NYAMAN : NYERI
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Stase Keperawatan Dasar
Profesi
Dosen Pembimbing :
Disusun oleh :
NIM. 402020040
TA 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN RASA NYAMAN : NYERI
A. Definisi
Nyeri adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh manusia yang
menunjukkan adanya pengalaman masalah. Nyeri merupakan keyakinan
individu dan bagaimana respon individu tersebut terhadap sakit yang
dialaminya (Taylor, 2011).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri
adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah suatu
keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun
dari serabut saraf dalam tubuh ke otak yang diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis,
dan emosional.
B. Fisiologis nyeri
Proses fisiologis yang berhubungan dengan persepsi nyeri diartikan sebagai
nosisepsi. Menurut Taylor (2011) terdapat empat proses yang terlibat dalam
mekanisme nyeri, yaitu :
1. Transduksi
Aktivasi dari reseptor nyeri terjadi selama proses transduksi.
Transduksi merupakan proses dari stimulus nyeri yang diubah ke bentuk
yang dapat diakses oleh otak. Selama fase transduksi, stimulus berbahaya
(cedera jari tangan) memicu pelepasan mediator kimia (seperti
prostaglandin, bradikinin, serotonin, histamine, substansi P) (Kozier,
2010).
a. Bradikinin adalah vasodilator kuat untuk meningkatkan permeabilitas
kapiler dan mengalami konstriksi otot polos, memiliki peran yang
penting dari mediator kimia nyeri pada bagian yang cidera sebelum
nyeri mengirimkan pesan ke otak. Bradikinin juga menstimulasi
pengeluaran histamin dan kombinasi dengan respon inflamasi seperti
adanya kemerahan, pembengkakan, dan nyeri.
b. Prostaglandin adalah hormon seperti substansi tambahan untuk
mengirim stimulus nyeri ke CNS.
c. Substansi P / zat P merupakan reseptor sensitif pada saraf untuk
merasakan nyeri dan meningkatkan tingkat penembakan saraf
Proses transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu reseptor yang
berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini
(nociceptor) merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang
datang seperti kerusakan jaringan.
2. Transmisi
Impuls nyeri berjalan dari serabut saraf tepi ke medulla spinalis. Substansi
P bertindak sebagai neurotrasmitter, yang meningkatkan pergerakan
impuls menyebrangi setiap sinaps saraf dari neuron aferen primer ke
neuron ordo kedua di kornu dorsalis medulla spinalis. Transmisi dari
medulla spinalis dan asendens, melalui traktus spinotalamikus, ke batang
otak dan talamus. Lalu melibatkan transmisi sinyal antara talamus ke
korteks sensorik somatik tempat terjadinya persepsi nyeri (Kozier, 2010).
3. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus
nyeri ditransmisikan naik ke medulla spinalis ke talamus dan otak tengah.
Dari talamus, serabut menstransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak,
termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi (dikedua lobus parietalis),
lobus frontalis, dan sistem limbik. Ada sel-sel di dalam limbic yang
diyakini mengontrol emosi, khususnya ansietas (Potter & Perry, 2013).
Selanjutnya diterjemahkan dan ditindak lanjut berupa tanggapan terhadap
nyeri tersebut.
4. Modulasi
Modulasi merupakan proses dimana sensasi dari nyeri dihambat atau
dimodifikasi. Sensasi nyeri diantaranya dapat diatur atau dimodifikasi
oleh substansi yang dinamakan neuromodulator. Neuromodulator
merupakan campuran dari opioid endogen, yang keluar secara alami,
seperti morphin regulator kimia di ganglia spinal dan otak.
Neuromodulator memiliki efek analgesik dan mengubah persepsi nyeri.
Endhorphin dan enkephalin merupakan neuromodulator opioid.
Endhorphin diproduksi di sinap neural tepatnya titik sekitar CNS.
Endhorphin ini merupakan penghambat kimia nyeri terkuat yang memiliki
efek analgesik yang lama. Enkephalin yang mana tersebar luas
seluruhnya di otak dan ujung dorsal di ganglia spinal, dipertimbangkan
sedikit potensi daripada endhorphin. Enkephalin dapat mengurangi sensasi
nyeri oleh penghambat yang dilepaskan dari substansi P dari neuron
afferent terminal (Taylor, 2011).
C. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Taylor (2011) diantaranya:
1. Budaya
Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama dikenal sebagai
faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi nyeri dan ekspresi nyeri tersebut.
Perilaku yang berhubungan dengan nyeri adalah sebuah bagian dari proses
sosialisasi (Kozier, 2010). Individu mempelajari apa yang diharapkan dan
apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana
bereaksi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2013).
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin dengan respon nyeri laki-laki dan perempuan berbeda. Hal
ini terjadi karena laki-laki lebih siap untuk menerima efek, komplikasi
dari nyeri sedangkan perempuan suka mengeluhkan sakitnya dan
menangis (Adha, 2014).
3. Usia
Semakin bertambah usia semakin bertambah pula pemahaman terhadap
suatu masalah yang diakibatkan oleh tindakan dan memiliki usaha untuk
mengatasinya. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan diantara
kelompok usia anak-anak yang masih kecil memiliki kesulitan memahami
nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat (Potter & Perry, 2013).
4. Makna nyeri
Beberapa klien dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan klien
lain, bergantung pada keadaan dan interpretasi klien mengenai makna
nyeri tersebut. Seorang klien yang menghubungkan rasa nyeri dengan
hasil akhir yang positif dapat menahan nyeri dengan sangat baik.
Sebaliknya, klien yang nyeri kroniknya tidak mereda dapat merasa lebih
menderita (Kozier, 2010).
5. Kepercayaan Spiritual
Kepercayaan spiritual dapat menjadi kekuatan yang memengaruhi
pengalaman individu dari nyeri. Pasien mungkin terbantu dengan cara
berbincang dengan penasihat spiritual mereka (Taylor, 2011).
6. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun (Potter & Perry,
2013).
7. Ansietas
Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini
mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas. Sehingga apabila
ansietas meningkat, nyeri juga akan semakin terasa (Taylor, 2011).
8. Linkungan dan dukungan keuarga
Individu dari kelompok sosio budaya yang berbeda memiliki harapan
yang berbeda tentang orang, tempat mereka menumpahkan keluhan
mereka tentang nyeri, klien yang mengalami nyeri seringkali bergantung
pada anggota keluarga atau teman untuk memperoleh dukungan, bantuan,
atau perlindungan. Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali
pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan (Potter & Perry, 2013).
9. Pengalaman nyeri sebelumnya
Individu belajar dari pengalaman sebelumnya, akan tetapi pengalaman
yang dirasakan individu tersebut tidak berarti bahwa individu tersebut
akan mudah menghadapi nyeri pada masa mendatang. Seseorang yang
terbiasa merasakan nyeri akan lebih mudah mengantisipasi nyeri
dibandingakan dengan individu yang mempunyai pengalaman sedikit akan
nyeri.
D. Jenis Gangguan
Secara umum, nyeri dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan kronis.
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai dengan adanya
peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara
perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu
lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri
terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis. Ditinjau dari sifat
terjadinya, nyeri dapat dibagi ke dalam beberapa kategori, di antaranya nyeri
tertusuk dan nyeri terbakar.
Selain klasifikasi nyeri di atas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, di
antaranya nyeri somatis, nyeri viseral, nyeri menjalar (referent paint), nyeri
psikogenik, nyeri phantom dari ekstremitas, nyeri neurologis, dan lain-lain.
Nyeri somatis dan nyeri viseral ini umumnya bersumber dari kulit dan
jaringan di bawah kulit (superfisial) pada otot dan tulang. Perbedaan dari
kedua jenis nyeri ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Nyeri menjalar adalah nyeri yang terasa pada bagian tubuh yang lain,
umumnya terjadi akibat kerusakan pada cedera organ viseral. Nyeri
psikogenik adalah nyeri nyeri yang tidak diketahui secara fisik yang timbul
akibat psikologis. Nyeri phantom adalah nyeri yang disebabkan karena salah
satu ekstremitas diamputasi. Nyeri neurologis adalah bentuk nyeri yang tajam
karena adanya spasme di sepanjang atau di beberapa jalur saraf.
