Anda di halaman 1dari 13

BAGIAN ILMU BEDAH MULUT

DAN MAXILOFASIAL

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

Terjemahan Jurnal

Pembedahan selama COVID-19 pandemi: Sebuah tinjauan


komprehensif dan perawatan perioperatif
(Surgery during the COVID-19 pandemic: A comprehensive overview
and perioperative care)

Oleh:

Nama : Wulan Fury Lenggany


NIM : J014 19 2043
Pembimbing : drg. Muhammad Ruslin, M.Kes, Ph.D,
Sp.BM (K)

DIBAWAKAN SEBAGAI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU BEDAH MULUT DAN MAXILOFASIAL
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2020
The American Journal of Surgery 2020
TERJEMAHAN JURNAL

Pembedahan selama COVID-19 pandemi: Sebuah tinjauan


komprehensif dan perawatan perioperatif
Mahmoud Al-Balas Asisten Profesor Bedaha**
Hasan Ibrahim Al-Balas Asisten Profesor Otorhinolaryngology b
Hamzeh Al-Balas Asisten Profesor Bedaha
a
Departemen Bedah Umum dan Khusus, Fakultas Kedokteran, Universitas Hashemite,
Yordania
b
Fakultas Kedokteran, Universitas Yarmouk, Irbid, Yordania

Pendahuluan 
Pada akhir Desember 2019, wabah pneumonia dengan penyebabnya yang
tidak diketahui terjadi di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Agen kausatif penyebab
pneumonia ini teridentifikasi sebagai coronavirus jenis baru yang diberi nama 2019-
nCoV, yang awalnya diberi nama severe acute respiratory syndrome coronavirus 2
(SARS-CoV-2) dan penyakit ini diberi nama coronavirus disease 2019 (COVID-19)
oleh World Health Organization.  Kemudian, World Health Organization (WHO)
menamakan virus patogenik ini 2019-nCoV. Virus tersebut berasal dari sekelompok
besar virus yang sangat beragam yang disebut dengan human coronaviruses , virus ini
terdiri dari RNA strain tunggal positif, berkapsul, dan tidak bersegmen yang
menginfeksi saluran pernapasan. Pada 11 Maret 2020, WHO telah menyatakan
COVID-19 sebagai penyakit pandemi dan pada 26 Maret 2020, COVID-19 telah
menyebar ke hampir 199 negara dan wilayah di seluruh dunia dengan lebih dari
4.626.080 kasus dan sekitar 20834 kematian. Sejauh ini, 2019-nCoV adalah anggota
ketujuh dari keluarga virus corona yang menginfeksi manusia. Dalam dua dekade
terakhir, dua epidemi penyakit manusia yang parah telah muncul dan dikaitkan
dengan dua coronavirus baru, severe acute respiratory (SARS) yang disebakan oleh
SARS-coronavirus dan penyakit yang berasal dari Timur Tengah atau Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) yang disebakan oleh MERS-coronavirus. Masing-
masing virus telah menginfeksi lebih dari 8000 dan 857 kasus di seluruh dunia
dengan tingkat kematian sekitar 10% dan 35%.

Penularan penyakit 
Laporan awal menunjukkan bahwa 2019-nCoV (SARS-CoV-2) kemungkinan
berasal dari kelelawar, sementara host perantara antara reservoir kelelawar dan
manusia masih belum jelas. Penularan COVID-19 dari manusia ke manusia terutama
melalui droplet dan atau kontak dekat antara orang yang terkena dengan orang yang
sehat. Meskipun virus telah teridentifikasi pada air mata dan kotoran dari orang yang
terinfeksi, penularan penyakit melalui rute oral, fecal, atau konjuctiva tidak diketahui
Penyakit ini sangat menular, bahkan terlalu dini untuk mengidentifikasi
jumlah reproduksi akurat (R0) (yaitu kemampuan pasien untuk menyebarkan
penyakit ini kepada orang-orang yang berkontak), beberapa penelitian
memperkirakan rerata R0 dalam kisaran 2,20-3,58. Ini berarti setiap pasien telah
menyebarkan infeksi kepada 2 atau 3 orang lainnya.

