Anda di halaman 1dari 6

FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA RINOSINUSITIS KRONIK

DI POLIKLINIK THT-KL RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH


Teuku Husni dan Amallia Pradista
Abstrak. Rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Rinosinusitis ini
dipermudah oleh adanya faktor-faktor predisposisi baik lokal maupun sistemik. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui distribusi faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis kronik. Jenis
penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan metode cross sectional. Subjek penelitian
terdiri atas 33 orang pasien poliklinik THT-KL RSUD dr. Zainoel Abidin yang telah didiagnosis
menderita rinosinusitis kronik dan dilakukan pemeriksaan oleh dokter ahli selanjutnya dilihat
faktor predisposisi yang diderita pasien. Data dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil
analisa data didapatkan dari 33 orang sampel, penderita perempuan sebanyak 19 orang (57,6%)
dan laki-laki 14 orang (42,4%) dengan rentang usia 15-74 tahun. Dari 33 kasus rinosinusitis
kronik didapatkan 21 orang menderita konka hipertrofi (61,76%), 5 orang menderita polip nasi
(14,7%), 7 orang menderita deviasi septum (23,5%), 19 orang menderita rinitis alergi (57,6%).
Jadi, dapat disimpulkan, pada penelitian ini, konka hipertrofi merupakan faktor predisposisi
terbanyak pada penderita rinosinusitis kronik. (JKS 2012; 3: 132-137)
Kata kunci : Rinosinusitis kronik, sinusitis, faktor predisposisi

Abstract. Rhinosinusitis defined as mucosal inflammation of paranasal sinus. Predisposing


factors either local or systemic can make easier to head for rhinosinusitis. Objective in this
research was to know distribution of predisposing factor in chronic rhinosinusitis. This research
employed a descriptive design with cross sectional methode. 33 patients in Ear Nose Throat
(ENT) clinic in dr. Zainoel Abidin General Hospital were the subjects in this research. All
subjects had the chronic rhinosinusitis diagnosis from specialist. To all subjects, were performed
anamnesis and anterior rhinoscopy to see the predisposing factors in subject. The result were
recorded and data were analyzed. Based on the result of descriptive analysis, we recorded that
from 33 cases, 19 cases were woman (57,6%) and 14 cases were man (42,4%) with age between
15-74 years old. There were 21 cases hypertrophy turbinates (61,76%), 5 cases nasal polyp
(14,7%), 7 cases septum deviation (23,5%), 19 cases alergic rhinitis (57,6%). It can be
concluded that on this research, hypertrophy turbinates was the most predisposing factor in
chronic rhinosinusitis. (JKS 2012; 3: 132-137)
Key words : Chronic rhinosinusitis, sinusitis, predisposing factor

Pendahuluan
Sinusitis merupakan penyakit yang sering
ditemukan dalam praktek dokter seharihari bahkan dianggap sebagai salah satu
penyebab gangguan kesehatan tersering di
seluruh dunia.1
Rinosinusitis kronik diderita sekitar 15%
dari seluruh populasi. Sebanyak 36 juta
penduduk Amerika setiap tahunnya
dilaporkan menderita rinosinusitis kronik.2
Jumlah kunjungan ke dokter dan biaya yang
dihabiskan
tiap
tahunnya
untuk
1
rinosinusitis kronik juga terus meningkat
Teuku Husni adalah Dosen Bagian THT-KL
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Syiah
Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh,
Amallia Pradistha adalah Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Univerisitas Syiah Kuala Banda Aceh

dari 50 juta dolar Amerika menjadi 200 juta


dolar Amerika dari tahun 1989 hingga
1992.3
Data dari sub bagian Rinologi THT FKUI
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
menunjukkan angka kejadian sinusitis
tinggi yaitu 248 pasien (50%) dari 496
pasien rawat jalan yang datang pada tahun
1996.5 Di Rumah Sakit Umum Pusat dr.
Kariadi Semarang, selama 1 tahun (Januari
2000 Desember 2000) didapatkan 20.500
kunjungan.5 Berdasarkan
data
yang
diperoleh dari ruang rekam medis Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh pada tahun 2008, jumlah
sinusitis kronik dengan jumlah kasus baru
55 orang, dan jumlah kunjungan 69 kali.
Sedangkan penyakit hidung dan sinus
lainnya dengan jumlah kasus baru 608

