Anda di halaman 1dari 39

Bed Site Teaching

KEHAMILAN DAN PERSALINAN NORMAL

Oleh:

Nikita Shalifa 1840312449

Preseptor:

dr. Rina Gustuti, Sp.OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSP UNIVERSITAS AMDALAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat terjadinya kehamilan, maka seluruh genitalia wanita mengalami

perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang perkembangan dan

pertumbuhan janin dalam rahim. Perubahan dapat terjadi pada uterus, vagina,

ovarium, payudara. Persalinan (partus) merupakan proses pengeluaran hasil

konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.

Persalinan normal terjadi apabila bayi lahir dengan presentasi kepala tanpa

memakai alat bantu serta tidak melukai ibu dan bayi, umumnya berlangsung dalam

waktu 24 jam.1 Mekanisme persalinan normal adalah suatu rentetan gerakan pasif

janin pada saat persalinan berupa penyesuaian bagian terendah (kepala) janin

terhadap jalan lahir atau panggul pada saat melewati jalan lahir.1 Sebab terjadinya

persalinan sampai saat ini masih berupa teori-teori yang kompleks, diantaranya

yakni faktor hormonal, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus,

dan faktor nutrisi.2

Partus (persalinan) normal jika terjadi pada usia kehamilan cukup bulan

(lebih dari 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu)

sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan

menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Belum dikatakan

inpartu apabila kontraksi uterus belum mengakibatkan perubahan pada serviks.3

Proses persalinan ditandai dengan adanya kontraksi uterus yang menyebabkan

terjadinya dilatasi serviks dan mendorong fetus keluar melalui jalan lahir. Kontraksi

miometrium selama persalinan akan menimbulkan rasa sakit pada ibu. Sebelumnya

2
timbulnya kontraksi miometrium ini, uterus harus disiapkan untuk proses kelahiran.

Miometrium tidak akan memberikan respons sampai dengan usia kehamilan 36-37

minggu, setelah periode ini fase transisional diperlukan sampai serviks mengalami

penipisan dan perlunakan.4

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin merupakan

masalah besar di negara berkembang. Masa persalinan adalah periode kritis bagi

seorang calon ibu. Masalah komplikasi dan adanya faktor penyulit, menjadi faktor

risiko terjadinya kematian ibu. Ada lima faktor penting yang berperan selama

proses persalinan, yaitu power (kekuatan kontraksi ibu/his, kontraksi otot dinding

perut, kontraksi diafragma pelvis/kekuatan mengejan, ketegangan serta kontraksi

ligament rotundum), passage way (jalan lahir), passanger (janin, plasenta dan

selaput ketuban), position (posisi letak janin dan ibu), dan psychologic (kondisi

psikologi ibu).5

1.2 Batasan Masalah

Penulisan ini akan membahas tentang definisi, fisiologi, serta mekanisme

dari persalinan normal.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan

tentang definisi, fisiologi serta mekanisme dari persalinan normal.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai pada penulisan ini berdasarkan tinjauan kepustakaan

yang mengacu pada berbagai literatur termasuk buku teks dan artikel ilmiah.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Kehamilan


2.1.1.Perubahan Fisiologi pada Saat kehamilan
Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh genitalia wanita mengalami
perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang perkembangan dan
pertumbuhan janin dalam rahim. Plasenta dalam perkembangannya mengeluarkan
hormone somatomatropin, estrogen, dan progesteron yang menyebabkan perubahan
pada:
1. Rahim atau uterus
Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan melindungi
hasil konsepsi (janin, plasenta, amnion) sampai persalinan. Uterus mempunyai
kemampuan yang luar biasa untuk bertambah besar dengan cepat selama kehamilan
dan pulih kembali seperti keadaan semula dalam beberapa minggu setelah
persalinan. Pada perempuan tidak hamil uterus mempunyai berat 70 gram dan
kapasitas 10 ml atau kurang. Selama kehamilan, uterus akan berubah menjadi suatu
organ yang mampu menampung janin, plasenta, dan cairan amnion rata-rata pada
akhir kehamilan volume totalnya mencapai 5 liter bahkan dapat mencapai 20 liter
atau lebih dengan berat rata-rata 1100 gram.1
2. Vagina (liang senggama)
Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hyperemia terlihat jelas
pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga pada vagina akan terlihat
bewarna keunguan yang dikenal dengan tanda Chadwicks. Perubahan ini meliputi
penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel
otot polos.
3. Ovarium
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan folikel baru
juga ditunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat ditemukan di ovarium.
Folikel ini akan berfungsi maksimal selama 6-7 minggu awal kehamilan dan
setelah itu akan berperan sebagai penghasil progesterone dalam jumlah yang
relative minimal.1

4
4. Payudara
Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan
memberikan ASI pada saat laktasi. Perkembangan payudara tidak dapat dilepaskan
dari pengaru hormone saat kehamilan, yaitu estrogen, progesterone, dan
somatromatropin.1
5. Sirkulasi darah ibu
Peredaran darah ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Meningkatnya kebutuhan sirkulasi darah sehingga dapat memenuhi kebutuhan
perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim.
b. Terjadi hubungan langsung antara arteri dan vena pada sirkulasi retro plasenter.
c. Pengaruh hormon estrogen dan progesteron semakin meningkat.
Akibat dari faktor tersebut dijumpai beberapa perubahan peredaran darah, yaitu:
Volume darah
Volume darah semakin meningkat di mana jumlah serum darah lebih
besar dari pertumbuhan sel darah,sehingga terjadi semacam pengenceran darah
(hemodilusi), dengan puncaknya. Pada hamil 32 minggu. Serum darah (volume
darah) bertambah sebesar 25-30% sedangkan sel darah bertambah sekitar 20%.
Curah jantung akan bertambah sekitar 30%. Bertambahnya hemodilusi
darah mulai tampak sekitar umur hamil 16 minggu, sehingga pengidap penyakit
jantung harus berhati-hati untuk hamil beberapa kali. Kehamilan selalu
memberatkan kerja jantung sehingga wanita hamil dengan sakit jantung dapat
jatuh dalam dekompensasio kordis. Pada postpartum terjadi hemokonsentrasi
dengan puncak hari ketiga sampai kelima.
Sel darah
Sel darah merah makin meningkat jumlahnya untuk dapat mengimbangi
pertumbuhan janin dalam rahim, tetapi pertambahan sel darah tidak seimbang
dengan peningkatan volume darah sehingga terjadi hemodilusi yang disertai
anemia fisiologis. Sel darah putih meningkat dengan mencapai jumlah sebesar
10.000/ml. Dengan hemodilusi dan anemia maka laju endap darah semakin tinggi
dan dapat mencapi 4 kali dari angka normal.
Sistem respirasi