E. Pengkajian
1. Identitas
Mengkaji identitas pasien dan identitas penanggung jawab pasien
dengan format nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pekerjaan, suku
bangsa, alamat, pendidikan, diagnose medis, sumber biaya, hubungan
antara pasien dengan penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan mengaanggu pasien
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kronologi pasien mengalami nyeri hingga dibawa ke rumah sakit
c. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit yang sama
atau penyakit lain yang diderita sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang turun temurun atau penyakit tidak menular
e. Riwayat nyeri
Keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas, dan
waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara ‘PQRST’:
P (Pemicu) : yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya
nyeri. Hal ini berkaitan erat dengan intensitas nyeri yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri.Faktor yang
dapat mempengaruhi peningkatan tahanan terhadap nyeri adalah
alkohol, obat-obatan, hipnotis, gesekan atau gasukan, pengalihan
perhatian, kepercayaan yang kuat, dan sebagainya. Sedangkan faktor
yang dapat menurunkan tahanan terhadap nyeri adalah kelelahan,
rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tak kunjung hilang, sakit, dan
lain-lain.
Q (Quality) : dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau
tersayat. Contoh sensasi yang tajam adalah jarum suntik, luka potong
kecil atau laserasi, dan lain-lain. Sensasi tumpul, seperti ngilu, linu,
dan lain-lain.
R (Region) : daerah perjalanan nyeri. Untuk mengetahui lokasi nyeri,
perawat meminta utnuk menunjukkan semua daerah yang dirasa tidak
nyaman.Untuk melokalisasi nyeri dengan baik dengan lebih spesifik,
perawat kemudian meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari
titik yang paling nyeri. Hal ini sulit dilakukan apabila nyeri bersifat
difusi (nyeri menyebar kesegala arah), meliputi beberapa tempat atau
melibatkan segmen terbesar tubuh.
S (Severity) : adalah keparahan atau intensitas nyeri. Karakteristik
paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut.Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri
sebagai yang ringan, sedang atau parah.
T (Time) : adalah waktu atau lama serangan atau frekuensi nyeri.
Perawat mengajukan pertanyaan utnuk menentukan awitan, durasi
dan rangsangan nyeri. Kapan nyeri mulai dirasakan? Sudah berapa
lama nyeri yang dirasakan? Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada
waktu yang sama setiap hari? Seberapa sering nyeri kembali
kambuh?
f. Jenis Skala Nyeri
1) Skala Numerik
Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah di validasi . Berat
ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan
mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numerik, dari 0
hingga 10 atau di dikenal juga sebagai Visual Rating Scale (VRS),
Nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan
sepuluh (10) , suatu nyeri yang sangat hebat.
Keterangan :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri, tetapi masih bias dikontrol
10 : sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol
2) Skala Wajah
Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda,
menampilkan wajah bahagia hingga wajah sedih, juga digunakan
untuk "mengekspresikan" rasa nyeri. Skala ini dapat dipergunakan
mulai anak usia 3 (tiga) tahun.
F. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis / kimiawi / biologis
b. Gangguan pola tidur b.d nyeri
c. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri pada tubuh
G. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis / kimiawi / biologis
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Nyeri Akut : Setelah dilakukan Observasi : Observasi :
Definisi : tindakan keperawatan 1. Identifikasi karakteristik, Mengetahui
Pengalaman sensorik atau emosional selama .. x 24 jam lokasi, durasi, frekuensi, daerah nyeri,
yang berkaitan dengan kerusakan tingkat nyeri menurun kualitas, dan intensitas nyeri kualitas, kapan nyeri
jaringan aktual atau fungsional, dengan dengan kriteria hasil 2. Identifikasi skala nyeri dirasakan,
omset mendadak atau lambat dan sebagai berikut : 3. Identifikasi respon nyeri non faktor pencetus,
berintensitas ringan hingga berat yang 1. Keluhan nyeri verbal berat ringannya nyeri
berlangsung kurang dari 3 bulan. menurun (5) yang dirasakan.
