif terhadap jaringan lunak. MRI dapat

mengevaluasi organ pelvis, abdomen, saraf pusat dan muskuloskletal (Kowalak,

Welsh, & Mayer, 2014).

5. Ultrasonografi

Ultrasonografi atau pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan organ tubuh

dengan menggunakan gelombang suara dengan frekuensi yang tinggi yang berfungsi
37

untuk mendeteksi perubahan struktur organ atau jaringan, mengetahui penyebaran di

berbagai organ dan menetukan lokasi tumor (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014).

6. Biopsi

Pengambilan jaringan tubuh yang dicurigai, untuk pemeriksaan laboratorium yang

bertujuan untuk mendeteksi atau mengetahui adanya penyakit kanker. Sampel jaringan

ini dapat diambil diantaranya aspirasi cairan, payudara, kulit, mulut dan jaringan

viseral dan nodus (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014).

7. Endoskopi

Pemeriksaan dengan menggunakan endoskop yang memberi gambaran langsung

bagian dalam rongga tubuh dan lintasan dalam tubuh, untuk mendeteksi kondisi

kesehatan atau berbagai kelainan (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014).

8. Penanda Tumor

Cara untuk mendeteksi keberadaan awal kanker dan memantau kemajuan jenis

kanker selama pertumbuhan dan perkembangan kanker dari hasil pemeriksaan

darah,cairan serebrospinal dan urin (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014).

2.4.8 Penatalaksanaan

Berikut ini, Terdapat beberapa penanganan kanker antara lain:

a. Pembedahan

Untuk mengangkat seluruh (atau sebanyak mungkin massa tumor). Massa tumor

yang di angkat bersamaan dengan jaringan normal disekitarnya, termasuk nodus limfa.

Pembedah dapat dikerjakan untuk menegakan diagnosis penyakit, memulai terapi

primer untuk menghasilkan kesembuhan paliatif dan dilakukan pula untuk tindakan

profilaksis. Pembedahan paliatif dilakukan untuk menghilangkan komplikasi seperti


38

nyeri, ulserasi, obstruksi, perdarahan dan penekanan. Pembedahan profilaksis

digunakan jika riwayat pasien atau keluarganya terdapat resiko menderita kanker,

sehingga jaringan atau organ non vitalnya yang berpotensi tinggi terkena kanker

diangkat (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014).

b. Terapi radiasi

Terapi ini memiliki radiasi energi dengan kapasitas energi yang tinggi, berfungsi

untuk membunuh sel tumor yang sedang membelah. Hal ini dapat membuat sel sel

normal pada jaringan sekitar kanker tidak dapat berfungsi atau mengalami kerusakan.

Efek samping yang ditimbulkan oleh radiasi antara lain rasa lemah, keletihan,

anoreksia, mual – muntah, edema, sakit kepala, kram, diare, kebotakan dan anemia

(Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014).

c. Kemoterapi

Suatu metode pengobatan dengan menggunakan berbagai obat kemoterapi yang

berfungsi dalam menghancurkan sel-sel kanker dan mengahalangi metastasis. Terapi

ini akan menimbulkan efek samping yang merugikan seperti anemia, rendahnya

jumlah sel darah putih, kurangnya jumlah trombosit, muntah, kebotakan, dermatitis

(Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014).

d. Imunoterapi

Imunoterapi atau disebut juga sebagai bioterapi bekerja dalam meningkatkan

sistem imun tubuh dan mengindentifikasi atau mengenali sel – sel tumor (Rasjidi,

2013). Efek samping menyerupai respon imun tubuh yang normal dengan gejala flu

(Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014).


39

e. Terapi hormon

Terapi hormon ini menunjukan bahwa dapat menghentikan dan menghambat

pertumbuhan kanker tertentu. Efek samping pada pemberian hormon ini meliputi rasa

panas di wajah, mual- muntah, prespirasi, penurunan libido, kelainan darah

(Pemakaian temoksifen) (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014).

2.5. Aroma Therapi

2.5.1. Definisi Aromaterapi

Aromaterapi adalah terapi atau pengobatan dengan menggunakan bau-bauan yang

berasal dari tumbuh-tumbuhan, bunga, pohon yang berbau harum dan enak. Minyak astiri

digunakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, sering

digabungkan untuk menenangkan sentuhan penyembuhan dengan sifat terapeutik dari

minyak astiri (Craig Hospital, 2013).

Aromaterapi dapat juga didefinisikan sebagai penggunaan terkendali esensial

tanaman untuk tujuan terapeutik (Posadzki et al, 2012). Jenis minyak aromaterapi yang

umum digunakan yaitu :

a. Minyak Eukaliptus, Radiata (Eucalyptus Radiata Oil)

b. Minyak Rosemary (Rosemary Oil)

c. Minyak Ylang-Ylang (Ylang-Ylang Oil)

d. Minyak Tea Tree (Tea Tree Oil)

e. Minyak Lavender (Lavender Oil)

f. Minyak Geranium (Geranium Oil)

g. Minyak Peppermint

h. Minyak Jeruk Lemon (Lemon Oil)


40

i. Minyak Chamomile Roman

j. Minyak Clary Sage (Clary Sage Oil)

2.5.2. Mekanisme Aromaterapi

Efek fisiologis dari aroma dapat dibagi menjadi dua jenis : mereka yang bertindak

melalui stimulasi sistem saraf dan organ-organ yang bertindak langsung pada organ atau

jaringan melalui effector-receptor mekanisme (Hongratanaworakit, 2004).

Aromaterapi didasarkan pada teori bahwa inhalasi atau penyerapan minyak esensial

memicu perubahan dalam sistem limbik, bagian dari otak yang berhubungan dengan

memori dan emosi. Hal ini dapat merangsang respon fisiologis saraf, endokrin atau

sistem kekebalan tubuh, yang mempengaruhi denyut jantung, tekanan darah, pernafasan,

aktifitas gelombang otak dan pelepasan berbagai hormon di seluruh tubuh.

Efeknya pada otak dapat menjadikan tenang atau merangsang sistem saraf, serta

mungkin membantu dalam menormalkan sekresi hormon. Menghirup minyak esensial

dapat meredakan gejala pernafasan, sedangkan aplikasi lokal minyak yang diencerkan

dapat membantu untuk kondisi tertentu. Pijat dikombinasikan dengan minyak esensial

memberikan relaksasi, serta bantuan dari rasa nyeri, kekuatan otot dan kejang. Beberapa

minyak esensial yang diterapkan pada kulit dapat menjadi anti mikroba, antiseptik, anti

jamur, atau anti inflamasi (Hongratanaworakit, 2004).

2.5.3. Manfaat Aromaterapi

Beberapa manfaat minyak aromaterapi (esensial oil) :

1) Lavender, dianggap paling bermanfaat dari semua minyak astiri. Lavender

dikenal untuk membantu meringankan nyeri, sakit kepala, insomnia, ketegangan dan
41

stress (depresi) melawan kelelahan dan mendapatkan untuk relaksasi, merawat agar

tidakinfeksi paru-paru, sinus, termasuk jamur vaginal, radang tenggorokan, asma, kista

dan peradangan lain. Meningkatkan daya tahan tubuh, regenerasi sel, luka terbuka,

infeksi kulit dan sangat nyaman untuk kulit bayi, dll.

2) Jasmine : Pembangkit gairah cinta, baik untuk kesuburan wanita, mengobati impotensi,

anti depresi, pegal linu, sakit menstruasi dan radang selaput lendir.

3) Orange : Baik untuk kulit berminyak, kelenjar getah bening tak lancar,debar jantung

tak teratur dan tekanan darah tinggi.

4) Peppermint : Membasmi bakteri, virus dan parasit yang bersarang di pencernaan.

Melancarkan penyumbatan sinus dan paru, mengaktifkan produksi minyak dikulit,

menyembuhkan gatal-gatal karena kadas/kurap, herpes, kudis karena tumbuhan

beracun.

5) Rosemary : Salah satu aroma yang manjur memperlancar peredaran darah,

menurunkan kolesterol, mengendorkan otot, reumatik, menghilangkan ketombe,

kerontokan rambut, membantu mengatasi kulit kusam sampai di lapisan terbawah.

Mencegah kulit kering, berkerut yang menampakkan urat-urat kemerahan.

6) Sandalwood : Menyembuh infeksi saluran kencing dan alat kelamin, mengobati

radang dan luka bakar, masalah tenggorokan. membantu mengatasi sulit tidur dan

menciptakan ketenangan hati.

7) Green tea : Berperan sebagai tonik kekebalan yang baik mengobati penyakit paru-

paru, alat kelamin, vagina, sinus, inveksi mulut, inveksi jamur, cacar air, ruam saraf

serta melindungi kulit karena radiasi bakar selama terapi kanker.

8) Ylang-Ylang/ Kenanga : Bersifat menenangkan, melegakan sesak nafas, berfungsi


42

sebagai tonik rambut sekaligus sebagai pembangkit rasa cinta.

9) Lemon : Selain baik untuk kulit berminyak, berguna pula sebagai zat antioksidan,

antiseptik, melawan virus dan infeksi bakteri, mencegah hipertensi, kelenjar hati dan

limpa yang tersumbat, memperbaiki metabolisme, menunjang system kekebalan tubuh

serta memperlambat kenaikan berat badan.

10) Frangipani/ Kamboja : Bermanfaat untuk pengobatan, antara lain, bisa untuk mencegah

pingsan, radang usus, disentri, basiler, gangguan pencernaan, gangguan penyerapan

makanan pada anak, radang hati, radang saluran napas, jantung berdebar, TBC,

cacingan, sembelit, kencing nanah, beri-beri, kapalan, kaki pecah-pecah, sakit gigi,

tertusuk duri atau beling, bisul dan patekan. Aromaterapi dari wewangian ini

melambangkan kesempurnaan. Ini dapat digunakan untuk meditasi dan memberikan

suasana hening yang mendalam.

11) Strawberry : Dapat meningkatkan selera makan, mengurangi penyakit jantung,

tekanan darah tinggi dan kanker

12) Lotus : Meningkatkan vitalitas, kosentrasi, mengurangi panas dala meningkatkan

fungsi limpa dan ginjal.

12) Appel : Dapat menyembuhkan mabuk, diare, menguatkan sistem pencernaan,

menjernihkan pikiran, mengurangi gejala panas dalam.

13) Vanilla : Dengan aroma yang lembut dan hangat mampu menenangkan

pikiran.

14) Nigth Queen : Membuat rasa nyaman dan rileks.

15) Opium : Menggembirakan, memberi energi dan semangat tertentu.

16) Coconut : Memberikan efek ketenangan, menghilangkan stress, mampu


43

mempertahankan keremajaan kulit wajah sehingga wajah selalu nampak bersinar

sepanjang masa.

17) Sakura : Di antaranya, disentri, demam, muntah, batuk darah, keputihan, tumor,

insomnia, mimisan, sakit kepala, hipertensi.

Dari uraian aromaterapi dan manfaatnya, aromaterapi yang mempunyai manfaat

meringankan nyeri adalah jenis aromaterapi lavender. Minyak lavender di ekstrak dari

tanaman yang disebut lavandula angustifolia. Dari semua aromaterapi, lavender dianggap

paling bermanfaat dari semua minyak atsiri.

2.5.4. Teknik Pemberian Aromaterapi

Teknik pemberian aroma terapi bisa digunakan dengan cara :

1) Inhalasi : biasanya dianjurkan untuk masalah dengan pernafasan dan dapat dilakukan

dengan menjatuhkan beberapa tetes minyak esensial ke dalam mangkuk air mengepul.