Gambaran klinis 
Masa inkubasi untuk virus mencapai hingga 14 hari dengan rerata 5,2 hari,
dilaporkan satu carrier asimptomatik atau tanpa gejala dengan masa inkubasi 19 hari,
dan hampir semua pasien kemungkinan mengalami satu atau lebih gejala dalam 12,5
hari kontak.
Pasien dengan COVID-19 dapat berupa carrier asimptomatik (tanpa gejala)
atau mereka mungkin mengalami gejala mulai dari gejala ringan hingga kegagalan
respirasi atau multiorgan. Umumnya pasien datang dengan keluhan demam, batuk
kering, mialgia, kelelahan, dan dispnea. Gejala yang tidak begitu umum meliputi
diare, sakit perut (nyeri abdomen), pusing, batuk produktif, nyeri dada pleuritik dan
hemoptysis.
Berdasarkan Diagnosis and Treatment Protocol for Novel Coronavirus

Pneumonia (Trial Version 6) yang dikeluarkan oleh National Health Commission &
State Administration of Traditional Chinese Medicine, pasien dapat diklasifikasikan

ke dalam empat kategori (yaitu ringan, sedang, parah dan kritis). Pasien dalam

kelompok ringan memiliki gejala ringan tanpa adanya gambaran radiologis berupa

pneumonia. Modifikasi kasus menunjukkan gejala demam dan gejala pernapasan

dengan adanya gambaran radiologi temuan pneumonia. Pasien yang sakit parah

mengalami dispnea, takipnea (yaitu laju pernapasan  30 / menit), hipoksemia (yaitu

saturasi oksigen darah  93% dan infiltrat paru >50% dalam waktu 24-48 jam. Pasien

yang sakit kritis mengalami syok septik, gagal pernapasan, atau disfungsi multiorgan.

Meskipun dini untuk memperkirakan tingkat mortalitas COVID-19, pada waktu

editing artikel ini, gambaran yang dilaporkan menunjukkan tingkat mortalitas global

4,49%.

Diagnosis klinis 
Pada awal perjalanan penyakit, jumlah WBC (White blood Count) mungkin
normal. Temuan laboratorium umum pada pasien dengan COVID-19 seperti
leukopenia, dan limfopenia. Beberapa pasien mengalami peningkatan lactate
dehydrogenase, creatinine kinase, alanine aminotransferase, dan aspartate
aminotransferase. Limfopenia dianggap ciri terpenting penyakit. Sekitar 30% pasien
mengalami peningkatan kadar D-Dimer. Bahkan kadar serum procalcitonin normal
pada kebanyakan pasien, C-reactive protein meningkat.
Gambaran Computed Tomography (CT) pada pasien dengan COVID-19
memiliki karakteristik manifestasi yang berhubungan dengan berbagai jenis klinis
penyakit (yaitu ringan, sedang, berat dan kritis). Berdasarkan temuan CT tidak
ditemukan gambaran abnormal pada kasus ringan. Pada kasus sedang
dimanifestasikan berupa bayangan plak padat atau halo sign (yaitu Ground glass
opacity yang mengelilingi parenkim paru); perubahan ini telah diidentifikasi pada
91% kasus. Kasus parah menunjukkan adanya bayangan garis-garis fibrousdengan
perubahan ground glass; banyak lesi yang didokumentasikan pada lebih dari 95%
kasus. Gabungan bayangan sebagai lesi utama merupakan temuan utama pada pasien
yang sakit kritis.
Deteksi RNA virus menggunakan real-time reverse transcriptase polymerase
chain reaction (rRT-PCR) digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis klinis. Untuk
kebanyakan deteksi sensitif 2019-nCoV, Pengumpulan dan pengujian sampel saluran
pernapasan atas dan bawah juga disarankan. Brochoalveolar lavage fluid specimen
memiliki tingkat positif tertinggi 93% ddikuti oleh sputum sebesar 72%. Tingkat
deteksi nasal swabs, fiber bronchoscope brush biopsy, dan pharyngeal swabs
masing-masing adalah 63%, 46%, dan 32%. Spesimen fecal dan darah memiliki
tingkat positif hanya 29% dan 1% pada pasien yang sakit. Terlepas dari tingkat
deteksi yang tinggi pada bronchoalveolar lavage fluid dan sputum, US CDC
merekomendasikan hanya pengumpulan upper respiratory nasopharyngeal (NP)
swab karena peningkatan risiko biosafety pada pekerja kesehatan melalui
pembentukan droplet aerosol.

