PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap tahun diperkirakan terjadi 7,6 juta kematian perinatal di seluruh dunia,
dimana 57% diantaranya merupakan kematian fetal atau intrauterine fetal death (IUFD),
sekitar 98% kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Kematian janin dapat terjadi
antepartum dan intrapartum. WHO dan American College of Obstetricians and
Gynecologist menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) adalah kematian pada fetus
dengan berat lahir 500 gram atau lebih. Berdasarkan the National Center for Health
Statistics definisi kematian janin adalah kematian sebelum kelahiran komplit atau
ekstraksi dari ibu. Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian
janin atau fetal death dibagi menjadi 3 antara lain1,2:
a. Early Fetal Death, kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu.
b. Intermediate Fetal Death, kematian janin yang berlangsung antara usia
kehamilan 20-28 minggu.
c. Late Fetal Death, kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari 28
minggu.
Angka kematian janin termasuk dalam angka kematian perinatal yang digunakan
sebagai ukuran dalam menilai kualitas pengawasan antenatal. Angka kematian perinatal
di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena belum ada survei yang menyeluruh.
Angka yang ada ialah angka kematian perinatal dari rumah sakit besar yang pada
umumnya merupakan referral hospital, sehingga belum dapat menggambarkan angka
kematian perinatal secara keseluruhan. Dari data the National Vital Statistics Report
tahun 2005 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kematian janin dalam kandungan terjadi
sekitar 6.2 per 1000 kelahiran. Hal ini tergantung dari kualitas pelayanan kesehatan tiap
Negara3.
Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal, maternal,
plasenta maupun iatrogenik dengan 25 35 % kasus tidak diketahui penyebabnya. Untuk
dapat menentukan penyebab pasti harus dilakukan pemeriksaan autopsi. Diagnosis dini
dalam kasus kematian janin adalah melalui pemantauan janin serta pemeriksaan
kehamilan ( antenatal care ) yang teratur. Untuk mendiagnosa suatu kematian janin atau
Intra Uterine Fetal Death (IUFD) dapat ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik
(denyut jantung janin, gerakan janin), dan pemeriksaan penunjang (USG, HCG).
Penyebab terbanyak terjadinya IUFD disebabkan oleh janin yang di kandung oleh ibu
yaitu sekitar 20-40% .1,2
B. Tujuan
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan mengikuti ujian akhir dari
serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan referat ini, antara lain:
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan maskan bagi institusi pendidikan untuk menjadi kepustakaan untuk
penyusunan karya ilmiah lainnya.
2. Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa mampu mengaplikasikan semua ilmu yang telah diperoleh
selama proses penyusunan referat ini.
b. Menambah wawasan mahasiswa dalam memahami ilmu yang diperoleh
selama proses penyusunan referat ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 International Statistical
Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin
pada usia gestasional 22 minggu. WHO dan American College of Obstetricians and
Gynecologist (1995) menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati
dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim
pada kehamilan 20 minggu atau lebih. The US National Center for Health Statistics
menyatakan bahwa Intrauterine fetal death adalah kematian pada fetus dengan berat
badan 350 gram atau lebih dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih.
B. Insidensi IUFD
Di Negara berkembang, angka lahir dan kematian menurun dari 15-16 per 1000
kelahiran total pada tahun 1960-an menjadi 7-8 per 1000 kelahiran pada tahun 1990. Dari
data the National Vital Statistics Report tahun 2005 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah
kematian janin dalam kandungan terjadi sekitar 6.2 per 1000 kelahiran4.
Tabel Insiden terjadinya kematian janin berdasarkan usia kehamilan
Gestation (weeks)
5-7
17.5
8-11
50.6
12-15
47.0
16-19
32.8
20-27
10.7
Total 5-27
33.0
Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin dapat dibagi
menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh (early fetal
death)
2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal death)
3. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)
4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan- perubahan
sebagai berikut : 3,8
1. Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) :
kulit kemerahan setengah matang
3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) :
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi
merah dan mulai mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di rongga
toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah
coklat.