Uap tersebut kemudian dihirup selama beberapa saat, dengan efek yang ditingkatkan

dengan menempatkan handuk diatas kepala dan mangkuk sehingga membentuk tenda

untuk menangkap udara yang dilembabkan dan bau.

2) Massage/ pijat : Menggunakan minyak esensial aromatik dikombinasikan dengan

minyak dasar yang dapat menenangkan atau merangsang, tergantung pada minyak

yang digunakan. Pijat minyak esensial dapat diterapkan ke area masalah tertentu atau

ke seluruhtubuh.

3) Difusi : Biasanya digunakan untuk menenangkan saraf atau mengobati beberapa

masalah pernafasan dan dapat dilakukan dengan penyemprotan senyawa yang

mengandung minyak ke udara dengan cara yang sama dengan udara freshener. Hal ini

juga dapat dilakukan dengan menempatkan beberapa tetes minyak esensial dalam
44

diffuser dan menyalakan sumber panas. Duduk dalam jarak tiga kaki dari

diffuser, pengobatan biasanya berlangsung sekitar 30 menit.

4) Kompres : Panas atau dingin yang mengandung minyak esensial dapat digunakan

untuk nyeri otot dan segala nyeri, memar dan sakit kepala.

5) Perendaman : Mandi yang mengandung minyak esensial dan berlangsung selama 10-

20 menit yang direkomendasikan untuk masalah kulit dan menenangkan saraf (Craig

hospital, 2013).

2.5.5 Prosedur Kerja Inhalasi Aromaterapi

Menurut Kim et al (2006), metode kerja inhalasi dengan kapas basah berisi cairan

aromaterapi lavender dengan konsetrat 2% yang diletakkan disamping lubang masker

oksigen. Pasien menghirup aromaterapi yang masuk bersama oksigen dengankecepatan

3-8 liter/ menit. Intervensi ini dilakukan kurang lebih 15 menit.


BAB III

SYSTEMATIC REVIEW

PENGARUH KOMBINASI TERAPI MUSIK DAN AROMATERAPI TERHADAP


PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN KANKER

Tae Patricia Mega Sri Y1, Fuadiati Lie L1, Haslina1, Aga Maria Sofia A1, Rusmeni Ni
Putu Diah A1, Dahoklory Dorsina F1 , Paulina N Welmince 1
1
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, Kampus C, Mulyorejo, Surabaya,
Indonesia

Abstrak : Pendahuluan : Kanker merupakan masalah kesehatan yang serius dan


menyebabkan angka kematian terbesar di dunia. Manajemen terapi kanker yaitu radiasi
dan kemoterapi. Kemoterapi menyebabkan berbagai efek samping fisiologis dan
psikologis. Efek samping psikologis yang mungkin terjadi antara lain stres, kecemasan,
dan depresi. Perlu adanya terapi non farmakologi untuk mengatasi kecemasan pasien
kanker yaitu dengan terapi musik dan aromaterapi. Tujuan : untuk mengetahui,
memahami dan menerapkan adakah pengaruh kombinasi terapi musik dan aromaterapi
terhadap tingkat kecemasan pada pasien kanker. Metode : Pencerian literature di
database Scopus, Science Direct dan PubMed pada 10 tahun (2011-2021). Hasil : 14
artikel terpilih ditemukan.
Keyword : cancer, anxiety, music, aroma theraphy

1. PENDAHULUAN

Kanker merupakan sekumpulan penyakit yang ditandai dengan terjadinya


pertumbuhan sel yang tidak terkendali dan menyerang bagian sel yang sehat (Word
Health Organization (WHO), 2018). Penyakit kanker telah menjadi masalah kesehatan
yang serius dan menyebabkan angka kematian terbesar di dunia (InfoDatin, 2015).
Kanker mengakibatkan timbulnya berbagai masalah kesehatan yang kompleks mulai dari

45
46

perubahan fisik, psikologis, spritual bahkan sampai pada masalah sosial (Dalton, Laursen,
Ross, Morensen, & Johansen, 2009)
Menurut Word Health Organization (WHO) (2018) kanker merupakan penyebab
utama kematian ke dua di dunia dengan angka kejadian mencapai 9,6 juta kematian pada
tahun 2018. Data yang diperoleh dari Balai Penelitian & Pengembangan Kementrian
Kesehatan RI (2018) menunjukan prevalensi kanker di Indonesia 1,8‰. Prevalensi
kanker tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (4,9‰), prevalensi terendah terdapat di NTB
(0,9‰). Kanker meningkat seiring bertambahnya usia dan dapat menyerang semua umur.
Prevalensi penyakit kanker tertinggi berada pada kelompok usia 55-64 tahun yaitu
4,62‰, prevalensi terendah pada anak kelompok usia <1 tahun, 1-4 tahun sebesar 0,08‰.
Peningkatan prevalensi yang cukup tinggi pada kelompok umur 35-44 tahun sebesar
2.58‰, 45-54 tahun sebesar 4,03‰, 65-74 tahun sebesar 3,52‰, dan usia 75 ke atas
berkisar 3,84‰. Pravelensi berdasarkan jenis kelamin paling tertinggi pada perempuan
sebesar 2.9‰ dan diikuti laki-laki sebesar 0.7‰.
Kanker menjadi salah satu penyakit kronis yang dipersepsikan oleh penderita
sebagai penyakit yang menakutkan dan mengancam kematian. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Moser et al (2014) pasien yang telah terdiagnosa kanker secara
otomatis memikirkan pula tentang kematian. Pasien kanker sering kali beranggapan
bahwa semua usaha yang telah dilakukan tidak merubah status kesehatan dirinya. Hal ini
berdampak terhadap tingginya tekanan emosional yang dialami pasien. Saedi,
Shahidsales, Pour, Sabahi, & Moridi, (2015) memaparkan dari hasil penelitiannya bahwa
mayoritas pasien kanker mengalami tekanan emosional yang tinggi dan mempengaruhi
status fungsional pasien serta menyebabkan punurunan kualitas hidup.
Penetalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien kanker meliputi operasi,
radioterapi, dan kemoterapi, Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel
kanker. Tidak seperti radiasi atau operasi yang bersifat lokal, kemoterapi merupakan
terapi sistemik, yang berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel
kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi,2007). Menurut
penelitian Utami (2017) tentang aspek psikologis pada penderita kanker menyatakan
bahwa masalah psikososial terbanyak dialami oleh pasien kanker, berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya menyebabkan ansietas, depresi, stress. Tingkat stress pada pasien
47

kanker mengalami mekanisme koping maladaptive dan cenderung mengalami putus


harapan yang menyebabkan penurunan kualitas hidup.
Manajemen terapi pada pasien kanker berupa radiasi maupun kemoterapi.
Keduanya memberikan dampak negatif pada berbagai aspek antara lain aspek fisik berupa
nyeri, mual, muntah, keletihan, rambut rontok, pendarahan yang berlebihan, penurunan
berat badan, luka yang tidak kunjung sembuh, demam, diare, adanya benjolan (Rosdahi &
Kowalski, 2017). Dampak fisik tersebut dapat menyebabkan perubahan kondisi
psikologis pada pasien kanker berupa depresi, stress (Yang Y. L., et al., 2014). Perubahan
fisik dan psikologis akibat kanker akan menjadi stresor bagi pasien sendiri. Stres yang
berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan memperparah kondisi
penderita (Potter & Perry, 2009). Masalah psikologis yang ditimbulkan dari masalah fisik
tersebut adalah pasien kanker akan mengalami putus asa yang disebabkan
ketidakberhasilan suatu terapi, kecemasan diakibatkan kekhawatiran memikirkan dampak
pengobatan, harga diri rendah yang disebabkan perubahan bentuk tubuh yang dialami
oleh pasien kanker. Jika terapi pengobatan kanker hanya berfokus untuk mengatasi
masalah fisik dan mengabaikan kebutuhan pendampingan psikologis maka dapat
mempengaruhi kualitas hidup pada pasien kanker.
Menurut Lubis (2009) berdasarkan masalah-masalah tersebut pasien kanker tidak
boleh dibiarkan sendirian dan tidak boleh diberikan perawatan secara fisik saja, tetapi
juga perlu perawatan psikologis untuk mengurangi masalah psikologis pada pasien
kanker. Lebih dari separuh pasien kanker dirawat dengan kemoterapi, yaitu pengobatan
kanker yang menggunakan bahan kimia atau obat-obatan baik untuk lokal maupun
metastasis kanker. Kemoterapi biasanya dikombinasikan dengan pembedahan atau
radioterapi. Kemoterapi pra operasi dilakukan untuk memperkecil ukuran tumor yang
akan diangkat, sedangkan kemoterapi pasca operasi dilakukan untuk menghilangkan sisa
sel kanker (Prawirohardjo, 2010).
Kemoterapi menyebabkan berbagai efek samping fisiologis dan psikologis. Efek
samping psikologis yang mungkin terjadi antara lain stres, kecemasan, dan depresi. Stres
ini mengarah pada strategi koping yang dilakukan oleh individu untuk mencegah
gangguan psikologis lebih lanjut (Karabulutlu et al., 2010).
48

Dehkordi et al., (2009) mengungkapkan bahwa masalah yang paling sering dihadapi
pasien kanker payudara yakni kecemasan terhadap penyakit dan dampaknya, rasa takut
akan masa depan, depresi dan ketidaksabaran. Selain dampak psikis dampak fisik juga
dialami pasien kanker payudara secara terus-menerus akan menyebabkan penurunan
kualitas hidup pasien, sehingga dapat menurunkan tingkat keberhaslan dan kesembuhan
pasien. Anisman (2015:139) mengatakan fungsi organ dalam tubuh pasien akan
terganggu seperti tekanan darah tinggi, pusing, dan gastritis apabila pasien dalam kondisi
depresi, cemas dan stres, kondisi stres ini akan menurunkan sistem kekebalan tubuh
pasien. Selain dampak fisik yang dialami pasien kanker payudara, dampak psikis lain juga
dapat dialami yakni perubahan fungsi peran sebagai perempuan. Penurunan gambaran diri
pasien kanker dapat terjadi apabila kondisi depresi, cemas dan stres tidak diatasi dan
ketika penurunan gambaran diri juga berdampak pada penurunan kualitas hidup pasien.
Oleh karena itu selain pengobatan farmakologi perlu adanya terapi tambahan non
farmakologi seperti terapi musik dan aromaterapi untuk mengatasi masalah psikolosis
yang dialami pasien kanker.
Musik adalah salah satu teknik sensori paling efektif untuk mengalihkan perhatian
yang dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan relaksasai (Mc. Caffery, 2005).
Musik adalah bahasa universal bagi manusia yang sangat efektif dilakukan dalam
perawatan karena pasien dapat melakukan sendiri dan memilih music yang disenangi
sambil menunggu tindakan keperawatan yang akan dijalani, dan terapi musik sudah
banyak digunakan untuk meredakan kecemasan (Gutteirrez dan Camarena, 2015).
Musik yang telah masuk ke kelenjar hipofisis mampu memberikan tanggapan
terhadap emosional melalui feedback negative ke kelenjar adrenal untuk menekan
pengeluaran hormon epineprin , norepineprin dan dopa yang disebut hormon stress.
Masalah mental seperti stress berkurang, ketenangan dan menjadi rileks. Sejalan dengan
itu penelitian yang dilakukan oleh Jasemi dkk. (2016) mengatakan bahwa terapi musik
efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan dari seseorang.
Menurut penelitian Atiwannapat et al (2016) jenis intervensi gangguan yang dapat

meredakan stres dan gejala terkait pengobatan adalah terapi musik reseptif (MT), yang

mencakup semua intervensi di mana pasien mendengarkan musik dengan bantuan alat
49

reproduksi di bawah bimbingan terapis. Tsai et al (2014) dalam penelitiannya

mengungkapkan bahwa terapi musik dapat menurunkan kecemasan, depresi dan efek

samping dari pengobatan kemoterapi. Chirico et al (2019) bahwa terapi musik adalah

intervensi yang berguna untuk mengurangi kecemasan dan untuk meningkatkan keadaan

mood pada pasien kanker payudara selama kemoterapi.