Penyebab : 2. Meringis Terapeutik Terapeutik
1. Agen pencedera fisiologis menurun(5) 1. Berikan teknik non Membantu pasien
( mis. Inflamasi, iskemia, 3. Gelisah menurun farmakologis untuk mengalihkan
neoplasma (5) mengurangi rasa nyeri perhatian dari nyeri
2. Agen pencedera kimiawi (mis, 4. Sikap protektif (misal : terapi relaksasi, yang dirasakan dan
terbakar, bahan kimia iritan) menurun (5) terapi musik, aromaterapi, membantu
3. Agen pencedera fisik (mis. 5. Kesulitan tidur terapi pijat) mengurangi rasa nyeri
Abses, amputasi, terbakar, menurun (5) Kontrol lingkungan yang
terpotong, mengangkat berat, 6. Frekuensi nadi memperberat rasa nyeri
prosedur operasi, trauma, membaik (5) (suhu ruangan, pencahayaan,
latihan fisik berlebih) 7. TTV dalam batas kebisingan) Edukasi :
Gejala dan Tanda Mayor normal Edukasi : Memberikan
Subjektif 1. Jelaskan penyebab, periode penjelasan kepada
1. Mengeluh nyeri dan pemicu nyeri pasien agar pasien
Objektif 2. Jelaskan strategi meredakan memahami penyebab
1. Tampak meringis nyeri nyeri yang dirasakan
2. Bersikap protektif (mis. 3. Anjurkan menggunakan dan cara untuk
Waspada, posisi menghindari analgetik secara tepat mengurangi nyeri
nyeri) Ajarkan teknik non
3. Gelisah farmakologis untuk Kolaborasi :
4. Frekuensi nadi meningkat mengurangi nyeri Membantu
5. Sulit tidur Kolaborasi : mengurangi rasa nyeri
Gejala dan Tanda Minor Kolaborasi pemberian
Subjektif analgesik, jika perlu
-
Objektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. diaforesis
b. Gangguan pola tidur b.d nyeri
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan tindak Observasi :
Definisi: Gangguan keperawatan selama ...x24 1. Identifikasi pola aktivitas dan Mengetahui penyebab gangguan
kualitas dan kuantitas pola tidur membaik tidur tidur dan untuk mengetahui
waktu tidur akibat faktor dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor kebutuhan tidur pasien
eksternal. Keluhan sulit tidur pengganggu tidur
Gejala dan Tanda meningkat (5) 3. Identifikasi obat tidur yang
Mayor: Keluhan tidak puas tidur dikonsumsi
Subjektif: meningkat (5)
1. Mengeluh sulit tidur
2. Mengeluh sering
terjaga
3. Mengeluh tidak puas
tidur
4. Mengeluh pola tidur
berubah
5. Mengeluh istirahat
tidak cukup
Objektif
-
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Mengeluh kemampuan
beraktivitas menurun
Objektif
-
Terapeutik
1. Modifikasi lingkungan 1. Lingkungan yang nyaman
(missal : pencahayaan, akan meningkatkan kualitas
kebisingan, suhu, matras) dan kuantitas tidur pasien
2. Lakukan prosedur untuk 2. Waktu tidur siang yang
meningkatkan kenyamanan terlalu lama dapat
(missal : pijat, pengaturan menyebabkan kesulitan tidur
posisi) pada malam hari
3. Batasi waktu tidur siang, jika 3. Jadwal rutin membantu
perlu pasien untuk terbiasa tidur
tepat waktu
Edukasi :
1. Jelaskan pentingnya tidur Membuat pasien paham akan
cukup saat sakit kebutuhan tidur terutama dalam
2. Anjurkan menepati kebiasaan kondisi sakit
tidur
3. Anjurkan menghindari
makanan / minuman yang
mengganggu tidur
4. Ajarkan relaksasi otot
autogenic atau cara non
farmakologi lainnya
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian obat tidur, Membantu pasien tidur lebih
jika perlu cepat dan nyenyak
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny.A
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Umur : 19 tahun
d. Agama : Islam
e. Status Perkawinan : Belum Kawin
f. Pekerjaan :-
g. Pendidikan terakhir :-
h. Alamat :-
i. Diagnosa Medis :-
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran : Compesmentis, GCS : E4 V5 M6 = 15
2) TD : 90/60 mmHg
3) N : 80 x/mnt
4) RR : 20 x/mnt
5) S : 36,50C
6) TB/BB : 158 cm/60 kg
b. Pemeriksaan Fisik Per Sistem
1) Sistem Pernafasan
Jalan nafas klien bersih, tidak ada keluhan sesak ataupun nyeri, RR:
20x/menit, irama teratur, kedalaman pernapasan dalam, suara napas
vesikuler, klien tidak batuk dan tidak menggunakan otot bantu
pernapasan.