5
Pada kehamilan terjadi juga perubahan sistem respirasi untuk dapat
memnuhi kebutuhan O2. Disamping itu terjadi desakan diafragma karena
dorongan rahim yang membesar pada umur hamil 32 minggu. Sebagai kompensasi
terjadinya desakan rahim dan kebutuhan O2 yang meningkat, ibu hamil akan
bernafas lebih dalam sekitar 20-25% dari biasanya.
Sistem pencernaan
Terjadi peningkatan asam lambung karena pengaruh estrogen.
Traktus urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan oleh
uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering kemih. Keadaan
ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan bila uterus keluar dari rongga
panggul. Pada akhir kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke pintu
panggul, keluhan itu akan timbul kembali.
Perubahan pada kulit
Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi kemerahan,
kusam dan kadang-kadang juga akan mengenai daerah payudara dan paha.
Perubahan ini dikenal dengan nama striae gravidarum.
Metabolisme
Dengan terjadinya kehamilan, metabolisme tubuh mengalami perubahan
yang mendasar, dimana kebutuhan nutrisi makin tinggi untuk pertumbuhan
janin dan persiapan pemberian ASI.Diperkirakan selama kehamilan berat
badan akan bertambah 12,5 kg. Sebgaian besar penambahan berat badan selama
kehamilan berasal dari uterus dan isinya. Kemudian payudara, volume darah,
dan cairan ekstraselular. Pada kehamilan normal akan terjadi hipoglikemia
puasa yang disebabkan oleh kenaikan kadar insulin, hiperglikemia postprandial dan
hiperinsulinemia.Zinc (Zn) sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
janin. Beberapa peneliatian menunjukkan kekurangan zat ini dapat menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat.1

2.2. Persalinan normal


2.2.1 Pengertian

6
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan 37-42 minggu, lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun
pada janin.6,7,9

2.2.2 Etiologi
Menurut Muchtar (2002) beberapa teori mengemukakan etiologi dari
persalinan adalah meliputi:
a. Teori penurunan hormon, pada 1-2 minggu sebelum proses persalinan mulai
terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja
sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan
pembuluh darah sehingga timbul kontraksi otot rahim bila kadar progesterone
menurun.
b. Teori placenta menjadi tua, dengan semakin tuanya plasenta akan menyebabkan
turunnya kadar estrogen dan progesteron yang menyebabkan kekejangan
pembuluh darah,hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
c. Teori distensi rahim, rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan
iskemia otot-otot rahim,sehingga mengganggu sirkulasi utero plasenter.
d. Teori iritasi mekanik, di belakang serviks terletak ganglion servikal (fleksus
frankenhauser), bila ganglion ini di geser dan di tekan misalnya oleh kepala
janin,akan timbul kontraksi rahim.
e. Induksi partus, dengan jalan gagang laminaria, aniotomi, oksitosin drip dan
secio caesarea.

2.2.3 Faktor yang mempengaruhi persalinan


Berdasarkan Winkjosastro (2005) bahwa faktor yang mempengaruhi
persalinan sebagai berikut:
A. Power : his dan tenaga mengejan.
B. Passage : ukuran panggul dan otot-otot persalinan.
C. Passenger : terdiri dari janin, plasenta dan air ketuban.
D. Personality (kepribadian) : yang diperhatikan kesiapan ibu dalam

7
menghadapi persalinan dan sanggup berpartisipasi selama proses persalinan.
E. Provider (penolong) : tenaga terlatih dalam bidang kesehatan
2.2.4 Fisiologi Persalinan
Fisiologi persalinan berdasarkan (Winkjosastro, 2005) yang menyatakan
bahwa sebab-sebab terjadinya persalinan masih merupakan teori yang
komplek. Perubahan-perubahan dalam biokimia dan biofisika telah banyak
mengungkapkan mulai dari berlangsungnya partus antara lain penurunan kadar
hormon progesteron dan estrogen. Progesteron merupakan penenang bagi otot-otot
uterus. Menurunnya kadar hormon ini terjadi 1-2 minggu sebelum persalinan.
Kadar prostaglandin meningkat menimbulkan kontraksi myometrium.
Keadaan uterus yang membesar menjadi tegang mengakibatkan iskemi otot-otot
uterus yang mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta
berdegenerasi. Tekanan pada ganglion servikale dari fleksus frankenhauser di
belakang servik menyebabkan uterus berkontraksi.

2.2.5 Tanda dan Gejala Persalinan


Tanda menjelang persalinan sebagai berikut:2
a. Untuk primigravida kepala janin telah masuk PAP pada minggu 36 yang
disebut lightening.
b. Rasa sesak di daerah epigastrum makin berkurang.
c. Masuknya kepala janin menimbulkan sesak dibagian bawah dan menekan
kandung kemih.
d. Dapat menimbulkan sering kencing atau polakisuria
e. Pemeriksaan tinggi fundus uteri semakin turun; serviks uteri mulai lunak,
sekalipun terdapat pembukaan.
f. Braxton Hicks semakin frekuen ditandai dengan:
 Sifatnya ringan, pendek, tidak menentu jumlahnya dalam 10
menit
 Pengaruhnya terhadap effescement dan pembukaan serviks dapat mulai
muncul.
 Kadang-kadang pada multigravida sudah terdapat pembukaan.
 Dengan stripping selaput ketuban akan dapat memicu his semakin frekuen

8
dan persalinan dapat dimulai.
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan serviks. Tanda dan gejala inpartu sebagai berikut:5
a.Penipisan dan pembukaan serviks
b.Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi
minimal 2 kali dalam 10 menit).
c.Cairan lendir bercampur darah (“show”) melalui vagina

His sesungguhnya His palsu


a. Rasa sakit : a. Rasa sakit :

teratur  tidak teratur

Interval makin pendek  interval panjang

semakin lama semakin kuat  kekuatan tetap dirasakan kuat di
dirasakan paling sakit didaerah daerah perut
punggung  tak ada perubahan walaupun
 intensitas makin kuat kalau penderita penderita berjalan
berjalan. b. Tidak keluar “show”
b. Keluar “show” c. Serviks tertutup dan tak ada
c. Serviks membuka dan menipis. pembukaan.

Tabel 1. Pembeda his sesungguhnya dan his palsu

2.2.6 Proses Persalinan


Berdasarkan Winkjosastro (2005) dan Roestam (2002), bahwa proses
persalinan terbagi menjadi 4 kala yaitu:
a.Kala I : Pembukaan serviks.
b.Kala II : Kala pengeluaran janin.
c.Kala III : Kala pengeluaran plasenta.
d.Kala IV : Hingga 1 jam setelah plasenta lahir.

Berdasarkan Winkjosastro (2005) dan Roestam (2002), menyatakan bahwa


fase-fase dalam persalinan:
Kala 1

9
1) Fase Laten
 Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan
serviks.
 Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
 Pada umumnya fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
2) Fase Aktif
 Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara
bertahap (kontraksi dianggap adekuat, memadai jika terjadi tiga kali
atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik
atau lebih).
 Dari pembukaan 4 cm hingga mencaspai pembukaan lengkap atau10 cm,
akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau
primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara).
 Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
Pemantauan kala 1 fase aktif persalinan dapat dilakukan dengan
menggunakan partograf. Partograf adalah alat bantu yang digunakan
selama fase aktif persalinan. Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah:
a. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan
serviks melalui pemeriksaan dalam.
b. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian,
juga dapat melakukan deteksi secara dini setiap kemungknan terjadinya partus lama.

