Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PBL BLOK 18

Kanker Paru

FARAH WAHEEDA BINTI PATUL MUIN


10- 2011- 428

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA (UKRIDA)


Alamat korespondensi : Universitas Kristen Krida Wacana,
Jalan Arjuna Utara, No 6, Jakarta 11510.
farah_waheeda@hotmail.com

Pendahuluan
1

Lebih dari 90% tumor paru-paru primer merupakan tumor ganas dan
sekitar 95% tumor ganas ini termasuk karsinoma bronkogenik. Bila mana
kita menyebut kanker paru-paru maka yang dimaksudkan adalah karsinoma
bronkogenik, karena kebanyakan tumor ganas primer dari sistem pernafasan
bagian bawah bersifat epitelial dan berasal dari mukosa percabangan
bronkus.
Meskipun pernah dianggap sebagai suatu bentuk keganasan yang
jarang terjadi, insidens kanker paru-paru di negara industri telah meningkat
sampai tahap epidemik. Kanker paru-paru sekarang ini telah menjadi sebab
utama dari kematian akibat kanker pada pria mahupun wanita. Insidens
tertinggi pada usia 55-65 tahun. Peningkatan ini dipercaya ada hubungannya
dengan makin tingginya kebiasaan merokok.
Isi Perbahasan
1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap merupakan kunci terhadap diagnosis yang
tepat. Selain gejala klinis yang disebutkan oleh pasien, beberapa faktor perlu
diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru, seperti faktor umur,
kebiasaan merokok, adanya riwayat kanker dalam keluarga, terpapar zat
karsinogen atau terpapar jamur dan infeksi yang dapat menyebabkan nodul
soliter pada paru.
Pertama sekali pada anamnesis ditanyakan nama, umur, pekerjaan,
tempat tinggal, dan sebagainya. dalam kasus ini, pasien adalah seorang
wanita berusia 55 tahun. Seterusnya ditanyakan keluhan utama yang
menyebabkan wanita tersebut datang ke poliklinik. Keluhan utamanya
adalah wanita itu mengalami batuk berdarah sejak 4 bulan lalu. Seterusnya
ditanyakan tentang riwayat penyakit sekarang. Menurut wanita tersebut, dia
pernah berobat sebelumnya dan telah menjalani pengobatan TB selama dua
bulan, tetapi keluhan batuk berdarah belum berkurang. Selain itu, selama 1
2

bulan ini pasien wanita itu mengeluh sering sakit pada punggung di sekitar
tulang belakangnya. Untuk riwayat penyakit dahulu didapati wanita ini
pernah menjalani operasi total pengangkatan payudara 1 tahun yang lalu
setelah didiagnosa terkena kanker payu dara.1

2. Pemeriksaan Fisik
2.1 Tanda vital
Tekanan darah, temperatur, frekuensi nadi, dan frekuensi napas menentukan tingkat
keparahan penyakit. Ketidakstabilan sirkulasi dengan tanda hipotensi dan takikardia merupakan
suatu tanda darurat. Sebabnya dapat berupa kehilangan darah yang akut pada hemoptisis massif
atau penyakit yang menyebabkan/menyertainya.
2.2 Pemeriksaan dinding dan rongga dada
2.2.1 Inspeksi
1) Diamati bentuk thorax apakah biasa/normal, ataukah ada kelainan bentuk seperti: kiposis,
lordosis, scoliosis, gibbus (kiposis yang ekstrim).
2) Bentuk yang lain: bentuk dada burung (pigeon chest) sternum menonjol, bentuk dada
tukang sepatu/cekung (Funnel chest) barrel chest (besar menggembang muka belakang).
3) Diamati pernapasan pasien seperti terdengar stridor/inspirasi/expirasi
4) Menghitung frekuensi pernapasan yang normalnya 12 20x/menit dan juga perbandingan
frekuensi napas dengan HR yang kira-kira = 1 : 4. napas yang lebih dari 20x/menit
disebut Tachypnea. Bila kurang dari 12x/menit disebut Bradipnae.
5) Catat juga pola/irama pernapasannya, apakah teratur, periodic Cheynes Stokes, Kussmaul
(cepat-dalam), hiperventilasi (hanya dalam) atau irama satu-satu pada pasien sebelum
meninggal.
6) Amati juga ada tidaknya dyspnea (setiap ketidaknyamanan bernapas dalam bentuk
apapun)
a. tanda-tanda retraksi intereostals
b. tanda-tanda retraksi supra sternal
c. pernapasan cuping hidung

7) Ada dua hal lain yang dihubungkan dengan fungsi pernapasan adalah pengamatan
cyanosis disekitar bibir, mulut dan dasar kuku. Clubbing of the finger (seperti ujung
pemukul genderang)
8) Amati pula suara batuk yang kita dengar (produktif, kering, whooping, pendek-pendek/
dehem-dehem).
2.2.2 Palpasi
1) Fremitus taktil
- Umumnya pemeriksaan ini bersifat membandingkan bagian mana yang lebih bergetar
atau kurang bergetar. Menurun taktil terpalpasi pada area yang mengalami atelektasis
seperti terjadi pada bronkus tersumbat. Meningkatnya fremitus disebabkan oleh
konsolidasi parenkim pada suatu area yang mengalami inflamasi. Palpasi pada
dinding thorax menggunakan seluruh telapak tangan dan jari, kiri dan kanan dengan
maksud meraba dan merasakan getaran dinding dada sewaktu pasien mengucapkan
tujuh puluh tujuh . Secara berulang-ulang. Getaran yang dirasakan disebut Vokalfremitus.
2) Tertinggalnya pengembangan suatu hemitoraks yang dirasakan dengan palpasi bagian
lateral bawah rib cage paru bersangkutan menunjukkan adanya gangguan pengembangan
pada hemitoraks tersebut. Hal ini disebabkan obstruksi salah satu bronkus utama atau
pneumotoraks.
2.2.3 Perkusi
Perkusi dinding thorax dengan cara mengetuk dengan jari tengah-tengah kiri yang
ditempelkan dengan erat didinding dada dicelah intereostal. Penilaian suara yang ditimbulkan
oleh perkusi
1) Sonor adalah suara perkusi jaringan paru yang normal
2) Redup adalah suata perkusi jaringan yang lebih padat/konsolidasi paru-paru seperti
Pneumonia
3) Pekak adalah suatu perkusi jaringan yang padat
4) Hypersonor/ tympani adalah suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong seperti :
daerah caverne-caverne paru, penderita asma kronik terutama dengan bentuk dada Barrelchest akan terdengar seperti ketukan benda-benda kosong, bergema. Perkusi dilakukan
dengan cara membandingkan kiri-kanan pada setiap daerah permukaan thorax.
4

