PENDAHULUAN
nasofaring, sumber pendarahan biasanya berasal dari bagian anterior dan posterior
anatomi, dan tumor, maupun sistemik, pendarahan yang paling sering adalah dari
gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90% dapat berhenti sendiri.1,8
terbanyak dijumpai pada usia anak 2-10 tahun dan dewasa 50-80 tahun, epistaksis
juga cenderung lebih sering terjadi pada laki-laki yaitu sebesar 58% dibandingkan
pada anak dan dewasa, sementara epistaksis posterior sering pada orang tua
yang dilakukan di Arab Saudi pada Oktober 2018 dengan menggunakan metode
1
2
pasien epistaksis 17,4% mencari bantuan medis dan 16,3% mencoba obat
49% memiliki riwayat keluarga yang positif perdarahan hidung dan 9,4%
Penelitian yang sama juga dilakukan diArab Saudi yang dilakukan oleh
Saudi, dan data yang terkumpul dengan menggunakan SPSS didapati 209
(18,7%) berada pada kelompok usia 1-20 tahun, 539 peserta (48,3%) yang
150 (13,4%) peserta mewakili kelompok usia 51-60 dan 23 (2%) peserta dengan
usia 60 tahun. Mengenai rentang usia pasien epistaksis dalamjumlah studi sample
103 (62,2%) berada pada kelompok usia 1-20 tahun, sedangkan 265 (49,2%)
berada pada usia 21-34 tahun, 241 (43,6%) usia 35-50 tahun dan 49 (39,2%)
43,6%. Berdasarkan tempat tinggal 496 (48,1 %) peserta adalah warga perkotaan
(63,9%).28
pasien epistaksis dengan memiliki kondisi medis yang kronis, dan 99 (18%) yang
adalah perempuan dan 13 pasien (32,5%) laki-laki. Usia berkisar antara 4 sampai
78 tahun, tetapi rata-rata terjadi pada usia 20-40 tahun, dan usia anak SD. Faktor
paska operasi dalam prosedur bedah THT (septoplasty dikombinasikan atau tidak
paling sering terjadi pada anak-anak.5 Pada penelitian dari Bidasari Lubis, Rina A
C Saragih , ditemukan bahwa epistaksis sering dijumpai pada 60% dari populasi
umum dan insiden terbanyak pada usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50
frekuensi penderita terbanyak pada bulan Juli 36 kasus (8,16%), sedangkan pada
bulan Desember 10 kasus (5,15%) . pada tahun 2011, bulan oktober terjadi 50
kasus (13,74%), sedangkan bulan februari 20 kasus (5,49%). Tahun 2012 hsil
4
yang didapat terbanyak pada bulan oktober 37 kasus (9,87%) sedangkan pada
bulan desember 11 kasus (2,98%). Distribusi jenis kelamin yang didapat pada
penelitian ini adalah penderita laki-laki lebih banyak dari pada penderita penderita
perempuan walaupun tidak ada perbedaan yang terlalu jauh pada jumlah penderita
laki-laki dan perempuan. 533 pasien laki-laki dengan presentase 50,86% dan
perempuan 525 pasien dengan presentase 49,14% dari total 1048 penderita selama
perdarahan biasanya lebih hebat dan jarang berhenti sendiri. Kemudian disusul
dengan penyebab lokal dengan jumlah penderita sebanyak 387 orang (36,93%).26
epistaksis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hidung terdiri atas hidung luar dan cavum nasi. Cavum nasi dibagi oleh
bagian yang membentuk luar hidung pangkal hidung (bidge), bagian hidung
mulai dari radiks sampai apeks nasi disebut dorsum nasi. Lubang hidung (nares
anterior) kanan dan kiri dipisahkan oleh sekat yang disebut (kolumela). Disebelah
lateral dibatasi oleh ala nasi kanan dan kiri.25 Pinggir lateral, ala nasi, berbentuk
bulat dan dapat digerakkan. Rangka hidung luar dibentuk oleh os nasale,
processus frontalis maxillaris, dan pars nasalis ossis frontalis. Rangka hidung
6
7
nasopharynx. Vestibulum nasi adalah area di dalam cavum nasi yang terletak tepat
di belakang nares. Cavum nasi dibagi menjadi dua bagian kiri dan kanan oleh
