Anda di halaman 1dari 22

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Defenisi Tanah


Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material
yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat y ang tidak tersementasi
(terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah
melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi
ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai
bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, di samping itu tanah
berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan. Jadi seorang ahli teknik
sipil harus juga mempelajari sifat-sifat dasar dari tanah, seperti asal usulnya,
penyebaran ukuran butiran, kemampuan mengali rkan air, sifat pemampatan bila
dibebani (compressibility), kekuatan geser, kapasitas daya dukung terhadap beban,
dan lain-lain. Mekanika Tanah (Soil Mechanics) adalah cabang dari ilmu
pengetahuan yang mempelajari sifat fisik dari tanah dan kelakuan massa tanah
tersebut bila menerima bermacam-macam gaya. Ilmu Rekayasa Tanah (Soil
Engineering) merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip mekanika tanah dalam
problema-problema praktisnya (Braja M. Das, 1995).
Butiran-butiran mineral yang membentuk bagian padat dari tanah, merupakan
hasil pelapukan dari batuan. Ukuran setiap butiran padat tersebut sangat bervariasi
dan sifat-sifat fisik dari tanah banyak tergantung dari faktor-faktor ukuran, bentuk,
dan komposisi kimia dari butiran. Untuk lebih jelasnya tentang faktor-faktor tersebut,
harus lebih dikenal dahulu tipetipe dasar dari batuan yang mem bentuk kerak bumi,
mineral-mineral yang membentuk batuan, dan proses pelapukan. Berdasarkan asal-
usulnya, batuan dapat dibagi menjadi tiga tipe dasar yaitu: batuan beku (Igneous
rocks), batuan sedimen (sedimentary rock), dan batuan metamorf (metamorphic
rocks). Dari siklus kejadian beberapa tipe batuan tersebut berikut proses kejadiannya.
Diagram tersebut disebut siklus batuan. Juga diberikan beberapa keterangan singkat
untuk tiap-tiap elemen dari siklus batuan.

Gambar 2.1 Siklus Batuan


Sumber: Braja M. Das (prinsip-prinsip rekayasa geoteknis)

Ukuran dari partikel tanah adalah sangat beragam dengan variasi yang cukup
besar. Tanah umumnya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau
(slit), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada
tanah tersebut. Untuk menerangkan tentang tanah berdasarkan ukuran-ukuran
partikelnya. Kerikil (gravels) adalah kepingan-kepingan dari batuan yang kadang-
kadang juga mengandung partikel-partikel mineral quartz, feldspar, dan mineral-
mineral lain. Pasir (sand) sebagian besar terdiri dari mineral quartz dan feldspar.
Butiran dari mineral yang lain mungkin juga masih ada pada golongan ini. Lanau
(silts) sebagian besar merupakan fraksi mikroskopis (berukuran sangat kecil) dari
tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz yang sangat halus, dan sejumlah partikel
berbentuk lempengan-lempengan pipih yang merupakan pecahan dari mineral-
mineral mika. Lempung (clays) sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan
submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis
biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan parti kel-partikel
dari mika, mineral-mineral lempung (clay minerals), dan mineral-mineral yang sangat
halus lain.

Gambar 2.2 Batasan-batasan Ukuran Golongan Tanah


Sumber: Braja M. Das (prinsip-prinsip rekayasa geoteknis)