2.2.4 Auskultasi
Auskultasi paru adalah mendengarkan suara pada dinding thorax dengan menggunakan
stetoskop, caranya:
1) Pasien diminta bernapas cukup dalam dengan mulut terbuka dan letakkan stetoskop
secara sistematik dari atas kebawah dengan membandingkan kiri-kanan.
2) Ada tiga suara yang didengar pada pemeriksaan auskultasi:
a. Suara napas
Vesicular, suara napas vesicular terdengar disemua lapangan paru yang
normal. Bersifat halus, nada rendah, inspirasi lebih panjang dari expirasi.
Broncho-vesicular, suara napas broncho-vesicular terdengar didaerah
percabangan bronchus dan trachea. Jadi sekitar sternum dan region
intercapular, nadanya sedang lebih kasar dibandingkan vesicular, inspirasi
sama panjang dengan expirasi.
Bronchial, suara panas bronchial terdengar trachea (leher) dan supra Strenal
noch. Bersifat kasar, nada tinggi, inspirasi lebih pendek dibandingkan dengan
expirasi.
Catatan :
Bila didapat suara broncho-vesicular atau bronchinal dilapangan paru (yang
semestinya vesticular), tentu merupakan suatu kelainan.
Bila tidak terdengar suara sama sekali, hal ini bisa karena paru-parunya
colaps/atelektasis atau pleural effusion yang banyak jumlahnya. Jumlah
cairan pleura yang tidak banyak bisa menimbulkan suara vesicular yang
melemah.
Bila terdengar suara seperti tiupan pada mulut botol, disebut suara Amforik
merupakan suara resonansi dari rongga-rongga Caverne yang ada dalam paruparu.
b. Suara ucapan (tujuh puluh tujuh .)
c. Suara tambahan
Pada pernapasan normal tidak didapati suara tambahan. Suara tambahan
menunjukkan ada kelainan. Macam-macam suara tambahan:

i. Rales, bunyi yang dihasilkan oleh exudat lengket saat saluransaluran halus pernapasan mengembang pada inspirasi :
ii. Ronchi, ciri khas ronchi adalah nada rendah dan sangat kasar
terdengar baik pada inspirasi maupun expirasi. Ciri lain ronchi
adalah akan hilang bila pasien disuruh batuk. Ronchi terjadi apabila
terkumpulnya cairan mucus dalam trachea atau bronchus-bronchus
besar (misalnya oedem paru)
iii. Wheezing, adalah bunyi musical terdengar ngiiiik atau pendek
ngiik. Yang bisa didapat pada fase inspirasi atau expirasi, bahkan
biasanya lebih jelas pada expirasi. Wheezing terjadi karena ada
exudat lengket tertiup aliran udara dan bergetar nyaring. Biasanya,
didapat pada bronchitis acuta. Bila hanya terdengar pada fase
expirasi, ini akibat udara melewati celah sempit bronchial.
iv. Pleural Friction-Rub, suatu bunyi yang terdengar kering persis
seperti suara gosokan amplas pada kayu. (Catatan: rales dan ronchi
terdengar basah karena seperti gemericik cairan). Pleural frictionrub terjadi karena peradangan pleura, terdengar sepanjang fase
pernafasan (inspirasi sepenuhnya). Paling jelas suara ini terdengar
didaerah posterolateral bawah dinding thorax.2
2.2.5 Pemeriksaan nasofaring
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mencari sumber perdarahan dan pada hemoptisis massif
untuk memastikan bahwa saluran napas masih paten (terbuka).
2.2.6

Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk mengevaluasi kemungkinan adanya hipertensi paru

akut (terdapat peninggian komponen paru suara jantung kedua), kegagalan ventrikel kiri akut
(adanya summation gallop) atau penyakit katup jantung seperti stenosis mitral. Endokarditis
sebelah kanan dapat dideteksi dengan adanya bunyi desiran karena insufiensi tricuspid, sering
pada penyalah guna obat intravena dan dapat menyebabkan hemoptisis karena emboli septic.1,2

3.

Pemeriksaan Penunjang
6

1. Foto toraks : dilakukan secar posterior anterior (PA) dan lateral.


Ditemukan nodula soliter terbatas yang disebut coin lesion pada
radiogram dada.
2. CT scan: lebih sensitif daripada pemeriksaan biasa karena bisa
mendeteksi nodul atau kelainan dengan diameter 3 mm.
3. Bronkoskopi
4. Pemeriksaan sitologi: memeriksa sputum bila pasien ada keluhan
batuk, cairan pleura, aspirasi kelenjar getah bening servikal, bilasan
bronkus

dan

lain-lain.pemeriksaan

sputum

dianjurkan

sebagai

pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini kanker paru.