5. Maserasi grade III (durasi >8 hari)
Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi. Badan janin
sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah
kulit.
C. Faktor Risiko
Beberapa penelitian melaporkan sejumlah faktor risiko kematian fetal, khususnya
IUFD. Peningkatan usia maternal juga akan meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas
usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan
dengan wanita pada usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat pada
pasien primipara dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian
risiko terkait usia ini adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan multiple,
diabetes gestasional, hipertensi, preeklampsia dan malformasi fetal pada wanita yang
lebih tua.1
Infeksi
Hipertensi
Pre-eklampsia
Eklampsia
Hemoglobinopati
Penyakit rhesus
Ruptura uteri
Antiphospholipid sindrom
Kematian ibu
Faktor fetal
Kehamilan ganda
Kelainan kongenital
Anomali kromosom
Faktor Plasenta
Insufisiensi plasenta
Vasa previa
Perdarahan Feto-maternal
Sebagian besar informasi kausa yang mendasari terjadinya IUFD diperoleh dari audit
perinatal. Beberapa studi melaporkan kausa spesifik IUFD sebagai berikut 2:
1. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
Hubungan berat badan kelahiran rendah dan kematian perinatal juga telah
ditegaskan. Janin IUFD juga rata-rata memiliki berat badan yang kurang dibanding
janin normal pada tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini disebabkan karena
proses restriksi pertumbuhan yang mungkin berbagi kausa yang sama dengan
insufisiensi plasenta. IUGR adalah penyebab penting IUFD. IUGR diketahui
berhubungan dengan kehamilan multipel, malformasi kongenital, kelainan kromosom
fetal dan preeklampsia.
2. Penyakit Medis Maternal
Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dapat meningkatkan risiko IUFD. Risiko IUFD pada
wanita diabetes tipe 1 dilaporkan 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi non
diabetik. Sebagian besar IUFD terkait diabetes terjadi akibat kendali glikemi yang
tidak baik dan komplikasi makrosomia, polihidramnion, restriksi pertumbuhan janin
intrauterine dan pre-eklampsia. Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan
peningkatan angka kejadian makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan
multiparitas (jumlah kehamilan >4). Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat
dilahirkan.4
Penyakit hipertensif (hipertensi gestasional, preeklampsia, hipertensi kronis dan
superimposed pre-eklampsia) merupakan komplikasi medis yang sering dijumpai
pada kehamilan dan memicu morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Penyakit
hipertensif (hipertensi gestasional, preeklampsia, hipertensi kronis dan superimposed
pre-eklampsia) merupakan komplikasi medis yang sering dijumpai pada kehamilan
dan memicu morbiditas dan mortalitas yang bermakna 4,5.
3. Kelainan kromosom dan Kelainan Kongenital Janin
Aberasi kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk
melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe. Sejumlah
kelainan yang paling sering dijumpai memicu IUFD ialah trisomi autosom 21, 18 dan
13 .Peningkatan outcome kehamilan yang buruk baik IUFD maupun restriksi
pertumbuhan intra uterine, persalinan prematur ternyata berhubungan dengan
2.
Tali Pusat ; terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis allantois
dan mesoderm primer. Panjang tali pusat N ialah 50 60 cm dengan diameter
12 mm. Hal ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam dua trimeter
pertama.
Tali pusat abnormal :
dan
solusio
plasenta
dapat
memicu
terjadinya
transfusi
fetomaternal.
Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio
placenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya
di uterus, dilaporkan sebanyak 12 % menyebabkan IUFD. 3
Abruptio Plasenta. 9
5. Infeksi
10
sering
dilaporkan
sebagai
pemicu
kematian
janin.