septum nasi. Septum nasi dibentuk oleh cartilago septi nasi, lamina verticalis osis
Setiap belahan cavum nasi mempunyai dasar, atap, dinding lateral dan
A. Dasar
B. Atap
Atap sempit dan dibentuk di sebelah anterior mulai dari bagian bawah
batang hidung oleh Os. nasale dan Os. frontale, di tengah oleh lamina
sphenoidalis.9,11
10
C. Dinding Lateral
Dinding lateral juga mempunyai tiga tonjolan tulang yang disebut dengan
concha nasalis superior, media, dan inferior. Area dibawah setiap concha
D. Recessus Sphenoethmoidalis
sphenoidalis.9
Meatus nasi media terletak di bawah concha nasalis media. Meatus ini
sinus ethmoidalis medii yang bermuara pada pinggir atasnya. Sebuah celah
hiatus semiulnaris. 9
H. Dinding Medial
Dinding medial dibentuk oleh septum nasi. Bagian atas dibentuk oleh
larnina verticalis ossis ethmoidalis dan os. vomer bagian anterior dibentuk
oleh cartilago septalis. Septum ini jarang terletak pada bidang median,
sehingga belahan cavum nasi yang satu lebih besar dari belahan sisi
lainnya.9
mempunvai rambut yang kasar. Area di atas concha nasalis superior dilapisi
membrana mucosa olfactorius dan berisi ujung – ujung saraf sensitif reseptor
ophthalmicus (N.V1) dan nervus maxillaris (N.V2) divisi nervus trigeminus. 9,10
yang merupakan salah satu cabang terminal arteria carotis externa. Cabang yang
dengan ramus septalis arteria labialis superior yang merupakan cabang dari arteria
oleh vena-vena yang menyertai arteri.9 Pada bagian depan septum terdapat sebuah
area kaya pembuluh darah, yaitu Locus Kieselbachi (tonjolan berwarna), tempat
Fungsi hidung yaitu untuk jalan nafas, alat pengukur kondisi udara,
1. Sebgai jalan nafas pada inspirasi, untuk masuk melalui nares anterior, lalu
ekspirasi, udara masuk melalui konka dan kemudian mengikuti jalan yang
sama seperti udara inspirasi, akan tetapi dibagian depan aliran udara
memecah, sebagian akan melalui nares anterior dan sebagian lain akan
udara.25
udara yang akan masuk ke dalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan
cara mengatur kelembapan udara, dan dilakukan oleh palut lendir. Mengatur
epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi
dapat berlangsung secra optimal, dengan demikian suhu udara kurang lebih
37ºC.25
inspirasi dari debu dilakukan oleh rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi,
silia, selaput lendir (mucous blankel). Debu dan bakteri akan lengket pada
selaput lendir dan partikel besar dikeluarkan melalui refleks bersin. Selaput
15
lendir ini akan dialirkan ke nasofaring dan oleh gerakan silia. Enzim yang
olfaltorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum. Partikel bau bisa mencapai daerah ini dengan cara defusi dengan
5. Resonasi suara oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir dan palatum mole.
2.1.2. Epistaksis
2.1.2.1. Defenisi
Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung atau
nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari penyakit lain
yang kebanyakan ringan dan dapat berhenti sendiri. Walaupun jarang, epistaksis
yang berat merupakan masalah kegawatdaruratan yang dapat berakibat fatal bila
2.1.2.2. Epidemiologi
masa hidup mereka, dan sekitar 6% dari mereka dengan epistaksis datang ke
16
dan kemudian naik lagi setelah usia 35 tahun. Umumnya, laki-laki yang sedikit
terkena dibanding wanita sampai usia 50 tahun, tapi setelah 50 tahun tidak ada
perbedaan yang signifikan seperti data yang telah dilaporkan. Epistaksis biasanya
dibagi menjadi epistaksis anterior dan posterior, tergantung pada lokasi asalnya.