5. Pemeriksaan serologi: memeriksa tumor marker, Carsinoma Embryonic
Antigen (CEA).

Baik

histologi maupun stadium penyakit sangat penting untuk

menentukan prognosis dan rencana pengobatan. Membedakan antara small


cell lung cancer (SCLC) dan non small cell carcinoma (NSCLC) sangat
penting. Penentuan stadium kanker paru-paru terbagi kepada dua yaitu
pertama, pembagian stadium menurut anatomi untuk menentukan luasnya
penyebaran tumor dan kemungkinannya untuk dioperasi. Kedua, stadium
fisiologi untuk menentukan kemampuan pasien untuk bertahan terhadap
berbagai pengobatan anti-tumor.
Pembagian stadium tumor berdasarkan TNM sistem untuk kanker paruparu dilakukan oleh American Joint Committee on Cancer merupakan metode
yang diterima secara luas untuk menentukan perluasan kanker jenis NSCLC.
Berbagai T (ukuran tumor), N (metastasis ke kelenjar limfe regiona) dan M
(ada atau tidaknya metastasis ke distal) digabung untuk menentukan
kelompok stadium yang berbeda. Ukuran tumor dan histologi ditentukan
secara radiologi dan pemeriksaan bahan jaringan. Sebagai tambahan,
mediastinoskopi sering kali berguna untuk menentukan diagnosis dan untuk
memisahkan tumor-tumor yang dapat atau tidak dapat dioperasi. Uji-uji

untuk mendeteksi metastasis ke distal termasuk sidik tulang; sidik otak;


pemeriksaan fungsi hati; dan sidik hati; limpa dan tulang denagn galium. 2

4. Anatomi Alat Pernafasan


4.1 Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara

dari

luar

akan

masuk

lewat

rongga

hidung

(cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat


kelenjar

minyak (kelenjar

sebasea) dan

kelenjar

keringat (kelenjar

sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk


lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal
yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Pada
dinding lateral terdapat tiga tonjolan tulang disebut konka. Konka superior
dilapisi oleh epitel khusus manakala konka nasalis media dan inferior dilapisi
epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Manakala di bawah konka
inferior

terdapat

plexus

venosus

berdinding

tipis

sehingga

mudah

perdarahan.
Kemoreseptor penghidu terletak di epitel olfaktorius yang merupakan
epitel bertingkat torak. Ia terdiri atas tiga jenis sel yaitu pertama sel
olfaktorius. Sel ini merupakan neuron bipolar dengan dendrit terletak pada
bagian

apical

dan

akson

ke

lamina

propia.

Ujung

dendrit

yang

menggelembung disebut vesikula olfaktorius. Kedua, sel sustentakuler/ sel


penyokong yang bentuk sel silindris tinggi dengan bagian apex lebar dan
bagian basal yang menyempit. Sitoplasma mempunyai granula kuning
kecoklatan. Ketiga, sel basal. Sel ini berbentuk segitiga dan mempunyai inti
lonjong. Ia merupakan reserve cell/ sel cadangan yang membentuk sel
penyokong dan mungkin menjadi sel olfaktorius.

Di epitel ini juga terdapat kelenjar Bowman yang berperan agar epitel
sentiasa lembab dan juga sebagai pelarut zat-zat kimia yang dalam bentuk
bau. Sinus paranasalis adalah rongga dalam tulang tengkorak yang
berhubungan dengan kavum nasi. Antaranya ialah sinus frontalis, sinus
ethmoidalis, sinus sphenoidalis dan sinus maxillaris. Ia dilapisi oleh epitel
bertingkat torak bersilia bersel goblet. Kelenjar-kelenjer di sini memproduksi
mukos yang dialirkan ke kavum nasi oleh gerakan silia. Peradangan di sini
akan dikenali sebagai sinusitis.

4.2

Faring (Tenggorokan)
Ruangan dibelakang kavum nasi, yang menghubungkan traktus

digestivus dan traktus respiratorius. Ia merupakan percabangan dua saluran,


yaitu saluran pernafasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran
percernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Nasofarings. Epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Di bagian
posterior terdapat jaringan limfoid yang membentuk tonsil faringea. Pada
anak-anak ia sering membesar dam meradang yang dikenali sebagai
adenoiditis. Terdapat muara yang menghubungkan rongga hidung dengan
telinga tengah disebut faringeum tuba auditiva. Di sekelilingnya banyak
kelompok jaringan limfoid disebut tonsila tuba.
Orofarings. Terletak

di belakang

rongga

mulut dan permukaan

belakang lidah. Terdiri dari epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
Dilanjutkan ke atas menjadi epitel mulut dan bagian bawah ke epitel
oesophagus.

Pada

bagian

belakang

faring

(posterior)

terdapat laring

(tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui
faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
4.3

Larings
Menghubungkan faring dan trakea. Bentuknya tidak beraturan dan

terdiri dari epitel torak bersilia bersel goblet kecuali pada plika vocalis
berlapis gepeng. Ia berperan untuk fonasi dan mencegah benda asing
memasuki jalan nafas dengan adanya reflex batuk. Ia mempunyai sembilan
tulang rawan yaitu tiroid, krikoid, arytenoid, epiglottis, kuneiformis dan
kornikulata. Terdapat ligamentum yang mengikat tulang rawan ini dan
berartikulatio

dengan

menyebabkan

otot

perubahan

intrinsik.
bentuk

dan

Kontraksi
celah

otot
pita

kontriksi
suara

akan

sehingga

menghasilkan suara (fonasi). Manakala otot ektrinsik pula berhubungan


dengan proses menelan.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke
saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang
terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa
menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga
mengakibatkan gangguan kesehatan.
4.4

