Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Istilah “pre-eklamsi” telah menggantikan istilah “toksemia”. Terdapat 5 % pada
semua kehamilan sebagai komplikasi, 20% pada kehamilan nullipara, 40% pada wanita
dengan penyakit ginjal kronik. Keterlambatan diagnosis dan ketidakpastian pengobatan
bisa berakhir dengan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin yang signifikan.
Preeklampsi merupakan penyulit dalam proses kehamilan yang kejadiannya senantiasa
tetap tinggi. Dimana faktor ketidaktahuan tentang gejala awal oleh masyarakat
merupakan penyebab keterlambatan mengambil tindakan yang dapat berakibat buruk
bagi ibu maupun janin.
Dari kasus kehamilan yang dirawat di rumah sakit  3-5 % merupakan kasus
preeklampsi atau eklampsi  (Manuba,1998). Dari kasus tersebut 6 % terjadi pada semua
kehamilan, 12 % terjadi pada primigravida  (Muthar,1997). Masih tingginya angka
kejadian dapat dijadikan sebagai gambaran umum tingkat kesehatan ibu hamil dan
tingkat kesehatan masyarakat pada umumnya.
Dengan besarnya pengaruh atau komplikasi dari preeklampsi terhadap tingginya
tingkat kematian bumil dan janin, sudah selayaknya dilakukan suatu upaya untuk
mencegah dan menangani  kasus preeklampsi. Keperawatan bumil dengan preeklampsi
merupakan salah satu usaha nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya
komplikasi sebagai akibat lanjut dari preeklampsi tersebut.
2. Rumusan Masalah
a) Bagaimana konsep penyakit pre-eklamsia dan eklamsia?
b) Bagaimana Asuhan keperawatan pre-eklamsia dan eklamsia?
3. Tujuan Penulisan
a) Mengetahui konsep penyakit pre-eklamsia dan eklamsia
b) Asuhan keperawatan pre-eklamsia dan eklamsia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Preeklamsia
1. Pengertian
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin
dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan
tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya
muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Rustam Muctar, 1998).
Pre–eklampsi adalah suatu sindrom klinik dalam kehamilan viable/usia kehamilan > 20
minggu dan atau berat janin 500 gram yang ditandai dengan hypertensi, protein urine
dan oedema. Pada pre–eklampsi sering terjadi peningkatan tekanan darah disertai protein
urine akibat kehamilan terutama pada komplikasi primigravida terjadi setelah usia 20–40
minggu kecuali jika terjadi penyakit trofoblastik.
2. Anatomi dan Fisiologi
a) Uterus
Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh estrogen
dan progesteron yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya
disebabkan oleh hipertrofi otot polos uterus. Pada bulan-bulan pertama
kehamilan bentuk uterus seperti buah advokat, agak gepeng. Pada kehamilan 4
bulan uterus berbentuk bulat dan pada akhir kehamilan kembali seperti semula,
lonjong seperti telur. (Wiknjosastro, H, 2006, hal. 89).
Perkiraan umur kehamilan berdasarkan tinggi fundus uteri :
 Pada kehamilan 4 minggu fundus uteri blum teraba.
 Pada kehamilan 8 minggu, uterus membesar seperti telur bebek fundus
uteri berada di belakang simfisis.
 Pada kehamilan 12 minggu kira-kira sebesar telur angsa, fundus uteri 1-2
jari di atas simfisis pubis.
 Pada kehamilan 16 minggu fundus uteri kira-kira pertengahan simfisis
dengan pusat.
 Kehamilan 20 minggu, fundus uteri 2-3 jari di bawah pusat.
 Kehamilan 24 minggu, fundus uteri kira-kira setinggi pusat.
 Kehamilan 28 minggu, fundus uteri 2-3 jari di atas pusat.
 Kehamilan 32 minggu, fundus uteri pertengahan umbilicus dan prosessus
xypoideus.
 Kehamilan 36-38  minggu, fundus uteri kira-kira 1 jari di bawah
prosessus xypoideus.
 Kehamilan 40 minggu, fundus uteri turun kembali kira-kira 3 jari di
bawah prosessus xypoideus. (Wiknjosastro, H, 2006. Hal. 90-91 dan
Mandriwati, G. A. 2008. Hal. 90).
b) Vagina
Vagina dan vulva juga mengalami perubahan akibat hormon estrogen sehingga
tampak lebih merah, agak kebiru-biruan (livide). Tanda ini disebut tanda
Chadwick. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 95).
c) Ovarium
Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditatis sampai
terbentuknya plasenta pada kira-kira kehamilan 16 minggu. Namun akan
mengecil setelah plasenta terbentuk, korpus luteum ini mengeluarkan hormon
estrogen dan progesteron. Lambat laun fungsi ini akan diambil alih oleh plasenta.