Proses pelapukan batuan atau proses geologi lainnya yang terjadi di dekat
permukaan burni membentuk tanah. Pembentukan tanah dari batuan induknya, dapat
berupa proses fisik maupun kimia. Proses pembentukan tanah secara fisik yang
mengubah batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, terjadi akibat pengaruh
erosi, angin. air, es, manusia, atau hancumya partikel tanah akibat perubahan suhu
atau cuaca. Partikel-partikel mungkin berbentuk bulat, bergerigi maupun bentuk -
bentuk diantaranya. Umumnya pelapukan akibat proses kimia dapat terjadi oleh
pengaruh oksigen, karbondioksida, air (terutama yang mengandung asam atau alkali)
dan proses-proses kimia yang lain. Jika hasil pelapukan masih berada di tempat
asalnya, maka tanah ini disebut tanah residual (residual soil) dan apabila tanah
berpindah tempatnya disebut tanah terangkut (transported soil). Istilah pasir,
lempung, lanau atau lumpur digunakan untuk menggambarkan ukuran partikel pada
batas ukuran butiran yang telah ditentukan. Akan tetapi, istilah yang sama juga
digunakan untuk menggambarkan sifat tanah yang khusus. Sebagai cantoh, lempung
adalah jenis tanah yang bersifat kohesif dan plastis, pasir digambarkan sebagai tanah
yang tidak kohesif dan tidak plastis.
Menurut Bowles (1991) beberapa tindakan yang dilakukan untuk
menstabilisasikan tanah adalah meningkatkan kerapatan tanah, menambah material
yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi dan/atau tahanan gesek yang timbul,
menambah bahan untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi atau fisis pada
tanah, menurunkan muka air tanah (drainase tanah), dan mengganti tanah yang buruk.

2.2 Klasifikasi Tanah


Umumnya, Penentuan sifat-sifat tanah banyak dijumpai dalam masalah teknis
yang berhubungan dengan tanah. Hasil dari penyelidikan sifat-sifat ini kemudian
dapat digunakan untuk mengevaluasi masalah-masalah tertentu seperti:
1. Penetuan penurunan bangunan, yaitu dengan menentukan kompresibilitas
tanah. Dari sini, selanjutnya digunakan dalam persamaan penurunan yang
didasarkan pada teori konsolidasi, misalnya teori Terzaghi.
2. Penentuan kecepatan air yang mengalir lewat benda uji guna menghitung
koefisien permeabilitas. Dari sini kemudian dihubungkan dengan Hukum
Darcy dan jaring arus (flownet) untuk menentukan debit aliran yang lewat
struktur tanah.
3. Untuk rnengevaluasi stabilitas tanah yang miring, yaitu dengan
menentukan kuat geser tanah. Dari sini kemudian disubstitusikan dalam
rumus statika (stabilitas lereng).
Dalam banyak masalah teknis (semacam perencanaan perkerasan Jalan,
bendungan dalam urugan, dan lain-lainnya), pemilihan tanah-tanah ke dalam
kelompok ataupun subkelompok yang menunjukan sifat atau kelakuan yang sama
akan sangat membantu pemilihan ini disebut klasifikasi. Klasifikasi tanah sangat
membantu perancang dalam memberikan pengarahan melalui cara empiris yang
tersedia dari hasil pengalaman yang telah lalu. Tetapi, perancang harus berhati-hati
dalam penerapannya karena penyelesaian masalah stabilitas, kompresi (penrunan),
aliran air yang didasarkan pada klasifikasi tanah sering menimbulkan kesalahan yang
berarti (Lambe, 1979).
Terdapat dua sistem k1asifikasi yang sering digunakan, yaitu USCS (Unified
Soil Classification System) dan AASHTO (American Association of State Highway
and Transportation Officials). Sistem-sistem ini menggunakan sifat-sifat indeks tanah
yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indeks plastisitas.
Klasifikasi tanah dari Sistem Unified mula pertama diusulkan oleh Casagrande
(1942), kemudian direvisi oleh kelompok teknisi dari USBR (United State Bureau of
Reclamation). Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan oleh
berbagai organisasi konsultan geoteknik (Hary Christady, 2002).