Aromaterapi adalah penggunaan minyak aromatik, yang membuat orang rileks dan
mengurangi kecemasan dengan merangsang sistem penciuman dan melepaskan mediator
saraf (Fernandez et al, 2018). Lavender adalah salah satu minyak aromatik paling
populer di aromaterapi dan memiliki efek anxiolytic (Kianpour, 2018).
Menurut penelitian (Stanley,2007) aromaterapi lavender memiliki kandungan kimia
linalyl ester yang berkhasiat menenangkan dan memberikan efek rileks sistem saraf pusat
dengan menstimulasi saraf olfaktorius. relaksasi aromaterapi lavender efektif untuk
menurunkan kecemasan. Hasil penelitian Zamanifar et al., (2020) menunjukkan bahwa
terapi musik dan aromaterapi dengan minyak esensial chamomile-lavender berpengaruh
pada penurunan kecemasan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Kemudian, terapi musik dan aromaterapi sebagai terapi pelengkap dapat digunakan
sebagai terapi intervensi keperawatan independen untuk meningkatkan kinerja perawat.

2. METODE

Metode Pengambilan data literature pada Systematic review ini menggunakan

Preferred Reporting Items for Systemic Review and Meta-Analysis (PRISMA) Guidelines

2.1 Search Strategy

Pencarian literature dilakukan pada tiga database yaitu Scopus, Science Direct, dan

PubMed. Pencarian dilakukan pada April 2021. Kata Kunci yang dilakukan adalah

anxiety, aromatherapy, music, cancer dengan dikombinasi menggunakan Boolean


50

Operator ‘AND’ dengan melakukan restriksi pada tahun 2011-2021 dalam bahasa Inggris

dan artikel full text, sehingga mendapatkan artikel yang relevan.

2.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi artikel adalah intervensi yang dilakukan untuk menurunkan

kecemasan pada pasien kanker dengan cara memberikan music dan aromateraphy pada

penderita kanker. Artikel yang diambil adalah 10 tahun terakhir dengan metode quasy

experiment. Tujuan penelitian ini ialah untuk memeriksa efektivitas music dan

aromatheraphy dalam penurunan kecemasan pada pasien kanker secara rinci, sehingga

artikel tanpa text lengkap dan tidak menjelaskan pengaruh intervensi yang diberikan

terhadap hipertensi dikeluarkan. Hasil pencarian tersebut diperoleh 15 artikel terpilih dari

276 artikel yang ditemukan.

Tabel 3.1 : PICOT Framework


PICOT Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi
Framework
Populasi Studi berfokus pada kecemasan Artikel yang tidak full
pada klien dengan kanker text, tidak berfokus pada
klien Hipertensi
Intervensi Musik dan aromatherapy pada Tidak sesuai dengan
penurunan tingkat kecemasan music dan
pada klien dengan kanker aromatheraphy.

Outcomes Penurunan tingkat kecemasan -


Waktu 2011-2021 Melebihi batas waktu
yang ditentukan
Study Design Quasy experiment Tidak menggunakan
desain quasy
experiment.
Bahasa English dan Indonesia Menggunakan bahasa
selain bahasa inggris
dan Bahasa Indonesia
51

2.3 Seleksi Studi

Proses pencarian artikel dilakukan oleh tiga reviewer independent. Artikel yang

sudah didapatkan dari database elektronik, kemudian dilakukan penghapusan duplikat,

judul dan abstrak artikel disaring untuk kelayakan. Teks lengkap dari setiap artikel

terpilih yang memenuhi kriteria inklusi diambil untuk pemeriksaan lebih lanjut. Artikel

yang relevan serta memenuhi semua kriteria inklusi dimasukkan dalam tinjauan

sistematis. Berikut tahap proses pencarian data hasil penelitian terdapat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 tahapan proses seleksi pencarian artikel

No. Tahapan Proses Tujuan


1. Dentifikasi pertanyaan peneltian Melakukan transformasi
masalah kesehatan menjadi
pertanyaan penelitian
2. Mengembangkan protokol Memberikan penuntun dalam
penelitian systematic review melakukan systematic review
3. Menetapkan lokasi data base Memberikan batasan wilayah
hasil penelitian sebagai wilayah pencarian terhadap hasil
pencarian (Scopus, Science penelitian yang relevan
Direct dan PubMed)
4. Seleksi hasil-hasil penelitian Mengumpulkan hasil-hasil
yang relevan penelitian yang relevan dengan
pertanyaan penelitian
5. Pilih hasil-hasil penelitian yang Melakukan eksklusi dan inklusi
berkualitas terhadap penelitian yang akan
dimasukkan dalam systematic
review berdasarkan kualitas
6. Ekstrasi data dari studi Melakukan ekstrasi data dari
individual studi individual untuk
mendapatkan temuan
pentingnya
7. Sintesis hasil dengan metode Melakukan sintesis hasil dengan
meta-analisis teknik meta analisis
8. Penyajian hasil Menuliskan hasil penelitian
dalam dokumen laporan hasil
systemic review
52

Sebagaimana telah disebutkan bahwa pengambilan data hasil penelitian

dengan metode systematic rewview adalah melalui searching di internet (Scopus,

Science Direct dan PubMed). Kesulitan dalam mencari data adalah cara

memperoleh data hasil-hasil penelitian tersebut, karena banyak penelitian yang

belum dipublikasikan, kendala akses karena harus membayar dan close akses.

2.4 Risiko Bias

Critical appraisal dilakukan dengan menggunakan JBI tools Quasi Experimental

Studies ntuk menghindari resiko bias. Setiap artikel terpilih dilakukan pengkajian

kebiasaan sehingga ditemukan tinggi, rendah, atau ketidak jelasan pada resiko bias.

Semua penulis melakukan pengkajian pada setiap artikel dan setiap ketidak sepakatan

diselesaikan dengan diskusi agar didapatkan kesamaan informasi.

3. HASIL

3.1 Seleksi Studi

Jumlah total artikel yang diidentifikasi adalah 193 artikel. Kemudian dilakukan

penghapusan duplikat dan tersisa 792 artikel untuk ditinjau kelayakan. Artikel diskrining

berdasarkan identifikasi judul didapatkan 39 artikel. Uji kelayakan full text article tersisa

14 artikel penelitian untuk di review. Setelah mengidentifikasi terdapat keseluruhan

artikel mengguanakan quasi experimental. Berikut tabel hasil pencarian dari masing-

masing data base diantaranya ialah Scopus, Science Direct dan PubMed.
53

Tabel 3.3 hasil pencarian dari masing-masing database

Berdasrkan
No. Database Hasil
Judul

1. Scopus 231 20

2. Science Direct 706 16

3. PubMed 213 3
54

Studi diidentifikasi dari Scopus, Science Eksklusi (n=358)


Direct dan PubMed (n=1.150) Population
Identification

Tidak berfokus pada


klien kanker
Artikel diidentifikasi berdasarkan duplikasi (n = 792)
Intervention
Intervensi tidak sesuai
dengan kombinasi terapi
music dan
aromatheraphy
Screening

Skrining berdasarkan identifikasi


Hasil studi tidak
judul (n= 39) membahas tentang
pengaruh penurunan
(n =51)
kecemasan
Hasil studi tidak
menggunakan desain
quasi experimental
Eligibility

Pengkajian data berdasarkan full text


dan kriteria kelayakan
Artikel full text
(n =28) dikeluarkan
berdardasrkan (n =15)
Population
Tidak berfokus pada
Artikel yang direview klien cancer
Included

(n=14) Intervention
Intervensi tidak sesuai
dengan intervensi yang
diharapkan
Outcome
Hasil studi tidak
menggunakan desain
penelitian quasi
experimental

Figure 1. Flow chart of Study selection


55

Tabel 3.2 Karakteristik Studi

No Autor, Year Design Jumlah Responden

1 Wulandari et al., Pre experimental 100 responden


(2016) design Pok eksperiment : 50
Pok control : 50

2 Pertiwi et al Pre experimental 22 responden


(2016) design

3 Chirico et al Externally controlled trial 94 reponden


(2019) Pok eksperimen 58
Pok control 34

4 Jubouri et al, Experimental comparative 159 Responden


(2021) Study Pok intervensi : 106
Pok control : 53

5 Zeppegno et al., Randomized Clinical Trial 60 Responden


(2021) Kontor 30 kelompok
Intervensi 30 Kelompok

6 Zamanifar A Randomized and Double- 120 Responden


Blind Clinical Trial Kontrol 60 Responden
(2020) Intevensi 60 Responden

7 Wi-Young Randomized, Controlled 98 Responden


(2020) Trial Aromatheraphy 32
Musik 32 kelompok
Kombinasi 34 kelompok

8 Keilani Studi deskriptif dengan 27 Responden


(2017) Kuantitatif

9 Zamanifar Randomized and double 120 responden


(2019) blind clinical trial Aromatheraphy 30
Music 30
Kombinasi 30

10 Kurniawan Quasi Experiment pre-test 46 Responden


(2019) and post-test design with Kontrol 23 responden
Comparison Group Intervensi 23 Responden
56

Dalam penelitian ini design yang digunakan adalah Pre experimental design pada

peneliti Wulandari et al., (2019), Pratiwi et al., (2016), Platini et al., (2019) dan Quasi

Experimental design (Jubouri et al., 20201), (Kurnia et al., 2019), (Rofika & Yuniastuti

2018). Pre experimental belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh. Karena masih

terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen.

Jadi hasil eksperimen yang merupakan variabel dependen itu bukan semata-mata

dipengaruhi oleh variabel independen. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya variabel

kontrol, dan sampel tidak dipilih secara random”. Bentuk pre-experimental designs ada

beberapa macam yaitu: One-Shot Case Study, One-Group Pretest-Posttest Design,

OneGroup Pretest-Posttest Design, dan Intact-Group Comparison. Maka, desain

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bentuk desain studi kasus bentuk

tunggal (one shot case study). Desain penelitian ini tidak memiliki kelompok kontrol dan

tidak diberi pretest (Nursalam, 2017). Quasi experimental atau penelitian ekperimen

semu bertujuan untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan

kelompok control dan dan kelompok eksperimental. Desain ini biasanya menggunakan

subjek yang terbentuk secara wajar sehingga bisa saja berbeda karakteristik pada kedua

kelompok sejak awal. Jika pada paska tes kelompok tersebut ada perbedaan kemungkina

bukan dari akibat perlakuan tetapi karena adanya perbedaan sejak awal. Pada jenis desain

ini kelompok eksperimental diberi perlakuan atau intervensi sedangkan pada kelompok

control tidak diberikan perlakuan. Pada awal kedua kelompok diberi pra test dan setelah

pemberian perlakuan atau pasca test (Nursalam, 2017) Terdapat beberapa artikel yang

menggunakan design penelitian yang sama yaitu Penelitian tentang pengaruh Self-selected

invidual music theraphy (SeLIMUT) terhadap perubahan status hemodinamik pasien

kanker paliatif di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menggunakan desain penelitian


57

ekperimental dengan pre-test dan post-test one group design. Sampel penelitian berjumlah

46 responden yang diperoleh melalui purposive sampling. Terapi SeLIMUT dilakukan

selama selama 4 minggu dengan pemberian terapi 4 kali dala dua hari denga durasi setiap

terapi 15-20 menit ( Kurnia et al.,2019). Penelitian tentang The effect of Music Therapy

and Aromatherapy with Chamomile-Lavender Essential Oil on the Anxiety of Clinical

Nurses: A Randomized and Double-Blind Clinical Trial dengan rancangan penelitian

Randomized and double-blind clinical tria. Eksperimen dilakukan pada kelompok

aromaterapi adalah menghirup aroma campuran chamomile lavender. 1,5% minyak

esensial chamomile lavender diencerkan dengan air dan minyak wijen sebanyak 5%.

