LANDASAN TEORI
Ukuran dari partikel tanah adalah sangat beragam dengan variasi yang cukup
besar. Tanah umumnya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau
(slit), atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada
tanah tersebut. Untuk menerangkan tentang tanah berdasarkan ukuran-ukuran
partikelnya. Kerikil (gravels) adalah kepingan-kepingan dari batuan yang kadang-
kadang juga mengandung partikel-partikel mineral quartz, feldspar, dan mineral-
mineral lain. Pasir (sand) sebagian besar terdiri dari mineral quartz dan feldspar.
Butiran dari mineral yang lain mungkin juga masih ada pada golongan ini. Lanau
(silts) sebagian besar merupakan fraksi mikroskopis (berukuran sangat kecil) dari
tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz yang sangat halus, dan sejumlah partikel
berbentuk lempengan-lempengan pipih yang merupakan pecahan dari mineral-
mineral mika. Lempung (clays) sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan
submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis
biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan parti kel-partikel
dari mika, mineral-mineral lempung (clay minerals), dan mineral-mineral yang sangat
halus lain.
Proses pelapukan batuan atau proses geologi lainnya yang terjadi di dekat
permukaan burni membentuk tanah. Pembentukan tanah dari batuan induknya, dapat
berupa proses fisik maupun kimia. Proses pembentukan tanah secara fisik yang
mengubah batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, terjadi akibat pengaruh
erosi, angin. air, es, manusia, atau hancumya partikel tanah akibat perubahan suhu
atau cuaca. Partikel-partikel mungkin berbentuk bulat, bergerigi maupun bentuk -
bentuk diantaranya. Umumnya pelapukan akibat proses kimia dapat terjadi oleh
pengaruh oksigen, karbondioksida, air (terutama yang mengandung asam atau alkali)
dan proses-proses kimia yang lain. Jika hasil pelapukan masih berada di tempat
asalnya, maka tanah ini disebut tanah residual (residual soil) dan apabila tanah
berpindah tempatnya disebut tanah terangkut (transported soil). Istilah pasir,
lempung, lanau atau lumpur digunakan untuk menggambarkan ukuran partikel pada
batas ukuran butiran yang telah ditentukan. Akan tetapi, istilah yang sama juga
digunakan untuk menggambarkan sifat tanah yang khusus. Sebagai cantoh, lempung
adalah jenis tanah yang bersifat kohesif dan plastis, pasir digambarkan sebagai tanah
yang tidak kohesif dan tidak plastis.
Menurut Bowles (1991) beberapa tindakan yang dilakukan untuk
menstabilisasikan tanah adalah meningkatkan kerapatan tanah, menambah material
yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi dan/atau tahanan gesek yang timbul,
menambah bahan untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi atau fisis pada
tanah, menurunkan muka air tanah (drainase tanah), dan mengganti tanah yang buruk.
Karena persentase lolos saringan nomor 200 adalah 61,5%, yang berarti lebih
besar dari 50%, maka dalam Tabel 2.1 harus digunakan kolom bawah yaitu butiran
halus. Karena nilai LL = 42% (lebih kecil dari 50%), maka termasuk CL atau ML.
Selanjutnya, ditentukan nilai indeks plastisnya, PI= LL-PL atau PI= 42% - 16% =
26%. Nilai-nilai PI dan LL kemudian diplot pada diagram plastisitas, sehingga akan
ditemukan letak titik di atas garis A, yang menempati zona CL. Jadi. tanah tersebut
dapat diklasifikasikan sebagai CL (lempung anorganik plastisitas rendah) (Hary
Christady, 2002).
Prosedur untuk menentukan klasifikasi tanah System Unified adalah sebagai
berikut:
1. Tentukan apakah tanah berupa butiran halus atau butiran kasar secara
visual atau dengan cara menyaringnya dengan saringan nomor 200.
2. Jika tanah berupa butiran kasar:
a. Saring tanah tersebut dan gambarkan grafik distribusi butiran.
b. Tentukan persen butiran lolos saringan no.4. Bila persentase butiran
yang olos kurang dari 50%, klasifiksikan tanah tersebut sebagai kerikil.