2) Sistem kardiovaskular
a) Sirkulasi perifer
Nadi 70 x/menit, irama teratur, denyut kuat, tidak ada distensi
vena jugularis, temperatur kulit hangat, warna kulit sawo
matang, tidak ada edema pengisian kapiler < 3 detik.
b) Sirkulasi jantung
Kecepatan denyut apikal 70 x/menit, irama teratur, bunyi jantung
S1 dan S2 (S1 lup, S2 dup), tidak ada kelainan bunyi jantung, tidak
ada nyeri dada dan tidak ada kardiomegali.
3) Sistem pencernaan
Keadaan mulut klien bersih, klien tidak mengalami kesulitan
menelan, klien tidak muntah, tidak ada nyeri didaerah perut, bising
usus 12 x/menit, tidak terdapat asites, hepar tidak teraba dan bunyi
hepar pekak, lambung terdengar timpani. Tidak terdapat luka post
op.
4) Sistem integumen
Keadaan rambut klien kuat, dan berwarna hitam, kebersihan
rambut bagus. Warna kulit sawo matang, kulit klien bersih, turgor
kulit klien elastis, terdapat luka memar pada tungkai kaki sekitar 5
cm berbentuk oval berwarna biru kehijauan dan terdapat edema di
kaki kanan. Tidak ada dekubitus maupun tanda-tanda pendarahan.
Keadaan kuku kurang bersih, kekuatan kuku kuat.
5) Sistem perkemihan
Tidak ada distensi kandung kemih, tidak ada nyeri tekan, klien
tidak menggunakan kateter, keadaan genetalia tidak terkaji.
6) Sistem Indra
a) Sistem Penglihatan
Posisi mata klien simetris antara kanan dan kiri, kelopak mata
dapat membuka dan menutup secara spontan, pergerakan bola
mata tidak dapat mengikuti pergerakan ke satu arah (pergerakan
ke bawah), konjungtiva ananemis. Kornea tampak jernih, Reflek
kornea (+) mengedipkan mata, sklera anikterik, ukuran pupil 2
mm, reaksi pupil terhadap cahaya miosis, lapang pandang 1800,
klien tidak mampu membaca tulisan dalam jarak 30 cm, tidak
ada tanda-tanda peradangan, tidak menggunakan alat bantu
penglihatan.
b) Sistem pendengaran
Posisi telinga klien simetris antara kanan dan kiri, tidak keluar cairan
dari telinga klien, klien tidak menggunakan alat bantu. Fungsi
pendengaran klien baik, test weber tidak ada lateralisasi, test
swabach memendek, test rinne (+).
c) Sistem wicara
Klien tidak mengalami kesulitan dalam bicara, bicara klien jelas dan
dapat dimengerti.
7) Sistem persyarafan
a) Kesadaran dan orientasi
Kesadaran : composmentis
GCS : 15, E=4 M=6 V=5
Orientasi baik
b) Tes fungsi syaraf otak
Nervus I (olfaktorius)
Tidak ada sumbatan atau kelainan setempat, klien mampu
mengidentifikasi aroma minyak kayu putih pada uji setiap lubang
hidung secara bergantian.
Nervus II (optikus)
Klien mampu membaca tulisan pada jarak 30 cm, lapang pandang
klien 180o
Nervus III (Okulomotorius)
Tidak terdapat asimetri dengan reaksi pupil saat didekatkan cahaya
yaitu miosis, tanpa cahaya midriasis.
Nervus IV (Troklearis)
Tidak terdapat mata juling ataupun penglihatan ganda, klien
mampu menggerakkan bola mata ke atas dan bawah.
Nervus V (Trigeminus)
Reflek kornea (+) yaitu saat kornea disentuh dengan benda lunak
klien mengedipkan mata dan mengeluarkan air mata. Reflek
mengunyah (+) yaitu klien mampu membuka dan menutup mulut,
klien mampu mengatupkan mulut dengan kekuatan.
Nervus VI (Abdusen)
Klien mampu menggerakkan bola mata ke segala arah dan
tidak terdapat nistagmus, tidak terjadi perbedaan arah mata
dengan arah tatapan ataupun derajat penglihatan masing-
masing mata.