Epiglottis
Terdiri dari tulang rawan elastis. Ia mempunyai dua permukaan yaitu

permukaan Lingual yang menghadap ke lidah. Epitel di sini ialah berlapis


gepeng tanpa lapisan tanduk. Ia merupakan bagian anterior yang paling
sering berkontak dengan akar lidah pada proses menelan. Permukaan
Laringeal yang menghadap ke larings. Terdiri dari epitel bertingkat torak
bersilia bersel goblet yang akan melanjut ke trakea dan bronkus. Merupakan
bagian posterior yang paling sering berkontak dengan makanan. Di bawah
epiglottis terdapat dua lipatan mukosa yang menonjol ke lumen laring.
Bagian atas disebut pita suara palsu / plika vestibularis. Plika ini dipisahkan
10

kanan dan kiri oleh rima vestibuli. Plika ini mempunyai epitel bertingkat torak
bersilia. Bagian bawah disebut pita suara sejati/ plika vocalis.
Di antara dua plika ini terdapat daerah yang disebut rima vocalis/ rima
glotidis. Rima ini mempunyai epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk
dan mempunyai serat-serat elastin tersusun sejajar membentuk ligamentum
vocalis. Sejajar dengan ligamentum vocalis terdapat otot skelet yaitu M.
Vokalis. Fungsi M.Vocalis adalah mengatur ketegangan pita suara dan
ligamentum sehingga udara yang melalui pita suara dapat menghasilkan
suara dengan nada yang berbeda-beda. Rima glotidis dan plica vocalis
meluas ke lateral membentuk sinus ventrikularis/ sinus Morgagni.3
4.5 Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa

yang panjangnya 10 cm, terletak

sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan


tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam
rongga bersilia. Cincin-cincin ini dihubungkan oleh jaringan penyambung
padat fibroelastis dan retikulin yang disebut ligamentum anulare yang
mencegah lumen trakea dari meregang berlebihan. Silia pula berfungsi
menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
Bagian yang mengandung tulang rawan disebut pars kartilagenia
manakala yang mengandung otot disebut pars membranasea. Bagian
posterior terdapat banyak kelenjer dan rangsangan dari N. laringeus rekuren
akan menyebabkan kelenjer ini mengeluarkan sekretnya. 2,3 Trakea juga
terdiri dari tiga lapisan yaitu :
i- Mukosa trakea

: Epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Lamina

basalis agak tebal dan jelas manakala lamina propia mempunyai serat-serat
elastin yang berjalan longitudinalis yang membentuk membrane elastika
interna.
ii- Tunika Submukosa :

terdiri dari jaringan ikat jarang, lemak, kalenjer

campur ( Glandula trakealis) yang banyak di bagian posterior.


11

iii- Tunika adventisia

: terdapat kelenjer campur. Jaringan fibroelastis yang

berhubungan dengan perikondrium sebelah luar pars kartilagenia.


Sel-sel epitel trakea/ epitel respiratorius terdiri dari lima jenis:
i-

Sel Goblet : Mensintesa dan mensekresi lendir dan sekresinya bersifat


apokrin. Mempunyai apparatus golgi dan reticulum endoplasma di basal
sel. Terdapat microvilli di apex. Mengandung tetesan mucus yang kaya

ii-

akan polisakarida.
Sel Silindris bersilia : Merupakan sel yang terbanyak. Setiap sel terdiri
dari 300 silia di apikalnya. Terdapat banyak mitokondria kecil yang

iii-

menyediakan ATP untuk pergerakan sel.


Sel sikat : Mempunyai microvilli di apex yang berbentuk seperti sikat.

iv-

Terdiri dari dua macam yaitu yang sangat panjang dan sangat pendek.
Sel Basal : Merupakan sel induk yang akan bermitosis dan berubah

v-

menjadi sel lain.


Sel sekretorik/ bergranula : Terdapat granula pada sitoplasmanya yang
mengandung katekolamin yang akan mengatur akivitas sel goblet dan
gerakan silia. Tergolong dalam sel APUD ( Amine Precursor Uptake
Decarboxylation). Ia juga mengatur sekresi mukosa dan serosa.

4.6

Bronki
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus

kanan dan bronkus kiri. Terbagi kepada dua yaitu bronkus ekstrapulmonal
dan intrapulmonal. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea,
hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian
bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan
sempurna. Bronkus kecil terdiri dari epitel bertingkat torak bersilia namun
bronkus terkecil terdiri dari epitel selapis torak bersilia bersel goblet. Bronkus
bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.
Percabangan saluran nafas dimulai dari trakea yang bercabang
menjadi bronkus kanan dan kiri. Masing-masing bronkus terus bercabang
sampai dengan 20-25 kali sebelum sampai ke alveoli. Sampai dengan
12

percabangan bronkus terakhir sebelum bronkiolus, bronkus dilapisi oleh


cincin tulang rawan untuk menjaga agar saluran nafas tidak kolaps atau
kempis sehingga aliran udara lancar.
4.7 Bronkiolus terminalis
Terdiri dari epitel selapis torak bersilia bersel goblet atau epitel selapis
torak rendah. Tidak terdapat tulang rawan. Fungsinya hanya sebagai
saluran.Di antara deretan sel ini terdapat sel clara. Sel ini berbentuk kubah,
tidak bersilia dan bagian puncak menonjol pada lumen. Fungsinya terhadap
pembentukan cairan bronkiolar yang mengandung protein, glikoprotein,
kolesterol dan mengeluarkan sejumlah kecil surfactant yang terdapat di
dalam secret bronkiolar.
4.8 Bronkiolus Respiratorius
Bagian antara bagian konduksi dan bagian respirasi. Epitel torak
rendah atau epitel selapis kubis sedikit silia tanpa sel goblet. Pada lamina
propia terdapat serat kolagen, serat elastin, dan otot polos yang terputus. Di
antara alveoli terdapat epitel selapis kubis ( dinding diselangi alveoli yaitu
tempat terjadinya pertukaran gas) .
Di hujung bronkus respiratorius terdapat satu saluran yang dipanggil
duktus alveolaris. Dindingnya tipis dan sebagian besarnya terdiri dari alveoli.
Pintu-pintu masuk ke alveolus terdapat epitel selapis gepeng . Di dalam
lamina propia masih terdapat serat otot polos. Di sekelilingnya terdapat
kantung yang disebut sakus alveolaris. Kantong ini dibentuk oleh beberapa
alveoli yang akan membentuk satu ruangan yang disebut. Di muaranya
terdapat serat elastin dan retikulin dan di sini sudah tidak kelihatan otot
polos.
4.9 Alveolus