Pertimbangan Pra Penerimaan dan Penerimaan pada pandemi COVID-19


Semua pasien yang layak untuk intervensi operatif perlu dikategorikan ke
dalam tiga kelompok berdasarkan kemungkinan memiliki infeksi 2019-nCoV (yaitu
pasien yang tidak terinfeksi, pasien tanpa gejala dan pasien bergejala). Riwayat pra
penerimaan sehubungan dengan kondisi umum pasien, adanya gejala respirasi atau
pencernaan yang aktif, anosmia, riwayat perjalanan terkini ke negara endemi dalam
14 hari terakhir atau riwayat kontak dengan orang yang berisiko memiliki infeksi
2019-nCoV harus dievaluasi dengan baik.
Disarankan bahwa semua pasien operasi harus menyelesaikan skrining
kesehatan pra operasi meskipun tidak menunjukkan gejala. Terlepas dari status
infeksi pasien; direkomendasikan bahwa semua operasi elektif ditunda mengetahui
fakta bahwa rumah sakit dengan cepat menjadi risiko penularan penyakit ini.
Semua pasien yang dicurigai atau pasien dengan gejala perlu dievaluasi
dengan baik untuk memastikan diagnosis penyakit COVID-19. Jika diagnosis
dikonfirmasi, pasien harus dikarantina dan dilaporkan ke otoritas nasional. Di sisi
lain, pasien yang tidak dicurigai atau terbukti bebas dari penyakit harus dirawat di
kamar tersendiri atau ruang tunggal yang telah dipersiapkan untuk mencegah pasien
yang dirawat inap mendapatkan inkubasi infeksi 2019-nCoV atau infeksi 2019-nCoV
yang tanpa gejala, dan mencegah kemungkinan adanya infeksi silang dengan orang-
orang yang berkontak.
Pada kasus kemunculan dan kondisi mengancam hidup di mana PCR tidak

tersedia, semua pasien harus dianggap sakit dan pendekatannya serupa dengan pasien

terinfeksi. Semua langkah-langkah praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif harus

dipertimbangkan hingga diagnosis terkonfirmasi atau pasien telah keluar dari rumah

sakit.

Langkah-langkah perioperatif pada pasien COVID-19

Pertimbangan praoperatif
Semua staf medis harus melakukan tugas klinis mereka dengan mengenakan
sarung tangan, topi, dan masker bedah sekali pakai dengan benar. Kapanpun pasien
yang diduga atau pasien yang menderita COVID-19 ditemukan, perhatian ekstra
harus dilakukan untuk menjaga perlindungan pada tingkat tinggi. Jika terjadi, semua
penyedia layanan kesehatan harus menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti fit-
tested disposacle N95 respirator, goggles, face shield, gown untuk tindakan
pencegahan droplet/kontak yang maksimum. Staf medis harus menjaga kebersihan
tangan sebelum dan setelah berkontak dengan pasien dan setelah melepas sarung
tangan.
Staf medis memiliki kontak yang luas dengan pasien dan keluarga mereka
serta penyedia layanan kesehatan lainnya, oleh karena itu sangat mungkin terjadi
infeksi silang. Sehingga status kesehatan individual dan pencatatan suhu tubuh harus
dilakukan. Setiap staf medis dengan suhu tubuh yang meningkat harus diisolasi dan
diselidiki untuk kemungkinan tertular penyakit.
Ahli anestesi yang terlindungi dengan baik perlu mengoksidase pasien dengan
100% O2 selama 3-5 menit kemudian  rapid sequence induction dan intubasi untuk
menghindari ventilasi manual dan mengurangi kemungkinan pembentukan aerosol
virus dari jalan napas. Setelah APD dilepas, cuci tangan dengan benar sebelum
menyentuh lingkungan sekitarnya. Disarankan untuk menggunakan HMEF (Heat and
Moisture Exchange Filter) berkualitas tinggi antara facemask dan breathing sirkuit.
Diperkirakan bahwa HMEF dapat menghilangkan 99,97% partikel airbone sama atau
lebih besar dari 0,3 mikron. Peralatan anestesi harus digunakan oleh satu orang saja
dan mesin anestesi didesinfeksi sesuai dengan persyaratan setelah digunakan.

