Anda di halaman 1dari 49

REFRESHING

NEKROLISIS EPIDERMAL :
SINDROM STEVEN-JOHNSON
DAN
NEKROSIS EPIDERMAL TOKSIK
DEFINISI SSJ-NET
Reaksi mukokutaneus yang mengancam jiwa, ditandai dengan nekrosis dan pelepasan
epidermis dan epitel mukosa yang ekstensif. Kedua kondisi ini digolongkan sebagai
varian keparahan dari proses yang serupa, karena adanya kesamaan temuan klinis dan
histopatologis. Perbedaan terdapat pada keparahan berdasarkan luas area permukaan
kulit yang terkena.
EPIDEMIOLOGI SSJ - NET

Sindrom Steven Johnson


• Insiden : 1-6 kasus/juta penduduk/tahun
• Angka kematian SSJ adalah sekitar 10%

Nekrolisis Epidermal Toksik


• Insiden NET 0.4-1.2 kasus/juta penduduk/tahun
• Angka kematian NET adalah hingga hampir 50%
ETIOPATOGENESIS
High Risk Lower Risk Doubtful Risk
Allopurinol Acetic acid NSAIDs Paracetamol
Sulfamethoxazole (eg, diclofenac) (acetaminophen)
Sulfadiazine Aminopenicillins Pyrazolone analgesics
Sulfadoxine Cephalosporins Corticosteroids
Sulfasalazine Quinolones Other NSAIDs (except
Carbamazepine Cyclins Aspirin)
Lamotrigine Macrolides Sertraline
Phenobarbital
Phenytoin
Phenylbutazone
Nevirapine
Oxicam NSAIDs
Thiacetazone
PATOFISIOLOGI

sulfonamidad,
Sebagian besar SSJ-NET
antikonvulsan aromatic, karbamazepin dan
disebabkan karena alergi
alopurional, antiinflamasi allopurinol, faktor genetik
obat.
non-steroid, dan nevirapin.

melibatkan sel NK dan sel Infeksi juga dapat


Pada lesi SSJ-NET terjadi menyebabkan SSJ-NET,
limfosit T CD8+ yang reaksi sitotoksik terhadap
spesifik terhadap obat namun tidak sebanyak
keratinosit sehingga pada kasus multiforme,
penyebab mengakibatkan apoptosis misalnya infeksi virus dan
luas. Mycoplasma.
GAMBARAN KLINIS

Timbul dalam waktu 8 minggu, setelah awal pajanan obat

Gejala Non Spesifik : demam, sakit kepala, batuk/pilek,


dan malaise selama 1-3 hari.

Trias kelainan
1. Kelainan kulit  eritema, vesikel, dan bula 
pecah menjadi erosi yang luas, dapat terjadi
purpura. Bentuk berat : generalisata
2. Kelainan selaput lendir  mukosa mulut (100%),
lubang genitalia (50%), lubang hidung, dan anus
kelainan : vesikel. Bula  mudah pecah  erosi,
ekskoriasi dan krusta kehitaman
3. Kelainan mata (80%)  konjungtivis kataralis,
konjungtivitis purulent, perdarahan, simblefaron,
ulkus kornea, iritis, iridosiklitis
Lesi Kutaneus
Erupsi ini awalnya terdistribusi secara simetris
pada wajah, ekstremitas atas, dan bagian
proksimal anggota badan. Bagian distal dari
lengan dan juga kaki tetapi letusannya bisa
cepat meluas ke seluruh tubuh
Lesi kulit awal adalah ditandai dengan macula
eritematosa, merah kehitaman, berbentuk
makula purpura yang ireguler, yang semakin
menyatu.
 Terkadang lesi berbentuk seperti target
dengan warna yang lebih gelap di bagian
tengah.
 Pertemuan lesi nekrotik menyebabkan
eritema yang luas dan difus
Lesi kulit meluas dan berkembang
menjadi nekrotik, sehingga terjadi bula
kendur dengan tanda Nicolsky positif
pada zona eritematosa. Fase awal eksantema dengan
Nikolsky’s sign positif.
Pada tahap ini lesi menjadi flacci
blister, yang mudah rapuh dan pecah
ketika diberikan tekanan.