(Wiknjosastro, H. 2006. Hal .95).
d) Payudara
Payudara akan mengalami perubahan, yaitu mebesar dan tegang akibat hormon
somatomammotropin, estrogen, dan progesteron, akan tetapi belum
mengeluarkan air susu. Areola mammapu n tampak lebih hitam karena
hiperpigmentasi. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 95)
e) Sistem Sirkulasi
Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke
plasenta, uterus yang membesar dengan pembuluh-pembuluh darah yang
membesar pula. Volume darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologik
dengan adanya pencairan darah yang disebut hidremia. Volume darah akan
bertambah kira-kira 25%, dengan puncak kehamilan 32 minggu, diikuti
dengancardiac output yang meninggi kira-kira 30%. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal.
96).
f) Sistem Respirasi
Wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang mengeluh rasa sesak
nafas. Hal ini ditemukan pada kehamilan 32 minggu ke atas karena usus tertekan
oleh uterus yang membesar ke arah diafragma sehingga diafragma kurang leluasa
bergerak. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 96).
g) Traktus Digestivus
Pada bulan pertama kehamilan terdapat perasaan enek (nausea) karena hormon
estrogen yang meningkat. Tonus otot traktus digestivus juga menurun. Pada
bulan-bulan pertama kehamilan tidak jarang dijumpai gejala muntah pada pagi
hari yang dikenal sebagai moorning sickness dan bila terlampau sering dan
banyak dikeluarkan disebut hiperemesis gravidarum. (Wiknjosastro, H. 2006.
Hal. 97).
h) Traktus Urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh uterus yang
membesar sehingga ibu lebih sering kencing dan ini akan hilang dengan makin
tuanya kehamilan, namun akan timbul lagi pada akhir kehamilan karena bagian
terendah janin mulai turun memasuki Pintu Atas Panggul. (Wiknjosastro, H.
2006. Hal. 97).
i) Kulit
Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi karena
pengaruh hormon Melanophore Stimulating Hormone (MSH) yang dikeluarkan
oleh lobus anterior hipofisis. Kadang-kadang terdapat deposit pigmen pada dahi,
pipi, dan hidung, dikenal sebagai kloasma gravidarum. Namun Pada kulit perut
dijumpai perubahan kulit menjadi kebiru-biruan yang disebut striae livide.
(Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 97).
j) Metabolisme dalam Kehamilan
Pada wanita hamil Basal Metabolik Rate (BMR) meningkat hingga 15-20 %.
Kelenjar gondok juga tampak lebih jelas, hal ini ditemukan pada kehamilan
trimester akhir. Protein yang diperlukan sebanyak 1 gr/kg BB perhari untuk
perkembangan badan, alat kandungan, mammae, dan untuk janin, serta disimpan
pula untuk laktasi nanti.Janin membutuhkan 30-40 gr kalsium untuk
pembentukan tulang terutama pada trimester ketiga. Dengan demikian makanan
ibu hamil harus mengandung kalsium, paling tidak 1,5-2,5 gr perharinya
sehingga dapat diperkirakan 0,2-0,7 gr kalsium yang tertahan untuk keperluan
janin sehingga janin tidak akan mengganggu kalsium ibu. Wanita hamil juga
memerlukan tambahan zat besi sebanyak 800 mg untuk pembentukan
haemoglobin dalam darah sebagai persiapan agar tidak terjadi perdarahan pada
waktu persalinan. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 98).
k) Kenaikan Berat Badan
Peningkatan berat badan ibu selama kehamilan menandakan adaptasi ibu
terhadap pertumbuhan janin. Perkiraan peningkatan berat badan adalah 4 kg
dalam kehamilan 20 minggu, dan 8,5 kg dalam 20 minggu kedua (0,4 kg/minggu
dalam trimester akhir) jadi totalnya 12,5 kg. (Salmah, Hajjah.2006. Hal.60-61).
3. Etiologi
Penyebab preeklamsi sampai sekarang belum di ketahui secara pasti, tapi pada penderita
yang meninggal karena preeklamsia terdapat perubahan yang khas pada berbagai alat.
Tapi kelainan yang menyertai penyakit ini adalah spasmus arteriole, retensi Na dan air
dan coogulasi intravaskulaer. Walaupun vasospasmus mungkin bukan merupakan sebab
primer penyakit ini, akan tetapi vasospasmus  ini yang menimbulkan berbagai gejala
yang menyertai preeklamsi.
 Vasospasmus menyebabkan :
 Hypertensi
 Pada otak (sakit kepala, kejang)
 Pada placenta (solution placentae, kematian janin)
 Pada ginjal (oliguri, insuffisiensi)
 Pada hati (icterus)
 Pada retina (amourose)
 Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia yaitu :
 Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion, dan molahidatidosa.
 Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan.
 Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin
dalam uterus.
 Timbulnya hipertensi, edema, protein uria, kejang dan koma.
 Factor Perdisposisi Preeklamsi
 Molahidatidosa
 Diabetes mellitus
 Kehamilan ganda
 Hidrocepalus
 Obesitas
 Umur yang lebih dari 35 tahun
4. Klasifikasi
Preeklamsi di bagi menjadi 2 golongan yaitu :
 Preeklamsi Ringan :
 Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada posisi
berbaring terlentang, atau kenaikan diastolic 15 mmHg atau lebih,
kenaikan sistolik 30 mmHg/lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya
pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, dan sebaiknya 6 jam.
 Edema umum (kaki, jari tangan dan muka atau BB meningkat).
 Proteinuri kuwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, sedangkan kuwalitatif
1+ & 2+ pada urine kateter atau midstream.
 Preeklamsi Berat
 TD 160/110 mmHg atau lebih.
 Proteinuria 5gr atau lebih perliter.
 Oliguria (jumlah urine <500cc/24 jam).
 Adanya gangguan serebri, gangguan visus, dan rasa nyeri pada
efigastrium.
 Terdapat edema paru dan sianosis.
5. Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan  aliran darah. Perubahan ini menyebabkan
prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia
pada uterus, merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak
dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis
menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan
pelepasan tomboksan dan aktivasi / agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan
tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/ agregasi
trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular yang
mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati. Konsumtif
koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan
menyebabkan gangguan faal hemostasis.  Renin uterus yang di keluarkan akan mengalir
bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensi
I dan selanjutnya menjadi angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan
menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol
menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati
oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi
kebutuha sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan
vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan
aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan  menyebabkan
gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah,
paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya
edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan
intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri
dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada
darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah
pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan, sedangkan
sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru-
paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal,
perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru
akan menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi
pembuluh darah menyebabkan akan menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard
sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan
penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan
reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya
edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan.
Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR dan
permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi
dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis menurun
sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan
memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap
protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi
glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola
selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan retina.
6. Komplikasi
Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi
antara lain :
 Pada Ibu
 Eklapmsia
 Solusio plasenta
 Pendarahan subkapsula hepar
 Kelainan pembekuan darah ( DIC )
 Sindrom HELPP ( hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet
count )
  Ablasio retina
 Gagal jantung hingga syok dan kematian.