13

Bagian terakhir dari perjalanan udara adalah di alveoli. Di sini terjadi


pertukaran oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler dengan
udara. Terdapat sekitar 300-500 juta alveoli di kedua paru dengan diameter
masing-masing rata-rata 0,2 milimeter. Di sini terdapat serat elastin yang
akan melebar waktu inspirasi dan menciut pada waktu ekspirasi. Serat
kolagen pula adalah untuk mencegah regang yang berlebihan sehingga
septum dan kapiller tidak rusak. Pada dinding alveolus terdapat satu lubang
kecil yang disebut stigma alveolaris atau lamberts sunises atau porus kohn.
Lubang ini penting jika berlaku penyumbatan di mana-mana cabang bronkus
atau bronkiolus kerana membenarkan udara mengalir dari alveolus ke
alveolus lain secara kolateral. Namun, ini juga menjadi jalan mudah untuk
bakteria menyebar contohnya pneumonia.
Epitel di sini ialah epitel selapis gepeng yang tipis (type 1). Di antara
sel type 1 ada sel alveol type II yang mensekresi surfaktan (surface-active
subtances)

terdiri

dari

kompleks

fosfolipoprotein

yang

membantu

pengembangan jaringan paru. Dapat juga ditemukan sel debu (dust cell)
yang bekerja mamfagosit debu mikroorganime dan benda asing yang
terdapat dalam alveoli yang ikut saat inspirasi.
Paru-paru dibungkus oleh pleura. Pleura ada yang menempel langsung
ke paru, disebut sebagai pleura visceral. Sedangkan pleura parietal
menempel pada dinding rongga dada dalam. Diantara pleura visceral dan
pleura parietal terdapat cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas
sehingga memungkinkan pergerakan dan pengembangan paru secara bebas
tanpa ada gesekan dengan dinding dada. Rongga dada diperkuat oleh
tulang-tulang yang membentuk rangka dada. Rangka dada ini terdiri dari
costae (iga-iga), sternum (tulang dada) tempat sebagian iga-iga menempel
di depan, dan vertebra torakal (tulang belakang) tempat menempelnya igaiga di bagian belakang.3,4
5. Mekanisme Pernapasan
14

Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau


dalam keadaan tertidur sekalipun sistem pernapasan dipengaruhi oleh
susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka
pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan
pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi
antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan
pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam
kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru
dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan
tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar
maka udara akan masuk dan begitu juga sebaliknya. Pada keadaan normal
tekanan intrapleura kurang dari tekanan atmosfir dan keadaan ini disebut
tekanan subatmosferik (tekanan negative atau tekanan donders).
Pada keadaan istirahat (akhir ekspirasi tenang) jaringan paru dan
dinding dada pada kedudukan Resting End Expiratory Level (REEL). Pada
keadaan ini paru dalam keadaan tenang hasil resultant sifat paru yang
cenderung collapse dan dinding dada yang cenderung mengembang.
5.1 Proses Inpirasi
Suatu proses aktif di mana berlaku kontraksi otot-otot inspirasi. Pada
inspirasi tenang setelah mendapat perangsangan dari N. Frenikus, otot
diafragma berkontraksi sehingga diafragma mendatar, akibatnya rongga
dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga udara luar masuk.
Pembesaran dada kira-kira 75% oleh diafragma. Manakala otot intercostal
eksternus pula berkontraksi akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi
lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen
masuk mengakibatkan volume dada meningkat 25%. Iga-iga terangkat ke
atas lateral manakala sternum bergerak ke anterior atas. Pada inspirasi kuat,
otot-otot tambahan seperti M. pectoralis major, M. sternocleidomastoideus
dan lain-lain turut berkontraksi.
15

5.2 Proses Ekspirasi


Merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali ke posisi
semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi
lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru. Manakala otot intercostal
internus pula relaksasi atau kembalinya ke posisi semula yang dikuti oleh
turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Jadi jaringan
paru sudah kembali berkedudukan asal sesudah teregang (daya recoil).
Terdapat tiga tekanan penting dalam proses ventilasi yaitu tekanan
atmosfer,

tekanan

intrapulmo

dan

intrapleura.

Perbedaan

tekanan

intrapleura dengan tekanan luar pada dinding dada menyebabkannya


tertekan kearah paru. Manakala perbedaan intra alveol dengan intrapleura
menyebabkan paru teregang kearah luar. Jadi jika tekanan sub-atmosferik
hilang tekanan transmural pada dinding dada dan jaringan paru juga hilang
menyebabkan

paru dengan dinding dada terpisah. Akibatnya paru kolaps

(atelectasis) dan dinding dada lebih mengembang (Barrel Chest).

4,5

6. Working Diagnosis
Setelah

pasien

dianamnesis,

dilakukan

pemeriksaan

fisik

dan

juga

pemeriksaan penunjang, diduga pasien ini menghidap kanker paru.