132

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 12 Nomor 3 Desember 2012

orang dan jumlah kunjungan 775 kali. Data


pada Tahun 2009, jumlah sinusitis kronik
kasus baru sebanyak 74 orang dengan
jumlah kunjungan 112 kali. Penyakit
hidung dan sinus lainnya jumlah kasus baru
606 orang dengan jumlah kunjungan 1.020
kali.1
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi
dalam rinosinusitis antara lain ISPA akibat
virus, bermacam rinitis, terutama rinitis
alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil,
polip nasi, kelainan anatomi seperti septum
deviasi atau konka hipertrofi, sumbatan
kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi
tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik,
diskinesia silia seperti pada sindrom
Kartagener, keadaaan ini lama-kelamaan
menyebabkan perubahan mukosa dan
merusak silia.1
Konka hipertrofi atau rinitis hipertrofi
dapat menyebabkan sumbatan hidung,
terutama konka hipertrofi dengan grade II
dan III dapat menyebabkan obstruksi nasal
yang berat.7 Hal ini merupakan faktor
predisposisi terjadinya rinosinusitis kronik.1
Polip nasi ialah massa lunak yang
mengandung banyak cairan di dalam
rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan
yang terjadi akibat inflamasi mukosa.7 Sel
eosinofilik yang terdapat pada kebanyakan
polip hidung merupakan toksik untuk
membran silia pada mukosa hidung,
sehingga menyebabkan penurunan aliran
mukus dan keadaan yang stasis dapat
berkembang menjadi rinosinusitis.8,9
Septum deviasi ialah septum nasi tidak
lurus sempurna di tengah. Hal ini dapat
menyumbat
ostium
sinus
sehingga
merupakan faktor predisposisi terjadinya
sinusitis.10 Gangguan aliran udara pada
area posterior (septum deviasi tipe III-VI)
lebih berpengaruh terhadap terjadinya
penyakit sino-nasal dibandingkan obstruksi
pada area nasal valve (tipe I dan II).10
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi
yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah
tersensitasi dengan alergen yang sama serta

dilepaskannya suatu mediator kimia ketika


terjadi pajanan ulangan dengan alergen
spesifik tersebut.11
Mukosa
hidung
merupakan lanjutan dari mukosa sinus
paranasal sehingga kongesti pada ostium
sinus dapat menyebabkan sinusitis yang
tidak dapat terjadi tanpa rinitis, oleh karena
itu, terminologi sinusitis lebih tepat
digantikan dengan rinosinusitis.12
Berdasarkan hal di atas, maka penelitian
untuk
mengetahui
distribusi
faktor
predisposisi
rinosinusitis
kronik
di
poliklinik THT-KL RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh perlu dilakukan.
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif
dengan
rancangan
cross
sectional.13 Tujuan dari penggunaan
penelitian deskriptif cross sectional ini
adalah untuk mengetahui untuk mengetahui
distribusi faktor predisposisi rinosinusitis
kronik di poliklinik THT-KL RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua
pasien
yang
didiagnosis
menderita
rinosinusitis kronik di poliklinik THT-KL
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh,
dengan kriteria berusia 15 tahun, tidak
menderita
tumor
maupun
kelainan
sinonasal lainnya, dan bersedia menjadi
sampel. Pengambilan data dilakukan dalam
rentang waktu Oktober 2010 sampai dengan
Desember 2010 dengan teknik pengambilan
data accidental sampling yaitu pengambilan
sampel yang dilakukan dengan mengambil
kasus yang tersedia.13
Alat/Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah alat untuk memeriksa pasien,
yaitu lampu kepala, spekulum hidung,
spatel lidah. Bahan yang dibutuhkan yaitu
133