 Pada Janin
 Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus
 Prematur
 Asfiksia neonatorum
 Kematian dalam uterus
 Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal
7. Manifestasi klinis
 Sakit Kepala terutama daerah frontalis
 Rasa nyeri di daerah epigastrium
 Penglihatan menjadi kabur
 Terdapat mual sampai muntah
 Gangguan pernafasan sampai cyanosis
 Terjadi gangguan kesadaran
8. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan darah
 Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin
untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
 Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
 Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3)
 Urinalisis 
 Ditemukan protein dalam urine
 Pemeriksaan Fungsi hati
 Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
 LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
 Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul
 Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45
u/ml) 
 Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N= <31 u/l)
 Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
 Tes kimia darah
 Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
 Ultrasonografi 
 Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban
sedikit.
 Kardiotografi
 Diketahui denyut jantung janin bayi lemah.
9. Penatalaksaan
a. Pencegahan
 Pemeriksaan antenatal yang bermutu dan teliti, mengenali tanda – tanda
sedini mungkin (PER) supaya tidak menjadi berat.
 Harus selalu waspada kemungkinan terjadinya pre eklampsi kalau ada
faktor –faktor predisposisi.
 Berikan penjelasan tentang :
 Manfaat istirahat dan tidur demi ketenangan yang dapat mencegah
PER menjadi PEB.
 Pentingnya mengatur diit rendah lemak serta karbohidrat tinggi
protein, kurangi garam karena garam dapat mencegah terjadinya
oedema dan dapat menurunkan berat badan.
 Suplementasi magnesium yang berpengaruh terhadap
pathogenesis pre – eklampsi dan persalinan pre term, juga dapat
menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.
 Suplementasi kalsium, defisiensi kalsium pada diit ibu hamil
meningkatkan resiko pre – eklampsi, kekurangan kalsium yang
terlalu lama akan menyebabkan. dikeluarkannya kalsium dari
jaringan otot pembuluh darah maka akan terjadi vasokontriksi dan
meningkatkan tekanan darah.
b. Penanganan
Tujuan utama penanganan adalah :
 Untuk mencegah terjadinya pre eklampsi dan eklampsi
 Hendaknya janin lahir hidup
 Trauma pada janin seminimal mungkin
c. Penanganan menurut klasifikasi :
 Pre eklampsi ringan
 Pengobatan hendaknya bersifat simtomatik dan selain rawat inap maka
penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang sering
misalnya 2x seminggu.
 Penanganan pada penderita rawat inap atau rawat jalan adalah istirahat di
tempat tidur, diit rendah garam dan berikan obat – obatan seperti valium
tablet 5 mg dosis 3x sehari atau fenilbarbitol tablet 30 mg dengan dosis 3x
sehari
 Diuretika dan obat antihypertensi tidak dianjurkan, karena obat ini tidak
begitu bermanfaat bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre eklampsi.
 Dengan cara diatas biasanya pre eklampsi ringan jadi tenang dan hilang.
Ibu hamil dapat dipulangkan dan diperiksa ulang lebih sering dari
biasanya.
 Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap, monitor keadaan
janin. Bila keadaan mengijinkan barulah dilakukan induksi persalinan
pada kehamilan > 37 minggu.
 Pre eklampsi berat
Pada usia kehamilan < 37 minggu, Jika janin menunjukkan maturitas paru maka
penanganannya adalah sebagai berikut :
 Berikan suntikan sulfat magnikus dengan dosis 8 gram ini kemudikan
disusul 4 gram im tiap 4 jam (selama tidak ada komplikasi). Jika ada
perbaikan jalannya penyakit pemberian sulfat magnicus dapat diteruskan
lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre eklampsi ringan (kecuali
ada komplikasi). Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa dan keadaan janin
dimonitor serta berat badan ditimbang seperti pada pre eklampsi ringan
sambil mengawasi gejala. Jika dengan induksi persalinan atau tindakan
lain sesuai keadaan.
 Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda – tanda kematangan paru
janin makan penatalaksanaan kasus sama dengan kehamilan diatas 37
minggu.
Pada usia kehamilan > 37 minggu :