Dalam aromaterapi kelompok, untuk setiap sampel, tiga tetes minyak esensial chamomile

lavender dituangkan pada bantalan yang tidak dapat diserap yang telah disiapkan

sebelumnya dan ditempatkan 20 cm dari hidung untuk 20 menit. Intervensi ini dilakukan

selama tiga tahun shift berturut-turut dan selama waktu istirahat karyawan. Itu intervensi

dalam kelompok terapi musik meliputi pemilihan musik konvensional dan favorit

(tradisional, pop, dan klasik) sesuai dengan kepentingan sampel, dan mendengarkan

mereka menggunakan headphone. Intervensi ini dilakukan selama 20 menit per shift,

selama tiga shift berturut-turut dan pada waktu istirahat karyawan. Di urutan ketiga

kelompok, menghirup aroma campuran chamomile-lavender dan bermain musik

dilakukan secara bersamaan dalam tiga shift berturut-turut. Kelompok kontrol tidak

menerima apapun intervensi (Zamanifar et all.,2020).

Berdasarkan karakteristik responden dari setiap artikel, dalam penelitian

Wulandari et al., (2016) mengemukakan bahwa partisispan yang digunakan sebanyak 100

responden dengan kelompok eksperimen 50 orang dan kelompok control masing-masing

50 orang. Penelitian Chirico., et al (2019) menggunakan 94 responden dengan 28


58

responden untuk kelompok VR, 30 responden untuk kelompok MT, 34 responden untuk

kelompok kontrol. Penelitian Jubouri et al., (2021) menggunakan 159 responden dengan

53 pasien dalam kelompok kontrol, 53 dalam terapi spiritual dan 53 dalam terapi music.

Penelitian Wi-Young (2020) menggunakan responden sebanyak 98 responden terdiri dari

3 kelompok dengan kelompok aromaterapi sebanyak 32 responden , kelompok terapi

musik sebanyak 32 responden , dan kelompok aromaterapi yang dikombinasikan dengan

terapi musik sebanyak 34 responde.

Responden dalam penelitian Menurut Diehl (1992) pada kajian penelitian

memberikan saran ukuran sampel minimal untuk Penelitian eksperimental, jumlah sampel

minimum adalah 15 subjek per group. Polit dan Hungler (1999) menyatakan bahwa

semakin besar sampel akan semakin baik dan semakin mengurangi angka kesalahan.

Penggunaan sampel sebesar 10 – 20 % untuk subjek dengan jumlah lebih dari 1000

dipandang sudah cukup (Nursalam, 2017)

Tabel 3.3 Karakteristik Studi

No Autor, Year Intervensi Hasil

1 Wulandari et al., Sebelum dilakukan intervensi Hasil penelitian menunjukan nilai


kedua kelompok dilakukan p value 0,000. Kesimpulan dalam
(2020) pengukuran pengetahuan dengan penelitian ini relaksasi
diberikan pre test. Kelompok aromaterapi lavender efektif
experiment sebanyak 50 lansia untuk menurunkan kecemasan
mendapatkan intervensi lansia
aromaterapi lavender untuk
penurunan kecemasan dan
kelompok control sebanyak 50
digunakan terapi dasar untuk
penurunan kecemasan dan hari
berikutnya dilakukan post test
59

Intervensi yang diberikan pada Rata-rata skor kecemasan hospitalisasi


2 Pratiwi et al penelitian ini ialah pemberian sebelum diberikan aromaterapi
(2019) Aromaterapi rosemary rosemary 36,05 (SD=3,97) dengan skor
diberikan secara inhalasi terendah adalah 28 dan tertinggi adalah
dengan frekuensi 3 kali dalam 41.
satu hari yaitu pagi, siang dan Rata-rata skor kecemasan hospitalisasi
sore, sebanyak 1 tetes selama 4 setelah diberikan aromaterapi rosemary
menit setiap perlakuan. 25,45 (SD=5,8) dengan skor terendah
adalah 13 dan tertinggi adalah 37.cAda
perbedaan yang bermakna antara skor
kecemasan akibat hospitalisasi sebelum
dan setelah diberikan aromaterapi
rosemary dengan nilai p-value = 0,00
(α = 0,05)

Intervensi yang meningkatkan Tiga puluh pasien dimasukkan dalam


3 Chirico et al kelompok VR, 30 pada kelompok MT,
(2019) toleransi pengobatan sangat
penting untuk meningkatkan dan 34 pada kelompok kontrol, terdiri
kualitas hidup pasien dan dari pasien yang menerima perawatan
kepatuhan terhadap terapi. standar selama kemoterapi. Data kami
Realitas virtual (VR) telah menunjukkan bahwa VR dan MT
muncul sebagai alat pengalih adalah intervensi yang berguna untuk
perhatian yang efektif untuk mengurangi kecemasan dan untuk
berbagai prosedur medis. Peneliti meningkatkan keadaan mood pada
menilai kemanjuran VR imersif pasien kanker payudara selama
dan interaktif dalam mengurangi kemoterapi. Selain itu, VR tampaknya
tekanan psikologis terkait lebih efektif daripada MT dalam
kemoterapi pada pasien kanker meredakan kecemasan, depresi, dan
payudara Italia, juga kelelahan.
membandingkan efeknya dengan
efek terapi musik (MT).

4 Jubouri et al, Intervensi yang diberikan yaitu Hasil penelitian menunjukkan Skor
Intervensi mendengarkan musik keseluruhan dari Arabic State Anxiety
(2021) dan bacaan Alquran dalam Inventory pada semua kelompok
mengurangi kecemasan pasien menunjukkan bahwa terdapat
kanker sebelum pemberian perbedaan yang signifikan antara pre-
kemoterapi. test dan post-test di antara peserta.
Mendengarkan Quran dan terapi
musik mengurangi kecemasan akibat
kemoterapi. Tidak ada perbedaan
antara kedua cara ini untuk
mengurangi kecemasan pada
penderita kanker. Mendengarkan
Alquran dan terapi musik dapat
ditambahkan dalam rencana asuhan
keperawatan sebelum kemoterapi
untuk mengurangi kecemasan pasien
kanker
60

Memberikan psikoterapi Hasil penelitian adalah Penilaian


5 Zepenggo et al., kecemasan / depresi, glutathione
dengan intervensi musik (PMI)
terhadap kecemasan, depresi, plasma (GSH), dan zat reaktif asam
(2018) status redoks, dan peradangan thiobarbituric (TBARS) pada kedua
pada pasien kanker payudara kelompok penelitian. Temuan kami
yang menjalani radioterapi mengungkapkan efek positif PMI pada
(RT) dengan kelompok kontrol kecemasan, depresi, ketahanan, dan
(CG) menerima pengobatan kualitas hidup. Selain itu, efek positif
seperti biasa (n = 30), yaitu PMI pada status redoks ditemukan
Radiotherapi saja; kelompok untuk pertama kalinya. Jadi, pada
intervensi (PMI) menerima kelompok PMI, kami menemukan
Radiotherapi dan psikoterapi peningkatan yang signifikan dari GSH
dengan intervensi musik (n = (perubahan rata-rata 2,2 95%, CI 0,7
30) menjadi 3,7) dan penurunan TBARS
yang signifikan (perubahan rata-rata-
1,1 95%, CI -1,8 sampai -0.3) di T2 vs.
T0.

6 Zamanifar Intervensi non farmakologis Berdasarkan hasil penelitian terdapat


terapi musik dan aromaterapi kecemasan perawat setelah intervensi
(2020) dengan minyak esensial pada tiga kelompok yaitu kelompok
chamomile - lavender terhadap yang diterapkan terapi musik,
kecemasan perawat klinik kelompok yang menggunakan
aromaterapi dengan minyak esensial
chamomile-lavender dan kelompok
yang kedua terapi musik digunakan.
dan aromaterapi dengan minyak
esensial chamomile-lavender
diaplikasikan, masing-masing
(39,28), (37,82) dan (40,03). Oleh
karena itu, skor rata-rata yang
diperoleh masing-masing kelompok
secara signifikan lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok
kontrol (56,08) (p <0,0001). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
intervensi terapi musik dan
aromaterapi dengan minyak esensial
chamomile-lavender mampu
menurunkan kecemasan perawat
61

7 Wi-Young, et all Penelitian ini memberikan Penelitian ini menunjukkan


intervensi Minyak esensial yang Aromaterapi yang
(2020) dikombinasikan dengan music
digunakan dalam intervensi
terapi memiliki pengaruh yang
dipilih setelah berkonsultasi signifikan pada kecemasan tes
dengan ahli terapi aromaterapi (F = 4,29, p = 0,016),
aromaterapi dilakukan selama 20 kecemasan keadaan (F = 4,77,
menit dalam penelitian ini, tiga p = 0,011), stres (F = 4,62, p =
0,012), dan kinerja
tetes Origanum mayorana dan
keterampilan keperawatan
Citrus sinensis dicampur menjadi dasar (F = 8.04, p = 0.001)
satu dengan perbandingan 1: 1 dibandingkan dengan
dan didifusikan ke udara aromaterapi dan terapi musik
menggunakan lampu sehingga sebagai intervensi terpisah
subjek bisa menghirup baunya,
untuk terapi musik, Beethoven's
Moonlight Sonata digunakan,
karena telah terbukti efektif
dalam meredakan kecemasan
selama 20 menit.