Epistaksis anterior timbul dari kerusakan pleksus Kiesselbach pada bagian bawah
dari septum hidung anterior, dikenal sebagai daerah Little area, sedangkan
epistaksis posterior timbul dari kerusakan arteri septum nasal posterior. Epistaksis
anterior lebih sering terjadi dari pada epistaksis posterior, yaitu sekitar 80% kasus
epistaksis. Etiologi epistaksis dapat dibagi menjadi penyebab lokal atau sistemik,
yang digunakan pada sekitar 80-90% kasus. Etiologi dari epistaksis telah
dilaporkan bervariasi dengan usia dan lokasi anatomi. Epistaksis traumatis lebih
sering terjadi pada orang muda (dibawah usia 35 tahun) dan paling sering
disebabkan oleh trauma digital, cedera wajah, atau benda asing di rongga hidung.
Epistaksis non-traumatik umumnya pada pasien yang lebih tua (di atas usia 50
tahun) dan mungkin karena kegagalan organ, kondisi neoplastik, peradangan, atau
anak-anak kurang dari 10 tahun biasanya ringan dan berasal dari hidung anterior,
sedangkan epistaksis yang terjadi pada individu lebih tua dari 50 tahun lebih
mungkin untuk menjadi parah dan berasal dari posterior. Epistaksis menimbulkan
risiko yang lebih besar pada orang tua dan mengalami perburukan klinis jika
2.1.2.3. Etiologi
kelainan lokal pada hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya
trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh darah, infeksi lokal, benda asing,
A. LOKAL
1. Trauma
benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebgai
akibat trauma yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan
lalul-lintas. Selain itu juga bisa terjadi akibat adanya benda asing tajam atau
nasotrakea. Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang
tajam. Perdarahan dapat terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa
pembengkakan.17,18
2. Infeksi lokal
Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rinitis
atau sinusitis. Bisa juga pada infeksi spesifik seperti rinitis jamur,
3. Tumor
Epistaksis dapat timbul pada hemagioma dan karsinoma. Yang lebih sering
masif.17,18
4. Kelainan kongenital
5. Pengaruh lingkungan
Epistaksis sering terjadi pada udara yang kering dan saat musim dingin yang
hidung terpapar udara dingin dan kering sebagai faktor musiman. Angka
50C.19,20
19
6. Operasi
tiba.21,22
Gambar 2.8. Penyebab lokal epistaksis sekunder. A) Pasien HHT dengan telangiektasis pada
bagian anterior septum sisi kanan dan konka inferior. B) Granuloma piogenik pada internal valve
kanan pada pasien hamil. C) Inverted papilloma sisi kanan.
Sumber : Dafriani P. Buku Ajar dan Fisologi untuk Mahasiswa Kesehatan.Penerbit dan
Percetakan CV Berakah Prima. Jakarata. Jilid. 2019.
B. SISTEMIK
1. Kelainan darah
secara Xlinked resesif, yang mana gangguan terjadi pada jalur intrinsik
penderita hemofilia tidak dapat membeku secara normal, hal ini dapat
putih yang diproduksi oleh sumsum tulang. Sumsum tulang dalam tubuh
alkohol.12
2. Penyakit kardiovaskular
- Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan
3. Infeksi akut
trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
pembekuan.12
4. Gangguan hormonal
22
Epistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopause karena
2.1.2.4. Patofisiologi
vaskularisasi, yaitu Arteri Karotis Interna dan Arteri Karotis Eksterna. Sistem
arteri karotis eksterna memperdarahi hidung via arteri fasialis dan arteri maksila
interna. Arteri labial superior adalah salah satu cabang terminal dari arteri fasial.