2.2.1 Sistem Klasifikasi USCS (Unified Soil Classification System)


Pada Sistem Unified, tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir kasar
(kerikil dan pasir) jika kurang dari 50% lolos saringan nomor 200, dan sebagai tanah
berbutir halus (lanau/lempung) jika lebih dari 50% lolos saringan nomor 200.
Selanjutnya, tanah diklasifikasikan dalam sejumlah kelompok dan subkelompok.
Simbol-simbol yang digunakan tersebut adalah:
G = kerikil (gravel)
S = pasir (sand)
C = lempung (clay)
M = lanau (silt)
0 = lanau atau lempung organik (organic silt or clay)
Pt = tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly organic soil)
W = gradasi baik (well-graded)
P = gradasi buruk (poorly-graded)
H = plastisitas tinggi (high-plasticity)
L = plastisitas rendah (low-plasticity)
Tabel 2.1 Analisa Saringan

Nomor saringan % lolos

4 (4,75 mm) 100


10 (2,0 mm) 93,2
40 (0,42 mm) 81
200 (0,075 mm) 61,5
Sumber: Hary Christady, 2002 (Mekanika Tanah 1)

Karena persentase lolos saringan nomor 200 adalah 61,5%, yang berarti lebih
besar dari 50%, maka dalam Tabel 2.1 harus digunakan kolom bawah yaitu butiran
halus. Karena nilai LL = 42% (lebih kecil dari 50%), maka termasuk CL atau ML.
Selanjutnya, ditentukan nilai indeks plastisnya, PI= LL-PL atau PI= 42% - 16% =
26%. Nilai-nilai PI dan LL kemudian diplot pada diagram plastisitas, sehingga akan
ditemukan letak titik di atas garis A, yang menempati zona CL. Jadi. tanah tersebut
dapat diklasifikasikan sebagai CL (lempung anorganik plastisitas rendah) (Hary
Christady, 2002).
Prosedur untuk menentukan klasifikasi tanah System Unified adalah sebagai
berikut:
1. Tentukan apakah tanah berupa butiran halus atau butiran kasar secara
visual atau dengan cara menyaringnya dengan saringan nomor 200.
2. Jika tanah berupa butiran kasar:
a. Saring tanah tersebut dan gambarkan grafik distribusi butiran.
b. Tentukan persen butiran lolos saringan no.4. Bila persentase butiran
yang olos kurang dari 50%, klasifiksikan tanah tersebut sebagai kerikil.
Bila persen butiran yang lolos lebih dari 50%, klasifikasikan sebagai
pasir.
c. Tentukan jumlah butiran yang lolos saringan no.200, jika presentase
butiran yang lolos kurang dari 5%, pertimbangkan bentuk grafik
distribusi butiran dengan menghitung Cu dan Cc. jika termasuk
bergradasi baik, maka klasifikasikan sebagai GW (bila krikil) atau SW
(bila pasir). Jika termasuk bergradasi buruk, klasifikasikan sebagai GP
(bila krikil) atau SP (bila pasir).
d. Jika presentase butiran tanah yang lolos saringan no.200 di antara 5
sampel 12%, tanah akan mempunyai simbol dobel dan mempunyai sifat
keplastisan (GW – GM, SW – SM, dan sebagainya).
e. Jika presentase butiran yang lolos saringan no.200 lebih besar 12%,
harus dilakukan uji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran
tanah yang tinggal dalam saringan no.40. Kemudian, dengan
menggunakan diagram plastisitas, ditentukan klasifikasinya (GM, GC,
SM, SC, GM – GC atau SM – SC).
3. Jika tanah berbutir halus:
a. Kerjakan uji-uji batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah
yang tinggal dalam saringan no.40. Jika batas cair lebih dari 50,
klasifikasikan sebagai H (plastisitas tinggi) dan jika kurang dari 50,
klasifikasikan sebagai L (plastisitas rendah).
b. Untuk H (plastisitas tinggi), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik
plastisitas di bawah haris A, tentukan apakah tanah organik (OH) atau
anorganik (MH). Jika plotnya jatuh di garis A, klasifikasikan sebagai
CH.
c. Untuk L (plastisitas rendah), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik
plastisitas di bawah garis A dan area yang diarsir, tentukan klasifikasi
tanah tersebut sebagai organik (OL) atau anorganik (ML) berdasarkan
warna, bau, atau perubahan batas cair dan batas plastisnya dengan
mengeringkannya di dalam oven.
d. Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh pada area
yang di arsir, dekat dengan garis A atau nilai LL sekitas 50, gunakan
simbol dobel.
Tabel 2.2 Sistim Klasifikasi Tanah (ASTM D 2487 – 66T)
Klasifikasi umum Simbol Nama Jenis
Lanau inorganik, pasir sangat halus, debu
padas, pasir halus berlanau atau
ML
berlempung
Lempung inorganik dengan plastisitas
rendah atau sedang,lempung dari kerikil,
CL
Lanau dan lempung berpasir, lempung berlanau,
lempung LL lempung dengan berviskositas rendah
Tanah ≤ 50 % Lanau organik dengan plastisitas rendah
OL
berbutir dan lempung berlanau organik
halus lebih Lanau inorganik dengan plastisitas rendah
dari 50% Lanau dan atau sedang, lempung dari kerikil, lempung
lolos lempung LL MH berpasir, lempung berlanau, lempung
ayakan > 50 % dengan viskositas rendah
74µ Lanau inorganik dengan plastisitas rendah
atau sedang, lempung dari kerikil, lempung
CH
berpasir, lempung berlanau, lempung
dengan viskositas rendah
Lempung organik dengan plastisitas
OH
sedang sampai tinggi
Sumber: Sosrodarsono, 2000 (Mekanika Tanah dan Pondasi)