8 Keilani Terapi musik Intervensi Ada perbedaan signifikan dari


dilakukan dengan rata-rata kecemasan VAS (SD)
mendengarkan dari headphone setelah operasi antara pasien
(2017) ke musik MP3 yang mudah yang ALM1.21 (0.85) dan
didengar dan menenangkan yang
dengan waktu 15 menit di RLM 2,62 (1,30) (p = 0,009)
ruang tunggu teater operasi (Tabel 6). 78,9% pasien
sebelum ambulasi pertama. menganggap bahwa
Musiknya memiliki 50-80 mendengarkan musik
ketukan per menit atau kurang, sebelumnya. Operasi
untuk mengurangi mengurangi kecemasan
kemungkinan peningkatan mereka.
kegelisahan

Hasil penelitian menunjukan bahwa


Responden dibagi dalam terdapat perbedaan yang signifikan
kelompok intervensi (n=23) rerata sistolik (p=0,001), diastolik
9 Kurniawan, et all
menerima terapi SeLIMuT (p=0,024) dan denyut nadi
selama 4 kali dalam dua hari (p=0,001), signifikan jika p<0,05.
(2019) dengan durasi tiap terapi 15-20 Terjadi penurunan sebesar 3,70
menit dan kelompok kontrol mmHg pada sistolik, 2,18 mmHg,
(n=23) tidak diberikan terapi. dan 0,52 pada nadi, namun
Kedua kelompok dilakukan penurunan tersebut tidak bermakna
pengukuran tekanan darah dan secara klinis. Perbedaan nilai sistolik
denyut nadi pre dan post. pre-post pada kelompok kontrol
Dikatakan bermakna secara cenderung tetap, sedangkan pada
klinis jika perubahan sebesar diastolik dan nadi justru
≥10 mmHg pada sistolik dan menunjukkan peningkatan. Secara
diastolik dan >4 x/menit pada statistik SeLIMuT berpengaruh
nadi. positif terhadap status hemodinamik
pasien kanker paliatif, namun hasil
tersebut tidak bermakna secara
klinis.
62

10 Zamanifat Intervensi pada kelompok Hasil penelitian menunjukkan


aromaterapi adalah menghirup Hasil penelitian menunjukkan
aroma campuran chamomile bahwa terapi musik dan
(2019) lavender. 1,5% minyak esensial aromaterapi dengan minyak
chamomile lavender diencerkan esensial chamomile lavender
dengan air dan minyak wijen berpengaruh terhadap penurunan
sebanyak 5%. Dalam aromaterapi kecemasan perawat yang
kelompok, untuk setiap sampel, signifikan dibandingkan dengan
tiga tetes minyak esensial kelompok kontrol. Di sisi lain,
chamomile lavender dituangkan terapi musik dan aromaterapi
pada bantalan yang tidak dapat memiliki efek yang sama dalam
diserap yang telah disiapkan mengurangi kecemasan perawat
sebelumnya dan ditempatkan 20 karena kecemasan merupakan
cm dari hidung untuk 20 menit. salah satu hasil keperawatan, dan
Intervensi ini dilakukan selama mengurangi stres dan kecemasan
tiga tahun shift berturut-turut dan dapat meningkatkan tingkat
selama waktu istirahat karyawan. ketelitian dan perhatian serta
Itu intervensi dalam kelompok meningkatkan kualitas kerja
terapi musik meliputi pemilihan perawat. . Kemudian terapi musik
musik konvensional dan favorit dan aromaterapi sebagai terapi
(tradisional, pop, dan klasik) sesuai pelengkap dapat digunakan
dengan kepentingan sampel, dan sebagai intervensi keperawatan
mendengarkan mereka mandiri untuk meningkatkan
menggunakan headphone. kinerja perawat
Intervensi ini dilakukan selama 20
menit per shift, selama tiga shift
berturut-turut dan pada waktu
istirahat karyawan. Di urutan
ketiga kelompok, menghirup
aroma campuran chamomile-
lavender dan bermain musik
dilakukan secara bersamaan dalam
tiga shift berturut-turut. Kelompok
kontrol tidak menerima apapun
intervensi

Berdasarkan penerapan intervensi , peneliti Wulandari et al., (2020) Sebelum

dilakukan intervensi kedua kelompok dilakukan pengukuran pengetahuan dengan

diberikan pre test. Kelompok experiment sebanyak 50 lansia mendapatkan

intervensi aromaterapi lavender untuk penurunan kecemasan dan kelompok control

sebanyak 50 digunakan terapi dasar untuk penurunan kecemasan dan hari


63

berikutnya dilakukan post test . Hasil penelitian menunjukan nilai p value 0,000,

menunjukkan bahwa relaksasi aromaterapi lavender efektif untuk menurunkan

kecemasan lansia. Hal ini sejalan dengan penelitian lain tentang pengaruh

aromaterapi lavender terhadap penurunan kecemasan pada lansia, dimana hasil

penelitian menunjukkan bahwa relaksasi aromaterapi lavender efektif untuk

menurunkan kecemasan (Wulandari& Safitri. 2016)

Penelitian Pratiwi et al (2019), Intervensi yang diberikan pada penelitian ini

ialah pemberian Aromaterapi rosemary diberikan secara inhalasi dengan frekuensi

3 kali dalam satu hari yaitu pagi, siang dan sore, sebanyak 1 tetes selama 4 menit

setiap perlakuan.. Rata-rata skor kecemasan hospitalisasi sebelum diberikan

aromaterapi rosemary 36,05 (SD=3,97) dengan skor terendah adalah 28 dan

tertinggi adalah 41. Rata-rata skor kecemasan hospitalisasi setelah diberikan

aromaterapi rosemary 25,45 (SD=5,8) dengan skor terendah adalah 13 dan tertinggi

adalah 37. Ada perbedaan yang bermakna antara skor kecemasan akibat

hospitalisasi sebelum dan setelah diberikan aromaterapi rosemary dengan nilai p-

value = 0,00 (α = 0,05). Sehingga hasil penelitian menunjukkan ada perubahan

setelah diberikan terapi rapi rosemary. Hal ini sejalan dengan penelitian tentang

pengaruh inhalasi Aromaterapi mawar terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre

operasi, dimana dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan

hasil uji statistic terdapat perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok control dan

kelompok intervensi, hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh inhalasi

aromaterapi mawar terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur (Maliya

& Fatimah. 2019)


64

Penelitian Wi-Young, et all (2020) Penelitian ini memberikan intervensi

Minyak esensial yang digunakan dalam intervensi dipilih setelah berkonsultasi

dengan ahli terapi aromaterapi aromaterapi dilakukan selama 20 menit dalam

penelitian ini, tiga tetes Origanum mayorana dan Citrus sinensis dicampur menjadi

satu dengan perbandingan 1: 1 dan didifusikan ke udara menggunakan lampu

sehingga subjek bisa menghirup baunya, untuk terapi musik, Beethoven's

Moonlight Sonata digunakan, karena telah terbukti efektif dalam meredakan

kecemasan selama 20 menit. Penelitian ini menunjukkan Aromaterapi yang

dikombinasikan dengan music terapi memiliki pengaruh yang signifikan pada dan

kinerja keterampilan keperawatan dasar (dibandingkan dengan aromaterapi dan

terapi musik sebagai intervensi terpisah.

Penelitian Zamanifar (2020) Berdasarkan hasil penelitian terdapat

kecemasan perawat setelah intervensi pada tiga kelompok yaitu kelompok yang

diterapkan terapi musik, kelompok yang menggunakan aromaterapi dengan minyak

esensial chamomile-lavender dan kelompok yang kedua terapi musik digunakan.

dan aromaterapi dengan minyak esensial chamomile-lavender diaplikasikan,

masing-masing (39,28), (37,82) dan (40,03). Oleh karena itu, skor rata-rata yang

diperoleh masing-masing kelompok secara signifikan lebih rendah dibandingkan

dengan kelompok kontrol (56,08) (p <0,0001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

intervensi terapi musik dan aromaterapi dengan minyak esensial chamomile-

lavender mampu menurunkan kecemasan perawat. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh (fatmawati dan Maliya. 2016) menyimpulkan bahwa

pemberian relaksasi progresif dan aromaterapi lavender dan music klasik dapat

menurunkan kecemasan pada pasien pre operasi dengan spinal anastesi. Selain itu
65

juga aromaterapi lavender dan music klasik dapat menurunkan nyeri dan

memberikan kenyamanan

Penelitian Zepenggo et al.,(2018) Memberikan psikoterapi dengan intervensi

musik (PMI) terhadap kecemasan, depresi, status redoks, dan peradangan pada

pasien kanker payudara yang menjalani radioterapi (RT) dengan kelompok kontrol

(CG) menerima pengobatan seperti biasa (n = 30), yaitu Radiotherapi saja;

kelompok intervensi (PMI) menerima Radiotherapi dan psikoterapi dengan

intervensi musik (n = 30). Hasil penelitian adalah Penilaian kecemasan / depresi,

glutathione plasma (GSH), dan zat reaktif asam thiobarbituric (TBARS) pada kedua

kelompok penelitian. Temuan kami mengungkapkan efek positif PMI pada

kecemasan, depresi, ketahanan, dan kualitas hidup. Selain itu, efek positif PMI pada

status redoks ditemukan untuk pertama kalinya. Jadi, pada kelompok PMI, kami

menemukan peningkatan yang signifikan dari GSH dan penurunan TBARS yang

signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Savitri, et,

all.(2019) tentang terapi music dan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi dari

kelompok control dan intervensi terjadi perbedaan dimana pada kelompok

intervensi setelah di lakukan uji Paired sample T test di dapatkan bahwa ada

perbedaan yang signifikan terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien

preoperasi. Hal ini terjadi setelah dilakukan intervensi terapi musi. Sehingga hasil

penelitian menujukkan bahwa terapi music dapat menurunkan tingkat kecemasan

pasien.

Zamanifat (2019) Intervensi pada kelompok aromaterapi adalah menghirup

aroma campuran chamomile lavender. 1,5% minyak esensial chamomile lavender

diencerkan dengan air dan minyak wijen sebanyak 5%. Dalam aromaterapi
66

kelompok, untuk setiap sampel, tiga tetes minyak esensial chamomile lavender

dituangkan pada bantalan yang tidak dapat diserap yang telah disiapkan sebelumnya

dan ditempatkan 20 cm dari hidung untuk 20 menit. Intervensi ini dilakukan selama

tiga tahun shift berturut-turut dan selama waktu istirahat karyawan. Itu intervensi

dalam kelompok terapi musik meliputi pemilihan musik konvensional dan favorit

(tradisional, pop, dan klasik) sesuai dengan kepentingan sampel, dan mendengarkan

mereka menggunakan headphone. Intervensi ini dilakukan selama 20 menit per

shift, selama tiga shift berturut-turut dan pada waktu istirahat karyawan. Di urutan

ketiga kelompok, menghirup aroma campuran chamomile-lavender dan bermain

musik dilakukan secara bersamaan dalam tiga shift berturut-turut. Kelompok

kontrol tidak menerima apapun intervensi. Hasil penelitian menunjukkan Hasil

penelitian menunjukkan bahwa terapi musik dan aromaterapi dengan minyak

esensial chamomile lavender berpengaruh terhadap penurunan kecemasan perawat

yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Di sisi lain, terapi musik

dan aromaterapi memiliki efek yang sama dalam mengurangi kecemasan perawat

karena kecemasan merupakan salah satu hasil keperawatan, dan mengurangi stres

dan kecemasan dapat meningkatkan tingkat ketelitian dan perhatian serta

meningkatkan kualitas kerja perawat. . Kemudian terapi musik dan aromaterapi

sebagai terapi pelengkap dapat digunakan sebagai intervensi keperawatan mandiri

untuk meningkatkan kinerja perawat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh (fatmawati dan Maliya. 2016) menyimpulkan bahwa pemberian

relaksasi progresif dan aromaterapi lavender dan music klasik dapat menurunkan

kecemasan pada pasien pre operasi dengan spinal anastesi. Selain itu juga
67

aromaterapi lavender dan music klasik dapat menurunkan nyeri dan memberikan

kenyamanan. (Farida, Maliya, 2019/)

Berdasarkan uraian dari artikel diatas menunjukkan hasil bahwa pemberian

terapi music dan arometerapi merupakan intervensi yang dapat di aplikasikan untuk

menurunkan kecemasan pada pasien dengan kanker.


BAB IV

RENCANA PENYELESAIAN MASALAH DAN EVALUASINYA

4.1 Project

Masing-masing anggota kelompok dalam project disebar ke ruang rawat pasien

penderita kanker di RSUA Surabaya sesuai kesepakatan dan keputusan bersama.