Pertimbangan intraoperatif
Jika pasien memiliki penyakit COVID-19 atau bahkan sangat dicurigai,
pembedahan harus dilakukan dalam lingkungan bertekanan negatif yang ditentukan;
sangat penting untuk menjaga perbedaan tekanan antara ruang operasi di bawah - 4,7
Pa.  Staf medis harus dikurangi sebanyak mungkin serta suhu mereka perlu diukur
sebelum memulai operasi. Dokter bedah dan staf medis tambahan harus menyadari
sekresi darah dan tubuh pada waktu pembedahan, semua peralatan harus dijaga bersih
dari sekresi ini. Pilihan antara laparoscopy dan laparotomy sebagai pendekatan bedah
perlu dilakukan dengan hati-hati. Karena penggunaan laparoscopy terbukti memiliki
keuntungan, pasien dengan fungsi kardiopulmoner serta kondisi yang baik dapat
dipertimbangkan unuk bedah laparoscopic. Perhatian seksama selama pembuatan
pneumoperitoneum dan penanganan aerosol yang ketat harus dilkukan selama
pembedahan. Sehubungan dengan artificial pneumoperioteum, akan terdapat reduksi
volum paru-paru, peningkatan tekanan saluran napas, peningatan retensi CO 2, dan
penurunan lung compliance. Oleh karena itu, risiko ingeksi perioperatif 2019-nCoV
dianggap tinggi.Untuk meminimalkan dampak pneumoperitoneum terhadap fungsi
paru-paru, tekanan pneumoperitoneum intraoperatif, dan ventilasi CO harus serendah
2
mungkin. Asap hasil pembedahan dan pneumoperitoneum harus dievakuasi hanya
menggunakan direct suction yang dihubungkan ke vacuum suction unit.

Pertimbangan Postoperatif
Pascaoperatif, spesimen harus diberi label sebagai 2019-nCoV dan ditangani
sebagai spesimen infeksius untuk perlakuan dengan departemen patologi. Pasien yang
bebas dari penyakit dapat dipindahkan ke bangsal bedah umum untuk penanganan
pascaoperatif mereka. Pemeriksaan harian suhu tubuh serta gejala pernapasan wajib
dilakukan. Pasien siapapun dengan permulaan baru mengalami demam atau batuk
harus diisolasi dan diperiksa menyeluruh untuk mengesampingkan infeksi 2019-
nCoV. Pasien yang dicurigai atau dikonfirmasi harus diisolasi pada ruangan tunggal
dengan tekanan negatif, suplai oksigen yang memadai dan nebulisasi serta
penanganan luka harus dilakukan dengan penggunaan APD untuk menghindari
kontak dengan sekresi. Pada kasus pasien yang dicurigai COVID-19, semua staf
medis harus diisolasi dan dikarantina untuk observasi hingga status pasien jelas. Jika
diagnosis COVID-19 dikonfirmasi atau teridentifikasi sebelumnya, staf medis yang
terlibat dalam pembedahan perlu diisolasi selama 14 hari setelah pembedahan.