7. Diferensial Diagnosis
Penyakit yang dijadikan diagnosis banding adalah tuberkulosis paru.
Tuberkulosis

merupakan

penyakit

infeksi

yang

disebabkan

oleh

Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan


organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobacteria patogen,
tetapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia.
Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 m, ukuran ini lebih kecil dari
satu sel darah merah. Tempat masuk kuman ini adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis terjadi melalui udara, yaitu, melalui inhalasi droplet yang
16

mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang


terinfeksi.

Pada stadium dini penyakit ini biasanya tidak tampak adanya

tanda atau gejala yang khas. Tuberkulosis dapat didiagnosis hanya dengan
tes tuberkulin, pemeriksaan radiogram, dan pemeriksaan bakteriologik.
Kasus tuberkulosis dapat juga dipastikan bila organisme M.tuberkulosis dapat
diidentifikasikan.
Gejala atau keluhan yang tersering pada penderita tuberkulosis adalah
demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi panas
badan dapat mencapai 40-41C. Gejala lain adalah batuk berdarah. Batuk
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering yang non produktif kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif yaitu menghasilkan sputum. Keadaan yang lanjut adalah batuk
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk
darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronkus.
Seterusnya adalah gejala sesak napas. Pada penyakit yang ringan
(baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak anapas akan ditemukan
pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah
bagian paru-paru. Gejala nyeri dada jarang ditemukan. Nyeri dada akan
timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau
melepaskan napasnya.
Gejala lain adalah malaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang
menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu
makan, badan makin kurus, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam dan lainlain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul
secara tidak teratur.6
8. Etiologi
17

Penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui tetapi paparan
atau

inhalasi

berkepanjangan

suatu

zat

yang

bersifat

karsinogenik

merupakan faktor penyebab utama di samping adanya faktor lain seperti


kekebalan

tubuh,

genetik

dan

lain-lain.

Dari

beberapa

kepustakaan

dilaporkan etiologi kanker paru sangat berhubungan dengan kebiasaan


merokok. Terdapat laporan mengatakan tingginya insidens kanker paru pada
perokok dibandingkan dengan yang tidak merokok.
Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari
dengan tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa 1 dari 9 perokok
berat akan menderita kanker paru. Belakangan dari beberapa penelitian
mengatakan bahwa perokok pasif pun akan berisiko terkena kanker paru.
Anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa
akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat dibandingkan dengan yang
tidak terpapar, dan perempuan yang hidup dengan suami perokok juga
terkena risiko kanker paru dua hingga tiga kali lipat. Diperkirakan 25%
kanker paru dari bukan perokok adalah berasal dari perokok pasif.
Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat
karsinogen, kokarsinogenik, tumor promoter, dan mutagen yang telah
dibuktikan terdapat dalam rokok. Antaranya adalah nikotin, nitrosamin, nikel,
cadmium dan lain-lain.
Etiologi lain yang pernah dilaporkan yang berhubungan dengan
paparan zat karsinogen adalah seperti asbestos yang sering menimbulkan
mesotelioma; radiasi ion pada pekerja tambang uranium; radon, arsen,
kromium, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida.
Selain itu, polusi udara juga merupakan salah satu faktor kanker paru.
Biasanya kanker paru lebih banyak di daerah urban yang banyak polusi
udaranya dibandingkan dengan yang tinggal di daerah rural.

18

Faktor seterusnya adalah genetik. Terdapat perubahan atau mutasi


beberapa gen yang berperanan dalam kanker paru yaitu, proto onkogen,
tumor suppressor gene, dan gene encoding enzyme. Pada gen suppressor
tumor, adanya inisiator mengubah gen suppressor tumor dengan cara
menghilangkan
pasangan

(delesi)

basanya,

atau

penyisipan

tampilnya

gen

yang

insersi)

sebagian

berperan

dalam

susunan
apoptosis.

Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel
paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang otonom.
Rokok selain sebagai inisiator juga merupakan promotor dan progresor, dan
rokok diketahui sangat berkaitan denagn terjadinya kanker paru.
Pengaruh

diet

juga

bisa

menyebabkan

kanker

paru.

Beberapa

penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene,


selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker.7
9. Epidemiologi
Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 2002
dilaporkan terdapat 169 400 kasus baru ( merupakan 13% dari semua kanker
baru yang terdiagnosis) dengan 154 900 kematian ( merupakan 28% dari
seluruh kematian akibat kanker). Di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker
terbanyak. Angka kematian akibat kanker paru di seluruh dunia mencapai
kurang lebih satu juta penduduk tiap tahunnya. Karena sistem pencatatan
kita yang belum baik prevalensinya pastinya belum diketahui tetapi klinik
tumor dan paru di rumah sakit merasakan peningkatannya. Di negara
berkembang lain dilaporkan insidennya naik dengan cepat antara lain karena
komsumsi rokok berlebihan seperti di China yang mengkomsumsi 30% rokok
dunia. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%) life time risk 1:13
dan pada perempuan 1:20.
10.

Patogenesis

19

Kanker

paru-paru primer biasanya diklasifikasikan menurut jenis

histologinya, semuanya memiliki riwayat alami dan respon terhadap


pengobatan yang berbeda-beda. Walaupun terdapat lebih dari satu lusin
jenis kanker paru-paru primer, namun kanker bronkogenik atau kanker paru,
termasuk keempat tipe sel yang pertama, merupakan 95% dari seluruh
kanker paru-paru.
Berdasarkan pemilihan pengobatan, maka kanker paru-paru biasanya
dibedakan menjadi small cell lung cancer (SCLC) dan non small cell
carcinoma (NSCLC). Termasuk di dalam golongan kanker paru-paru sel tidak
kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar atau campuran
dari ketiganya.
Karsinoma sel skuamosa merupakan tipe histologi kanker paru yang
paling sering ditemukan. Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus.
Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka
panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa
biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki
besar.