Mahasiswa tersebut yang akan bertanggung jawab atas perencanaan, eksekusi,

pengawasan, pengendalian, dan juga penutupan kegiatan yang dilakukan. Projeck

Manajer melakukan riset terlebih dahulu kemudian memutuskan kegiatan yang akan

dilakukan. Setelah menetapkan rencana kemudian melakukan diskusi bersama dokter

penanggung jawab pasien, kepala ruangan dan perawat pelaksana di ruang bersangkutan

terkait terapi musik dan aromaterapi yang akan diberikan. Dimana sasaran kegiatan ini

yaitu pasien dengan kanker. Kegiatan pemberian aromaterapi dan terapi musik akan

dilaksanakan pada Senin, 24 Mei 2021 pukul 80.00-08.30 WIB. Media yang akan

digunakan adalah tape/CD/ sound berukuran kecil, diffuser aromaterapi dan essential oil.

4.2 Analisis dan diagnosis situasi

Kanker merupakan sel - sel abnormal yang masuk kedalam suatu jaringan pada

tubuh, memiliki kemampuan untuk tumbuh dan merusak jaringan normal disekitarnya

(Haryono, Anwar, & Salim, 2018). Menurut (Ghofar, 2015) kanker merupakan suatu

penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel - sel abnormal pada suatu jaringan ke

jaringan tubuh yang lain, pembelahan sel yang terus menerus dan menghancurkan sel- sel

pada organ tubuh. Berdasarkan hal tersebut, penyakit kanker seringkali menimbulkan

perasaan cemas terhadap kematian bagi setiap orang yang mendengarnya.


68
69

Kecemasan merupakan reaksi emosional individu terhadap kejadian atau situasi

yang tidak pasti, sehingga ketika menghadapi hal yang tidak pasti, maka timbul perasaan

terancam (Husdarta, 2011). Menurut Komarudin (2008) kecemasan adalah gangguan

kesehatan mental atau suatu perasaan tidak mampu menghadapi suatu bahaya yang

mengancam, jadi rasa cemas atau khawatir akan muncul ketika seseorang tidak memiliki

respons yang sesuai untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Data WHO (2010)

menunjukkan sebanyak 450 juta orang di dunia menderita gangguan jiwa, dan lebih dari

150 juta orang mengalami kecemasan. Di Indonesia sendiri prevalensi gangguan mental

emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi ditemukan sebesar 6,0% pada usia 15

tahun ke atas (Riskesdas, 2013).

Penanganan kecemasan dapat dilakukan dengan pemberian terapi farmakologi

seperti anti ansietas atau anti depresan (Kaplan dan Sadock, 2010). Selain terapi

farmakologi, sekarang juga telah banyak dikembangkan terapi nonfarmakologi dalam

mengurangi tingkat kecemasan seperti olah raga teratur, humor, nutrisi dan diet yang

baik, istirahat yang cukup, dan teknik relaksasi (Potter & Perry,2006). Salah satu teknik

relaksasi yang dapat mengatasi kecemasan adalah dengan terapi musik. Musik dapat

berperan sebagai fasilitator dimana musik dapat menyentuh seseorang secara emosioanal

dan mencapai perasaan terdalam pasien sehingga dapat menjadi alat untuk

mengungkapkan ekspresi nonverbal pasien dan pasien dapat lebih membuka diri dan

bersosialisasi dengan lingkungan sekitar (Chan, et al., 2009).

Musik adalah salah satu teknik sensori paling efektif untuk mengalihkan perhatian

yang dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan relaksasai (Mc. Caffery, 2005).

Musik adalah bahasa universal bagi manusia yang sangat efektif dilakukan dalam

perawatan karena pasien dapat melakukan sendiri dan memilih musik yang disenangi
70

sambil menunggu tindakan keperawatan yang akan dijalani, dan terapi musik sudah

banyak digunakan untuk meredakan kecemasan (Gutteirrez dan Camarena, 2015).

Aromaterapi didasarkan pada teori bahwa inhalasi atau penyerapan minyak esensial

memicu perubahan dalam sistem limbik, bagian dari otak yang berhubungan dengan

memori dan emosi. Hal ini dapat merangsang respon fisiologis saraf, endokrin atau sistem

kekebalan tubuh, yang mempengaruhi denyut jantung, tekanan darah, pernafasan,

aktifitas gelombang otak dan pelepasan berbagai hormon di seluruh tubuh yang

digunakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, sering

digabungkan untuk menenangkan sentuhan penyembuhan dengan sifat terapeutik dari

minyak astiri (Craig Hospital, 2013).

Sebelum melakukan intervensi terapi musik dan aromaterapi mahasiswa

sebelumnya telah melakukan diskusi dengan dokter penanggung jawab dan perawat

pendamping pasien terkait kegiatan yang akan dilakukan. Dari diskusi tersebut dapat

ditentukan pemberian intervensi terapi music dan aromaterapi akan diberikan pada hari

senin 24 Mei 2021 jam 08.00-08.30 WIB. Pemberian intervensi terapi music dan

aromaterapi akan dilakuakan oleh mahasiswa yang mendapat tanggung jawab di masing-

masing ruangan. Dalam pemberian intervensi terapi music dan aromaterapi ini mahasiswa

telah memperhatikan aspek budaya yang ada. Sebelum dan sesudah diberikan pendidikan

kesehatan pasien akan diberikan kusioner tingkat kecemasan. Sebelum pemberian

intervensi terapi music dan aromaterapi akan dilakukan pemeriksaan tingkat kecemasan.

Kuesioner tingkat kecemasan sebelum dan sesudah kegiatan bertujuan sebagai evaluasi

untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari kegiatan yang dilakukan


71

4.3 Desiminasi Rencana Perubahan Kepada Subyek dan Stake Holder Lain

Musik berperan sebagai salah satu teknik relaksasi untuk memperbaiki, memelihara,

meng2/embangkan mental, fisik, dan kesehatan emosi. Musik merupakan salah satu

elemen yang tidak bisa dilepaskan dalam keseharian. Rangkaian nada alunan musik

mampu meningkatkan mood dan memengaruhi kondisi psikologis seseorang. musik juga

bisa sebagai sarana relaksasi maupun terapi, membantu memperbaiki kondisi depresi,

pasien diharapkan mau berobat. Kemauan melawan penyakit akan memperbaiki kualitas

hidup pasien, yang menentukan kesembuhannya (Chi GC, 2011). Selanjutnya Kemper

dan Danhauer menjelaskan mengenai manfaat musik. Musik selain dapat meningkatkan

kesehatan seseorang juga dapat meringankan dari rasa sakit, perasaan‐perasaan dan

pikiran yang kurang menyenangkan serta membantu untuk mengurangi rasa cemas (Dewi

M, 2009). Rencana penyelesaian masalah pada kasus ini adalah dengan memodifikasi

Pemberian terapi musik dengan berinovasi mengkombinasikan terapi musik dengan

aroma terapi terhadap tingkat kecemasan. Terapi musik dengan kombinasi aroma terapi

terbukti dapat tingkat kecemasan pada pasien. Aromaterapi merupakan salah satu terapi

pengobatan komplementer teknik non farmakologi untuk mengurangi kecemasan dengan

menggunakan bau-bauan minyak esensial aromaterapi (Prastiwi et al., 2017)

Rencana kegiatan yang akan dilakukan adalah pemberian intervensi terapi musik

dan aromaterapi terhadap kecemasan pada pasien kanker. Subyek yang menjadi sasaran

adalah penderita kanker di RSUA Surabaya. Selain itu juga kegiatan ini melibatkan

perawat pelaksana ruangan bersangkutan di RSUA Surabaya yang diharapkan dapat

membantu mendukung dan memonitoring kegiatan ini.


72

4.4 Edukasi dan training

Menurut penelitian, kombinasi antara terpi music dan aromaterpi relaksasi untuk

memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik, dan kesehatan emosi Manfaat

aromaterapi selain meningkatkan keadaan fisik dan psikologis, aromaterapi dapat

memberikan efek relaksasi bagi saraf dan otot-otot yang tegang. Pada kegiatan ini,

didahului dengan proses pemberian edukasi terkait intervensi yang akan dilakuan. Setelah

pemberian edukasi, dilanjutkan dengan pemberian intervensi terrapin musik dan

aromaterapi kepada subyek sasaran.

4.5 Implementasi

Musik merupakan salah satu elemen yang tidak bisa dilepaskan dalam keseharian.

Rangkaian nada alunan musik mampu meningkatkan mood dan memengaruhi kondisi

psikologis seseorang. musik juga bisa sebagai sarana relaksasi maupun terapi, membantu

memperbaiki kondisi depresi, pasien diharapkan mau berobat. Selain itu perawat dapat

memberikan fisioterapi berupa aromaterapi yang dapat menurunkan tingkat kecemasan

jika dilakukan rutin 3 kali sehari. meningkatkan keadaan fisik dan psikologis, aromaterapi

dapat memberikan efek relaksasi bagi saraf dan otot-otot yang tegang. Berikut ini

implementasi untuk pemberian terapi musik dan aromaterapi:

a. Persiapan

1. Perkenalan diri dengan baik dan sopan

2. Jelaskan maksud dan tujuan

3. Persiapan alat berupa sound kecil dan aromaterapi

2. Pasien disiapkan dan dirapikan


73

b. Cara bekerja

1. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan

2. Tanyakan keluhan utama klien

3. Jaga privasi klien. Memulai kegiatan dengan cara yang baik

4. Menetapkan perubahan perilaku dan/atau fisiologi yang diinginkan seperti relaksasi,

stimulasi, konsentrasi, dan mengurangi rasa sakit

5. Menetapkan ketertarikan klien terhadap music

6. Identifikasi pilihan music klien

7. Berdiskusi dengan klien dengan tujuan berbagi pengalaman dalam music

8. Pilihlah music yang mewakili pilihan musik klien

9. Bantu klien memilih posisi nyaman

10. Batasi stimulasi eksternal seperti cahaya, kunjungan, suara, panggilan telephone

selama mendengarkan music

11. Dekatkan tape/CD, diffuser, oil essential dan perlengkapan dengan klien

12. Pastikan tape music/CD dan perlengkapan dalam kondisi baik

13. Dukung dengan headphone jika diperlukan

14. Tuang aromaterapi (oil essential) kedalam diffuser

15. Nyalakan diffuser

16. Nyalakan music dan lakukan terapi music

17. Pastikan volume music sesuai dan tidak terlalu keras

18. Hindari menghidupkan music dan meninggalkannya dalam waktu yang lama

19. Fasilitasi jika klien ingin berpartisipasi aktif seperti memainkan alat

music/bernyanyi jika diinginkan dan memungkinkan saat itu

20. Menetapkan ketertarikan music klien


74

21. Identifikasi pilihan music klien

4.6 Evaluasi

Terapi musik dengan kombinasi pemberian aromaterapi dapat menjadi pilihan

tindakan nonfarmakologi pada kecemasan pasien kanker karena keduanya mampu

meningkatkan mood dan memengaruhi kondisi psikologis seseorang dan juga bisa

sebagai sarana relaksasi maupun terapi, membantu memperbaiki kondisi depresi,

sehingga pasien diharapkan mau berobat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Buston, 2018) Hasil evalusi penelitian

menunjukkan bahwa pada terapi aromaterapi lavender sebelum dilakukan intervensi

didapatkan 17 responden (94,4%) mengalami cemas berat dan menurun hingga cemas

ringan pada 13 responden (77,8%) pada pasca intervensi hari ke III, sedangkan pada

terapi musik sebelum dilakukan intervensi didapatkan 1 responden (5,6%) mengalami

cemas sangat berat dan 17 responden (94,4%) mengalami cemas berat, hingga intervensi

hari ke III post operasi meurun menjadi 14 responden (77,7%). Begitupun juga penelitian

oleh (Son et al., 2019) dengan judul “ Effects of aromatherapy combined with music

therapy on anxiety, stress, and fundamental nursing skills in nursing students: A

randomized controlled trial” dengan hasil hasil evalusi didapatkan Aromaterapi yang

dikombinasikan dengan terapi musik memiliki pengaruh yang signifikan pada kecemasan

ujian (F = 4,29, p = 0,016), kecemasan negara (F = 4,77, p = 0,011), stres (F = 4,62, p =

0,012), dan kinerja keterampilan keperawatan dasar (F = 8,04, p = 0,001) dibandingkan

dengan aromaterapi dan terapi musik sebagai intervensi terpisah dan kesimpulannya hasil

penelitian menunjukkan bahwa pendidikan keperawatan yang mencakup aromaterapi

yang dikombinasikan dengan terapi musik dapat efektif untuk meningkatkan kinerja
75

keterampilan keperawatan dasar dan mengurangi kecemasan dan stres di antara

mahasiswa keperawatan.