Bila persen butiran yang lolos lebih dari 50%, klasifikasikan sebagai
pasir.
c. Tentukan jumlah butiran yang lolos saringan no.200, jika presentase
butiran yang lolos kurang dari 5%, pertimbangkan bentuk grafik
distribusi butiran dengan menghitung Cu dan Cc. jika termasuk
bergradasi baik, maka klasifikasikan sebagai GW (bila krikil) atau SW
(bila pasir). Jika termasuk bergradasi buruk, klasifikasikan sebagai GP
(bila krikil) atau SP (bila pasir).
d. Jika presentase butiran tanah yang lolos saringan no.200 di antara 5
sampel 12%, tanah akan mempunyai simbol dobel dan mempunyai sifat
keplastisan (GW – GM, SW – SM, dan sebagainya).
e. Jika presentase butiran yang lolos saringan no.200 lebih besar 12%,
harus dilakukan uji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran
tanah yang tinggal dalam saringan no.40. Kemudian, dengan
menggunakan diagram plastisitas, ditentukan klasifikasinya (GM, GC,
SM, SC, GM – GC atau SM – SC).
3. Jika tanah berbutir halus:
a. Kerjakan uji-uji batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah
yang tinggal dalam saringan no.40. Jika batas cair lebih dari 50,
klasifikasikan sebagai H (plastisitas tinggi) dan jika kurang dari 50,
klasifikasikan sebagai L (plastisitas rendah).
b. Untuk H (plastisitas tinggi), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik
plastisitas di bawah haris A, tentukan apakah tanah organik (OH) atau
anorganik (MH). Jika plotnya jatuh di garis A, klasifikasikan sebagai
CH.
c. Untuk L (plastisitas rendah), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik
plastisitas di bawah garis A dan area yang diarsir, tentukan klasifikasi
tanah tersebut sebagai organik (OL) atau anorganik (ML) berdasarkan
warna, bau, atau perubahan batas cair dan batas plastisnya dengan
mengeringkannya di dalam oven.
d. Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh pada area
yang di arsir, dekat dengan garis A atau nilai LL sekitas 50, gunakan
simbol dobel.
Tabel 2.2 Sistim Klasifikasi Tanah (ASTM D 2487 – 66T)
Klasifikasi umum Simbol Nama Jenis
Lanau inorganik, pasir sangat halus, debu
padas, pasir halus berlanau atau
ML
berlempung
Lempung inorganik dengan plastisitas
rendah atau sedang,lempung dari kerikil,
CL
Lanau dan lempung berpasir, lempung berlanau,
lempung LL lempung dengan berviskositas rendah
Tanah ≤ 50 % Lanau organik dengan plastisitas rendah
OL
berbutir dan lempung berlanau organik
halus lebih Lanau inorganik dengan plastisitas rendah
dari 50% Lanau dan atau sedang, lempung dari kerikil, lempung
lolos lempung LL MH berpasir, lempung berlanau, lempung
ayakan > 50 % dengan viskositas rendah
74µ Lanau inorganik dengan plastisitas rendah
atau sedang, lempung dari kerikil, lempung
CH
berpasir, lempung berlanau, lempung
dengan viskositas rendah
Lempung organik dengan plastisitas
OH
sedang sampai tinggi
Sumber: Sosrodarsono, 2000 (Mekanika Tanah dan Pondasi)
Gambar 2.4 Batas-batas Atterberg untuk A-4, A-5, A-6, dan A-7
Sumber: Hary Christady (Mekanika Tanah 1)
2.3 Pengujian Sifat-sifat Fisis Tanah
Sifat fisik tanah yaitu sifat yang berhubungan dengan elemen penyusunan
elemen masa tanah yang ada.
w = Ww/Ws x 100%
Gs = γs / γw
Setelah mendapatkan nilai Gs, maka kita dapat menetukan macam tanah dari
berat jenis tanah tersebut dengan nilai-nilai berat jenis tanah sebagai berikut:
Tabel 2.3 Macam Tanah dan Berat Jenis Tanah
IP = LL – PL
Gambar 2.9 Batasan Indeks Plastis Menurut Atterberg
Sumber: Hary Christady (Mekanika Tanah 1)
Indeks plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat
plastis. Jika tanah mempunyai PI tinggi, maka tanah mengandung banyak butiran
lempung, Jika PI rendah, seperti lanau, sedikit pengurangan kadar air berakibat tanah
menjadi kering. Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat, macam tanah, dan kohesi
(Hary Christady, 2002).
.
Gambar 2.10 Alat Uji Geser Langsung
Sumber: Hary Christady (Mekanika Tanah 1)
𝑷𝒖
F=
𝑨