Rubela maternal pada awal kehamilan juga dapat memicu IUFD. Pada
kasus yang jarang, IUFD juga dapat disebabkan oleh infeksi intrauterine
dari herpes simpleks. Infeksi maternal primer oleh Toxoplasma gondii juga
dapat ditransmisikan menuju janin dan memicu toksoplasmosis kongenital
bahkan kematian janin. Beberapa agen bakterial yang berhubungan dengan
mortalitas perinatal ialah Streptococcus grup B, Escherichia coli, Listeria
monocytogenes, lues, mycoplasma genital dan Ureaplasma urealyticum.
Korioamnionitis akibat infeksi kandida juga dipertimbangkan dapat
memicu IUFD5.
Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin intrauterin
dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di dalam
11
IUFD
yang
tidak
dapat
diidentifikasi
kausanya
12
8. Diagnosis IUFD
Diagnosis suatu IUFD dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesa
a. Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
b. Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil
(kehamilan tidak seperti biasanya )
c. Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin
melahirkan
d. Penurunan berat badan
e. Jika kematian janin terjadi di awal kehamilan, mungkin tidak
akan ditemukan gejala kecuali berhentinya gejala-gejala
kehamilan yang biasa dialami (mual, muntah, sering berkemih,
kepekaan pada payudara). Di usia kehamilan berikutnya,
kematian janin harus dicurigai jika janin tidak bergerak dalam
jangka waktu yang cukup lama.
f. Tanda-tanda. Ketidak mampuan mengidentifikasi denyut
jantung janin pada ANC (Antenatal care) setelah usia gestasi
12 minggu dan/atau tidak adanya pertumbuhan uterus dapat
menjadi dasar diagnosis
13
2. Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi : Tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia
kehamilannya. Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang
gerakan-gerakan janin.
Auskultasi
usia kehamilan
rontgen
abdominal
digunakan
untuk
14
15
Spaldings sign. 11
Deskripsi bayi
malformasi
bercak/ noda
derajat maserasi
2.
Tali pusat
prolaps
16
3.
4.
5.
Cairan Amnion
konsistensi
volume
berat plasenta
Plasenta
Membran amnion
bercak/noda
ketebalan
4. Pemeriksaan laboratorium.
Penurunan kadar gonadotropin
korionik
manusia
(Human
Chorionis
1,4
17
Pemeriksaan :
Fisik
Penunjang
(USG, Radiologi,
Laboratorium)
Gagal Induksi:
Multigravida
Riwayat SC
Seksio Cesaria
METODE-METODE TERMINASI
1. Terminasi harus selalu dilakukan dengan induksi, yaitu :
Infus Oksitosin
Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi
pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat
diberikan dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal,
pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus
dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan
kecepatan 30 tetes per menit.
Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan
menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi harus
dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu
yang sama.
Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat menurunkan
resiko tersebut. Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang setelah
pemberian prostaglandin per vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder
harus disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi persalinan.
Prostaglandin
Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah forniks posterior
sangat efektif untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang.
Pemberian dapat diulang setelah 6-8 jam. Langkah induksi ini dapat ditambah
dengan pemberian oksitosin.
2. Operasi Sectio Caesaria (SC)
Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus
yang dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak lintang
19
Induksi persalinan :
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum
inpartu, baik secara operatif maupun medisinal, untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan2 .
Indikasi induksi persalinan antara lain:
A. Indikasi janin
1. Kehamilan lewat waktu
2. Ketuban pecah dini
3. Janin mati
B. Indikasi Ibu
1. Kehamilan dengan hipertensi
2. Kehamilan dengan diabetes mellitus
Kontraindikasi induksi persalinan antara lain:
1. Malposisi janin
2. Insufisisensi plasenta
3. Disporposi sefalopelvik
4. Cacat rahim, misalnya pernah megalami seksio sesarea, enukleasi miom.
5. Grande multipara
6. Gemelli
7. Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion
8. Plasenta previa
Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi,
diantaranya :
1.
20
2.
3.