2.2.2 Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and


Transportation Officials)
Sistem klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Officials) berguna untuk menentukan kualitas tanah untuk
perencanaan timbunan jalan, subbase dan subgrade. Sistem ini terutama ditujukan
untuk maksud-maksud dalam lingkup tersebut.
Sistem klasifikasi AASHTO membagi tanah ke dalam 8 kelompok, A-1
sampai A-8 terrnasuk sub-sub kelompok. Tanah-tanah dalam tiap kelompoknya
dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris.
Pengujian yang digunakan adalah analisis saringan dan batas-batas Atterberg.
Indeks kelompok (group index) (GI) digunakan untuk mengevaluasi lebih
lanjut tanah-tanah dalam kelompoknya. Indeks kelompok dihitung dengan
persamaan:
GI = (F-35) (0,2 + 0,005 (LL-40)) + 0,01 (F-15)(PI-10)
Dengan:
GI = indeks kelompok (group index)
F = persen butiran lolos saringan no. 200 (0,075 mm)
LL = batas cair
PI = indeks plastisitas

Gambar 2.3 Analisis Saringan dan Batas-batas Atterberg


Sumber: Hary Christady (Mekanika Tanah 1)
Bila nilai indeks kelompok (GI) semakin tinggi, maka semakin berkurang
ketepatan dalam penggunaan tanahnya. Tanah granular diklasifikasikan ke dalam
klasifikasi A-1 sampai A-3. Tanah A-1 merupakan tanah granular yang bergradasi
baik, sedang A-3 adalah pasir bersih yang bergradasi buruk. Tanah A-2 termasuk
tanah granular (kurang dari 35% lolos saringan no. 200), tetapi masih mengandung
lanau dan lempung. Tanah berbutir halus masih diklasifikasikan dari A-4 sampai A-7,
yaitu tanah lempung-lanau. Perbedaan keduanya didasarkan pada batas-batas
Atterberg. Gambar 2.4 dapat digunakan untuk memperoleh batas-batas antara batas
cair (LL) dan indeks plastisitas (PI) untuk kelompok A-4 sampai A-7 dan untuk sub
kelompok dalam A-2.

Gambar 2.4 Batas-batas Atterberg untuk A-4, A-5, A-6, dan A-7
Sumber: Hary Christady (Mekanika Tanah 1)
2.3 Pengujian Sifat-sifat Fisis Tanah
Sifat fisik tanah yaitu sifat yang berhubungan dengan elemen penyusunan
elemen masa tanah yang ada.