Nervus VII (Fasialis)
Klien mampu tersenyum dan menyeringai, klien mampu
menaik turunkan alis, klien mampu membedakan rasa manis,
asin dan pahit.
Nervus VIII (Vestibulokoklearis)
Fungsi pendengaran klien baik, test weber tidak ada
lateralisasi, test swabach memendek, test rinne (+).
Nervus IX (Glosofaringeus)
Klien dapat membedakan rasa manis dan asin pada 1/3 bagian
lidah posterior, reflek muntah (+).
Nervus X (Vagus)
Klien mampu mengikuti perintah perawat mengucapkan “A, I,
U, E, O”, klien mampu bersuara ”AH”. Reflek menelan (+)
Nervus XI (Aksesorius)
Klien mampu mengangkat bahu dan memalingkan leher ke
arah kanan dan kiri saat diberi tahanan.
Nervus XII (Hipoglosus)
Klien mampu menjulurkan lidah dan menggerakkan lidah ke kanan
dan kiri dengan cepat serta mampu mengubah bentuk-bentuk lidah.
8) Pemeriksaan refleks
a) Refeleks fisiologi
Reflek bisep dan trisep (+) antara tangan dan kiri, reflek patella
(+) antara kaki kanan dan kiri, tendo achiles (+) kanan dan
kiri.
b) Refleks patologi
Refleks babinski (-)
c) Tanda iritasi meningen
Kaku kuduk (-), tanda kerning (-), tanda biudzinski I dan II (-)
d) Kekuatan otot
4 3
4 3
9) Sistem musculoskeletal
Klien dapat mengangkat bahunya dengan tekanan, tidak ada tanda-
tanda fraktur, tonus otot melemah, tidak ada kelainan bentuk
tulang, tidak ada tanda-tanda peradangan, ektremitas bawah
terdapat edema dan luka memar sekitar 5 cm berbentuk oval, kaku
otot di daerah kaki kanan
10) Sistem Endokrin
Nafas klien tidak bau keton, klien tidak tremor, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada gangren pada klien
9. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan Diagnostik :
Tidak terkaji, diperlukannya pemeriksaan penunjang berupa CT Scan
dibagian kaki yang memar
b. Pemeriksaan Laboratorium :
Tidak terkaji
10. Penatalaksanaan
Pemeriksaan medis (Terapi Obat, Operatif, dan lain-lain) : Tidak Terkaji,
perlunya dikaji terapi apa saja yang diberikan kepada klien selama di rawat.
B. Analisa Data
N Data Etiologi Diagnosa
o
1. Ds : Trauma jaringan, infeksi, Nyeri akut b.d
- Klien mengeluh nyeri cedera (Jatuh dari tangga) agen pencedera
kaki kanan (tibia bagian ↓ fisik (trauma)
distal) Kerusakan sel
- Klien mengatakan nyeri ↓
seperti ditusuk benda Pelepasan mediator nyeri
tajam (histamin, bradikinin,
- Klien mengatakan badan prostaglandin, serotonin,
terasa panas ion, dll)
Do : Merangsang nosiseptor
- Klien merintih kesakitan (reseptor nyeri)
- Terdapat luka memar ↓
pada tungkai kaki Dihantarkan serabut tipe A
sekitar 5 cm berbentuk dan serabut tipe C
oval dan berwarna biru ↓
kehijauan Hipotalamus dan sistem
- Terdapat edema pada limbik
kaki kanan ↓
- TD : 90/60 mmHg Otak
↓
Persepsi nyeri
↓
Nyeri Akut
2. Ds : Trauma Gangguan
- Klien mengatakan ↓ mobilitas fisik
pergerakan kurang Diskontinuitas jaringan b.d penurunan
leluasa, terhambat saat ↓ kekuatan otot
melakukan aktivitas Fraktur
- Klien mengatakan susah ↓
bergerak Kerusakan integritas tulang
Do : ↓
- Klien tampak lemas Cedera vaskuler
- Kekuatan otot melemah ↓
- Pergerakan kaki Kerusakan rangka
menurun neuromuskular
- Kaku otot di daerah kaki ↓
kanan Gangguan mobilitas fisik