Diameter

tumor

jarang

melampaui

beberapa

sentimeter

dan

cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus,


dinding dada dan mediastinum. Karsinoma sel squamosa seringkali disertai
batuk

dan

hemoptisis

akibat

iritasi

atau

ulserasi,

pneumonia

dan

pembentukan abses akibat obstruksi dan infeksi sekunder. Karena tumor ini
cenderung agak lamban dalam bermetastasis, maka pengobatan dini dapat
memperbaiki prognosis.
Adenokarsinoma, sesuai dengan namanya, memperlihatkan susunan
selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan
jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang
dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru-paru dan fibrosis
interstitial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe

20

pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala-gejala
sampai terjadi metastasis yang jauh.
Karsinoma sel bronkial-alveolar merupakan

subtipe adenokarsinoma

yang jarang ditemukan, dan yang berasal dari epitel alveolus atau bronkiolus
terminalis. Awitan pada umumnya tidak nyata, disertai tanda-tanda yang
menyerupai pneumonia. Secara makroskopis neoplasma ini pada beberapa
kasus mirip konsolidasi uniform pneumonia lobaris. Secara mikroskopis,
tampak kelompok-kelompok alveolus yang dibatasi oleh sel-sel jernih
penghasil mukus dan terdapat banyak sputum mukoid. Prognosisnya buruk
kecuali kalau dilakukan pembuangan lobus yang terserang pada saat
penyakit masih dini. Adenokarsinoma adalah satu-satunya tipe histologi
kanker paru-paru yang tidak mempunyai kaitan jelas dengan merokok.
Karsinoma

sel

besar

adalah

sel-sel

ganas

yang

besar

dan

berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti
bermacam-macam. Selsel ini cenderung untuk timbul pada jarinagn paruparu perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke
tempat-tempat jauh.
Karsinoma sel kecil, seperti tipe sel skuamosa, biasanya terletak di
tengan di sekitar percabangan utama bronki. Tidak seperti kanker paru yang
lain, jenis tumor ini timbul dari sel-sel Klchitsky, komponen normal dari epitel
bronkus. Secara mikroskopik, tumor ini terbentuk dari sel-sel kecil ( sekitar
dua kali ukuran limfosit) denagn inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma
sedikit. Sel-sel ini sering menyerupai biji oat, sehingga diberi nama
karsinoma sel oat. Karsinoma sel kecil memiliki waktu pembelahan yang
tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua kanker
paru. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe halus, demikian pula
dengan penyebaran hematogen ke organ-organ distal, sering dijumpai.
Sekitar 70% dari semua penderita memiliki bukti-bukti penyakit yang

21

ekstensif

metastasif

ke

distal)

pada

saat

diagnosis,

dan

angka

kelangsungan hidup 5 tahun lebih kecil dari 5%.7,8


11.

Manifestasi Klinis

Kanker paru ini menyerupai banyak jenis penyakit paru-paru lain dan
tidak mempunyai awitan yang khas. Seringkali kanker ini menyerupai
pneumonitis yang tidak dapat ditanggulangi. Batuk merupakan gejala umum
yang seringkali diabaikan oleh pasien atau dianggap

sebagai akibat

merokok atau bronkitis. Bila kanker paru berkembang pada penderita


bronkitis kronik, maka batuk timbul lebih sering atau jumlah volume sputum
bertambah. Hemoptisis merupakan gejala umum lainnya. Gejala-gejala awal
adalah stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin diakibatkan oleh
obstruksi bronkus. Nyeri dada dapat timbul dalam pelbagai bentuk tetapi
biasanya dialami sebagai perasaan sakit atau tidak enak akibat penyebaran
neoplastik ke mediastinum. Dapat pula timbul nyeri pleuritik bila terjadi
serangan

sekunder

pada

pleura

akibat

penyebaran

neoplastik

atau

pneumonia. Pembengkakan jari-jari yang timbul cepat merupakan petanda


yang penting karena dapat dikaitkan dengan karsinoma bronkogenik. Gejalagejala umum seperti anoreksia, lelah dan berkurangnya berat badan
merupakan gejala-gejala lanjut.
Gejala penyebaran intratoraks atau ekstratoraks dapat juga ditemukan
saat pasien diperiksa oleh dokter buat pertama kalinya. Penyebaran lokal
tumor ke struktur mediastinum dapat menimbulkan suara serak akibat
terserangnya saraf rekuren, disfagia akibat keterlibatan esofagus, dan
paralisis hemidiafragma dengan keterlibatan saraf frenikus. Gejala-gejala
penyebaran ekstratoraks tergantung dari tempat metastasis. Struktur yang
sering terserang adalah kelenjar getah bening skalenus ( terutama pada
tumor paru-paru perifer), adrenal (50%), hati (30%), otak (20%), tulang
(20%) dan ginjal (15%). Tumor sel oat diketahui menghasilkan hormon
polipeptida seperti parahormon. ACTH atau ADG sehingga pasien dapat
22

menunjukkan gejala yang menyerupai hiperparatiroidisme, sindrom cushing


atau penimbunan cairan akibat hipoatremia.
12.

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan kanker


-

Kuratif: menyembuhkan atau memperpanjang masa bebas penyakit

dan meningkatkan angka harapan hidup pasien.


Paliatif: mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup
rawat rumah pada kasus terminal, mengurangi dampak fisik maupun

psikologis kanker baik pada pasien mahupun keluarga.


Suportif: menunjang pengobatan kuratif paliatif dan terminal seperti
pemberian nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, growth factor
obat anti nyeri dan obat anti infeksi.
Rejimen pengobatan yang paling sering adalah kombinasi dari

pembedahan, radiasi, dan kemoterapi. Pembedahan adalah pengobatan


pilihan bagi pasien-pasien NSCLC stadium I,II dan beberapa kasus stadium
IIIa, kecuali jika tumor tidak dapat direseksi atau terdapat keadaan-keadaan
yang

tidak

memungkinkan

pembedahan

seperti

penyakit

jantung.