Lesi epidermis yang nekrotik tersebut


mudah detach ketika diberi gaya friksi,
sehingga menampakkan lapisan dermis
merah dan terkadang berdarah.
Keterlibatan Membrane Mukosa

 Eritema hingga erosi pada


mukosa oral, ocular,
genital, hidung, kadang-
kadang trakea atau
bronkial  mengarah ke
gangguan pencernaan,
konjungtivitis, fotofobia

A.Erosi luas dan nekrosis pada bibir bawah dan mukosa mulut.
B. Erosi masif yang ditutupi oleh krusta di bibir. Perhatikan juga
penumpahan bulu mata.
Keterlibatan Sistemik

 Demam tinggi, nyeri, kelemahan


 Keterlibatan visceral  komplikasi paru dan pencernaan
 komplikasi : pasien dengan peningkatan RR dan batuk  ARDS  prognosis
buruk
 Keterlibatan saluran pencernaan (jarang) nekrosis epitel esophagus, usus kecil,
colon  diare profus dengan malabsorpsi, melena, bahkan perforasi usus
 Keterlibatan ginjal : proteinuria, microalbuminuria, hematuria, azotemia.
Nekrosis sel tubulus, glomerulonephritis(langka).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan histopatologi kulit dapat menyingkirkan diagnosis banding.
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk evaluasi keparahan
penyakit dan untuk tatalaksana pasien

 Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah : darah tepi lengkap, analisis gas
darah, kadar elektrolit, albumin, fungsi ginjal, fungsi hepar, foto rontgen
paru. Selama perawatan perlu diwaspadai tanda-tanda sepsis secara klinis
dan dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menunjang sepsis.
Pemeriksaan Histopatologi

Gambaran apoptosis dari


keratinosit yang tersebar dimana-
mana di daerah suprabasal,
kemudian diikuti adanya gambaran
epidermal necrosis disertai
terpisahnya keseluruhan lapisan
epidermis dan membentuk helaian-
helaian tipis
Gambar A : Nekrosis Eosinofilik Gambar B : Epidermis yang sepenuhnya
epidermis pada stadium puncak, nekrotik telah terlepas dari dermis dan
dengan sedikit respons inflamasi terlipat seperti lembaran
pada dermis.
TATALAKSANA

Penghentian Obat
penyebab

mempertahankan
Perawatan di suhu lingkungan yang
keseimbangan cairan nutrisi sesuai kebutuhan
Ruang Khusus optimal 28-30ºC
elektrolit

perawatan kulit secara


antiseptik
TATALAKSANA
Penggunaan kortikosteroid sistemik sampai saat ini, hasilnya masih sangat beragam, sehingga

penggunaanya belum dianjurkan. Kebijakan yang dipakai di ruang rawat Ilmu Kesehatan Kulit

dan Kelamin RSCM adalah menggunakan kortikosteroid sistemik untuk setiap kasus SSJ-NET,

dengan hasil yang cukup baik dengan angka kematian pada periode 2010-2013 sebesar 10.5%.

 tetapi sebuah studi kohort besar telah menyarankan pemberian steroid dalam dosis sedang
selama beberapa hari memberikan manfaat quoad vitam.
 Review Sistematik terbaru mengungkapkan efek menguntungkan pada kortikosteroid di
pengobatan SSJ dan NET.
 Obat yang tersangka menjadi kausa segera dihentikan
 Bila keadaan umum SSJ baik dan lesi tidak menyeluruh  prednison 30-40mg sehari
 Bila KU buruk dan lesi menyeluruh  harus rawat inap
 IVFD dekstrose 5%, NaCl 0,9%, dan ringer laktat berbanding 1:1:1 dalam 1 labu/8jam
 Deksametason 4-6mg sehari IV  bila 2-3 hari masa kritis teratasi lakukan tapering off
 Dosis adekuat untuk SSJ 30mg deksametason sehari dan NET 40mg sehari.
 Antibiotik : siprofloksasin 2x400mg IV, seftriakson 1x2gr IV
 Diet yang rendah garam dan tinggi protein
 Setelah seminggu lakukan pemeriksaan elektrolit dalam darah
 Bila setelah 2 hari terapi kortikosteroid belum tampak perbaikan  transfuse darah
Topikal

 Erosi dan ekskoriasi  krim sulfodiazin-perak

 Lesi di mulut  kenalog in orabase dan betadine gargle

 Krusta tebal kehitaman  emolien (krim urea 10%)


PROGNOSIS
Dalam perjalanan penyakitnya SSJ-NET dapat mengalami penyulit yang mengancam nyawa
berupa sepsis dan multiple organ failure. Prognosis SSJ-NET dapat diperkirakan berdasarkan
SCORTEN.