Penelitian ini juga didukung oleh (Klinis et al., 2020) dengan judul “ The Effect of

Music Therapy and Aromatherapy with Chamomile-Lavender Essential Oil on the Anxiety

of Clinical Nurses: A Randomized and Double-Blind Clinical Trial” dengan hasil evaluasi

menunjukkan bahwa skor rata-rata kecemasan perawat setelah intervensi pada tiga

kelompok yaitu kelompok yang diterapkan terapi musik, kelompok yang menggunakan

aromaterapi dengan minyak esensial chamomile-lavender dan kelompok yang kedua

terapi musik digunakan. dan aromaterapi dengan minyak esensial chamomile-lavender

diaplikasikan, masing-masing (39,28), (37,82) dan (40,03). Oleh karena itu, skor rata-rata

yang diperoleh masing-masing kelompok secara signifikan lebih rendah dibandingkan

dengan kelompok kontrol (56,08) (p <0,0001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

intervensi terapi musik dan aromaterapi dengan minyak esensial chamomile-lavender

mampu menurunkan kecemasan perawat. Oleh karena itu, disarankan untuk

menggunakan terapi musik dan aromaterapi dengan minyak esensial chamomile-lavender

untuk mengurangi kecemasan perawat dalam pengaturan klinis.


BAB V

PEMBAHASAN

Gangguan psikologis terutama ansietas merupakan masalah umum yang dialami

pasien dengan penyakit kronis. Hal tersebut disebabkan diagnosis, kurangnya penerimaan

terhadap keadaan dan efek samping dari pengobatan (Chirico et al., 2020). Kecemasan

merupakan salah satu komplikasi yang mungkin dihadapi penderita penyakit kronis.

Tingkat kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan pasien beresiko mengalami masalah

imunologis, penurunan kualitas hidup dan kehilangan fungsi tubuh (Al- et al., 2021).

Oleh karena itu pentingnya peran perawat sebagai caregiver memberikan asuhan

keperawatan yang optimal dengan metode pemecahan masalah, tidak hanya perawatan

fisik namun juga psikologis.

Menurut penelitian Atiwannapat et al (2016) jenis intervensi yang dapat meredakan

stres dan gejala terkait pengobatan adalah terapi musik reseptif (MT), yang mencakup

semua intervensi di mana pasien mendengarkan musik dengan bantuan alat reproduksi di

bawah bimbingan terapis. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Tsai et al (2014)

bahwa terapi musik dapat menurunkan kecemasan, depresi dan efek samping dari

pengobatan kemoterapi. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian (Chirico et al., 2020)

bahwa terapi musik berguna untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan mood pada

pasien yang menjalani pengobatan.

Musik adalah salah satu teknik sensori paling efektif untuk mengalihkan perhatian

yang dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan relaksasai (Mc. Caffery, 2005).

Musik adalah bahasa universal bagi manusia yang sangat efektif dilakukan dalam

perawatan karena pasien dapat melakukan sendiri dan memilih musik yang disenangi
76
77

sambil menunggu tindakan keperawatan yang akan dijalani, dan terapi musik sudah

banyak digunakan untuk meredakan kecemasan (Gutteirrez dan Camarena, 2015).

Musik yang telah masuk ke kelenjar hipofisis mampu memberikan tanggapan

terhadap emosional melalui feedback negative ke kelenjar adrenal untuk menekan

pengeluaran hormon epineprin , norepineprin dan dopa yang disebut hormon stress.

Masalah mental seperti stress berkurang, ketenangan dan menjadi rileks. Sejalan dengan

itu penelitian yang dilakukan oleh Jasemi dkk. (2016) mengatakan bahwa terapi musik

efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan dari seseorang.

Musik telah terbukti dapat mengendalikan tingkat neurofisiologis yang dapat

membuat efek relaksasi melalui respon saraf sentral dan otonom (Gillen et al., 2008).

Musik dapat memicu sistem limbik di otak untuk melepaskan hormon endorphin,

sehingga dapat meningkatkan rasa yang nyaman. Musik adalah suatu komponen yang

dinamis yang bisa mempengaruhi baik psikologis maupun fisiologis bagi pendengarnya

(Novita, 2012).

Aromaterapi adalah penggunaan minyak aromatik, yang membuat orang rileks dan

mengurangi kecemasan dengan merangsang sistem penciuman dan melepaskan mediator

saraf (Fernandez et al, 2018). Lavender adalah salah satu minyak aromatik paling

populer di aromaterapi dan memiliki efek anxiolytic (Kianpour, 2018).

Menurut penelitian (Stanley,2007) aromaterapi lavender memiliki kandungan kimia

linalyl ester yang berkhasiat menenangkan dan memberikan efek rileks sistem saraf pusat

dengan menstimulasi saraf olfaktorius. relaksasi aromaterapi lavender efektif untuk

menurunkan kecemasan. Hasil penelitian Zamanifar et al., (2020) menunjukkan bahwa

terapi musik dan aromaterapi dengan minyak esensial chamomile-lavender berpengaruh

pada penurunan kecemasan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol.


78

Kemudian, terapi musik dan aromaterapi sebagai terapi pelengkap dapat digunakan

sebagai terapi intervensi keperawatan independen untuk meningkatkan kinerja perawat.

Kesimpulannya terapi musik dapat digunakan perawat sebagai terapi tambahan

untuk merawat pasien dengan kecemasan. Sehingga pasien yang sedang menjalani

perawatan dapat menjalani pengobatan dengan baik guna mencapai derajat kesehatan

yang seoptimal mungkin.


DAFTAR PUSTAKA

Anggraeny, F. I., Alfianti, D., & Purnomo, S. E.Pengaruh Terapi Musik Pop Terhadap Kualitas
Tidur Anak Usia Sekolah (6-12tahun) Yang Dirawatdi RSUD Ambarawa. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Ilmu Kebidanan (JIKK), 1(1): 1-9.. 2014.

Al-, M. B. A. et al. (2021) ‘Recitation of quran and music to reduce chemotherapy- - induced
anxiety among adult patients with cancer : A clinical trial’, (October 2020), pp. 1–9. doi:
10.1002/nop2.781.

Atiwannapat, P., Thaipisuttikul, P., Poopityastaporn, P., & Katekaew, W. (2016). Active versus
receptive group music therapy for major depressive disorder—A pilot study.
Complementary Therapies in Medicine, 26, 141-145.
https://doi.org/10.1016/j.ctim.2016.03.015

Buston, E. (2018). Efektifitas Musik Dan Relaksasi Aromaterapi Lavender Dalam Menurunkan
Tingkat Kecemasan Pasien Dengan Tindakan Pembedahan. Jurnal Media Kesehatan,
9(1), 13–22. https://doi.org/10.33088/jmk.v9i1.287

Chang, En-Ting, Hui-Ling Lai, Pin-Wen Chen, Yuan-Mei Hsieh, and Li-Hua Lee. (2012) “The
Effects of Music on the Sleep Quality of Adults with Chronic Insomnia Using Evidence
from Polysomnographic and Self-Reported Analysis: A Randomized Control Trial.”
International Journal of Nursing Studies.

Chirico, A. et al. (2020) ‘Virtual reality and music therapy as distraction interventions to
alleviate anxiety and improve mood states in breast cancer patients during chemotherapy’,
Journal of Cellular Physiology, (July 2019), pp. 1–10. doi: 10.1002/jcp.29422.

Cho, Y., Ryu, S. H., Lee, B. R., Kim, K.H., Lee, E., & Choi, J. (2015). Effects of artificial light
at night on human health: A literature review of observational and exprerimental studies
appied to exposure assessment. Chronobiology international, 32(9), 1294-1310
Data, K., Kamal, S., & Pinilih, S.S. (2013). Efektifitas Deep Breathing Relaxation Terhadap
Ansietas Mahasiwa Dalam Pra Pembelajaran Klinik Prodi DIII Keperawatan Di
Universitas Muhamadiah Magelang. Magelang: Universitas Muhammadiyah.

Dayat Suryana. (2012). Terapi Musik. http://books.google.co.id /books?


id=fuCO5gqmoVcC&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_vpt_buy#
v=onepage&q&f=false diunduh pada tanggal 31 maret 2021

Dehkordi, L. M., and L. S. Kahangi. 2018. The Relationship Between Perception Of Social
Support And Fatigue In Patients With Cancer. Iranian Journal of Nursing and
Widwifery Research. 23(4): 261-266.Globocan. 2018. Estimated The Global Cancer
Incidence and Mortality in 2018, Breast Cancer Sheet. IARC.

Dewi, M. 2009. Studi Metaanalisis: Musik Untuk Menurunkan Stress. Tersedia pada :
http://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/download/7889/6122.

Djohan. (2010). Psikologi musik. Yogyakarta: Galang Press.

Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Encyclopedia Britannica. 2013. Encyclopedia Britannica, Inc. [Online], Available:


http://www.britannica.com/EBchecked/media/15460/StephenHales-measuring-the-blood-
pressure-of-a-mare-by

Farida, N., &Maliya, A.(2019). Pengaruh Aromaterapi Lavender dan Terapi Musik Klasik
Terhadap Intensitas Nyeri Post Operasi Fraktur Di RS. OrtopediProf. DR.R Soeharso
Sukarta . Skrip UMS. Retrieved From . http://eprints.ums.ac.id/ideprint/70732
Fatmawati, D., & Maliya, A. (2016). Pengaruh Relaksasi Progresif dan Aromaterapi Lavender
Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Dengan Spinal Anastesi. Skrip
UMS. Retrieved From http://eprints.ums.ac.id/ideprint/44898
Fatimah, S., & Maliya, A. (2019). Pengaruh Inhalasi Aromaterapi Mawar Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Fraktur Ekstremitas. Jurnal Ilmiah Stikes Kendal.
Vol.9. no.4. http://jurnal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM/article/vieq/585
Fernandez M, Ferrer M, Flores K, Florido A, Foronda K. the Effect of Lavender Aromatherapy
to Junior Nursing Students’ Anxiety, Concentration and Memory Retention. IANHC.
2018;18(1):1-10.

