Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
SOL (Space Occupying lesion) merupakan generalisasi masalah
mengenai adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak.
Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti
contusio cerebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor pada intracranial
(Smeltzer & Bare, 2013).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik
jinak/ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak
merupakan tumor salah satu susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak.
Tumor ganas di susunan saraf pusat adalah semua proses neoplastic yang
terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis spinalis yang mempunyai
sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari
sel-sel saraf di meningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel
penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak (Fransiska,
2008 :84).
Menurut penilitian yang dilakukan oleh Rumah Sakit Lahore,
Pakistan, periode September 1999 hingga April 2000, dalam 100 kasus Space
Occupying Lesion intrakranial, 54 kasus terjadi pada pria dan 46 kasus pada
wanita. Selain itu, 18 kasus ditemukan pada usia dibawah 12 tahun. 28 kasus
terjadi pada rentan usia 20-29 tahun, 13 kasus pada usia 30-39, dan 14 kasus
pada usia 40-49 (Ejaz butt, 2017).
Berdasarkan data statistik, angka insidens tahunan tumor intrakranial
di Amerika adalah 16,5 per 100.000 populasi per tahun, dimana separuhnya
(17.030) adalah kasus tumor primer yang baru dan separuh sisanya (17.380)
merupakan lesi-lesi metastasis. Di Indonesia masih belum ada data terperinci
yang berkaitan dengan hal ini, namun dari data RSPP dijumpai frekuensi
tumor otak sebanyak 200-220 kasus/tahun dimana 10% darinya adalah lesi
metastasis. Insidens tumor otak primer bervariasi sehubungan dengan
kelompok umur penderita. Angka insidens ini mulai cenderung meningkat
sejak kelompok usia dekade pertama yaitu dari 2/100.000 populasi /tahun
pada kelompok umur 10 tahun menjadi 8/100.000 populasi/tahun pada
kelompok usia 40 tahun dan kemudian meningkat tajam menjadi 20/100.000
populasi/tahun pada kelompok usia 70 tahun untuk selanjutnya menurun lagi
(Mardjono, 2008).
Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74%) dibanding
perempuan (39,26%) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai 60 tahun
(31,85%), selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari
3 bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100
penderita 74,1%) yang dioperasi dan lainnya (26,9%) tidak dilakukan operasi
karena berbagai alasan, seperti inoperable atau tumor metastase (sekunder).
Lokasi tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2%), sedangkan tumor-
tumor lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis,
cerebellum, brainstem, cerebellopontine angle dan multiple (Hakim, 2005).
Menurut Wulandari (2017) dalam hasil penelitiannya didapatkan data
bahwa tanggal 10 Januari 2017 dari Ruang Bangsal Syaraf RSUP Dr.
M.Djamil Padang tahun 2016 didapatkan dari 1.386 pasien yang masuk ruang
bangsal syaraf sekitar106 (7,6 %) orang yang mengalami kasus tumor otak.
Prevalensi rata-rata pada tahun 2016 pasien masuk dengan Tumor Otak tiap
bulannya adalah sekitar 9 orang.
Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel
abnormal secara sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel
ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya,
mengakibatkan terjadi gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan
peningkatan tekanan intrakranial) (Prince & Wilson, 2005).
Gejala yang ditimbulkan oleh SOL sangat tergantung kepada jenis lesi,
ukuran, dan lokasi. Namun gejala yang umum terjadi adalah gejala yang
ditimbulkan oleh peningkatan tekanan intrakranial seperti nyeri kepala,
muntah proyektil, mual, perubahan status mental atau kebiasaan, lumpuh,
ataksia, gait, defisit bicara, visual, ataupun konvulsi. Penanganan pada kasus
ini sebaiknya dilakukan secepat mungkin, pada kebanyakan kasus pasien
memerlukan tindakan operasi craniotomy, terapi radiasi dan kemoterapi
Sangat penting untuk mempertimbangkan banyak hal yang mempengaruhi
kondisi ini sehingga penatalaksanaan dan perawatan yang paling tepat dapat
direncanakan dan dilakukan (Ibrahim, et al , 2012). Oleh karena tumor otak
secara histologik dapat menduduki tempat yang vital sehingga menimbulkan
kematian dalam waktu singkat.
