Pembimbing:
Disusun Oleh:
112021035
Disusun oleh:
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi frekuensi dan presentasi klinis
konjungtivitis pada pasien rawat inap dengan COVID-19. Metode yang digunakan pada
penelitian ini menggunakan studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Clinico San
Carlos Madrid, Spanyol. Sebanyak 301 subjek dari unit penerimaan COVID dengan infeksi
SARS-CoV-2 yang dikonfirmasi laboratorium dimasukkan. Kehadiran dan karakteristik
klinis konjungtivitis dievaluasi. Hasil laboratorium, radiologis, dan klinis pada pasien dengan
dan tanpa konjungtivitis yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin dianalisis. Hasil:
Dari 301 subjek yang disertakan, 180 pasien (59,8%) adalah laki-laki dan usia rata-rata
adalah 72 tahun (IQ 59-82). Secara keseluruhan, 35 pasien (11,6%) didiagnosis dengan
konjungtivitis. Penelitian ini tidak menemukan hubungan antara skor keparahan COVID-19
dan adanya konjungtivitis (P = 0,17). Namun, konjungtivitis lebih sering terjadi pada laki-laki
dengan tingkat keparahan klinis sedang dan pada wanita diklasifikasikan sebagai klinis
ringan. Riwayat alami penyakit tampaknya menjadi konjungtivitis self-limited yang cepat
yang membaik tanpa pengobatan dan tidak mempengaruhi ketajaman visual atau
berhubungan dengan komplikasi jangka pendek.
Pengantar
Metode
Penelitian ini menggunakan studi potong lintang dan dilakukan di Rumah Sakit
Clinico San Carlos Madrid, Spanyol, sebuah rumah sakit tersier yang merawat pasien di
wilayah metropolitan Madrid. Penelitian ini disetujui oleh Komite Etika Penelitian Klinis dari
lembaga ini dan dilakukan sesuai dengan prinsip Deklarasi Helsinki. Informed consent
diperoleh dari semua pasien. Pasien rawat inap dengan infeksi SARS-CoV-2 yang
dikonfirmasi laboratorium dimasukkan. Berdasarkan protokol rumah sakit, kriteria rawat inap
umum pasien adalah sebagai berikut: (1) <50 tahun tanpa komorbiditas dengan pneumoni
bilateral, atau pneumoni unilateraldengan gagal nafas (saturasi <96% dan frekuensi
pernafasan >20); atau (2) usia >50 tahun atau pasien dengan penyakit penyerta: dengan
pneumonia, gagal napas (saturasi < 96% dan frekuensi pernapasan > 20), atau keparahan
laboratorium/klinis (gas darah arteri, hemogram, D-dimer, C-reaktif protein, prokalsitonin,
laktat dehidrogenase—LDH, transaminase).
Pasien ditanya tentang gejala konjungtivitis (saat ini dan sebelumnya) dan mereka
menjalani pemeriksaan oftalmologi dasar di samping tempat tidur mereka oleh dua dokter
mata berpengalaman dalam periode 72 jam. Sebanyak 301 subjek dari unit penerimaan
COVID, yang situasi klinisnya memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan dan wawancara
oftalmologis yang disebutkan di atas, dieksplorasi secara sistematis. Untuk memeriksa
pasien, para peneliti mengenakan sarung tangan ganda, gaun tahan cairan, pelindung wajah
penuh, dan FFP2 serta masker bedah. Kriteria inklusi adalah sebagai berikut: berusia di atas
18 tahun, pasien dengan tes reverse transcriptase-polymerase chain reaction (RTPCR) positif
dari swab nasofaring untuk SARS-CoV-2, dirawat di rumah sakit karena COVID-19, dan
kemampuan untuk memberikan izin verbal. Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini,
pasien-pasien yang dirawat di unit perawatan intensif, tidak mampu atau tidak mau
memberikan persetujuan lisan, dan tidak mampu melaporkan gejala mata sebelumnya secara
memadai karena status kesehatan umum.
Usia pasien, jenis kelamin, timbulnya gejala COVID-19, rontgen dada, dan hasil tes
laboratorium dicatat. Hasil rontgen dada dianalisis secara terpisah, karena tidak jarang
ditemukan perbedaan antara temuan radiologis dan klinis, terutama pada tahap awal penyakit.
Selain itu, pasien diklasifikasikan menurut keparahan klinis mereka sebagai ringan, sedang,
dan berat, mengikuti skor CURB-65, pemeriksaan fisik, penilaian pernapasan (tingkat
pernapasan, dispnea, saturasi oksigen darah, persyaratan sistem ventilasi), atau kegagalan
organ. Prevalensi keseluruhan dihasilkan dari penambahan pasien yang mengalami
konjungtivitis pada saat evaluasi dan mereka yang melaporkan mengalami konjungtivitis
sebelum pemeriksaan. Prevalensi akan disajikan sebagai persentase dari mereka dengan
konjungtivitis bersama dengan interval kepercayaan 95% (CI). Distribusi jenis kelamin,
pneumonia akut, dan pneumonia bilateral tergantung pada hasil status (konjungtivitis atau
tidak) akan disajikan sebagai persentase dan perbedaan ditangani melalui uji chi-kuadrat (uji
eksak Fisher jika frekuensinya rendah). Perbedaan prevalensi dan presentasi klinis
konjungtivitis dianalisis berdasarkan jenis kelamin. Demikian pula, distribusi kovariat
kuantitatif (leukosit, neutrofil, limfosit, protein C-reaktif, feritin, D-dimer, kreatinin, dan
LDH) akan digambarkan melalui median, Mann-Whitney test untuk menilai perbedaan
mereka tergantung pada adanya konjungtivitis dan jenis kelamin.