Arteri tersebut memperdarahi dasar kavum nasi anterior dan septum anterior via
cabang septal. Arteri maksila interna masuk kedalam fossa pterigomaksila dan
oftalmika. Arteri ini memasuki daerah mata via fisura orbita superior dan terbagi
menjadi dua cabang yaitu arteri etmoid posterior yang keluar dari mata menuju
foramen etmoid posterior dan arteri etmoid anterior yang lebih besar
cabang septal dan cabang lateral untuk memperdarahi septum nasi dan dinding
nasi lateral.12,13
Hampir lebih dari 90% kasus terjadi pada daerah anterior dari Pleksus
pendarahan dari arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna. Pleksus
Woodruff, merupakan pleksus pembuluh darah besar yang terletak pada bagian
posterior dari meatus inferior. Epistaksis posterior terjadi pada daerah belakang
komplikasi jalan napas yang lebih tinggi, aspirasi darah, dan lebih sulit
ditangani.12
Pemeriksaan arteri kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah
dan lanjut, terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media
media sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama. Pada orang
memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh darah
a. Epistaksis Anterior
hidung dan kebanyakan terjadi pada anak, seringkali berulang dan dapat
berhenti sendiri.12
b. Epistaksis Posterior
Peradarahan biasanya lebih hebat dan jarang dapat berhenti sendiri. Sering
2.1.2.5. Diagnosis
A. Anamesis
B. Pemeriksaan Fisik
spekulum hidung dan alat penghisap (bila ada) dan pinset bayonet,
dilakukan evaluasi.3,6,12
1. Rinoskopi Anterior
2. Rinoskopi Posterior
C. Pemeriksaan Penunjang
2. Endoskopi
penyakit lainya.3
2.1.2.6. Penatalaksanaan
misalnya memasang infus. Jalan napas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan
dilihat apakah adanya perdarahan dari anterior atau posterior. Alat-alat yang
diperlukan untuk pemeriksaan ialah lampu kepala, spekulum hidung dan alat
perdarahan.6,12
sebaiknya setengah duduk atau berbaring dengan kepala yanga ditinggikan. Harus
Pasien anak dipangku, badan dan tangan dipeluk, kepala dipegangi agar tegak dan
tidak bergerak-bergerak.6,12
a) Perdarahan Anterior
perlu dilakukan pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau
dimasukan dengan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus
baru.6,12
b) Perdarahan Posterior
rinoskopi anterior.6,12
posterior, yang disebut tampon Bellocq. Tampon ini dibuat dari kasa
padat dibentukkubus atau bulat dengan diameter 3 cm. Pada tampon ini
terikat 3 utas benang, 2 buah disatu sisi dan sebuah disisi berlawanan.6,12
sampai tampak di orofaring, lalu ditarik keluar dari mulut. Pada ujung
kateter ditarik kembali malalui hidung sampai benang keluar dan dapat
ditarik. Tampon perlu di dorong dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat
benang yang keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungan kain kasa
longgar pada pipi pasien. Gunanya ialah untuk menarik tampon keluar
melalui mulut setelah 2-3 hari. Hati-hati mencabut tampon karena dapat
kavum nasi kanan dan kiri, dan tampon posterior terpasang ditengah-
tengah nasofaring.6,12
dengan balon. Akhir-akhir ini juga banyak tersedia tampon buatan pabrik
dengan balon yang khusus untuk hidung atau tampon dari bahan gel
Akibat perdarahan yang hebat dapat menyebabkan syok, anemia dan gagal
sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini pemberian infus harus
dilakukan secepatnya.6,12
Akibat pembuluh darah yang hebat dapat terjadi aspirasi darah kedalam
saluran napas bahwa, juga dapat menyebabkan syok, anemia dan gagal
dapat menyebabkan kematin. Dalam hal ini pemberian infus atau tranfusi darah
harus dilakukan secepatnya. Akibatnya pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi
septikemia atau toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan
antibiotik pada setiap pemasangan tampon, setelah 2-3 hari tampon harus
palatum mole atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat
diletakan pada pipi. Kateter balon atau tampon balon tidak boleh dipompa terlalu
ETIOLOGI DIAGNOSIS
Anamesis
Penyebab dari epistaksisi Pemeriksaan fisik
bisa terjdi karena Pemeriksaan penunjang
kelainan lokal dan EPISTAKSIS
kelainan sistemik
TATALAKSANA
METODOLOGI PENELITIAN
Pengumpulan data dilakukan di poli klinik THT, ruang rawat inap THT,
dan UGD RSUD Dr. M. Haulussy Ambon, dijadwalkan pada bulan Februari
Populasi target pada penelitian ini adalah pasien epistaksis yang pernah
rawat jalan dan rawat inap di poli THT, UGD, dan ruang rawat inap THT RSUD
Dr. M. Haulussy Ambon. Populasi terjangkau adalah populasi yang dapat dibatasi
oleh ruang dan waktu penelitian dan memungkinkan semua objek dapat dijangkau
untuk diteliti. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien yang datang
37
38
Sampel penelitian ini adalah data pasien rekam medik yang melakukan
pemeriksaan rawat jalan dan rawat inap di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon tahun
2019.