2.3.1 Kadar Air


Kadar air tanah dapat digunakan untuk mnghitung parameter sifat-sifat tanah.
Pemeriksaan ini dimaksut untuk menetukan kadar air tanah, yang dimaksut dengan
kadar air tanah adalah perbandingan antara berat air yag terkandung dalam tanah
dengan berat kering tersebut dinyatakana dalam persen.
Ww = Berat air
Ws = Berat kering tanah
Dapat dihitug dengan rumus :

w = Ww/Ws x 100%

2.3.2 Analisa Ukuran Butiran


Sifat-sifat tanah sangat bergantung pada ukuran butirannya. besarnya butiran
dijadikan dasar untuk pemberian nama dan klasifikasi tanah. Oleh karena itu, analisis
butiran ini merupakan pengujian yang sangat sering dilakukan.
Analisis ukuran butiran tanah adalah penetuan persentase berat butiran pada
satu unit saringan, dengan ukuran diameter lubang tertentu.
a. Tanah Berbutir Kasar
Distribusi ukuran butiran untuk tanah berbutir kasar dapat ditentukan
dengan cara menyaring. Caranya, tanah benda uji disaring lewat satu unit
saringan standar. Berat tanah yang tinggal pada masing-masing saringan
ditimbang, lalu persentase terhadap berat komulatif tanah dihitung.
Gambar 2.5 Nomor-nomor saringan dan diameter lubang dari standar Amerika
Sumber: Hary Christady (Mekanika Tanah 1)

a. Tanah Berbutir Halus


Distribusi ukuran butir tanah berbutir halus atau bagian berbutir halus dari
tanah berbutir kasar, dapat ditentukan dengan cara sedimentasi. Pada
pengujian hidrometer, tanah benda uji sebelumnya harus dibebaskan dari zat
organik, kemudian tanah dilarutkan ke dalam air destilasi yang dicampuri
dengan bahan pendeflokulasi, agar partikel-partikel menjadi bagian yang
terpisah satu dengan yang lain. Kemudian, larutan suspensi di ditempatkan
pada tabung hidrometer. Dalam uji hidrometer, contoh tanah yang digunakan
beratnya kira-kira 50 gram kering oven. Diameter slinder 2,5 in (63,5 mm),
tinggi 18 in (457,2) dan volumenya 1000 ml. ketika hdrometer dimasukkan
dalam larutan suspensi (pada waktu t dihitung dari permulaan sedimentasi),
hidrometer ini mengukur berat jenis larutan di sekitar gelembung hidrometer
yang berada pada kedalaman L.
Gambar 2.6 Alat Uji Hidrometer
Sumber: Hary Christady (Mekanika Tanah 1)

2.3.3 Berat Jenis (Specifik Gravity)


Menetukan berat jenis tanah ialah dengan mengukur berat sejumlah tanah
yang isinya diketahui. Adalah perbandingan antara berat volume butiran padat (γs)
dengan berat volume air (γw) pada temperatur < 40o C.

Gs = γs / γw

Setelah mendapatkan nilai Gs, maka kita dapat menetukan macam tanah dari
berat jenis tanah tersebut dengan nilai-nilai berat jenis tanah sebagai berikut:
Tabel 2.3 Macam Tanah dan Berat Jenis Tanah

Macam Tanah Berat Jenis


Kerikil 2,65 - 2,68
Pasir 2,65 - 2,68
Lanau Organik 2,62 - 2,68
Lempung Organik 2,58 - 2.65
Lempung Anorganik 2,68 - 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 - 1,80
Sumber: Hardiyatmo, 1992

2.3.4 Batas-batas Atterberg


Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah sifat plastisitasnya.
Plastisitas disebabkan adanya partikel mineral lempung dalam tanah. Istilah
plastisitas menggambarkan kemampuan tanah dalam menyesuaikan perubahan bentuk
pada volume yang konstan tanpa retal-retak atau remuk.