 Penderita rawat inap, istirahat mutlak dan tempatkan di kamar isolasi,


berikan diit rendah garam dan tinggi protein. Berikan suntikan 5 gram /
Im. 4 gr bokong kanan dan 4 gr bokong kiri, suntikan dapat diulang tiap 4
jam dengan dosis 4 gram. Syarat pemebriannya adalah reflek patela
positif, diurisis 100 cc dalam 4 jam terakhir, respirasi 16x/mnt dan harus
tersedia antidotumnya kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc, infus
dekstrose 5% dan RL.
 Berikan obat antihipertensi
 Diuretika tidak diberikan kecuali terdapat oedema dan kegagalan jantung
kogestif.
 Setelah pemberian sulfat magnicus dilakukan induksi persalinan dengan
atau tanpa amniotomi.
 Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forceps jadi ibu
dilarang mengejan.
 Jangan berikan methergin post partum kecuali pada perdarahan atonia
uteri.
 Pemberian SM kalau tidak ada kontra indikasi kemudian diteruskan
dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam post partum.
 Bila ada indikasi obstetrik dilakukan secsio sesaria.
c. Diet
 Tujuan Diet :
 Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal
 Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal 
 Mencegah dan mengurangi retensi garam atau air 
 Mencapai keseimbangan nitrogen
 Menjaga agar penambahan BB tdk melebih normal 
 Mengurangi atau mencegah timbulnya faktor resiko lain atau penyakit baru
pada saat kehamilan atau setelah melahirkan.
 Syarat Diet
 Energi dan semua zat gizi cukup. Dalam keadaan berat makanan
diberikan secara berangsur, sesuai dengan kemampuan pasien menerima
makanan . Penambahan energi tidak lebih dari 300 Kkal dari makanan
atau diet sebelum hamil.
 Garam diberikan rendah sesuai dengan berat ringannya retensi garam atau
air. Penambahan BB diusahakan dibawah 3 kg/bulan atau dibawah 1
Kg/minggu.
 Protein tinggi (1½ – 2 g/kg berat badan).
 Lemak sedang, sebagian lemak berupa lemak tdk jenuh tunggal dan
lemak tdk jenuh ganda.
 Vitamin cukup; vit C & B6 diberikan sedikit lbh tinggi.
 Mineral cukup terutama kalsium dan kalium.
 Bentuk makanan disesuaikan dg kemampuan pasien.
 Cairan diberikan 2500 ml sehari. Pada keadaan oliguria, cairan dibatasi
dan disesuaikan dengan cairan yg keluar melalui urine, muntah, keringat
dan pernafasan.
B. Eklampsia
1. Pengertian
Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau
masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma,  dimana sebelumnya sudah
menunjukkan gejala-gejala preeclampsia (hipertensi, edems, proteinuri).
(Wirjoatmodjo,2000: 49).
Eklampsia merupakan serangan konvulsi yang mendadak atau suatu kondisi yang
dirumuskan penyakit hipertensi yang terjadi oleh kehamilan, menyebabkan kejang dan
koma, (kamus istilah medis : 163,2001).
Eklampsia merupakan serangan kejang yang diikuti oleh koma, yang terjadi pada
wanita hamil dan nifas (Ilmu Kebidanan : 295, 2006).
2. Klasifikasi
Eklampsia di bagi menjadi 2 golongan :
 Eklampsia antepartum ialah eklampsia yang terjadi sebelum persalinan (ini
paling sering terjadi),
 kejadian 15% sampai 60 %
 serangan terjadi dalam keadaan hamil
 Eklampsia intrapartum ialah eklampsia saat persalinan
 Kejadian sekitar 30 % sampai 35 %
 Saat sedang inpartu
 Batas dengan eklampsia gravidarum sulit ditentukan
 Eklampsia postpartum ialah eklampsia setelah persalinan
 Kejadian jarang
 Terjadinya serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir

3. Etiologi
Etiologi dan patogenesis Preeclampsia dan Eklampsia saat ini masih  belum sepenuhnya
dipahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini sering
disebut “the disease of theories”. Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk
dapat menerangkan terjadinya Preeklampsia adalah : factor imunologi, genetik, penyakit
pembuluh darah, dan keadaan dimana jumlah throphoblast yang berlebihan dan dapat
mengakibatkan ketidakmampuan invasi throphoblast terhadap arteri spiralis pada awal
trimester satu dan dua.
4. Patofisiologi
Pada eklampsia di jumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin
yang tinggi dari pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan
volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada plasenta dan uterus terjadi
penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada
hipertensi pertumbuhan janin terganggu sehingga terjadi gawat janin sampai
menyebabkan kematian karena kekurangan oksigenasi. Perubahan pada ginjal
disebabkan oleh aliran darah dalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi
glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam hubungan dengan
proteinuria dan mungkin dengan retensi garam dan air. Mekanisme retensi garam dan air
akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomerulus dan tingkat
penyerapan kembali oleh tubulus.
Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada
beberapa arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan retina disebabkan oleh
edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan. Setelah
persalinan berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari samapai 2 bulan. Skotoma, diplopia,
dan ambiliopia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia.
Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks
serebri atau dalam retina. Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita
eklampsia. Komplikasi disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak
bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih
tinggi pada eklampsia. Sehingga aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada
eklampsia akan menurun.
Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk
sementara. Asidum latikum dan asam organic lain naik, dan bicarbonas  natrikus,
sehingga menyebabkan cadangan alakali turun. Setelah kejang, zat organic dioksidasi
sehingga natrium dilepaskan untuk dapat berekreasi dengan asam karbonik menjadi
bikarbaonas natrikus. Dengan demikian, cadangan alkali dapat pulih kembali. Pada
kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat. Waktu pembekuan lebih pendek
dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia.
5. Manifestasi klinis
Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-kejang atau koma.
Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi :

a.    Tingkat awal atau aura ( invasi )