sampling pada pasien UGD, ruang rawat inap THT, dan poliklinik THT di RSUD
Dr. M. Haulussy Ambon tahun 2019. Cara pengambilan sampel yaitu dengan
melihat keseluruhan data rekam medis yang ada di bagian poli THT, ruang rawat
inap THT, dan UGD, yang memenuhi kriteria dari epistaksis, dimasukan dalam
penelitian.
1. Pasien jenis kelamin laki-laki dan perempuan usia >2 tahun yang
Tahun 2019.
Pasien epistaksis yang data rekam mediknya tidak lengkap untuk variabel
Epistaksis
Usia
Tempat Tinggal
Jenis Kelamin
Pendidikan
Faktor penyebab Pekerjaan
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa rekam medik yaitu
adalah teknik pengumpulan data sekunder. Pada teknik ini, peneliti akan
a. Editing
b. Coding
Pada tahap ini dilakukan proses klasifikasi pada variabel jenis kelamin dan
diagnosis penelitian yang diperoleh dari sumber data yang telah diperiksa
kelengkapannya.
c. Entry
Pada tahap ini data yang sebelumnya telah diberi kode dimasukan ke dalam
d. Cleaning
Pada tahap ini dilakukan proses pengecekan kembali setiap data yang telah
dimasukan dan jika terdapat kesalahan dalam memasukan data yaitu dengan
akan dianalisis secara univariat yang bertujuan untuk menganalisis setiap variabel
dari hasil penelitian. Analisis univariat menggunakan Microsoft Office Excel dan
pemeriksaan pada rawat jalan dan eawat inap. Data tersebut selanjutnya akan
proporsi
Penelitian
Pengumpulan Data
Penyajian Data
43
Perizinan etik akan diperoleh dari komisi etik penelitian kedokteran dan
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Penyusunan
Proposal
Pembimbingan
Proposal
Seminar Proposal
Perbaikan
Proposal
Pengumpulan
data
Analisis data
Ujian skripsi
BAB IV
Rumah Sakit Umum Daerah DR. M. Haulussy Ambon adalah rumah sakit
kelas B yang menjadi rumah sakit rujukan di provinsi Maluku. Rumah sakit ini
dibangun pada tahun 1947 ini mempunyai visi yaitu menjadi rumah sakit pilihan
Maluku.
ruangan klinik, Instalasi Rawat Inap dengan 11 bangsal pelayanan kelas III, kelas
II, dan kelas I. Terdapat 2 ruangan pelayanan pavilun dan cendrawasih, Instalasi
Bedah Sentral, Unit Perawatan Intensif yang terdiri atas Intensive Care Unit
(ICU) dan Intensive Coronary Care Unit (ICCU), Instalasi Farmasi, Instalasi
terdapat pelayanan unggulan rumah sakit yaitu CT-Scan dan Mamografi yang
terdapat pada Instalasi Radiologi, laparaskopi pada Instansi Bedah Sentral, Unit
Selain itu, terdapat fasilitas pelayanan pendukung lain yang telah tersedia yaitu
45
46
digunakan dengan pasien kelainan telinga hidung tenggorokan, kepala dan leher.
poliklinik THT, ruang rawat inap THT, dan UGD. Penelitian diawali dengan
penelusuran data register pasien di ruang poli THT dan UGD, selanjutnya
pengecekan pada buku register ruang rawat inap THT dan penelusuran status
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pasien epistaksis
yang pernah dirawat di ruang poliklinik THT, ruang rawat inap THT, dan UGD
RSUD DR. M. Haulussy Ambon selama periode tahun 2019 yang diambil dengan
poliklinik THT, ruang rawat inap THT dan UGD dengan jumlah pasien kunjungan
pasien epistaksis pada Instalasi Rekam Medik RSUD DR. M. Haulussy Ambon,
hanya terdapat 41 sampel, akan tetapi dari 41 sampel didapati beberapa sampel
47
berikut:
sebagai berikut:
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa dari 30 sampel pasien yang pernah
rawat jalan di poliklinik THT, UGD dan ruangan rawat inap di RSUD DR. M.