Teuku Husni dan Amallia Pradistha, Faktor Predisposisi


Terjadinya Rinosinusitis Kronik

kapas,
alkohol
70%
dan
bahan
vasokonstriktor (kapas Efedrin). Instrumen
lainnya berupa alat tulis dan format
pengumpulan data untuk mendata hasil
anamnesis dan pemeriksaan rinoskopi
anterior oleh dokter ahli
Analisis Data
Analisis statistik yang dipilih adalah
analisis univariat untuk melihat distribusi
konka hipertrofi, septum deviasi, polip nasi,
rinitis alergi pada pasien rinosinusitis
kronik.13 Data yang diperoleh diolah dan
disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan persentase.
Hasil Penelitian
Deskripsi Pasien
Berdasarkan data pada tabel 1
dapat
diketahui bahwa ditinjau dari umur pasien
dalam penelitian ini distribusi pasien
rinosinusitis kronik pada kelompok umur
15-24 tahun yaitu berjumlah 11 orang
(33,3%), pasien umur antara 25-34 tahun
berjumlah 7 orang (21,21%), kelompok
umur 35-44 tahun berjumlah 5 orang
(15,2%), kelompok umur 45-54 tahun
berjumlah 8 orang (24,24%), kelompok
umur 55-64 tahun berjumlah 1 orang (3%)
dan kelompok umur 65-74 tahun berjumlah
1 orang (3%). Bila ditinjau dari jenis
kelamin pasien (tabel 2) diketahui bahwa
jumlah pasien laki-laki sebanyak 14 orang
(42,4%) dan jumlah pasien yang berjenis
kelamin perempuan sebanyak 19 orang
(57,6%).

Tabel 1 Distribusi umur pada penderita


rinosinusitis kronik
Kelompok umur
(tahun)
15-24
25-34
35-44
45-54
55-64
65-74
Jumlah

Frekuensi

Persentase

11
7
5
8
1
1
33

33,3%
21,21%
15,2%
24,24%
3%
3%
100%

Tabel 2 Distribusi jenis kelamin penderita


rinosinusitis kronik
Jenis
Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Jumlah

Frekuensi
19
14
33

Persentase
(%)
57,6%
42,4%
100%

Distribusi faktor predisposisi pada


penderita rinosinusitis kronik
Pada penelitian ini, didapatkan 33 orang
responden. Pada responden yang diperiksa,
masing-masing responden dapat memiliki
lebih dari satu faktor predisposisi yang
menyertai, sehingga didapatkan distribusi
faktor predisposisi pada pasien rinosinusitis
kronik seperti yang dapat dilihat pada tabel 3.
Pada penelitian ini, dari 33 orang penderita
rinosinusitis kronik yang diteliti 21 orang
(61,8%) menderita konka hipertrofi, 5 orang
(14,7%) menderita polip nasi, 7 orang
(23,5%) menderita deviasi septum, 18 orang
(57,6%) menderita rinitis alergi (tabel 3).

Tabel 3 Tabel distribusi faktor predisposisi pada penderita rinosinusitis kronik


Faktor predisposisi
Konka hipertrofi
Polip nasi
Septum deviasi
Rinitis alergi

Frekuensi
21
5
7
19

Pembahasan
Penelitian ini dilakukan Oktober 2010
sampai dengan Desember 2010 di poliklinik
THT-KL RSUD dr. Zainoel Abidin dan

Persentase
61,8%
14,7%
23,5%
57,6%

didapatkan 33 pasien rinosinusitis kronik


yang terdiri dari 14 pasien laki-laki dan 19
pasien perempuan, dengan rentang umur
pasien 15-74 tahun. Peneliti memilih