Berlangsung 30–35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan
kosong), kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar ke kanan dan ke kiri.

b.    Stadium kejang tonik

Seluruh otot menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki
membengkok kedalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah
dapat tergigit, berlangsung kira–kira 20–30 detik.

c.    Stadium kejang klonik


Semua otot berkontraksi dan berulang–ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka
dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka
kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung 1-2 menit kejang klonik
berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas, seperti mendengkur.

d.    Stadium koma

Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam–jam. Kadang antara


kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma.

6. Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin, usaha utama adalah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeclampsia dan eklampsia.

a.    Terhadap janin dan bayi.

1)    Solution plasenta

Karena adanya tekanan darah tinggi, maka pembuluh darah dapat mudah pecah
sehingga terjadi hematom retoplasenta yang menyebabkan sebagian plasenta dapat
terlepas.

2)    Asfiksia mendadak, persalinan prematuritas, kematian janin dalam rahim.

3)    Hemolisis

Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas membran
sel darah merah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin. Menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.

b.    Terhadap ibu

1)    Hiprofibrinogenemia

Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah, biasanya dibawah 100mg
persen. Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus secara berkala.

2)    Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal pada penderita
eklampsia.

3)    Kelainan mata

Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu.


Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina yang merupakan tanda gawat akan
terjadinya apopleksia serebri.

4)    Edema paru – paru

5)    Nekrosis hati

Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol


umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama
penentuan enzim-enzimnya.

6)    Sindroma HELLP

Merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda : hemolisis, peningkatan


enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi endotel sistemik.
Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai
beberapa hari setelah melahirkan.

7)    Kelainan ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel


endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat
timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

8)    Komplikasi lain yaitu lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat
kejang-kejang pneumonia aspirasi, dan DIC.

9)    Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.

7. Pemeriksaan penunjang

a.    Pemeriksaan laboratorium

1)    Darah rutin
2)    Pemeriksaan darah lengkap

b.    Pemeriksaan diagnostik

1)    Ultrasonografi

2)    Elektrokardiograf

8. Penatalaksanaan

a.    Penanganan Kejang :

1)    Beri obat anti konvulsan.

2)    Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedeka, sedotan, masker


O2 dan tabung O2).

3)    Lindungi pasien dengan keadaan trauma.

4)    Aspirasi mulut dan tonggorokkan.

5)    Baringkan pasien pada posisi kiri, trendelenburg untuk mengurangi resiko


aspirasi.

6)    Beri oksigen 4-6 liter / menit.

b.    Penanganan Umum :

1)    Jika tekanan diastolic > 110 mmHg, berikan hipertensi sampai tekanan diastolic
diantara 90-100 mmHg.

2)    Pasang infuse RL dengan jarum besar (16 gauge atau lebih).

3)    Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload.

4)    Kateterisasi urine untuk mengeluarkan volume dan proteinuric.

5)    Jika jumlah urine kurang dari 30 ml / jam.

6)    Infus cairan dipertahankan 1 1/8 ml/jam.

7)    Pantau kemungkinan oedema paru.


8)    Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.

9)    Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung setiap jam.

10) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru. Jika ada oedema paru
hentikan pemberian cairan dan berikan diuretic.

11) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan beadside.

12) Dosis awal : beri MgSO4 (4 gram) per IV sebagai larutan 20%, selama 5 menit.
Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr 1ml dengan 1 ml lignokain 2% (dalam setopril
yang sama) pasien akan merasa agar panas sewaktu pemberian MgSO4.

13) Dosis pemeliharaan : MgSO4 (50%) 5 gr + lignokain 2% (1ml) 1 m setiap 4 jam


kemudian dilanjutkan sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang terakhir.

14) Sebelum pemberian MgSO4 periksa : frekuensi pernafasan minimal 16 /


menit. Refleks Patella (+), urin minimal 30 ml / jam dalam 4 jam terakhir.