4.
kurang atau sama dengan 3 maka angka kegagalan induksi mencapai lebih dari
20% dan berakhir pada seksio sesaria. Bila nilai lebih dari 8 induksi persalinan
kemungkinan akan berhasil. Angka yang tinggi menunjukkan kematangan serviks.
Tabel Skor Bishop untuk menilai kematangan serviks untk induksi
persalinan
21
1. Adaptasi
psikologis
terhadap
kehilangan
yang
mendalam
dapat
Malformasi
Noda kulit
Derajat maserasi
Warna-ucat,pletorik
Tali pusat :
-
Prolaps
Jumlah pembuluh
Panjang
Cairan amnion:
-
Konsistensi
Volume
Plasenta :
-
Berat
Bekuan lekat
22
Kondisi Ibu :
1.Glukosa sewaktu
2. Hitung darah
lengkap Ibu
3. Toksikologi urin
4. Tes fungsi tiroid
Komplikasi
plasenta/selaput
janin:
1.
Pemeriksaan
patologis
plasenta,
selaput janin,
tali pusat
2. Pemeriksaan
histologis
Kelainan
kromosom :
1. Kariotipe janin
2. Autopsi janin
Pemeriksaan yang
harus diminta
untuk membantu
menentukan
etiologi kematian
janin
Infeksi:
1. VDRL atau
RPR
2. Titer CMV
3. Kutur bakteri /
virus
4.Pemeriksan
histologist
pada plasenta
/ selaput janin
Perdarahan janin-ibu :
Tes Kleihauer-Betke (satu-satunya tes
yang harus segera diminta setelah
kelahiran karena sel-sel janin akan
menghilang dengan cepat dari
sirkulasi Ibu)
23
Komplikasi IUFD
1. Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC) :
Janin yang mati kebocoran tromboplastin dan bahan seperti tromboplastin
yang melintasi plasenta menuju sirkulasi ibu konsumsi factor-faktor
koagulasi termasuk factor V,VIII, protrombin,dan trombosit manifestasi
klinis koagulopati intravascular diseminata (DIC)6.
2. Ensefalomalasia multikistik:
Hal ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, terutama kehamilan
monozigotik dimana memiliki sirkulasi bersama antara janin kembar yang
masih hidup dengan yang salah satu janinnya meninggal. Dalam hal ini sering
kali mengakibatkan kematian segera janin lainnya. Jika janin kedua masih
dapat bertahan hidup, maka janin tersebut memiliki risiko tinggi terkena
ensefalomalasia multikistik 5.
Bila salah satu bayi kembar ada yang meninggal dapat terjadi embolisasi
bahan tromboplastik dari janin yang meninggal melalui komunikasi vaskular
plasenta ke janin yang masih hidup dengan atau tanpa perubahan hemodinamik
(hipotensi) pada saat kematian janin seingga terjadi infark cedera selular pada
otak (ensefalomalasia multikistik, yang diagnosisnya dikonfirmasi dengan
ekoensefalografi), usus, ginjal, dan paru 1,6.
3. Hemoragic Post Partum
Hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5
minggu sesudah IUFD (kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300700mg%). Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik post
partum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati.
24
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Botefilia. 2009. Agar Janin Tak Meninggal dalam Kandungan.(Online)
http://cpddokter.com/home/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=938
2. Cunningham FG, dkk. 2006. Obstetri Wiliams vol.2 edisi 21 Penyakit dan
cedera pada janin dan neonatus. EGC: Jakarta.
3. Norwitz,E. Schorge,J. 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi edisi
kedua Kematian Janin Intra Uterin. EMS : Jakarta
4. Hendaryono,H. 2007. Patologi kebidanan.
5. Kliman, HJ. Dkk. 2000. Fetal death: etiology and pathological findings.
(Online)
http://www.med.yale.edu/obgyn/kliman/placenta/articles/UpToDate.html
6. Lindsay,JL.
2010.
Evaluation
of
Fetal
Death.
http://emedicine.medscape.com/article/259165-overview
26
(Online)