Halaman depan partograf untuk mencatat atau memantau :


a. Kesejahteraan janin, meliputi pemeriksaan denyut jantung janin (setiap
½ jam), warna air ketuban (setiap pemeriksaan dalam), penyusupan sutura
(setiap pemeriksaan dalam).
b. Kemajuan persalinan, meliputi pemeriksaan frekuensi dan lamanya kontraksi
uterus (setiap ½ jam), pembukaan serviks (setiap 4 jam), penurunan kepala
(setiap 4 jam).
c. Kesejahteraan ibu , meliputi pemeriksaan nadi (setiap ½ jam), tekanan darah
dan temperatur tubuh (setiap 4 jam), prodeksi urin , aseton dan protein ( setiap
2 sampai 4 jam), makan dan minum.

10
Proses persalinan pada kala I :
a. imulai pada waktu serviks membuka karena his: kontraksi uterus yang teratur,
makin sering, makin nyeri; disertai pengeluaran darah-lendir (tidak lebih
banyak dari darah haid).
b. Berakhir pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksa- dalam
bibir porsio tidak dapat diraba lagi). Selaput ketuban biasanya pecah pada
akhir kala I.
c. Lamanya tergantung paritas ibu : primigravida ± 12 jam, multigravida ±7 jam.
d. Mekanisme pembukaan serviks adalah sebagai berikut :
Kontraksi segmen atas uterus dan retraksi (regangan) segmen bawah
uterus yang mengakibatkan pembukaan serviks. Akhirnya segmen bawah
uterus makin menipis, dan segmen atas uterus (korpus) makin menebal.
Pada primigravida retraksi (regangan, penipisan) mendahului pembukaan
serviks, sedangkan pada multigravida berlangsung bersama- sama. Inilah yang
menentukan lamanya kala I. Kecepatan pembukaan pada sepertiga pertama lambat,
dan pada dua per tiga kedua cepat. Pembukaan lengkap = 10 cm.
e. His
 Frekuensi : 1 kali/10 menit pada permulaan persalinan 2-3 kali/10 menit pada
akhir kala I.
 Lamanya : kurang lebih satu menit.
 Nyerinya : berasal dari regangan seviks yang membuka.
 Terjadi kalau tekanan intrauterine melebihi 20 mmHg.
 Biasanya dimulai dari tulang belakang yang menjalar ke depan.
 Kontraksi uterus dimulai pada tempat kira-kira batas tuba
dengan uterus.
 Akibatnya terhadap janin : setiap kontraksi dapat menghambat aliran darah
dari plasenta ke janin. Kalau tekanannya melebihi 75 mmHg akan menyumbat
aliran darah sama sekali. Kalau his terlampau kuat, terlampau lama, atau
terlampau sering dapat menimbulkan gawat janin.
f. Darah lendir
Darah lendir bercampur lendir yang keluar dari uterus akibat pergeseran
selaput ketuban dengan dinding uterus pada waktu pembukaan seviks.

11
Kala 2
Persalinan kala 2 sebagai berikut:
a. Dimulainya, hanya dapat diketahui dengan periksa dalam,
dengan menemukan serviks yang membuka lengkap (pembukaan lengkap,
pembukaan 10 cm). Tanda-tanda klinik lainnya ialah nyeri his yang sangat
hebat, pasien merasa “ingin mengejan”; “darah-lendir” bertambah banyak;
selaput ketuban pecah; perasaan seperti “mau buang air besar”; hemoroid
fisiologik mulai tampak.
b. Berakhir dengan lahirnya janin
c. Lamanya, pada primigravida kira-kira 1 jam, multipara ½ jam.
d. Mengejan, disebab oleh turunnya kepala yang menekan rectum. Berakibat
meningkatnya tekanan intraabdominal yang memperkuat kontraksi uterus.
Jangan dibiarkan kalau serviks belum membuka lengkap atau dilakukan di luar
his, karena regangan yang berlebihan pada ligamentum serviks lateralis dapat
menimbulkan prolapsus uteri (turun peranakan) di kemudian hari.
e. Perineum yang menggembung, terjadi pada waktu kepala janin mencapai
introitus vagina. Bertambah gembung pada setiap kontraksi uterus, yang
dapat mengakibatkan robekan perineum, kecuali kalau dilakukan episotomi.
f. Kepala mulai tampak diantara labia minora (crowning).
g. Mekanisme persalinan.

Kala 3
Persalinan kala 3 meliputi:
a. Terjadinya ketika dimulainya setelah bayi lahir lengkap,dan berakhir dengan
lahirnya plasenta.
b. Lamanya biasanya 5 menit, tidak boleh lebih dari 15 menit
c. Perlepasan plasenta merupakan akibat dari retraksi otot-otot uterus setelah
lahirny janin yang akan menekan pembuluh-pembuluh darah ibu.
Kontraksinya berlangsung terus-menerus (tidak memanjang lagi ototnya).
d. Tanda lepasnya plasenta, sebagai berikut talipusat menjulur keluar, atau
kalau ditarik tidak ada tahanan, segumpal darah keluar dari vagina
Kala 4

12
Persalinan kala 4 terjadi ketika dua jam pertama setalah persalinan
merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi. Keduanya baru saja mengalami
perubahan fisik yang luar biasa – si ibu melahirkan bayi dari perutnya dan bayi
sedang menyesuaikan diri dari dalam perut ibu ke dunia luar. Petugas/bidan
harus tinggal bersama ibu dan bayi untuk memastikan bahwa keduanya dalam
kondisi yang stabil dan mengambil tindakan yang tepat untuk melakukan stabilisasi.
Penanganan yang dapat dilakukan seorang penolong persalinan dalam
menghadapi persalinan kala 4 sebagai berikut:
 Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20 - 30 menit
selama jam kedua, jika kontraksi tidak kuat, masase uterus sampai menjadi
keras. Apabila uterus berkontraksi, otot uterus akan menjepit
pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan. Hal ini dapat mengurangi
kehilangan darah dan mencegah perdarahan pasca persalinan.
 Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih dan perdarahan setiap 15 menit
pada jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua.
 Anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi dan tawarkan
ibu makanan dan minuman yang disukainya.
 Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering.
 Anjurkan ibu untuk istirahat.
 Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan bayi.
 Lakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) selain bermanfaat untuk kedekatan
bayi dan ibu serta dapat mencegah perdarahan karena uterus berkontraksi.
 Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun, pastikan ibu dibantu
karena masih dalam keadaan lemah atau pusing setelah persalinan. Pastikan
ibu sudah buang air kecil dalam 3 jam pascapersalinan.
Catatan penilaian selama kala IV antara lain :
a. Kontraksi uterus
b. Tinggi fundus
c. Tanda – tanda vital
d. Jumlah urine dan adanya distensi kandung kemih
e. Jumlah darah keluar
Tanda – tanda bahaya postpartum yaitu :