Pembedahan dapat berupa pengangkatan paru-paru parsial atau total.


Sekitar 30% pasien NSCLC dianggap dapat direseksi untuk penyembuhan.
Terapi radiasi umumnya dianjurkan untuk lesi-lesi stadium I dan II jika
terdapat kontraindikasi pembedahan, dan untuk lesi stadium III jika penyakit
terbatas pada hermitoraks dan kelenjar limfe supraklavikular ipsilateral. Jika
NSCLC tersebar, terapi radiasi dapat diberikan pada daerah-daerah lokal
untuk tujuan paliatif (contohnya, kompresi medula spinalis akibat metastasis
pada vertebra). Kombinasi kemoterapi dapat diberikan pada sebagian pasien
NSCLC.
Terapi

yang

paling

penting

bagi

pasien-pasien

NSCLC

adalah

kemoterapi dengan atau tanpa terapi radiasi. Kemoterapi dan radioterapi


dada dapat diberikan pada pasien-pasien dengan stadium penyakit yang
23

terbatas, jika secara fisiologisnya mereka mampu menjalani pengobatan itu.


pasien-pasien dengan stadium penyakit yang ekstensif (luas) ditangani
dengan kemoterapi sahaja.
Pemilihan obat, biasanya adalah obat sitostaktik yang mempunyai
aktivitas yang cukup baik pada NSCLC dengan tingkat respons antara 1533%, walaupun demikian penggunaan obat tunggal tidak mencapai remisi
komplit.

Kombinasi

beberapa

sitostatik

telah

banyak

diteliti

untuk

meningkatkan tingkat respons yang akan berdampak pada harapan hidup.


Beberapa rejimen kombinasi kemoterapi yang sering digunakan terdiri
daripada siklofosfamid, doksorubisin, dan vinkristin (CAV) dan etoposid
(CAVE).

Obat-obat baru saat ini telah banyak dihasilkan dan dicobakan

sebagai obat tunggal seperti paclitaxel, docetaxel, vinorelbine, gemcitabine


dan irenotecan dengan hasil yang cukup menjanjikan.
Terapi radiasi juga dipakai untuk profilaksis metastasis ke otak, dan
untuk penanganan paliatif terhadap nyeri, hemoptisis berulang, efusi atau
obstruksi saluran nafas atau vena kava superior.
13.

Pencegahan

Pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok pada usia


muda. Berhenti merokok dapat mengurangi risiko terkena kanker paru.
Penelitian dari kelompok merokok yang berusaha berhenti merokok hanya
30% yang berhasil.
Akhir-akhir ini pencegahan dengan chemoprevention banyak dilakukan,
yakni dengan memakai derivat asam retinoid, carotenoid, vitamin C,
selenium dan lain-lain. Jika seseorang berisiko terkena kanker paru maka
penggunaan betakarotene, retinol, isotretinoin ataupun N-acetyl-cystein
dapat

meningkatkan

risiko

kanker

paru

pada

perokok.

Untuk

itu,

penggunaaan kemopreventif ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut


sebelum akhirnya direkomendasikan untuk digunakan.
24

14.

Prognosis

Prognosis secara keseluruhan bagi pasien-pasien dengan kanker paru


adalah buruk (kelangsungan hidup 5 tahun) dan hanya sedikit meningkat
dalam beberapa tahun terakhir ini, meskipun telah diperkenalkan berbagai
agen-agen kemoterapi yang baru. Dengan demikian penekanan harus
diberikan pada pencegahan . tenaga-tenaga kesehatan harus menganjurkan
masyarakat untuk tidak merokok atau hidup dalam lingkungan yang
tercemar polusi industri. Tindakan-tindakan protektif harus dilakukan bagi
mereka

yang bekerja dengan asbes, uranium, kromium dan materi

karsinogenik yang lainnya.7,8,9


Kesimpulan
Kanker paru ini merupakan insidens yang dikatakan jarang berlaku.
Tetapi setelah meningkatnya peredaran masa, dan peredaran zaman, kasus
kanker paru ini sangat meningkat di semua tempat. Hal ini berlaku karena
sudah bertambah ramai masyarakat yang terlibat dalam tabiat merokok.
Faktor merokok merupakan antara faktor terbesar yang menyumbang pada
terhidapnya kanker paru. Oleh karena itu, pencegahan harus dilakukan yaitu
mengurangi tabiat merokok dalam kalangan masyarakat itu sendiri. Jadi,
pihak kerajaan dan juga masyarakat harus bergabung dalam satu rencana
atau

kempen

untuk

mendedahkan

tentang

bahaya

merokok

pada

masyarakat agar masyarakat sedar dan terus meninggalkan perbuatan


merokok.
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007.h.87.
25

2. Amin Z. Manifestasi klinik dan pendekatan pada pasien dengan kelainan system
pernapasan. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2009.h.21924.
3. Gunardi S. Anatomi Sistem Pernapasan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2007
4. Scanlon VC, Sanders T. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Ed 3. h315-37.
5. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia :
Elsevier Sanders.p71-9.
6. Aditama T. Tuberkulosis diagnosis, terapi dan masalahnya. Jakarta: Yayasan Penerbit
Ikatan Dokter Indonesia; 2005; 5: 254-56.
7. Amin Z. Kanker paru. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: FKUI;
2009.h.2254-66.
8. Robbins, Kumar, Cotranz. Buku ajar patologi. Edisi 7. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007.h.730-60.
9. Fauci AS, Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al. Harrisons
principles

of

internal

medicine.

17th

ed.

United

States:

The

McGraw-Hill

companies;2008.p.1128-60.

26

Anda mungkin juga menyukai