Gabela, E. Sampurno, Joko. (2014). Analisis Fraktal Sinyal Berbagai Jenis Musik Prisma Fisika.
2(3), 67-73.

G. Cervellin dan G. Lippi, “From music-beat to heart-beat: A journey in the complex interactions
between music, brain and heart,” Eur. J. Intern. Med., vol. 22, no. 4, hlm. 371– 374, Agu
2011.

Harmat, L., Takacs, J., Bodizs, R. (2008). Effect of music on sleep quality in student (aged
between 19 – 28 years) with poor sleep. Journal of Advantanced Nursing, Vol.62.3.327

Hawari, D. (2013). Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: FKUI.

Ibrahim, A. S. (2012). Panik Neurosis dan Gangguan Cemas. Edisi pertama. Tanggerang.
Penerbit Jelajah Nusa

InfoDATIN. (2015). Situasi Penyakit Kanker. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Retrieved
September 12, 2018, from
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-kanker.pdf

Karabulutlu EY, Bilici M, Cayir K, Tekin BS, Kantarci R. 2010. Coping, anxiety and depression
in Turkish patients with cancer. Eur J Intern Med, 7, 296 – 302.

Kianpour M, Moshirenia F, Kheirabadi G, Asghari G, Dehghani A, Dehghani-Tafti A. The


effects of inhalation aromatherapy with rose and lavender at week 38 and postpartum
period on postpartum depression in high-risk women referred to selected health centers
of Yazd, Iran in 2015. Iran j nurs midwifery research. 2018;23(5):395
Klinis, P., Klinis, U., Ganda, B., Zamanifar, S., Bagheri-saveh, M. I., Nezakati, A., Mohammadi,
R., & Seidi, J. (2020). Abstrak. 13, 87–93.

Lestari, T. (2015). Kumpulan Teori untuk Kajian Pustaka Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Nuha Medika

Manalu, T. A. (2019). Pengaruh Aromaterapi Inhalasi Terhadap Penurunan Nilai Kecemasan


Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal Keperawatan Dan
Fisioterapi (Jkf), 1(2), 13–19. https://doi.org/10.35451/jkf.v1i2.149

Manurung, (2016). Terapi Reminiscence. Jakarta : Trans Info Media

Moser, R. P., Arndt, J., Han, P. K., Waters, E. A., Amsellem, M., & Hesse, B. W. (2014).
Perception Of Cancer As a Death Sentence: Prevalence and Consequences. J Health
Psychol, 19(12), 1518-524. doi: 10.1177/1359105313494924

Nasir, Abdul dan, Abdul,Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan jiwa, Pengantar dan Teori.
Jakarta: Salemba Medika.

Novita, D. 2012. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri Post Operasi Open
Reduction Internal Fixation (Orif) di RSUD DR.H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung. Program Sarjana Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan
Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia. Tesis.
Noerma.S.R & Elis Hartati. (2012). Pengalaman Mahasiswa yang Mengalami Insomnia Selama
Mengerjakan Tugas Akhir. Vol 1 hal :231-236.http://ejournal-
s1.undip.ac.id/idex.php/jnursing.

Nurhidayati Tri & Muhsinatun.Gambaran Kecemasan Mahasiswa Profesi Ners Universitas


Muhammadiyah Semarang. Vol 1. Prosiding.unimus.ac.id

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamental Of Nursing (7th ed.). Singapore: Salemba
Medika.
Priyoto. (2015). Nursing Intervention Classification Dalam Keperawatan Gerontik.
Jakarta:Selemba Medika.

Pertiwi, A., Idriansari, A., & Kusumaningrum, A. (2016). Pengaruh Aromaterapi Rosemary
(Rosmarinus Officinalis) Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi
Pada Anak Usia Prasekolah. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 3(1), 65–71.Prastiwi, A.,
Hendarsih, S., & Prabowo, T. (2017). Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender
terhadap Kecemasan pada Pasien Pre Operasi. Poltekkes Yogyakarta, 01(001), 23.

Prawirohardjo S. 2010. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Jakarta : YBP-SP.


Rasjidi, H. I. (2013). Buku Ajar Onkologi Klinikl. Jakarta: EGC.

Rosdahi, C. B., & Kowalski, M. T. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar (10th ed.). Jakarta:
EGC.

Rufaidah, E. R. (2009). Efektifitas terapi kognitif terhadap penurunan tingkat kecemasan pada
penderita asma di Surakarta. (Tesis tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi-UGM

Salsabilla, A. R. (2020). Aromaterapi Lavender sebagai Penurun Tingkat Kecemasan Persalinan.


Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 12(2), 761–766.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v12i2.407

Savitri, et. All. (2016), Terapi Musik Dan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi. Media
Ilmu Kesehatan vol.5. no.1. Di aksek tgl3 Juni2021.
DOI:https://doi.org/10.30989/mik.v5i1.138

Solehati, T., Eli, C. (2015). Konsep dan Aplikasi Relaksasi dalam Keperawatan Maternitas.
Bandung: Refika Aditama.

Son, H. K., So, W. Y., & Kim, M. (2019). Effects of aromatherapy combined with music therapy
on anxiety, stress, and fundamental nursing skills in nursing students: A randomized
controlled trial. International Journal of Environmental Research and Public Health,
16(21), 1–10. https://doi.org/10.3390/ijerph16214185
Trappe, H. J. (2012). Music and medicine: The effect of music on the human being. Applied
Cardiopulmonary Pathophysiology, 16, 133-142.

Tsai, H. F., Chen, Y. R., Chung, M. H., Liao, Y. M., Chi, M. J., Chang, C. C., & Chou, K. R.
(2014). Effectiveness of music intervention in ameliorating cancer ‘patients' anxiety,
depression, pain, and fatigue: A meta‐analysis. Cancer Nursing, 37(6), E35–E50.
https://doi.org/10.1097/NCC.0000000000000116

Wilkinson,J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA

http://rsudpurihusada.inhilkab.go.id/terapi-modalitas-dalam-keperawatan-jiwa/

Wulandari, I. S., & Safitri, W. (2016). Efektifitas Relaksasi Aromaterapi Lavender Terhadap
Penurunan Kecemasan Di Posyandu Lansia Desa Plesungan Karanganyar. Jurnal
KesmasDaSka, 45–48. http://jurnal.ukh.ac.id/index.php/JK/article/view/128/165

Word Health Organization (WHO). (2018). Cancer. Retrieved september 5, 2018, from
https://www.who.int/cancer/en/

Yang, Y. L., Sui, G. Y., Liu, G. C., Huang, D. S., Wang, S. M., & Wang, L. (2014). The Effect
of Psychological Intervention on Depresion and Anxiety Among Chinese Adults With
Cancer: A Meta-Analysis of Randomized Controlled Studies. BMC Cancer, 14, 2-26.
doi:https://dx.doi.org/10.1186%2F1471-2407-14-956

Hae Kyoung Son 1, Wi-Young S.(2019) Effects of Aromatherapy Combined with Music
Therapy on Anxiety, Stress, and Fundamental Nursing Skills in Nursing Students: A
Randomized Controlled Trial : https://www.mdpi.com/journal/ijerph

Chafk keilani. Nicolas simondet, (2017) Effects of music intervention on anxiety and pain
reduction in ambulatory maxillofacial and otorhinolaryngology surgery: a descriptive
survey of 27 cases. DOI : 10.1007/s10006-017-0616-3
Patrizia Zeppegno , Marco Krengli , Daniela Ferrante, ett All. 2021. Psychotherapy with Music
Intervention Improves Anxiety, Depression and the Redox Status in Breast Cancer
Patients Undergoing Radiotherapy: A Randomized Controlled Clinical Trial. Uji Klinis
Terkendali. Kanker 2021, 13, 1752. https://doi.org/10.3390/ cancers13081752

Somayeh Zamanifar, Mohammad Iraj Bagheri-Saveh , Aram Nezakati, ett all.( 2020). The effect
of Music Therapy and Aromatherapy with Chamomile-Lavender Essential Oil on the
Anxiety of Clinical Nurses: A Randomized and Double-Blind Clinical Trial. DOI:
10.25122/jml-2019-0105

Al-, M. B. A. et al. (2021) ‘Recitation of quran and music to reduce chemotherapy- - induced
anxiety among adult patients with cancer : A clinical trial’, (October 2020), pp. 1–9. doi:
10.1002/nop2.781.

Atiwannapat, P., Thaipisuttikul, P., Poopityastaporn, P., & Katekaew, W. (2016). Active versus
receptive group music therapy for major depressive disorder—A pilot study.
Complementary Therapies in Medicine, 26, 141-145.
https://doi.org/10.1016/j.ctim.2016.03.015

Chirico, A. et al. (2020) ‘Virtual reality and music therapy as distraction interventions to
alleviate anxiety and improve mood states in breast cancer patients during chemotherapy’,
Journal of Cellular Physiology, (July 2019), pp. 1–10. doi: 10.1002/jcp.29422.

Ghiasi, A., & Keramat, A. (2018). The effect of listening to holy Quran
recitation on anxiety: A systematic review. Iranian Journal of Nursing
and Midwifery Research, 23(6), 411. https://doi.org/10.4103/ijnmr.IJNMR_173_17

Tsai, H. F., Chen, Y. R., Chung, M. H., Liao, Y. M., Chi, M. J., Chang, C. C., & Chou, K. R.
(2014). Effectiveness of music intervention in ameliorating cancer ‘patients' anxiety,
depression, pain, and fatigue: A meta‐analysis. Cancer Nursing, 37(6), E35–E50.
https://doi.org/10.1097/NCC.0000000000000116

Pertiwi, A., Idriansari, A., & Kusumaningrum, A. (2016). PENGARUH AROMATERAPI


ROSEMARY (Rosmarinus officinalis) TERHADAP PENURUNAN TINGKAT
KECEMASAN AKIBAT HOSPITALISASI PADA ANAK USIA PRASEKOLAH. Jurnal
Keperawatan Sriwijaya, 3(1), 65–71.

Wulandari, I. S., & Safitri, W. (2016). Efektifitas Relaksasi Aromaterapi Lavender Terhadap
Penurunan Kecemasan Di Posyandu Lansia Desa Plesungan Karanganyar. Jurnal
KesmasDaSka, 45–48. http://jurnal.ukh.ac.id/index.php/JK/article/view/128/165

Daftar pustaka :

Cho M-Y, Min ES, Hur M-H, Lee MS. (2013) Effects of aromatherapy on the anxiety, vital
signs, and sleep quality of percutaneous coronary intervention patients in intensive care
units. Evid-Based Complement Alternat Med. 2013;2013(26):6

Jasemi M, Aazami S, Zabihi RE. (2016) The effects of music therapy on anxiety and depression
of cancer patients. Indian J palliat care.

2016;22(4):455.

Laura D, Sylvie J, Aurore S. (2015) The effects of music therapy on anxiety and depression. Ann
Depress Anxiety. 2015;2(4):1057

Gramaglia C, Gambaro E, Vecchi C, Licandro D, Raina G, Pisani C, et al. (2019) Outcomes of


music therapy interventions in cancer patients. A review of the literature. Crit Rev Oncol
Hematol. 2019;138:241-54

Zamanifar, S. et al. (2020) ‘The effect of Music Therapy and Aromatherapy with Chamomile-
Lavender Essential Oil on the Anxiety of Clinical Nurses : A Randomized and Double-
Blind Clinical Trial Material and Methods Aim’, Journal of Medicine and Life, 13(1), pp.
87–93. doi: 10.25122/jml-2019-0105.

Anda mungkin juga menyukai