sampel (33,3%) yang dimaksudkan dalam kategori epistaksis lainnya yaitu sampel
berikut :
Epitaksis
Epitaksis Epitaksis Epitaksis Total
Anterior Posterior Lainnya
n (%) n (%) n (%) n (%)
Jenis Laki-laki 5 (16,7%) 4 (13,3%) 5 (16,7%) 14 (46,7%)
Kelamin Perempuan 3 (10,0%) 8 (26,7%) 5 (16,7%) 16 (53,3%)
sampel (46,7%).
Epitaksis
Epitaksis Epitaksis Epitaksis Total
Anterior Posterior Lainnya
n (%) n (%) n (%) n (%)
20- 10 Tahun 4 (13,3%) 0 (0,0%) 5 (16,7%) 9 (30,0%)
11-19 Tahun 1 (3,3%) 2 (6,7%) 0 (0,0%) 3 (10,0%)
Usia 20-60 Tahun 3 (10,0%) 7 (23,3%) 3 (10,0%) 13 (43,3%)
> 60 Tahun 0 (0,0%) 3 (10,0%) 2 (6,7%) 5 (16,7%)
terbanyak pada usia 20-60 tahun dengan 13 sampel (43,3%), pada usia 2-10 tahun
9 sampel (30%), >60 tahun 5 sampel (16,7%), dan 11-19 tahun 3 sampel (10%).
49
dengan faktor penyebab yang terbanyak yaitu sistemik dengan 20 sampel (66,7%),
berikut :
yang paling banyak dari perkotaan 25 sampel (83,3%), dan perdesaan sebanyak 5
sampel (16,7%).
50
4.4. Pembahasan
rawat inap THT, UGD dan bagian rekam medik priode tahun 2019 di RSUD DR.
jalan dan rawat inap sebanyak 30 sampel yang memenuhi kriteria inklusi serta
04 Juli 2020 serta berdasarkan hasil pengelolahan data diarahkan sesuai tujuan
Haulussy Ambon.
Sesuai dengan hasil pada tabel 4.2 mengenai pasien epistaksis berdasarkan
jenis kelamin yang paling banyak terjadi pada perempuan. Hal ini sesuai dengan
tetapi secara signifikan pada perempuan hamil. Hal ini terkait dengan mukosa
hidung yang diinduksi estrogen dan perubahan vaskular. Penjelasan lain yang
mungkin dari hasil penelitian ini adalah bahwa epistaksis merupakan hasil dari
pada wanita hamil, dikarenakan terjadi peningkatan estrogen dan progestron yang
termasuk di hidung yang menyebabkan mukosa bengkak dan rapuh dan akhirnya
terjadinya epistaksis.29
Tabel 4.3 dengan pasien epistaksis terbanyak pada usia 20-60 tahun. Usia
adalah salah satu sifat karateristik tentang seseorang, usia dalam studi
Limen, Ora P, Ronny T, Kandou Manado tahun 2012. Pada pasien epistaksis
dengan jumlah penderita kelompok usia yang paling banyak presentasinya yaitu
kelompok usia 20-65 tahun dengan jumlah 381 penderita. Hal ini dikarenakan
pada penderita epistaksis kelompok usia <20 tahun, terjadi secara spontan dan
dapat berhenti sendiri sehingga pasien dengan kelompok usia tersebut jarang
dibawa ke rumah sakit, sedangkan pada pasien dengan kelompok usia dewasa tua
umumnya lebih berat dan jarang berhenti sendiri sehingga penderita akan mencari
bantuan medis.26
berpengaruh pada orang tua (50-80 tahun) dan anak-anak (2-10 tahun). 30 Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nash & Simon tahun 2018 di
Kanada bahwa distribusi umur penderita epistaksis biasanya terjadi pada usia <20
52
tahun dan >40 tahun.31 Epistaksis posterior sendiri sering terjadi pada orang tua
dimana pada orang yang lebih tua, lokasi perdarahan lebih sering ditemukan
berasal dari bagian posterior hidung. Penyebab biasanya bukan karena trauma
tetapi lebih mungkin ruptur spontan pembuluh darah yang sklerotik. Pemeriksaan
arteri kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah dan lanjut, terlihat
perubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media menjadi jaringan
gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot tunika media sehingga
epitaksis disebabkan oleh trauma dan hipertensi. Angka kejadian epistaksis juga
lebih sering ditemukan pada anak dengan migrain dibandingkan tanpa keluhan
kali lebih sering dibandingkan tanpa keluhan migrain. Selain karena faktor
pembuluh darah, terdapat faktor yang juga berperan dalam hal terjadinya
epistaksis yaitu letak pembuluh darah di mukosa sangat superfisial dan tidak
darah sering terjadi akibat trauma ringan pada waktu bersin. Kejadian epistaksis
pasca trauma pada masa anak berhubungan secara bermakna dengan deformitas
Penelitian sebelumya yang di lakukan oleh Merry P Limen, et al, RSUP Prof. Dr.
Kandou Manado tahun 2012. Pada penelitian ini distribusi berdasarkan penyebab
sistemik ini sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, dan kelainan
Kemudian disusul dengan penyebab lokal yang terdiri dari beberapa yaitu trauma
seperti mengeluarkan sekret dengan kuat, bersin, trauma seperti terpukul, jatuh
dan sebagainya.26
pembuluh darah, infeksi lokal, benda asing, pengaruh udara lingkungan. 5,15
Pendarahan pada lokasi epistaksis anterior berasal dari pleksus Kiesselbach (little
area), yaitu anastomosis dari beberapa pembuluh darah di septum bagian anterior
bagian depan konkha inferior. Mukosa pada daerah ini sangat rapuh dan melekat
erat pada tulang rawan dibawahnya. Daerah ini terbuka terhadap efek pengeringan
udara insirasi dan trauma, akibatnya ulkus ruptur atau kondisi patologik lainya
posterior dengan kelainan sistemik banyak pasien epistaksis yang datang dengan
kongenital.15,17 Epistaksis posterior berasal dari dinding lateral dan berasal dari
arteri sefenopalatina dan arteri etmoid posterior.9 Perdarahan biasanya hebat dan
jarang berhenti dengan sendirinya dan sering di temukan pada pasien hipertensi,
Pada tabel 4.7 ini dengan sampel yang didapatkan pasien epistaksis
banyak bertempat tinggal di perkotaan dari pada pedesaan. Hal ini dipegaruhi oleh
kelembapan udara yang rendah dapat menyebabkan iritasi mukosa. Faktor yang
seperti polusi udara atau paparan zat-zat kimia yang bersifat korosif, yang dapat
1. Banyaknya pasien melakukan kunjungan rawat jalan dan rawat inap pada
ruangan poliklinik THT, dan ruang rawat inap THT, dan UGD. Akan tetapi
2. Dalam penelusuran data rekam medik didapati dua variabel yang tidak
mendukung kriteri inkusi dan didapati data rekammedik yang tidak lengkap
3. Pada saat melakukan penelusuran data rekam medik didapati data yang tidak
lengkap sehingga peneliti tidak dapat beberapa kriteria yang sesuai dengan
penelitian ini.
BAB V
5.1. Kesimpulan
epistaksis yang melakukan rawat jalan dan rawat inap di RSUD DR. M. Haulussy
perempuan 53,3%.
3. Prevalensi epistaksis berdasarkan usia, yang didapati dalam retan usia 20-60
63
64
5.2. Saran
2. Buat instansi terkait dalam hal ini RSUD Dr. M. Haulussy Ambon agar
bagian lain sesuai dengan faktor penyebabnya. Dan bagi instansi terkait
dapat melakukan penulisan data rekam medik dengan lengkap dan jelas
jumlah sampel yang lebih besar dan juga pada rumah sakit atau instansi
lainnya.