13
a. Demam
b. Perdarahan aktif
c. Keluar banyak bekuan darah
d. Bau busuk dari vagina
e. Pusing
f. L e mas luar biasa
g. Nyeri panggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri kontraksi biasa
2.2.7 Mekanisme Persalinan
Berdasarkan Cuningham (2007) dan Winkjosastro (2005) menyatakan bahwa
mekanisme persalinan normal sebagai berikut:
A. Engagement (fiksasi) = masuk
Engangement adalah masuknya kepala dengan lingkaran terbesar (diameter
Biparietal) melalui PAP. Pada primigravida kepala janin mulai turun pada umur
kehamilan kira-kira 36 minggu, sedangkan pada multigravida pada kira-kira 38
minggu, kadang-kadang baru pada permulaan partus. Engagement lengkap terjadi
bila kepala sudah mencapai Hodge III. Bila engagement sudah terjadi maka kepala
tidak dapat berubah posisi lagi, sehingga posisinya seolah-olah terfixer di dalam
panggul, oleh karena itu engagement sering juga disebut fiksasi. Pada
kepala masuk PAP, maka kepala dalam posisi melintang dengan sutura sagitalis
melintang sesuai dengan bentuk yang bulat lonjong. Seharusnya pada waktu kepala
masuk PAP, sutura sagitalis akan tetap berada di tengah yang disebut Synclitismus.
Tetapi kenyataannya, sutura sagitalis dapat bergeser kedepan atau kebelakang
disebut Asynclitismus. Asynclitismus dibagi 2 jenis :
- Asynclitismus anterior : naegele obliquity yaitu bila sutura sagitalis
bergeser mendekati promontorium.
- Asynclitismus posterior : litzman obliquity yaitu bila sutura sagitalis
mendekati symphisis.
B. Descensus = penurunan
Descensus adalah penurunan kepala lebih lanjut kedalam panggul. Faktor-
faktor yang mempengaruhi descensus adalah tekanan air ketuban, dorongan
langsung fundus uteri pada bokong janin, kontraksi otot-otot abdomen, ekstensi
badan janin.
C. Fleksi

14
Fleksi ialah menekannya kepala dimana dagu mendekati sternum
sehingga lingkaran kepala menjadi mengecil suboksipito bregmatikus (9,5cm).
Fleksi terjadi pada waktu kepala terdorong His kebawah kemudianmenemui jalan
lahir. Pada waktu kepala tertahan jalan lahir, sedangkan dari atas mendapat
dorongan, maka kepala bergerak menekan kebawah.
D. Putaran Paksi Dalam (internal rotation)
Putaran paksi dalam adalah berputarnya oksiput ke arah depan, sehingga
ubun -ubun kecil berada di bawah symphisis (HIII). Faktor-faktor yang
mempengaruhi : perubahan arah bidang PAP dan PBP, bentuk jalan lahir yang
melengkung, kepala yang bulatdan lonjong.
E. Defleksi
Defleksi ialah mekanisme lahirnya kepala lewat perineum. Faktor yang
menyebabkan terjadinya hal ini ialah : lengkungan panggul sebelah depan lebih
pendek dari pada yang belakang. Pada waktu defleksi, maka kepala akan berputar
ke atas dengan suboksiput sebagai titik putar (hypomochlion) dibawah symphisis
sehingga berturut – turut lahir ubun – ubun besar, dahi, muka dan akhirnya dagu.
F. Putaran paksi luar (external rotation) ialah berputarnya
kepala menyesuaikan kembali dengan sumbu badan (arahnya sesuai dengan
punggung bayi).
G. Expulsi adalah lahirnya seluruh badan bayi.

15
Gambar. 2.1 Mekanisme Persalinan Normal

2.2.8 Komplikasi
Komplikasi dari persalinan sebagai berikut:3,4
a.Infeksi.
b.Retensi plasenta.
c.Hematom pada vulva.
d.Ruptur uteri.
e.Emboli air ketuban.
f.Ruptur perineum.

2.3 Inersia Uteri


2.3.1 Definisi Inersia Uteri
Inersia uteri adalah his yang tidak normal, fundus berkontraksi lebih kuat dan
lebih dulu daripada bagian lain. Inersia uteri adalah his yang sifatnya lebih lemah,

16
lebih singkat, dan jarang dibandingkan dengan his yang normal.
Menurut Dr. Amru Sofian, 2013:216 inersia uteri dibagi dalam 2 bagian yaitu:

a. Inersia uteri primer adalah kelemahan his timbul sejak dari permulaan persalinan.
Hal ini harus dibedakan dengan his pendahuluan yang juga lemah dan kadang-
kadang menjadi hilang (false labour).

b. Inersia uteri sekunder adalah kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang
kuat teratur dan dalam waktu yang lama.

Menurut Yulia Fauziyah, 2014:102 inersia uteri dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Inersia uteri hipertonis, yaitu kontraksi uterin tidak terkoordinasi, misalnya


kontraksi segmen tengah lebih kuat dari segmen atas. Inersia uteri ini sifatnya
hipertonis, sering disebut sebagai inersia spastis. Pasien biasanya sangat kesakitan.
Inersia uteri hipertonis terjadi dalam fase laten. Oleh karena itu dinamakan juga
sebagai inersia primer.

b. Inersia uteri hipotonis, yaitu kontraksi terkoordinasi tetapi lemah. Melalui deteksi
dengan menggunakan cardio Tocography (CTG), terlihat tekanan yang kurang dari
15 mmHg. Dengan palpasi, his jarang dan pada puncak kontraksi dinding rahim
masih dapat ditekan ke dalam. His disebut naik bila tekanan intrauterine mencapai
50-60 mmHg. Biasanya terjadi dalam fase aktif. Oleh karena itu, dinamakan juga
kelemahan his sekunder.

Tabel 1.1 Perbedaan Inersia Uteri Hipotonis dan Hipertonis


Variabel Hipotonis Hipertonis

Kejadian 4% dari persalinan 1% dari persalinan

Saat terjadi Fase aktif Fase laten

Nyeri Tidak nyeri Nyeri berlebihan

Fetal distress Lambat terjadi Cepat

Reaksi terhadap oksitosin Baik Tidak baik

Pengaruh sedative Sedikit Besar

17
Sumber: Fauziyah. Obstetri patologi.2014:103

2.3.2 Penyebab Inersia Uteri


Menurut Reeder, Martin, Griffin tahun 2014:395 penyebab terjadinya
inersia uteri yaitu:

1. Distensi berlebihan pada uterus, disebabkan oleh janin yang besar,


kehamilan kembar, atau polihidroamnion
2. Kekakuan serviks yang dihubungkan dengan fibrosis serviks dan
nulipara yang berusia lanjut
3. Obesitas (berhubungan dengan persalinan yang lebih lambat dan lebih
tidak konsisten)
4. Usia maternal yang lanjut (pengerasan taut jaringan ikat antara
komponan tulang panggul yang dihubungkan dengan memanjangnya
kala dua persalinan)
5. Pemberian analgesik yang berlebihan.