Prognostic Factors Points


Age > 40 years 1
Heart Rate > 120 beats/min 1
Cancer or hematologic maglinancy 1
Body surface area involved > 10 percent 1
Serum Urea Level > 28 mg/dL 1
Serum bicarbonate level < 20mmol/L 1
Serum glucose level > 252mg/dl 1
PROGNOSIS

SCORTEN Mortality Rate (%)


0-1 3.2
2 12.1
3 35.8
4 58.3
5 90

Pada pasien yang mengalami penyembuhan, re-epitalisasi terjadi dalam waktu rerata 3 minggu. Gejala

sisa yang sering terjadi adalah skar pada mata dan gangguan penglihatan. Kadang-kadang terjadi skar

pada kulit, gangguan pigmentasi, dan gangguan pertumbuhan kuku.


Drug-Induced Hypersensitivity Syndrome (DIHS) /
Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic
Symptoms (DRESS)

Erupsi kutaneus yang berat dengan keterlibatan sistemik, di mana faktor


genetik, pajanan obat, ditambah seringnya reaktivasi virus, membuat aktivasi
sel T dan menciptakan reaksi inflamasi multiorgan.
Etiologi

 Faktor genetik tampaknya menjadi peran penting dalam DRESS.


Polimorfisme dalam metabolisme enzim pada obat (CYP450, N-
acetyltransferase) dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas dan
peningkatan metabolit aktif obat.

 Tujuh obat/golongan yang utamanya terlihat, walaupun DRESS dapat


terjadi pada semua kategori : antikonvulsan, sulfonamide kerja panjang,
allopurinol, nevirapine, abacavir, dapson, minocycline.
Kriteria Diagnostik

Semua pasien dengan gejala demam, ruam, dan keterlibatan organ dalam. Fitur karakteristik meliputi:

 Ruam berkembang terlambat (> 2, sering 4–8 minggu) setelah dimulainya pengobatan

 Gejala jangka panjang setelah penghentian obat penyebab

 Demam (> 38 ° C)

 Keterlibatan multiorgan

 Abnormalitas hematologi (eosinofilia >1500/µL, atau kelainan hematologi lain misal nya
leukositosis, limfositosis, atau limfosit atipik)

 Seringnya reaktivasi HHV-6, HHV-7, EBV, dan CMV (60% –80% kasus menunjukkan reaktivasi
kasus familial)
Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum biasanya buruk.


 Demam dapat terjadi beberapa hari sebelum atau bersamaan dengan
munculnya erupsi kulit. Demam berkisar antara 38-40ºC, sering disertai
mialgia, arthralgia, faringitis, dan limfadenopati.
 Erupsi kulit bervariasi, dapat berupa erupsi makulopapular, vesikobulosa,
maupun dermatitis eksfoliativa.
 Sering dijumpai edema pada wajah.
 Keterlibatan mukosa jarang terjadi, biasanya berupa stomatitis atau faringitis
ringan.
Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms akibat fenitoin
Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah dan urin rutin: serum glutamic transaminase (SGOT),


serum piruvic transaminase (SGPT), eosinofil darah tepi.

2. Pemeriksaan HbSAg, antibodi antivirus Hepatitis-A serta anti Hepatitis-C


untuk menyingkirkan infeksi virus sebagai penyebab hepatitis.

3. Uji kulit: uji tempel untuk penegakan diagnosis kausatif obat penyebab. Uji
sebaiknya dilakukan dalam waktu 6 minggu-6 bulan sesudah sembuh
Kriteria diagnosis
DRESS

 Kriteria Bocquet memenuhi 3


kriteria (1 kelainan hematologi
dan 1 kelainan sistemik)
Tatalaksana

Non Medikamentosa Medikamentosa

 Hentikan pemakaian obat yang  Topikal: steroid topikal sesuai dengan


dicurigai. lesi kulit.