15) Stop pemberian MgSO4, jika : frekuensi pernafasan < / >

16) Siapkan antidotlim jika terjadi henti nafas, Bantu dengan ventilator. Beri kalsium
glukonat 2 gr ( 20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai pernafasan
mulai lagi.

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu dengan pre eklampsia dan eklampsia adalah :

a.    Identitas pasien dan penanggung jawab

Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun.

b.    Riwayat kesehatan ibu sekarang

Terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah,


penglihatan kabur.

c.    Riwayat kesehatan ibu sebelumnya


Penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM.

d.    Riwayat kehamilan

Riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan


dengan pre eklampsia atau eklampsia sebelumnya.

e.    Riwayat penyakit

Ada hubungan genetik yang telah diteliti. Riwayat keluarga ibu atau saudara
perempuan meningkatkan resiko empat sampai delapan kali.

f.     Pola nutrisi

Jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan.

g.    Psiko sosial spiritual

Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu
kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.

h.    Pemeriksaan Fisik :

-       Pemeriksaan tekanan darah, nadi dan pernafasan minimal setiap 2 sampai 4 jam
untuk menetapkan nilai dasar dan memantau perubahan kecil sepanjang masa hamil.

-       Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.

-       Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema.

-       Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress.

-       Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM (jika


refleks +).

-       Edema dievaluasi pada wajah, ekstremitas dan sacrum setiap 4 jam ; kedalaman
ditentukan dengan melakukan penekanan pada area di atas tulang.

-       Berat badan ditentukan setiap hari pada waktu yang sama kecuali tirah baring
ketat.
-       Refleks tendon dalam dievaluasi setiap 4 jam terhadap hiperaktivitas dari
tendon bisep, trisep atau achiles.

-       Edema pulmoner ditentukan setiap 4 jam sekali dengan melakukan auskultasi.

-       Pelepasan plasenta dikaji setiap jam dengan memeriksa perdarahan vagina atau
rigiditas uterus.

-       Breathing : Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan atau
tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan obat bantu pernafasan, bunyi nafas
tambahan, sianosis.

i.      Pemeriksaan penunjang

-       Protein urine ditentukan setiap jam bila dipasang kateter (hasil +3 menandakan
kehilangan 5 mg protein dalam 24 jam).

-       Berat jenis urine ditentukan setiap jam bila dipasang kateter (hasil yang didapat
1,040 berhubungan dengan oliguria dan proteinuria).

-       Hitung sel darah lengkap (termasuk hitung trombosis).

-       Pemeriksaan pembekuan (termasuk waktu perdarahan, PT, PTT, dan


fibrinogen).

-       Enzim hati (Laktat Dehidrogenase (LDH), Aspartat aminotransferase (AST)


(SGOT), Alanin aminotransferase (ALT) (SGPT).

-       Kimia darah (BUN, kreatinin, glukosa, asam urat).

-       Pemeriksaan silang darah.

-       Hematokrit, Hemoglobin, trombosis.

-       Laboratorium : protein urine dengan kateter atau midstream ( biasanya


meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif.

-       USG : untuk mengetahui keadaan janin


-       NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin.
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, odema, dan protein
urine yang timbul karena kehamilan, penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3
kehamilan. Preeklampsia juga merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat
menyebabkan kematian pada ibu dan bayi pada masa ante, intra dan post partum.
Pre eklamsi dan eklamsi hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada
nullipara. Biasanya terdapat pada wanita usia subur dengan umur ekstrem, yaitu pada
remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara
biasanya dijumpai pada keadaan-keadaan : kehamilan multifetal dan hidrop fetalis,
penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus, penyakit
ginjal.
2. SARAN
Agar pembaca dapat menambah wawasan lagi dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan resiko pre eklamsi dan eklamsia.
Daftar Pustaka

Doenges Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . EGC :Jakarta.

Price, Silvia A, 2006. Patofisiologi, volume 2, Jakarta: Buku kedokteran EGC.

Manjoer, Arif, dkk. (2009). Kapita Selekta Edisi Ketiga Jilid Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed rev, Jakarta:Rineka Cipta

Prawirohardjo, S. (2008). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal   dan


Neonatal. Jakarta : YBP

Anda mungkin juga menyukai