Faktor penyebab inersia uteri diantaranya:

1. Faktor umum seperti umur, paritas, anemia, ketidaktepatan penggunaan


analgetik, pengaruh hormonal karena kekurangan prostaglandin atau oksitosin,
perasaan tegang dan emosional,

2. Faktor lokal seperti overdistensi uterus, hidramnion, malpresentasi, malposisi,


dan disproporsi cephalopelvik, mioma uteri.

2.3.3 Komplikasi Persalinan Inersia Uteri


Inersia uteri yang tidak diatasi dapat memanjakan wanita terhadap bahaya
kelelahan, dehidrasi, dan infeksi intrapartum. Tanda-tanda terjadinya gawat janin
tidak tampak sampai terjadinya infeksi selama intrapartum. Walaupun terapi infeksi
intrauterin dengan antibiotik memberikan proteksi terhadap wanita, tetapi
manfaatnya kecil dalam melindungi janin. Lain halnya dengan inersia uteri sekunder,
gawat janin cenderung muncul pada awal persalinan ketika terjadi inersia uteri
sekunder. Tonus otot yang meningkat dengan konstan merupakan predisposisi
terjadinya hipoksia pada janin. Kadang kala, pecahnya selaput ketuban dalam waktu
lama dapat menyertai kondisi ini dan dapat menyebabkan infeksi intrapartum.

18
2.3.4 Penanganan inersia uteri
Apabila penyebabnya bukan kelainan panggul dan atau kelainan janin
yang tidak memungkinkan terjadinya persalinan pervaginam, apabila ketuban
positif dilakukan pemecahan ketuban terlebih dahulu. Jika upaya ini tidak
berhasil, berikut langkah-langkah penanganan selanjutnya:

1) Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500 cc dekstrosa 5%,


dimulai dengan 12 tetes per menit, dinaikkan setiap 30 menit sampai
40-50 tetes per menit. Maksud dari pemberian oksitosin adalah supaya
serviks dapat membuka.
2) Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak
mempekuat his setelah pemberian beberapa lama, hentikan dulu dan
ibu dianjurkan untuk istirahat. Keesokan harinya bias diulang
pemberian oksitosin drips.
3) Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya
dilakukan seksio sesarea.
4) Bila semua his kuat tetapi kemudian terjadi inersia
sekunder/hipertonis, pengobatan yang terbaik ialah petidin 50 mg atau
tokolitik, seperti ritodine dengan maksud menimbulkan relaksasi dan
istirahat, dengan harapan bahwa setelah pasien itu bangun kembali
timbul his yang normal. Mengingat bahaya infeksi intrapartum,
kadang-kadang dicoba juga oksitosin, tetapi dalam larutan yang lebih
lemah. Namun jika his tidak menjadi lebih baik dilakukan seksio
sesarea.

2.4 Episiotomi
2.4.1 .Definisi Episiotomi
Menurut Sarwono (2007), episiotomi merupakan suatu tindakan insisi pada
perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput
dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit
sebelah depan perineum. .Episiotomi adalah insisi pudendum / perineum untuk

19
melebarkan orifisium ( lubang / muara ) vulva sehingga mempermudah jalan keluar
bayi
.
2.4.2 Tujuan Episiotomi
Tujuan episiotomi yaitu membentuk insisi bedah yang lurus, sebagai pengganti
robekan tak teratur yang mungkin terjadi. Episiotomi dapat mencegah vagina robek
secara spontan, karena jika robeknya tidak teratur maka menjahitnya akan sulit dan
hasil jahitannya pun tidak rapi, tujuan lain episiotomiyaitu mempersingkat waktu
ibu dalam mendorong bayinya keluar.

2.4.3 Waktu Pelaksanaan Episiotomi


Menurut Benson dan Pernoll (2009), episiotomi sebaiknya dilakukan ketika kepala
bayi meregang perineum pada janin matur, sebelum kepala sampai pada otot-otot
perineum pada janin matur. Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka
perdarahan yang timbul dari luka episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila
episiotomi dilakukan terlalu lambat maka laserasi tidak dapat dicegah. sehingga
salah satu tujuan episiotomi itu sendiri tidak akan tercapai. Episiotomi biasanya
dilakukan pada saat kepala janin sudah terlihat dengan diameter 3 - 4 cm pada waktu
his. Jika dilakukan bersama dengan penggunaan ekstraksi forsep, sebagian besar
dokter melakukan episiotomi setelah pemasangan sendok atau bilah forsep.

2.4.4 Tindakan Episiotomi


Pertama pegang gunting epis yang tajam dengan satu tangan, kemudian
letakkan jari telunjuk dan jari tengah di antaraa kepala bayi dan perineum searah
dengan rencana sayatan. Setelah itu, tunggu fase acme (puncak his). Kemudian
selipkan gunting dalam keadaan terbuka di antara jari telunjuk dan tengah. Gunting
perineum, dimulai dari fourchet (komissura posterior) 45derajat ke lateral kiri atau
kanan.

2.4.5 Indikasi Episiotomi


Untuk persalinan dengan tindakan atau instrument (persalinan dengan cunam,
ekstraksi dan vakum); untuk mencegah robekan perineum yang kaku atau
diperkirakan tidak mampu beradaptasi terhadap regangan yang berlebihan,dan
untuk mencegah kerusakan jaringan pada ibu dan bayi pada kasus letak / presentasi
20
abnormal (bokong, muka, ubun-ubun kecil di belakang) dengan menyediakan
tempat yang luas untuk persalinan yang aman.

2.4.6 Jenis - Jenis Episiotomi


Sebelumnya ada 4 jenis episiotomi yaitu; Episiotomi medialis,
Episiotomimediolateralis, Episiotomi lateralis, dan Insisi Schuchardt. Namun
menurut Benson dan Pernoll (2009), sekarang ini hanya ada dua jenis episiotomi
yang di gunakan yaitu:
a. Episiotomi median, merupakan episiotomi yang paling mudah
dilakukan dan diperbaiki. Sayatan dimulai pada garis tengah komissura
posterior lurus ke bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingter ani.
Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah: perdarahan yang timbul
dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena daerah yang relatif sedikit
mengandung pembuluh darah. Sayatan bersifat simetris dan anatomis
sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan penyembuhan lebih
memuaskan. Sedangkan kerugiannya adalah: dapat terjadi ruptur perinei
tingkat III inkomplet (laserasi median sfingter ani) atau komplit (laserasi
dinding rektum).
b. Episiotomi mediolateral, digunakan secara luas pada obstetri operatif
karena aman. Sayatan di sini dimulai dari bagian belakang introitus vagina
menuju ke arah belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke
arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang
melakukannya. Panjang sayatan kira-kira 4 cm. Sayatan di sini sengaja
dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah ruptura perinea
tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah
yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga
penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan Universitas Sumatera
Utaradilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai
hasilnya harus simetris.
c.
2.4.7 Benang Yang Digunakan Dalam Penjahitan Episiotomi
Alat menjahit yang digunakan dalam perbaikan episitomi atau laserasi dapat
menahan tepi – tepi luka sementara sehingga terjadi pembentukan kolagen yang
baik. Benang yang dapat diabsorbsi secara alamiah diserap melalui absorbsi air
21
yang melemahkan rantai polimer jahitan. Benang sintetik yang dapat diabsorbsi
yang paling banyak digunakan adalah polygarin 910 (Vicryl) yang dapat menahan
luka kira-kira 65% dari kekuatan pertamanya setelah 14 hari penjahitan dan
biasanya diabsorbsi lengkap setelah 70 hari prosedur dilakukannya. Ukuran yang
paling umum digunakan dalam memperbaiki jaringan trauma adalah 2-0, 3-0, dan
4-0, 4-0 yang paling tipis. Benang jahit yang biasa digunakan dalam kebidanan
dimasukkan ke dalam jarum, dan hampir semua jahitan menggunakan jarum ½
lingkaran yang runcing pada bagian ujungnya. Ujung runcing dapat masuk dalam
jaringan tanpa merusaknya.