 Atasi keadaan umum yang buruk  Sistemik:


 Steroid sistemik dengan dosis setara
 Jaga keseimbangan cairan dan prednison 1-2mg/kgBB kemudian
elektrolit. diturunkan secara bertahap.
Angioedema

Reaksi yang menyerupai urtikaria , pada dermis bagian bawah


dan subkutis edengan manifestasi edema sewarna kulit tanpa
pitting atau eritema pada area predileksi, yang sering disertai
keterlibatan lapisan submucosa juga dapat mengenai saluran
napas, saluran cerna, dan organ kardiovaskular. Angioedema
disebut akut jika berlangsung kurang dari 6 minggu.
Etiologi
 Obat : gol. Penisilin, sulfonamide, analgesic, pencahar, hormone, diuretic, opium, kodein, zat kontras, aspirin

 Makanan : telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat, keju, bahan yang dicampurkan seperti asam nitrat, asam
benzoat, ragi, salisilat.

 Gigitan/sengatan serangga : nyamuk, kepiting

 Bahan fotosensitizer : griseofulvin, fenotiazin, sulfonamide, bahan kosmetik

 Inhalan : berupa sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang

 Kontaktan : kutu binatang, sebuk tekstil, air liur binatang

 Trauma fisik : faktor dingin, faktor panas, actor tekanan

 Infeksi : bakteri, virus, jamur, parasit, infeksi tonsil, infeksi gigi

 Psikis

 Genetik : angioneurotik edema heredier, familial cold urticaria


Klasifikasi

 Angioedema herediter : kekurangan protein C1-INH, mutase genetik,


mutasi gen angiopoietin-1

 Angioedema didapat : dimediasi oleh bradykinin, dapat berkembang


dengan konsumsi berlebihan C1-INH yang disebabkan oleh penyakit
mieloproliferatif

 Angioedema yang diinduksi oleh ACEI : dipeptidylcarboxypeptidase yang


mengubah angiotensin I  angiotensin II & membelah bradykinin. Oleh
karena menghambat degradasi bradikinin.
Etiopatogenesis

 Sel mast adalah sel efektor utama dalam banyak bentuk urtikaria dan
angioedema.
 Histamin dilepas sebagai respons terhadap senyawa, C5a, morfin, dan
kodein.
 Bahan neuropeptida P (SP), vasoaktif peptida usus (VIP), dan
somatostatin, aktifkan sel mast untuk sekresi histamine, kinin, serotonin
 Terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler  transudasi
cairan setempat  klinis edema dan kemerahan
Gambaran Klinis

 Terjadi pembengkakan pada area predileksi

 Dapat disertai atau tidak disertai urtikaria.

 Timbul rasa terbakar atau rasa tertusuk tanpa gatal atau ringan

 Bila angioedema terjadi di saluran napas dapat terjadi sesak napas dan
pada saluran cerna dapat timbul rasa mual, muntah, kolik abdomen, dan
diare.
Pemeriksaan Fisik

 Didapatkan edema sewarna kulit, atau kadang eritema.

 Lokasi anatomis berurutan dari paling sering yaitu wajah, periorbital, bibir,
ektremitas, glottis, lidah, genitalia.

 Dapat disertai gejala sesak nafas


Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin

 Pemeriksaan kadar IgE total, komplemen (C1, C3, C4), dan eosinofil

 Uji serum autolog dilakukan pada pasien urtikaria kronis

 Pemeriksaan histopatologis kulit


Tatalaksana
 Identifikasi dan eliminasi faktor-faktor penyebab endogen dan eksogen.
 Lini pertama: antihistamin H1 generasi baru non sedasi diberikan secara teratur
 Lini kedua: bila gejala menetap selama 2 minggu, dosis AH1 non sedasi dinaikan,
dapat mencapai 4x dosis biasa
 Lini ketiga: kortikosteroid sistemik 0,5-1mg/kgBB/hari dengan atau tanpa tapering
selama 3-7 hari.
 Lini keempat: bila gejala menetap setelah 1-4 minggu, penambahan antihistamin H2
dan imunoterapi
 Angioedema, rawat inap, beri antihistamin, kortikosteroid sistemik metilprednisolon
40-200mg untuk waktu singkat. Bila ada gejala syok anafilaksis, berikan epinefrin
1:1000 sebanyak 0.3mL intramuskular setiap 10-20 menit sesuai kebutuhan.
ERITRODERMA
DEFINISI