Hasil
Populasi penelitian secara keseluruhan termasuk 301 pasien rawat inap (601 mata).
Dari 483 pasien yang dirawat di unit COVID pada saat penelitian, 301 pasien memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi. Sebanyak 41 pasien dirawat di unit perawatan intensif, 135
pasien tidak dapat melaporkan kejadian mata sebelumnya secara memadai karena situasi
klinis, gangguan kognitif, atau keadaan kebingungan, dan 6 pasien tidak memberikan
persetujuan. Dari 301 subjek yang termasuk dalam penelitian, 180 pasien (59,8%) adalah
laki-laki dan usia rata-rata adalah 72 tahun (IQ 59-82; 70 tahun pada pria dan 75 tahun pada
wanita, P = 0,13). Secara keseluruhan, 35 pasien (11,6%; 95% CI: 8,48-15,84) didiagnosis
dengan konjungtivitis akut; dari mereka, 10 (3,3%; 95% CI: 1,8-6,1) menunjukkan
manifestasi okular pada hari kunjungan sedangkan 25 (8,3%; 95% CI: 5,6-12,1) melaporkan
mengalami konjungtivitis pada hari-hari sebelumnya, dilihat oleh dokter perawatan primer.
Tabel 3 menggambarkan hasil laboratorium, radiologis, dan klinis pada pasien dengan
dan tanpa konjungtivitis yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Di antara 301
pasien, diklasifikasikan sebagai ringan, kasus tergolong sedang, dan tergolong penyakit berat.
Profil biokimia pada laki-laki dan perempuan juga menunjukkan perbedaan di antara mereka.
Menurut uji chisquared, tidak ada hubungan antara skor keparahan COVID-19 dan adanya
konjungtivitis (P = 0,17). Namun, dalam analisis pasien konjungtivitis berdasarkan keparahan
klinis, ada perbedaan yang signifikan secara statistik berdasarkan jenis kelamin (Tabel4).
Konjungtivitis lebih sering terjadi pada laki-laki dengan tingkat keparahan klinis sedang dan
pada perempuan diklasifikasikan sebagai klinis ringan.
Diskusi
Studi menunjukkan bahwa ada banyak perbedaan antara laki-laki dan perempuan
dalam respon imun terhadap SARS-CoV-19, mempengaruhi lebih banyak pria daripada
Wanita.9,10 Meskipun penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan dalam presentasi klinis
konjungtivitis pada laki-laki dan perempuan, penelitian ini menemukan bahwa konjungtivitis
lebih sering terjadi pada laki-laki dengan COVID-19 sedang dan perempuan dengan penyakit
ringan. Hal ini mungkin disebabkan terkait dengan laki-laki yang memiliki profil biokimia
COVID-19 yang lebih parah daripada wanita. Karakteristik klinis yang ditemukan pada
konjungtivitis yang terkait dengan infeksi SARS-CoV-2 menunjukkan aspek yang sama
dengan konjungtivitis virus lainnya, seperti reaksi folikular, dan hiperemia dan pelepasan
konjungtiva. Namun, penelitian ini menemukan temuan klinis yang khas di antara pasien
yang dapat mengarah untuk mendefinisikan konjungtivitis pada pasien COVID-19.
Untuk alasan ini dan karena sumber daya yang terbatas dan tindakan pembatasan
akses ke pasien dengan COVID-19, RT-PCR dari air mata dan spesimen konjungtiva tidak
diuji. Berdasarkan temuan kami, memperkirakan bahwa prevalensi sebenarnya dapat
diremehkan, sebagian karena banyak kasus ringan atau sangat ringan mungkin tidak diketahui
oleh petugas kesehatan dan pasien itu sendiri. Pengecualian pasien dengan gangguan kognitif
atau sindrom kebingungan menunjukkan bahwa mungkin juga ada pergeseran dalam
prevalensi yang sebenarnya. Karena ini adalah rumah sakit tersier di pusat kota Madrid yang
mencakup area kesehatan dengan populasi orang tua, sehingga sejumlah besar pasien harus
dikeluarkan karena gangguan kognitif, keadaan bingung, dan kondisi kritis, untuk
mendapatkan data yang lebih andal. Pasien yang dikecualikan ini tidak menunjukkan
perbedaan dalam karakteristik klinis dibandingkan dengan sampel yang disertakan.
Ini adalah studi pertama yang menggambarkan karakteristik klinis konjungtivitis pada
sampel besar pasien COVID-19. Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan di Cina
melaporkan bahwa prevalensi kongesti konjungtiva pada pasien COVID-19 adalah 5%. 17
Namun, dari 535 pasien yang disertakan, hanya 343 pasien (64,1%) yang memiliki infeksi
SARS-CoV-2 yang dikonfirmasi laboratorium dari usap nasofaring. Penelitian kami
mencakup total 301 pasien, semuanya dengan diagnosis yang dikonfirmasi laboratorium.
Selain itu, artikel yang disebutkan di atas adalah studi retrospektif di mana pasien tidak
dievaluasi oleh dokter mata, dan data pasien diperoleh dari catatan medis elektronik pasien
dan kuesioner elektronik yang diisi oleh pasien pada smartphone. Selanjutnya, data tentang
manifestasi okular diperoleh oleh dokter mata melalui telepon, sehingga hasilnya ditentukan
oleh subjektivitas pasien dan interpretasi dokter mata.
Kesimpulan