2.4.8 Penyembuhan Luka Episiotomi


Menurut Walsh (2008) proses penyembuhan terjadi dalam tiga fase, yaitu:
a. Fase 1: Segera setelah cedera, respons peradangan menyebabkan
peningkatan aliran darah ke area luka, meningkatkan cairan dalam
jaringan,serta akumulasi leukosit dan fibrosit. Leukosit akan memproduksi
enzim proteolitik yang memakan jaringan yang mengalami cedera.
b. Fase 2: Setelah beberapa hari kemudian, fibroblast akan membentuk
benang – benang kolagen pada tempat cedera.
c. Fase 3: Pada akhirnya jumlah kolagen yang cukup akan melapisi jaringan
yang rusak kemudian menutup luka. Proses penyembuhan sangat
dihubungani oleh usia, berat badan, status nutrisi, dehidrasi, aliran darah
yang adekuat ke area luka, dan status imunologinya. Penyembuhan luka
sayatan episiotomi yang sempurna tergantung kepada beberapa hal. Tidak
adanya infeksi pada vagina sangat mempermudah penyembuhan.
Keterampilan menjahit juga sangat diperlukan agar otot-otot yang tersayat
diatur kembali sesuai dengan fungsinya atau jalurnya dan juga dihindari
sedikit mungkin pembuluh darah agar tidak tersayat. Jika sel saraf terpotong,
pembuluh darah tidak akan terbentuk lagi.

2.4.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka


a) Status nutrisi yang tidak tercukupi memperlambat penyembuhan luka
b) Kebiasaan merokok dapat memperlambat penyembuhan luka
c) Penambahan usia memperlambat penyembuhan luka

22
d) Peningkatan kortikosteroid akibat stress dapat memperlambat penyembuhan
luka
e) Ganguan oksigenisasi dapat mengganggu sintesis kolagen dan menghambat
epitelisasi sehingga memperlambat penyembuhan luka
f) Infeksi dapat memperlambat penyembuhan luka

23
BAB 3
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. Y
Umur : 29 tahun
Pekerjaan : PNS
No MR : 014237
Alamat : Bengkulu
Tgl. Masuk : 20 Maret 2019
Anamnesis :
Seorang pasien wanita umur 29 tahun datang ke RSP Unand pada tanggal
20 Maret 2019 pukul 15.55 WIB dengan keluhan nyeri pinggang yang menjalar ke
ari-ari sejak 9 jam sebelum masuk Rumah Sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Nyeri pinggang yang menjalar ke ari-ari sejak 9 jam sebelum masuk rumah
sakit.
 Keluar lendir campur darah dari kemaluan (+) sejak 9 jam yang lalu.
 Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (+) sejak 5 jam sebelum masuk
Rumah Sakit.
 Keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada.
 Tidak haid sejak ± 9,5 bulan yang lalu.
 HPHT : 04-06-2018 TP : 10-03-2019.
 RHM : mual (+), muntah (+), perdarahan (-).
 ANC: kontrol rutin ke bidan.
 RHT: Mual (-), muntah (-), perdarahan (-).
 Riwayat menstruasi: menarche umur 13 tahun, siklus haid teratur, lamanya
5-7 hari, banyaknya 3-4 x ganti duk/hari, nyeri haid (-).
 Riwayat demam (-),kaki bengkak (-),pandangan kabur (-).
 Riwayat konstipasi (-), nyeri BAK (-), nyeri kepala (-), keputihan (-), BAB
dan BAK dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, diabetes
melitus, dan hipertensi.

24
 Riwayat alergi obat tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada
Riwayat Perkawinan : 1 x tahun 2017
Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan : G3P0A2H0
1. 2017/ April/ abortus/ dikuretase.
2. 2017/ Agustus/ abortus/ dikuretase.
3. Sekarang.
Riwayat Kontrasepsi : -
Riwayat Imunisasi : -
Riwayat Pendidikan : D3
Riwayat Pekerjaan : Pasien seorang guru
Riwayat Kebiasaan : merokok (-), alkohol (-), narkoba (-)
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan sebelum hamil : 49 Kg
Berat Badan sesudah hamil : 65 Kg
LILA : 25 cm
Vital sign :
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Nafas : 20x/menit
Temperatur : 36,70 C
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher :
Inspeksi : JVP 5-2 cmH2O,
Kelenjar tiroid tidak tampak membesar
Palpasi : Kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar
Thoraks

25
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama jantung reguler, bising (-), gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor kiri dan kanan
Auskultasi : suara napas vesikuler , ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Status Obstetri
Genitalia : Status Obstetri
Ekstremitas : Edema (-), Akral hangat, CRT <2 detik
Status Obstetrikus :
Muka : Chloasma gravidarum (-)
Mammae : Membesar, aerola dan papilla mammae hiperpigmentasi (+),
pembesaran kelenjar montgomery (+).
Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit sesuai dengan usia kehamilan aterm.
Linea mediana hiperpigmentasi (+), striae gravidarum (+),
sikatrik (-)
Palpasi :
L1 : FUT teraba 3 jari dibawah processus xyphoideus.
Teraba massa besar, lunak, noduler
L2 : Teraba tahanan terbesar janin di sebelah kiri ibu.
Teraba bagian-bagian kecil janin di sebelah kanan ibu.
L3 : Teraba massa bulat, keras, terfiksir.
L4 : Paralel
TFU : 31 cm His : 1x/10’/30”
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N, DJJ : 125-135 x/menit

26
Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
VT : Ø 4-5 cm, Ketuban (-), Portio lunak anterior
UUK kiri melintang Hodge II-III
TBA : 2945 gr
Laboratorium :
 Hemoglobin : 11 gr/dl
 Leukosit : 19.600 /mm3
 Trombosit : 256.000/mm3
 Hematokrit : 32,8 %
 PT : 7,1”
 APTT : 30,40”
Diagnosa :
G3P0A2H0 Parturien Aterm 40-41 minggu Kala I Fase aktif + inersia
uteri sekunder
Janin hidup tunggal intra uterin
Sikap :
Kontrol keadaan umum, vital sign, His, denyut jantung janin.
Akselerasi kemajuan persalinan
VT 2 jam kemudian
Rencana :
Persalinan pervaginam

PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal 20 Maret 2019
Pukul 18.00 WIB

S : Nyeri pinggang menjalar ke ari- ari semakin sering dan lama


Gerakan janin (+)
O : KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 120/70mmHg 72x/i 20x/i 36,70C

27
Abdomen
His : 2-3x/35"/S
DJJ : 131-140 x/I
Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
VT : Ø 6-7 cm, Ketuban (-), Portio tipis anterior
UUK kiri depan Hodge II-III
Diagnosis :
G3P0A2H0 Parturien Aterm 40-41 minggu Kala I Fase Aktif
Janin hidup tunggal intra uterin
Sikap :
Kontrol KU, VS, HIS, DJJ
Ikuti kemajuan persalinan
VT 2 jam kemudian
Rencana :
Partus pervaginam

Pukul 20.00 WIB


S : Nyeri pinggang menjalar ke ari- ari semakin sering dan lama
Gerakan janin (+)
O : KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 120/90mmHg 82x/i 20x/i 36,90C
Abdomen
His : 8-9x/40"/K
DJJ : 121-130 x/i
Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
VT : Ø 8-9 cm, Ketuban (-)
UUK kiri depan Hodge II-III
Teraba kepala UUK kiri depan HIII-IV
Diagnosis :
G3P0A2H0 Parturien Aterm 40-41 minggu Kala 1 Fase Aktif

28
Janin hidup tunggal intra uterin
Sikap :
Kontrol KU, VS, HIS, DJJ
VT 2 jam kemudian
Rencana :
Partus pervaginam

Pukul 21.00 WIB


S : Nyeri pinggang menjalar ke ari- ari semakin sering dan lama
Gerakan janin (+)
O : KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 120/90mmHg 90x/i 24x/i 36,90C
Abdomen
His : 4-5x/50"/K
DJJ : 125-135 x/i
Genitalia :
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
VT : Ø lengkap
Ketuban (-) sisa jernih
Teraba kepala UUK depan HIII-IV
Diagnosis :
G3P0A2H0 Parturien Aterm 40-41 minggu Kala II
Sikap :
Kontrol KU, VS, HIS, DJJ
Pimpin persalinan
Rencana :
Partus pervaginam

Pukul 21.30 WIB


Lahir bayi secara pervaginam
Jenis Kelamin` : Laki-laki
Berat Badan : 3000 gram

29
Panjang Badan : 48 cm
Apgar Skor : 7/8
Plasenta lahir spontan ukuran 16x15x17 cm berat 500 gram, panjang tali pusat 50
cm insersi paracentralis. Perdarahan selama tindakan 100 cc.

LAPORAN PERSALINAN
 Jam 21.30 terlihat adanya tanda kala II persalinan, yaitu ibu merasa ada
dorongan kuat untuk meneran, tekanan meningkat pada rektum dan vagina,
perineum tampak menonjol, vulva dan sfingter ani membuka.
 Menyiapkan pertolongan persalinan:
Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk
menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk
resusitasi tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk/kain bersih dan
kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm di atas tubuh
bayi
 Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu
bayi
 Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam
partus set
 Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik :
Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari
depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT
 Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan
dengan seksama dari arah depan ke belakang
 Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang
tersedia
Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan
rendam dalam larutan klorin 0,5% )
 Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap Bila selaput
ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan
amniotomi

30
 Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/ saat relaksasi uterus
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 - 160x/ menit)
 Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-
hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
 Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran.
 Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan
bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya.
 Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan
kondisi dan kenyamanan ibu dan janin, dan dokumentasikan semua
temuan yang ada.
 Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara
benar.
 Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat
untuk meneran:
 Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
 Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara
meneran apabila caranya tidak sesuai
 Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali
posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
 Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
 Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
 Berikan cukup asupan cairan peroral (minum)
 Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
 Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120
menit (2 jam) meneran (Primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran
(multigravida)
 Dilakukan episiotomi. Lindungi perineum dengan tangan kanan (dibawah
kain bersih dan kering), ibu jari pada salah satu perineum dan 4 jari tangan
pada sisi perineum yang lain. Tangan kiri menahan kepala bayi untuk
menahan posisi tetap fleksi saat keluar secara bertahap melewati introitus

31
dan perineum. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernapas cepat
dan dangkal.
 Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang
sesuai jika hal itu terjadi dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi
 Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas
kepala bayi.
 Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan
potong di antara dua klem tersebut.
 Pada pasien ini tidak terdapat lilitan tali pusat.
 Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
 Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan
kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus
pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu
belakang.
 Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas
untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas (sanggah
susur).
 Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut
kepunggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan
telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari
dan jari-jari lainnya).
 Jam 21.30 WIB.
Lahir bayi laki-laki, Bayi lahir cukup bulan, menangis kuat dan bergerak
aktif.
 Bayi dikeringkan mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan
handuk / kain yang kering. Biarkan bayi diatas perut ibu.
 Memeriksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam
uterus.

32
 Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi
baik.
 Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM
(intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi
sebelum menyuntikan oksitosin).
 Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm
dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan jepit
kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama
 Pemotongan dan pengikatan tali pusat: Dengan satu tangan. Angkat tali
pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan dilakukan pengguntingan
tali pusat diantara 2 klem tersebut. Kemudian dilakukan pengikatan tali
pusat.
 Agar ada kontak kulit ibu kekulit bayi, bayi diletakkan tengkurap di dada
ibu. Lurus kan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada / perut ibu.
Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih
rendah dari puting payudara ibu dan selimuti bayi
 Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva.
 Meletakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis,
untuk mendeteksi pelepasan plasenta. Tangan lain meregangkan tali pusat.
 Saat uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat dengan tangan kanan,
sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah dorso kranial.
 Timbul tanda-tanda pelepasan plasenta:
 Fundus uteri naik
 Tali pusat yang terlihat menjadi lebih panjang ± 3 cm
 Bentuk uterus menjadi membulat dan keras
 Disertai pengeluaran darah dengan tiba-tiba
 Saat plasenta muncul di introitus vagina, plasenta dilahirkan dengan kedua
tangan. Memegang dan memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin
kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadahnya.
 Setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, dilakukan masase uterus dengan
meletakkan telapak tangan pada difundus dan dilakukan gerakan melingkar
hingga uterus berkontraksi.