Gambar 2.7 Batas-Batas Atterberg


Sumber: Hary Christady (Mekanika Tanah 1)
a. Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair (LL) didefinisikan sebagai kadar air tanah pada batas antara
keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. Batas
cair biasanya ditentukan dari uji casagrande. Hasil uji batas cair dapat dilihat
pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung


Sumber: Hary Christady (Mekanika Tanah 1)

b. Batas Plastis (Plastic Limit)


Batas plastis (PL) didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara
daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah dengan
diameter silinder 3,2 mm mulai retak-retak ketika digulung.

c. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)


Indeks plastisitas (PI) adalah selisih batas cair dan batas plastis.

IP = LL – PL
Gambar 2.9 Batasan Indeks Plastis Menurut Atterberg
Sumber: Hary Christady (Mekanika Tanah 1)

Indeks plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat
plastis. Jika tanah mempunyai PI tinggi, maka tanah mengandung banyak butiran
lempung, Jika PI rendah, seperti lanau, sedikit pengurangan kadar air berakibat tanah
menjadi kering. Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat, macam tanah, dan kohesi
(Hary Christady, 2002).

2.4 Pengujian Sifat-sifat mekanis Tanah


Sifat mekanis tanah yaitu perilaku tanah akibat diberikannya gaya terhadap
tanah. Sifat-sifat mekanis tanah antara lain : kepadatan tanah, daya dukung tanah,
kuat geser tanah, sudut geser dalam, dan nilai kohesi tanah.
Sifat-sifat mekanis tanah tersebut dapat diketahui dengan melakukan pengujian
Pemadatan (Compaction), Geser langsung (Direct Shear Test), UCST (Unconfined
Compression Strength Test) dan CBR (California Bearing Ratio).

2.4.1 Pemadatan (Compaction)


Tujuan pemadatan adalah untuk memperoleh stabilitas tanah dan
memperbaiki sifat-sifat teknisnya. Oleh karena itu, sifat teknis timbunan sangat
penting diperhatikan, tidak hanya kadar kadar dan berat volume keringnya. Perlu
diingat bahwa memdatkan tanah pada sisi basah optimum, umumnya menghasilkan
kuat geser tanah hasil pemdatan lebih rendah dibandingkan dengan kadar air pada sisi
kering optimum. Sifat-siat tanah yang lain, seperti permeabilitas dan potensi kembang
susut juga dipengaruhi oleh kadar air saat pemdaan. Karena itu, selain persen
kepadatan ditentukan, rentan kadar air tanah yang dipadatkan sebaiknya juga
ditentukan.

2.4.2 Geser Langsung (Direct Shear Test)


Pemeriksaan ini diakukan untuk menetukan nilai cohesi dan sudut geser dari
tanah. parameter ini dipakai untuk menghitung daya dukung dan tegangan tanah, kuat
geser tanah dari benda uji yang diperiksa di laboratorium biasanya dilakukan dengan
besar beban yang ditentukan lebih dulu dan dikerjakan dengan mengguakan tipe
peralatan yang khusus. Bebrapa faktor yang mmepengaruhi besarnya kuat geser anah
yang di uji di labolatorium adalah:
a. Kandungan mineral dan butiran tanah.
b. Bentuk partikel.
c. Angka pori dan kadar air.
d. Sejaran tegangan yang pernah di alami.
e. Tegngan yang ada di dalam tanah.
f. Perubahan tegangan selama pengambilan contoh dari dalam tanah.
g. Tegangan yang dibebankan sebelum pengujian.
h. Cara pengujian.
i. Kecepatan pembebanan.
j. Tekanan air pori yang ditimbulkan.
k. Kreteria yang di ambil untuk penentuan kuat geser.
Pada benda uji yang kering, kedua batu yang tembus air tidak diperlukan.
Selama pengujian, perpindahan akibat gaya geser dari setengah bagian atau kotak
geser dan perubahan tebal benda uji dicatat. Alat uji geser langsung dapat berbentuk
bujur sangkar. Kotak pengujian dapat bervariasi dari yang luasnya 100 x 100 mm2
sampai 300 x 300 mm2. Kotak geser dengan ukuran yang besar digunkaan untuk uji
tanah dengan butiran yang berdiameter lebih besar (Hary Christady, 2002).