Kesimpulan
Pada era pandemi COVID-19, semua penyedia layanan kesehatan harus
mengimplementasikan langkah-langkah perioperatif penting standar meliputi
penggunaan APD unuk mengontrol penularan penyakit, dan menghindari komplikasi
yang tidak diinginkan. Pada prosedur penyelamatan hidup, semua pasien perlu
ditangani sebagai pasien COVID-19 hingga hasil dikonfirmasi. Prosedur elektif
direkomendasikan untuk ditunda dan mempertimbangan hanya prosedur mendesak
yang menyelamatkan hidup serta bedah onkologi yang berhubungan dengan hasil
yang lebih buruk jika ditunda. Penggunaan laparoscopy masih dianggap pilihan valid
pada pertimbangan tindakan pencegahan ekstra selama pembuatan
pneumoperitoneum, fisiologi kardiopulmoner dan deflasi gas.
Pendanaan
Penelitian ini tidak menerima hibah khusus dari lembaga donor di sektor publik,
komersial, atau nirlaba.

Deklarasi kepentingan yang bersaing


Tidak ada konflik kepentingan untuk dinyatakan.

Ucapan Terima Kasih


Tidak ada.
REFERENSI
1. Report of Clustering Pneumonia of Unknown Etiology in Wuhan City.
Wuhan Municipal Health Commission; 2019.
http://wjw.wuhan.gov.cn/front/web/ showDetail/2019123108989.
2. World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory
infection when Novel coronavirus (nCoV) infection is suspected [EB/OL]
(2020- 01-11) [2020-02-11] https://www.who.int/internalpublications-
detail/clinical management-of-severe-acute-respiratoryinfection-when-novel-
coronavirus- (ncov)-infection-is-suspected.
3. Zhu N, Zhang D, Wang W, et al. A novel coronavirus from patients with
pneumonia in China, 2019. N Engl J Med. 2020;382(8):727-733.
4. He Feng, Deng Yu, Li Weina. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): what
we know? J Med Virol. 2020. https://doi.org/10.1002/jmv.25766.
5. World Health Organization. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): situation
report 66. https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-
2019/situation-reports.
6. Zhou P, Yang X-L, Wang X-G, et al. Discovery of a Novel Coronavirus
Associated with the Recent Pneumonia Outbreak in Humans and its Potential
Bat Origin. 2020, 2020.2001.2022.914952.
7. Li X, Zai J, Zhao Q, et al. Evolutionary history, potential intermediate animal
host, and cross-species analyses of SARS-CoV-2. J Med Virol. 2020. https://
doi.org/10.1002/jmv.25731.
8. Chan JF, Yuan S, Kok KH, et al. A familial cluster of pneumonia associated
with the 2019 novel coronavirus indicating person-to-person transmission: a
study of a family cluster. Lancet. 2020;395(10223):514-552.
9. Xia J, Tong J, Liu M, Shen Y, Guo D. Evaluation of coronavirus in tears and
conjunctival secretions of patients with SARS-CoV-2 infection. J Med Virol.
2020. https://doi.org/10.1002/jmv.25725.
10. Holshue ML, et al. First case of 2019 novel coronavirus in the United States.
N Engl J Med. 2020. https://doi.org/10.1056/NEJMoa2001191.
11. Li Q, Guan X, Wu P, et al. Early transmission dynamics in wuhan, China, of
novel coronavirus-infected pneumonia. N Engl J Med. 2020. https://doi.org/
10.1056/NEJMoa2001316.
12. Zhao S, Lin Q, Ran J, et al. Preliminary estimation of the basic reproduction
number of novel coronavirus (2019-nCoV) in China, from 2019 to 2020: a
datadriven analysis in the early phase of the outbreak. Int J Infect Dis.
2020;92: 214-217.
13. Bai Y, Yao L, Wei T, et al. Presumed asymptomatic carrier transmission of
COVID-19. J Am Med Assoc. 2020. https://doi.org/10.1001/jama.2020.2565.
14. Wang D, Hu B, Hu C, et al. Clinical characteristics of 138 hospitalized