134

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 12 Nomor 3 Desember 2012

kriteria umur diatas atau sama dengan 15


tahun, karena diharapkan sinus paranasal
telah mencapai besar maksimal sesuai
dengan fisiologi perkembangan sinus
paranasal.
Pada penelitian ini didapatkan rinosinusitis
kronik lebih banyak terjadi pada rentang
umur 15-24 tahun (33,3%) dan paling
jarang terjadi pada umur lebih dari 55
tahun (3%). Hasil ini sedikit berbeda
dengan hasil penelitian Nasution, yang
mendapatkan
penderita
terbanyak
rinosinusitis kronik adalah kelompok
umur 37-46 tahun (33,3%).14
Cora
mendapatkan kelompok umur terbanyak
penderita sinusitis maksila kronis pada
yaitu pada kelompok umur 25-34 tahun,
sebanyak
14
orang
(34,15%).15
Berdasarkan beberapa data di atas terlihat
bahwa rinosinusitis kronik lebih banyak
mengenai dewasa muda. Perbedaan umur
oleh masing-masing peneliti lebih didasari
oleh pengelompokan umur yang berbedabeda pada masing-masing peneliti.14
Pada penelitian ini didapatkan bahwa
rinosinusitis kronik lebih banyak terjadi
pada perempuan (57,6%) dibandingkan pada
laki-laki (42,4%). Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nasution mendapatkan penderita perempuan
sebanyak 18 penderita (60%) dan laki-laki
sebanyak 12 penderita (40%).14 Munir
mendapatkan hasil yang serupa, dari 35
sampel rinosinusitis kronik yang diambil,
didapatkan bahwa rinosinusitis kronik lebih
banyak terjadi pada perempuan (57%)
dibandingkan pada laki-laki (43%).16
Pada penelitian ini didapatkan dari 33 orang
penderita rinosinusitis kronik yang diteliti,
21 orang (61,8%) menderita konka
hipertrofi. Primartono mendapatkan dari 31
orang penderita sinusitis maksilaris kronik,
5 orang menderita konka hipertrofi (16%),
walaupun penderita konka hipertrofi
mempunyai resiko 3,56 kali lebih sering
untuk menderita sinusitis maksilaris kronik.5
Munir melaporkan dalam penelitiannya, dari
sebanyak 35 sampel yang diteliti, 8,6%
persen diantaranya mengalami konka
hipertrofi.17 Berdasarkan teori, disebutkan
bahwa konka hipertrofi merupakan suatu

keadaan yang dapat diakibatkan oleh banyak


faktor antara lain adalah infeksi hidung
berulang, iritasi kronis mukosa hidung
karena rokok dan bahan-bahan iritan
industri.17 Penggunaan tetes hidung yang
berkepanjangan, rinitis alergi, dan rinitis
vasomotor juga dapat menyebabkan
penyakit ini.16
Pada penelitian ini didapatkan dari 33 orang
penderita rinosinusitis kronik yang diteliti,
didapatkan 5 orang (14,7%) menderita
polip nasi. Hasil ini tidak jauh berbeda
dengan hasil penelitian oleh Yasa, bahwa
polip nasi terdapat pada 4 orang (16,7%)
dari 24 orang sampel penelitiannya.18
Berdasarkan
kepustakaan,
inflamasi
sinonasal dapat menyebabkan peningkatan
ukuran dan jumlah polip nasi, sehingga
terjadi sumbatan hidung dan penyempitan
ostium sinus yang memicu terjadinya
sinusitis.19
Pada penelitian ini didapatkan dari 33 orang
penderita rinosinusitis kronik yang diteliti,
7 orang (23,5%) menderita septum deviasi.
Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian oleh Yasa yang mendapatkan
bahwa septum deviasi terdapat pada 5
orang (20,8%) dari 24 orang sampel
penelitiannya.18 Munir dalam penelitiannya
melaporkan dari sebanyak 35 sampel yang
diteliti, didapatkan 24,3% (17 orang)
diantaranya mengalami septum deviasi. 17
Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa
septum deviasi dapat menimbulkan bowing
asimetri yang menekan konka media ke
lateral menyebabkan penyempitan meatus
media.20
Pada penelitian ini didapatkan dari 33 orang
penderita rinosinusitis kronik yang diteliti,
18 orang (57,6%) menderita rinitis alergi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Gutman dkk21 pada
tahun 2001 yang diperoleh hasil dari 48
orang pasien rinosinusitis kronik dan akut
rekuren, didapatkan 57,4% memiliki tes
alergi
yang
positif.
Primartono
mendapatkan dari 31 orang penderita
sinusitis maksilaris kronik, 16 orang
menderita rinitis alergi (51,6%).5 Hasil
penelitian ini sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa pada penderita rinitis