Sementara itu angka harapan hidup penderita tumor susunan saraf
pusat juga bervariasi sesuai usia. Data dari surveillance, Epidemiologi dan
End Result pada tahun 1996-2009 menunjukkan bahwa angka harapan hidup
selama 5 tahun pada tumor otak primer ganas dan tumor susunan saraf pusat
(tidak termasuk limfoma, leukemia, tumor hipofisis dan kelenjar pineal, dan
tumor olfaktorius pda kavitas nasal) adalah sebesar 38,8% (32,4% pada pria
dan 35,5% pada wanita). Angka harapan hidup ini sebesar 73,0% pada usia 0-
19 tahun, 57,7% pada kelompok usia 20-44 tahun, 31,7% pada kelompok usia
55-64 tahuun, 10,0% pada kelompok usia 65-74 tahun, dan 5,7% pada
kelompok usia lebih dari atau sama dengan 75 tahun. Artinya semakin
bertambah usia maka harapan hidup pada penderita tumor otak semakin
berkurang (Setyanegara, 2018).
Tumor otak dapat menduduki tempat vital yang dapat meningkatkan
resiko kematian yang singkat, penurunan imunitas tubuh juga meresiko
membuat tumor otak menjadi ganas dan dari angka harapan hidup pasien
tumor otak yang rendah maka tumor otak memerlukan penanganan
multidisiplin yang komprehhensif sebagaimana dalam keputusan menteri
kesehatan republik Indonesia tentang penanganan tumor otak di Indonesia
(Kemenkes, 2020).
Asuhan keperawatan merupakan suatu tindakan atau proses dalam
praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien untuk
memenuhi kebutuhan objektif pasien, sehingga dapat mengatasi masalah
yang sedang dihadapinya, dan asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan
kaidah-kaidah ilmu keperawatan. Asuhan keperawatan pada pasien dengan
tumor otak adalah suatu tindakan atau proses dalam praktik keperawatan yang
diberikan secara langsung kepada pasien dengan tumor otak untuk memenuhi
kebutuhan pasien baik secara biologi, psikologi, social dan spiritual. Asuhan
keperawatan pada pasien dengan tumor otak tidak berbeda dengan asuhan
keperawatan pada kasus lain yaitu melakukan pengkajian secara lengkap
mulai dari anamnesa identitas klien sampai dengan keluhan yang dirasakan,
menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan tumor otak sesuai
dengan kondisi klien, merencanakan tindakan keperawatan,
mengimplementasikan tindakan keperawatan, serta mengevaluasi dan
mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Menurut Karmadi I (2012) dalam penelitiannya diagnosis keperawatan
yang mungkin muncul pada pasien dengan tumor otak yang mengalami
penurunan kesadaran akan mengalami ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral yang jika tidak diatasi akan memeperburuk keadaan pasien, peran
perawat untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan tindakan
mempertahankan jalan nafas yang paten dan memonitor tekanan perfusi
serebral. Selain masalah ketidakefektifan jaringan serebral, pasien tumor otak
yang mengalami gangguan bersihan jalan nafas karena tirah baring yang lama
dapat mengakibatkan hipersekresi dijalan nafas, peran perawat yaitu dengan
dapat berkolaborasi dengan dokter untuk melakukan suction dan dapat
melakukan terapi nebulizer untuk mengencerkan secret yang tetumpuk dijalan
nafas.
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 24 Maret 2022 diruang
rawat inap bangsal syaraf ditemukan seorang pasien dengan diagnosis medis
space occupying lesion (SOL) yaitu Ny.E hari rawatan ke-3 setelah
sebelumnya menjadi pasien titipan diruang rawat inap interne wanita, keadaan
umum Ny.E lemah dengan penurunan kesadaran dengan nilai GCS 4
(E1M1V2) mengalami tirah baring. Diagnosa yang muncul pada Ny.E yaitu
resiko perfusi serebral tidak efektif, gangguan pertukaran gas dan perfusi
perifer tidak efektif. Dari hasil observasi perawat sudah melakukan tindakan
mempertahankan jalan napas dengan memposisikan pasien dengan kepala
ekstensi dan posisi badan dengan sudut 15°, serta perawat memberikan
oksigen 10 liter dengan NRM, memonitor perfusi serebral dan memberikan
transfusi darah PRC. Oleh karena itu kami melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan SOL di bangsal syaraf RSUP Dr. M. DJamil Padang.

Referensi tambahan

Kemenkes. (2020). KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR HK.01.07/MENKES/397/2020 TENTANG PEDOMAN
NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA TUMOR OTAK.
Jakarta https://yankes.kemkes.go.id/unduh/fileunduhan_1610423332_841380.pdf/45

Satyanegara. (2018). Ilmu bedah saraf edisi VI. Jakarta: Sinar Surya Megah Perkasa

Anda mungkin juga menyukai