patients with 2019 novel coronavirus-infected pneumonia in wuhan, China. J
Am Med Assoc. 2020. https://doi.org/10.1001/jama.2020.1585.
15. Zhou Zili, Zhao Ning, Shu Yan, Han Shengbo, Chen Bin, Shu Xiaogang.
Effect of gastrointestinal symptoms on patients infected with COVID-19.
Gastroenterology; 2020. https://doi.org/10.1053/j.gastro.2020.03.020.
16. Chan JF, Yuan S, Kok KH, et al. A familial cluster of pneumonia associated
with the 2019 novel coronavirus indicating person-to-person transmission: a
study of a family cluster. Lancet. 2020;395(10223):514-523.
17. Wu Z, McGoogan JM. Characteristics of and important lessons from the
coronavirus disease 2019 (COVID-19) outbreak in China: summary of a
report of 72314 cases from the Chinese center for disease control and
prevention. J Am Med Assoc. 2020. https://doi.org/10.1001/jama.2020.2648.
18. Zhong Q, Li Z, Shen X, et al. CT imaging features of patients with different
clinical types of coronavirus disease 2019 (COVID-19)]. Zhejiang Da Xue
Xue Bao Yi Xue Ban J Zhejiang Univ Med Sci. 2020 May 25;49(1)
19. Wang W, Xu Y, Gao R, et al. Detection of SARS-CoV-2 in different types of
clinical specimens. J Am Med Assoc. 2020. https://doi.org/10.1001/
jama.2020.3786.
20. Cheng PK, Wong DA, Tong LK, et al. Viral shedding patterns of coronavirus
in patients with probable severe acute respiratory syndrome. Lancet.
2004;363(9422):1699-1700. doi: 1610.1016/S0140-6736(1604)16255-16257.
21. Loeffelholz Michael J, Tang Yi-Wei. Laboratory diagnosis of emerging
human coronavirus infections the state of the art. Emerg Microb Infect. 2020.
https:// doi.org/10.1080/22221751.2020.1745095.
22. Tao Kaixiong, Zhang Bixiang, Zhang Peng, Zhu Peng, Wang Guobin, Chen
Xiaoping. Recommendations for general surgery clinical practice in novel
coronavirus pneumonia situation. Zhonghua Wai Ke Za Zhi. 2020 Feb
14;58:E001. https://doi.org/10.3760/cma.j.issn.0529-5815.2020.0001, 0.
23. Li Y, Qin JJ, Wang Z, et al. Surgical treatment for esophageal cancer during
the outbreak of COVID-19. Zhonghua Zhongliu Zazhi. 2020 Feb 27;42:E003.
https:// doi.org/10.3760/cma.j.cn112152-20200226-00128, 0.
24. Ti LK, Ang LS, Foong TW, et al. What we do when a COVID-19 patient
needs an operation: operating room preparation and guidance. Can J Anesth/J
Can Anesth; 2020. http://doi.org/10.1007/s12630-020-01617-4.
25. Ali Aminian, Safari Saeed, Razeghian-Jahromi Abdolali, Ghorbani
Mohammad, P Delaney Conor. COVID-19 outbreak and surgical practice:
unexpected fatality in perioperative period. Ann Surg. 2020.
https://doi.org/10.1097/ SLA.0000000000003925.
26. Brindle Mary, Gawande Atul. Managing COVID-19 in surgical systems.
AnnSurg. 2020. https://doi.org/10.1097/SLA0000000000003923.
27. Zheng Min Hua, Boni Luigi, Abe Fingerhut. Minimally invasive surgery and
the novel coronavirus outbreak: lessons learned in China and Italy. Ann Surg.
2020. https://doi.org/10.1097/SLA0000000000003924.
28. Grabowski Julia E, Talamini Mark A. Physiological effects of
pneumoperitoneum. J Gastrointest Surg. 2009;13:1009-1016.
29. Park Jiyeon, Yoo Seung Yeon, Ko Jae-Hoon, et al. Infection prevention
measures for surgical procedures during a Middle East respiratory syndrome
outbreak in a tertiary care hospital in South Korea. Sci Rep. 2020;10:325.
30. Zucco Liana, Levy Nadav, Ketchandji Desire, Aziz Mike, Ramachandran
Satya Krishna. Perioperative considerations for the 2019 novel coronavirus
(COVID-19). https://www.apsf.org/news-updates/perioperative-
considerations-forthe-2019-novel-coronavirus-covid-19/; March 2020.

Anda mungkin juga menyukai