.
Gambar 2.10 Alat Uji Geser Langsung
Sumber: Hary Christady (Mekanika Tanah 1)

2.4.3 UCST (Unconfined Compression Strength Test)


kuat tekan bebas adalah suatu metode untuk mengetahui nilai gaya tekan dari
suatu campuran perkerasan. Kuat tekan adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk
menahan beban yang ada secara vertikal yang dinyatakan dalam kg atau lb.
Dimana: F = kuat desak (kg/m2)
Pu = nilai beban (kg)
A = luas permukaan benda uji (m2)

𝑷𝒖
F=
𝑨

2.4.4 CBR (California Bearing Ratio)


CBR (California Bearing Ratio) adalah percobaan daya dukung tanah, prinsip
pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda kedalam benda
uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang
dipegunakan untuk menbuat perkerasan atau perbaikan tanah. pengujian CBR adalah
perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan
kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. CBR Labolatorium daat dibedakan
atas 2 macam yaitu:
a. CBR labolatrium rendaman (soaked)
b. CBR labolatorium tanpa rendaman (unsoaked)
Pada pengujian CBR labolatorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit
karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR
labolatorium tanpa rendaman. Sedangkan dari hasil pengujian CBR labolatorium
tanpa rendaman sejauh ini selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar
dibandingkan dengan CBR labolatorium rendaman.

2.5 Stabilisasi Tanah


Stabilisasi tanah adalah usaha untuk memperbaiki tanah yang bermasalah agar
tanah memenuhi syarat sesuai dengan fungsinya. Stabilisasi dapat dilakukan dengan
cara mekanis, fisis dan kimiawi. Secara umum maksud dan tujuan stabilisasi tanah
secara kimia adalah menambah kuat dukung, mengurangi kompresibilitas,
mengurangi perubahan volume, dan mengurangi kapileritas. Apabila dalam suatu
proyek bangunan terdapat tanah yang tidak memenuhi persyaratan daya dukungnya
disebabkan sifatnya yang lunak,mempunyai indeks konsistensi yang terlalu tinggi,
mempunyai permeabilitas yang terlalu tinggi, atau mempunyai sifat lain yang tidak
diinginkan maka tanah tersebut harus distabilkan. Stabilisasi tanah dapat terdiri dari
salah satu kombinasi dari pekerjaan berikut :
a. Stabilisasi Mekanik
Stabilisasi mekanik adalah stabilisasi yang dilakukan untuk mendapatkan
kepadatan tanah yang maksimum yang dilakukan dengan menggunakan
peralatan mekanis seperti mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan
(pounder), ledakan (explosive), tekanan statis, tekstur, pembekuan, dan
pemanasan.
b. Stabilisasi Fisik
Stabilisasi fisik adalah stabilisasi yang dilakukan untuk merubah sifat-
sifat tanah dengan cara pemanasan (heating), pendinginan (cooling), dan
menggunakan arus listrik. Salah satu jenis stabilisasi fisik yang sering dipakai
adalah pemanasan.
c. Stabilisasi Kimia
Stabilisasi kimia adalah stabilisasi yang dilakukan dengan memberikan
bahan kimia pada tanah sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat-
sifat tanah tersebut. Pencampuran kimia yang sering dilakukan adalah dengan
menambahkan semen, kapur, abu batu bara, aspal, geosta dan lain sebagainya
pada tanah.