33
 Memeriksa plasenta dan selaput plasenta,
Plasenta lahir spontan, lengkap 1 buah, berat ± 500 gram, insersi
parasentralis. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum (dengan 2
jari telunjuk dan tengah tangan kanan membuka liang vagina untuk memeriksa
apakah ada laserasi atau robekan perineum dan vagina yang menyebabkan
perdarahan). Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
 Melakukan asuhan pasca persalinan, yaitu :
 Memastikan uterus berkontraksi baik
 Melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
 Dilakukan penimbangan bayi, memberikan tetes mata antibiotika dan vit K.
 Berat badan bayi : 3000 gram
 Panjang badan bayi : 48 cm
 Evaluasi perdarahan : perdarahan ± 100 cc
Diagnosis :
G3P0A2H0 post partus pervaginam, neonatus cukup bulan, laki-laki, BB
3000 gr, PB 48 cm.
Sikap :
 Kontrol KU,VS, PPV, Kontraksi
 Awasi kala IV
Terapi :
 IV Ceftiaxone 2x1 g
 Metronidazole 3x500 mg
 SF 2x180 mg
 Asam mefenamat 3x500 mg
 Vit C 3x50 mg
 Moloco 1x1 tablet
Rencana:
Pindah ke bangsal.
KALA IV
Jam Waktu TD Nadi Suhu TFU Kontraksi Kandung Darah

ke uterus kemih

34
1 21.45 120/60 82x 36,90 2 jari Baik Kosong Normal

bpst

22.00 120/60 72x 36,90 2 jari Baik Kosong Normal

bpst

22.15 120/70 86x 36,90 2 jari Baik Kosong- Normal

bpst

22.30 120/70 80x 36,90 2 jari Baik Kosong Normal

bpst

2 23.00 120/80 86x 36,70 2 jari Baik Kosong Normal

bpst

23.30 120/80 88x 36,70 2 jari Baik Kosong Normal

bpst

Follow up
Tanggal 21 Januari 2019, pukul 07.00 WIB
S : Demam (-), ASI (+/+), BAK (+) sedikit, BAB (-), PPV (-)
O : KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 120/80 88x/i 20x/i 36,8 0C
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak sedikit membuncit
Palpasi : FUT 3 jari bawah pusat, kontraksi baik NT(-), NL (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi: BU (+) Normal
Genitalia
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
Diagnosis :
P1A2H1 post partus pervaginam, ibu dan anak baik
Sikap

35
Kontrol KU, VS, PPV
Mobilisasi dini
Breast care
Vulva hygiene
Terapi :
 IV Ceftiaxone 2x1 g
 Metronidazole 3x500 mg
 SF 2x180 mg
 Asam mefenamat 3x500 mg
 Vit C 3x 50 mg
 Moloco 1x1 tablet
Rencana : Pulang

BAB 4

DISKUSI

36
Pasien wanita berumur 29 tahun datang ke RSP Unand, dengan keluhan

utama nyeri menjalar ke ari-ari yang semakin meningkat sejak 9 jam sebelum

masuk RS.

Pasien nullipara, dengan kehamilan aterm, pasien mengatakan nyeri

pinggang yang menjalar ke ari-ari sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit dan

keluarnya lendir dan darah dari kemaluan mulai dirasakan sejak 9 jam sebelum

masuk rumah sakit, keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 5 jam sebelum

masuk Rumah Sakit, keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada. Pasien

sudah tidak haid sejak 9,5 bulan yang lalu (HPHT: 4 Juni 2018). Pasien juga rutin

kontrol ke bidan. Pasien pertama kali haid di umur 13 tahun, dengan siklus yang

teratur , lamanya 5-7 hari, banyaknya 3-4x ganti duk, nyeri haid (-).

Pada pemeriksaan leopold ditemukan Tinggi fundus uteri teraba 3 jari di

bawah prosesus xiphoedeus, teraba tahanan terbesar janin disebelah kiri ibu, bagian

terbawah teraba massa keras dan terfiksir. Pada pemeriksaan VT pembukaan

sebesar 4-5 cm dan keluar air-air dari kemaluan. Pasien didiagnosa dengan

G3P0A2H0 Parturien Aterm 40-41 minggu Kala I Fase Aktif. + inersia uteri

sekunder.

Berdasarkan kepustakaan keadaan pasien diatas merupakan tanda kala I fase

aktif, dimana pada pasien ditemukan adanya nyeri yang menjalar ke ari-ari serta

pada VT ditemukan adanya pembukaan sebesar 4-5 cm. Tindakan selanjutnya

observasi pembukaan serviks hingga lengkap dan masuk ke kala II.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb: 10,9 gr/dl, leukosit:

19.600/mm3, trombosit : 256.000/mm3, hematokrit: 32,8%, PT: 7,1”, APTT: 30,40”.

37
Pada pukul 21.00 WIB terlihat adanya tanda kala II persalinan yaitu ibu

merasa ada dorongan kuat untuk meneran, tekanan meningkat pada rektum dan

vagina, perineum tampak menonjol, vulva dan sfingter ani membuka. Tindakan

asuhan persalinan normal dilakukan. Bayi pun lahir pada pukul 21.30 dengan jenis

kelamin laki-laki dan berat badan 3000 gram, menangis kuat dan bergerak aktif.

Pasien pun masuk ke Kala III , beberapa saat setelah itu plasenta pun lahir spontan

lengkap 1 buah berat ±500 gram, pada fase ini dilakukan manajemen aktif kala 3

antara lain pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir,

melakukan peregangan tali pusat terkendali, dan masase fundus uteri. Setelah itu

pasien pun masuk ke kala IV, pada pasien dilakukan evaluasi kemungkinan laserasi

pada vagina dan perineum.

Berdasarkan kepustakaan manajemen aktif kala III ini bertujuan untuk

menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat

waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah pada kala tiga

persalinan jika dibandingkan dibiarkan dengan penatalaksanaan fisiologis.

Setelah asuhan persalinan normal selesai pasien di pindahkan ke ruang

rawat dan diberikan Ceftiaxone IV 2x1 g, Metronidazole 3x500 mg, Asam

mefenamat 3x500 mg, Sulfat ferosus 2x180 mg, vit C 3x50 mg dan Moloco 1x1

tablet untuk mencegah terjadinya infeksi post partum, mengurangi nyeri, mencegah

anemia, dan mempercepat penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono.2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2. Cunningham, F. Gary, et al. 2007. Williams Obstetrics 22nd Edition. The

38
McGraw-Hill Companies: New York.
3. Hacker et al. 2010. Essential of Obstetrics and Gynecology 5th edition.
Elseviers Saunders: Pennsylvania.
4. Ragusa , Antonio, Mona Mansur, Alberto Zanini, Massimo Musicco, Lilia
Maccario, dan Giovanni Borsellino. 2005. Diagnosis of Labor: a Prospective
Study. Medscape General Medicine. Download from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1681656/
5. Gabbe, S.G., Niebyl, J.R., Simpson, J.L.2002. Obstetrics Normal and Problem
Pregnancies, ed.4, Churchill Livingstone, New York.
6. Arif, Mansjoer. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Media
Aesculapius. Jakarta.
7. Bobak. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
8. Roestam, M. 2002. Obstetri Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
9. Saifuddin, Abdul Bari.2006.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal Dan Neonatal.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
10. Winkjosastro, Hanifa.2005. Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

39

Anda mungkin juga menyukai