135

Teuku Husni dan Amallia Pradistha, Faktor Predisposisi


Terjadinya Rinosinusitis Kronik

alergi akan terjadi reaksi inflamasi fase


lambat yang menyebabkan sumbatan
hidung berlangsung lama. Inflamasi yang
terjadi juga akan menyebabkan mukosa
infundibulum etmoid dan resesus frontal
yang berhadapan akan saling berdekatan
sehingga ventilasi terganggu. Retensi
mukus yang terjadi merupakan kondisi
yang ideal untuk tumbuhnya kuman-kuman
patogen
yang
dapat
menyebabkan
rinosinusitis.15
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
pada pasien rinosinusitis kronik yang dirawat
di poliklinik THT-KL RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh dan pembahasannya,
dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada penelitian ini didapatkan dari 33
orang penderita rinosinusitis kronik yang
diteliti, 21 orang (61,8%) menderita
konka hipertrofi.
2. Pada penelitian ini didapatkan dari 33
orang penderita rinosinusitis kronik yang
diteliti, 7 orang (23,5%) menderita
septum deviasi.
3. Pada penelitian ini didapatkan dari 33
orang penderita rinosinusitis kronik yang
diteliti, 5 orang (14,7%) menderita polip
nasi.
4. Pada penelitian ini didapatkan dari 33
orang penderita rinosinusitis kronik yang
diteliti, 19 orang (57,6%) menderita
rinitis alergi.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat
disampaikan saran-saran sebagai berikut :
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut
dengan jumlah sampel lebih banyak dan
dikombinasikan dengan pemeriksaan
radiologi dan pemeriksaan alergi.
2. Pada penatalaksanaan kasus rinosinusitis
kronik perlu dilakukan penatalaksanaan
ataupun
koreksi
terhadap
faktor
predisposisi yang terdapat pada pasien
untuk
menghindari
terjadinya
rinosinusitis yang berulang.

Daftar Pustaka
1.

Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinusitis,


Dalam : Soepardi E, Iskandar N, eds. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6.
Jakarta : BP FK UI. 2007a. 150-153.
2. Pynnonen MA, Mukerji SS, Kim HM,
Adams ME, Terrel JE. Nasal Saline for
Chronic Sinonasal Symptoms. Arch
Otolaryngol Head Neck Surg. 2007. 133 :
1115-1120.
3. Momeni AK. Roberts CC. Chew FS.
Imaging of Chronic and Exotic Sinonasal
Disease : Review. AJR. 2007. 189 : 35-45.
4. Farhat. Peran Infeksi Gigi Rahang Atas
Pada Kejadian Sinusitis Maksila di RSUP
H. Adam Malik Medan. Majalah
Kedokteran Nusantara. 2006. 40 (1) : 21-28.
5. Primartono.
Hubungan
Faktor-Faktor
Predisposisi Dengan Sinusitis Maksilaris
Kronik. Tesis. Fakultas Kedokteran
UNDIP, SMF Kesehatan THT-KL RS. Dr.
Kariadi Semarang. 2003.
6. Zilliotto KN, Santos MFCD, Monteiro
VG, Pradella-Hallinan M, Moreira GA,
Pereira LD, Weckx LLM, Fujita RR,
Pizzaro
GU.
Auditory
Processing
Assessment in Children With Obstructive
Sleep Apnea Syndrome. Brazillian Journal
Of Otorhinolaryngology. 2006. 72 (3) :
321-327.
7. Mangunkusumo E, Wardani SR. Polip
Hidung, Dalam : Soepardi E, Iskandar N,
eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.
Edisi ke-6. Jakarta : BP FK UI. 2007 :
123-125.
8. Naclerio RM, Gungor A. Etiologi Factor in
Inflammatory Sinus Disease. Dalam :
Kennedy DW, Bolger WE, Zinreich SJ.
Diseases of The Sinuses Diagnosis and
Management. London : B.C. Decker Inc.
Hamilton. 2001: 47-55.
9. Nizar NW, Mangunkusumo E. Kelainan
Septum. Dalam : Soepardi E, Iskandar N,
eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi
ke-6. Jakarta : BP FK UI. 2007 : 126.
10. Rao JJ, Vinay-Kumar EC, Babu KR,
Chowdary VS, Singh J, Rangamani SV.
Classification of Nasal Septal Deviations
Relation to Sinonasal Pathology. Indian
Journal of Otolaryngology and Head and
Neck Surgery. 2005. 57 : 199-201.

136

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 12 Nomor 3 Desember 2012

11. Irawati N, Kasakeyen E, Rusmono N.


Rinitis Alergi. Dalam : Soepardi E,
Iskandar N, eds. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta : BP FK
UI. 2007 : 128.
12. Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma
(ARIA) 2008 Update. Executive Summary
of The Workshop Report. Allergy. 2008.
63 : 8-160.
13. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. 2005.
138-144.
14. Nasution MTA. Frekuensi Penderita
Rinosinusitis Kronis Yang Disebabkan
Infeksi Jamur di Departemen Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher Fakultas Kedokteran
USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Tesis.
Fakultas Kedokteran USU, Program
Pendidikan Dokter Spesialis Bidang THTKL. 2007.
15. Cora Z. Korelasi Tes Cungkit Kulit Dengan
Kejadian Sinusitis Maksila Kronis di
Bagian THT FK USU/RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2001. 2003.
16. Munir D. The Clinical Features
of Ostiomeatal Complex in Chronic

17.

18.

19.

20.

21.

Maxillary Sinusitis by Nasoendoscopic


Examination.
Majalah
Kedokteran
Nusantara. 2006b. 39 (1) : 12-15.
Munir D. Variasi Anatomi pada
Rinosinusitis Kronis di RS H. Adam Malik
Medan. Majalah Kedokteran Nusantara.
2006c. 39 (3) : 225-229.
Yasa YF. Perbedaan Waktu Transportasi
Mukosilisar Hidung Pada Penderita
Rinosinusitis Maksila Kronis Dengan
Kavum Nasi Normal. Tesis. Fakultas
Kedokteran USU, Program Pendidikan
Dokter Spesialis Bidang THT-KL. 2008.
Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD.
Head And Neck Surgery Otolaryngology
4th Ed. Philadelphia : Lippincott Wiliams
& Wilkins. 2006 : 312-408.
Zinreich J, Imaging of Inflammatory Sinus
Disease. Dalam : The Otolaryngologic
Clinics of North America : Inflammatory
Diseases of The Sinuses. Ed. Philadelphia :
Rice DH, Saunder. 1993.
Gutman M, Torres A, Keen KJ, Houser
SM. 2004. Prevalence of Allergy in
Patients With Chronic Rhinosinusitis.
Otolaryngol Head and Neck Surg. 2004 :
130 : 545.

137

Anda mungkin juga menyukai