2.6 Tanah Lempung


Tanah liat (lempung) adalah tanah yang lekat. Secara alami, tanah ini
terbentuk dari pelapukan batuan feldspatik seperti batuan granit dan batuan beku.
Karena banyak mengandung silikon, oksigen, dan aluminium, selanjutnya batuan-
batuan tersebut mengalami proses pelapukan akibat aktivitas panas bumi terutama
oleh asam karbonat. Dari sinilah lambat laun menumpuk tanah lempung yang dapat
kita jumpai dengan mudah saat ini. Tanah liat/lempung mempunyai ciri-ciri di
antaranya memiliki pori-pori yang posisinya cukup rapat. Itulah sebabnya tanah ini
terbilang sulit dalam menyerap air. Pada saat dalam kondisi basah, tanah lempung
juga bersifat lengket dan bisa menyatu dengan kuat. Sedangkan ketika kondisinya
kering, butiran tanah liat tadi justru akan terpecah-belah secara halus. Tanah liat
sendiri terbagi atas tanah liat primer dan sekunder.
Tanah lempung lunak adalah tanah yang mengandung mineral-mineral
lempung dan memiliki kadar air yang tinggi, yang menyebabkan kuat geser yang
rendah. Lempung lunak atau juga yang dikenal lempung expansive merupakan jenis
tanah lempung yang diklasifikasikan kedalam jenis tanah yang memiliki nilai
pengembangan dan nilai penyusutan yang besar, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan pada struktur yang berada diatasnya. Hal tersebut dikarenakan besarnya
nilai aktivitas (A) tanah lempung, besar kecilnya nilai aktivitas tanah lempung
dipengaruhi oleh nilai indeks plastisitas (PI) tanah, pada Tabel 2.6 dapat diketahui
potensi pengembangan suatu jenis tanah berdasarkan nilai indeks plastisitasnya (PI),
untuk tanah lempung yang dapat dikategorikan kedalam tanah lempung yang
expansive yakni tanah yang memiliki potensi pengembangan yang sangat tinggi
batasan nilai indeks plastisitasnya atau PI > 35%.

2.6.1 Sifat-sifat tanah lempung


a. Ukuran butiran halus, kurang dari 0.0002 mm
b. Permeabilitas rendah
c. Kenaikan kapiler tinggi
d. Bersifat sangat kohesif
e. Kadar kembang susut yang tinggi
f. Proses konsolidasi lambat

2.6.2 Ciri-ciri tanah lempung primer


a. Warna putih sampai kusam
b. Cenderung berbutir kasar
c. Daya lebur tinggi
d. Daya susut kecil
e. Bersifat tahan api
2.6.3 Ciri-ciri tanah lempung Sekunder
a. Kurang murni
b. Cenderung berbutir halus
c. Plastis
d. Warna abu-abu/coklat/merah jambu/ kuning, kuning muda, kuning coklat
kemerahan, kehitaman.
e. Suhu bakar atas 12000 C ~ 13000 C
f. Suhu bakar rendah 9000 C ~ 11800 C
g. Daya susut tinggi
Tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh
air. Sifat mengembang tanah lempung yang dipadatkan akan lebih besar pada
lempung yang akan dipadatkan pada kering optimum dari pada yang akan dipadatkan
pada basah optimum. Lempung yang dipadatkan pada kering optimum relatif
kekurangan air oleh karena itu lempung ini mempunyai kecenderungan yang lebih
besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah sifat mudah mengembang.

2.7 Sabut Kelapa


serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco Fiber,
Coir Fiber merupakan produk pengolahan hasil sabut kelapa. Secara tradisional serat
sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, tali, dan alat-alat rumah
tangga lain. Namun di dunia teknik sipil sabut kelapa, maupun batok kelapa juga bisa
digunakan untuk bahan campuran perbaikan tanah dan perkuatan beton sebagai
pengganti agregat kasar. Semua bagian dari pohon kelapa sampai daunnya memiliki
fungsi tersendiri.

Anda mungkin juga menyukai