Eritroderma merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema


universalis (90%-100%), biasanya disertai skuama. Bila eritema antara
50%-90% dinamakan pre-eritroderma. Berdasarkan definisi tersebut mutlak
harus terdapat eritema

SINONIM

Dermatitis eksfoliativa
EPIDEMIOLOGI
 Insiden : 0.9-70 dari 100.000 populasi

 Pria: Wanita -> 4:1

 Usia : > 40 tahun

 Insiden meningkat seiring meningkatnya


insiden Psoriasis
Agen dalam
tubuh Patofisiologi
Gejala Klinis dan Diagnostik
 1. Eritroderma akibat alergi
obat sistemik

Pengertian alergi obat sistemik ialah


masuknya obat ke dalam tubuh
dengan berbagai cara termasuk
misalnya melalui hidung, mulut
rektum/vagina serta melalui
suntikan/infus.
Waktu mulai masuknya obat ke dalam
tubuh hingga timbul penyakit bervariasi
dapat segera sampai 2 minggu, Gambaran
klinisnya berupa eritema universal dan
skuama akan timbul pada fase
penyembuhan.
2. a. Eritroderma Akibat Perluasan Penyakit b. Penyakit Leiner

SINONIM: eritroderma deskuamativum.


Psoriasis dapat menjadi eritroderma yang ETIOLOGI: belum diketahui secara pasti, tetapi
disebabkan oleh penyakitnya sendiri atau karena umumnya penyakit ini disebabkan oleh dermatitis
pengobatan yang terlalu kuat dengan seboroik yang meluas
menggunakan ter dengan konsentrasi yang cukup
tinggi

USIA PENDERITA: antara 4 s/d 20 minggu.


KEADAAN UMUM: baik, biasanya tanpa
Eritema umumnya tidak merata. Pada tempat
predileksi ditemukan kelainan yang lebih keluhan.
eritematous dan agak meninggi daripada KELAINAN KULIT: eritema universal disertai
sekitarnya dan skuama pada tempat ini lebih tebal. skuama yang kasar
 3. Eritroderma akibat penyakit Sistemik termasuk
keganasan
Sindrom Sezary termasuk
limfoma, merupakan stadium
dini dari mikosis fungoides

PENYEBAB:
-Infeksi virus HTL-V dan dimasukan
kedalam CTCL (Cutaneous T-Cell
Lymphoma).
-Belum Diketahui

POPULASI YANG DISERANG:


Orang dewasa (mulainya penyakit
pada pria rata-rata umur 64 tahun,
pada wanita 53 tahun).
 GEJALA KLINIS:
 Eritema berwarna merah membara yang
universal disertai skuama dan rasa sangat
gatal
 Edema
 Dapat ditemukan splenomegali,
limfadenopati superficial, alopesia,
hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris
dan plantaris, kuku-kuku yang distrofik.
Tatalaksana
Golongan 1:
Obat tersangka dihentikan
Prednison 4x10 mg

Golongan 3:
Sindrom Sezary -> prednison 30
Golongan 2:
mg/hari
Prednison 4x10-15 mg
Asetretin -> dosis psoriasis terlalu
tinggi
Leiner-> kortikosteroid 3x1-2 mg/hari
TATALAKSANA

ERITRODERMA KRONIS: ditambah diet tinggi


protein
EMOLIEN: untuk mengurangi radiasi akibat
vasodilatasi oleh eritema, misalnya dengan salep
lanolin 10% atau krim urea 10%.
Prognosis

 Golongan 1:
Golongan 2 dan 3 :
Mengurangi gejala dan ketergantungan
 Penyembuhan cepat ->
steroid -> Prognosis Buruk
Prognosis baik
DAFTAR PUSTAKA

 Djuanda, A., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2015. h.163-168
 Aisah,S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2015. h.169-175
 Beyer, M., Sterry, W. 2019. Dalam: Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A.,
Paller, A.S., Leffell, D.J., Wolff, K. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 8 th ed. New York:Mc Graw Hill co., pp. 733-745.
 William D. James, etc. Andrew’s Disease of the Skin: Clinical Dermatology 13th
Ed. Elsevier. 2019.

Anda mungkin juga menyukai