Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Huang C, Wang Y,Li X
pada 2020 dengan judul “Gambaran klinis pasien yang terinfeksi novel coronavirus 2019 di Wuhan, Cina” menjelaskan penularan virus ini dapat terjadi dari manusia ke manusia, dan diperkirakan menyebar melalui droplet dari batuk atau bersin . Data ini sejalan dengan laporan WHO yang menyatakan bahwa virus ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan telah menyebar secara luas di China dan lebih dari 190 negara. Infeksi melalui droplet atau sekresi individu yang terinfeksi dianggap sebagai cara penularanyang dominan dari manusia ke manusi. hasil penelitian ini menyatakan bahwa SARS-Cov-2 dapat menyebar melalui Aerosol setelah terpapar selama 3 jam (3). Menurut WHO berdasarkan panduan Surveilans Global, definisi Covid-19 dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yakni: 1. kasus terduga atau suspect case, 2. kasus probable atau probable case, dan 3. kasus terkonfirmasi atau pasien yang sudah terbukti positif melalui tes laboratorium. Sementara di Indonesia definisi klasifikasi kasus Covid-19 ini dibedakan menjadi: 1. pasien dalam pengawasan atau PdP, 2. orang dalam pemantauan atau OdP, dan 3. orang tanpa gejala atau OTG (2). Covid-19 atau Corona Virus Disease tahun 2019 merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Coronavirus jenis baru. Coronavirus (CoV) adalah keluarga besar dari virus yang bisa menyebabkan berbagai gejala ringan hingga berat. Kalau di tinjau dari segi gejalanya, keluarga virus ini seringkali menyerang di sistem pernapasan manusia. Setidaknya, terdapat dua jenis Coronavirus yang juga pernah menyerang masyarakat Indonesia dan kasus penyebarannya cukup tinggi, yakni East Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV) dan Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV). Akhir-akhir ini, muncul Coronavirus baru yang dinamakan dengan penyakit Covid-19 (2). Gejala klinis Covid-19 sangat beragam, mulai dari asimptomatik, gejala sangat ringan, gejala berat, hingga kondisi yang mengharuskan untuk mendapat perawatan khusus seperti kegagalan respirasi akut. Gejala klinis yang biasanya terjadi pada kasus Covid-19 adalah demam, batuk kering dan sesak napas. Berdasarkan penelitian pada pasien, gejala yang paling sering muncul adalah demam (98%), batuk (76%), dan myalgia atau kelemahan (44%), sakit kepala 8%, batuk darah 5%, dan diare 3%. Gejala lain yang timbul adalah gejala yang menyerang pencernaan dengan hasil penelitian sebagai berikut,2,7% pasien mengalami sakit abdominal, 7,8% pasien mengalami diare, 5,6% pasien mengalami mual dan/atau muntah (5). Kampanye 3M (Mencuci tangan, Memakai masker, Menjaga jarak) merupakan satu paket protokol kesehatan yang sangat diperlukan oleh masyarakat untuk mencegah penularan Covid-19. Hasil dari survei AC Nielse pada tahun 2020 bekerjasama dengan UNICEF pada 6 kota besar di Indonesia dengan jumlah 2000 responden mengenai perilaku masyarakat terkait 3M secara rill di lapangan menunjukan bahwa 31,5% dari seluruh responden melakukan perilaku 3M secara disiplin. 36% dari total jumlah responden melakukan dua dari perilaku 3M. sementara 23,2% melakukan satu dari perilaku 3M. Hanya 9,3 dari responden yang tidak melakukan kepatuhan terhadap 3M sama sekali (4). Menurut Risang Rimbatmaja pada tahun 2020, konsultan UNICEF apabila dianalisis secara individual, menjaga perilaku jaga jarak (47%) lebih rendah daripada memakai masker (71%) dan mencuci tangan (72%). Khusus untuk menjaga jarak, didapatkan bahwa ada aspek norma sosial yang berperan seperti merasa kenyamanannya terganggu menjauh dari orang lain, orang lain yang mendekat atau berfikir bahwa semua orang juga tidak menjaga jarak. Sejak Indonesia dinyatakan terdapat kasus terkonfirmasi Covid-19, berbagai wilayah provinsi mulai mewaspadai adanya kasus tersebut di daerahnya. Mulai banyak daerah yang memberlakukan Penerapan Pembatasan Kegiatan Masrakat ( PPKM) (4). Dalam rangka memutus penularan Covid-19 pemerintah Indonesia juga akan melakukan vaksinasi pada penduduk Indonesia. Menurut Fundrika, B. A. (2021). Pemerintah Indonesia disebut telah membuat peta jalan untuk vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, menyebutkan bahwa rencana vaksinasi di Indonesia akan dilakukan dalam dua periode. Hal tersebut sudah dikonsutasikan kepada Indonesian. Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) yang bertugas memberikan nasehat/advice pada Menteri (6). Namun sebelum, itu mari kita lihat jurnal Covid-19 Vaccine Effectiveness and the Test-Negative Design. Kita akan melihat seberapa efektivitasnya pemberian vaksin untuk memutuskan mata rantai penyebaran virus Covid-19. Dan poin penting apa saja yang penting untuk dipertimbangkan. Studi observasional muncul sebagai sumber informasi mendasar tentang efektivitas vaksin di luar lingkungan terkontrol dari uji coba acak, dan mereka digunakan untuk menghasilkan bukti efektivitas terhadap hasil yang kurang kuat dalam uji coba, seperti rawat inap atau unit perawatan intensif (ICU), atau untuk subkelompok yang sempit. Studi ini dapat memantau penurunan efektivitas vaksin atau mengukur kinerja vaksin terhadap varian virus Corona 2 (SARS-CoV-2) sindrom pernapasan akut baru yang parah ketika uji coba terkontrol secara acak besar tidak layak. Dalam Journal penerapan desain uji-negatif retrospektif untuk memperkirakan efektivitas vaksin penyakit Coronavirus 2019 (Covid-19) pada orang dewasa berusia 50 tahun atau lebih (1, 6). Jaringan multisite menyumbangkan data pada 41.552 penerimaan ke 187 rumah sakit dan 21.522 kunjungan ke 221 unit gawat darurat atau klinik perawatan darurat. Data ini berasal dari pasien yang telah mengakses perawatan medis untuk penyakit mirip Covid-19 dan telah menjalani pengujian molekuler untuk SARSCoV-2. Dalam desain tes-negatif, pasien kasus adalah mereka yang dites positif SARS-CoV-2, dan pasien kontrol adalah mereka yang dites negatif. Efektivitas vaksin diperkirakan dengan membandingkan peluang vaksinasi antara kasus dan kontrol. Hal ini menunjukkan bagaimana data dari studi tersebut dapat digunakan untuk menghitung efektivitas vaksin desain tes-negatif dapat digunakan untuk memperkirakan efektivitas vaksin terhadap infeksi SARSCoV-2 yang dirawat di laboratorium dan dikonfirmasi secara medis di antara pasien yang akan mencari dan memiliki akses ke –perawatan medis. perkiraan efektivitas sehubungan dengan tiga hasil yang berbeda: departemen darurat atau kunjungan perawatan darurat, rawat inap, dan masuk ke ICU. Setiap ukuran efektivitas mencerminkan manfaat gabungan dari vaksin untuk mencegah infeksi dengan SARS-CoV-2 dan mengurangi perkembangan selanjutnya menjadi penyakit yang ditangani secara medis (1). Desain tes-negatif telah secara rutin digunakan untuk memperkirakan efektivitas vaksin terhadap Influenza musiman,tetapi penerapannya dalam studi Covid-19, meskipun semakin umum, masih baru. Pembaca mungkin bertanya- tanya bagaimana menafsirkan secara kritis perkiraan efektivitas yang dihasilkan dari desain semacam itu. Kami mengidentifikasi empat poin penting untuk dipertimbangkan. Pertama, apakah ada perbedaan tak terukur antara orang yang divaksinasi dan tidak divaksinasi yang dapat mempengaruhi terjadinya Covid-19 Pembauran oleh variabel terukur dan tidak terukur menjadi perhatian dalam semua studi observasional. Dalam konteks ini, perancu adalah variabel yang mempengaruhi baik penerimaan vaksin maupun kejadian kunjungan medis Covid- 19 variabel-variabel ini termasuk paparan virus, risiko penyakit parah yang terkait dengan infeksi, dan akses ke atau perawatan. menggunakan pembobotan regresi logistik untuk menyesuaikan beberapa faktor pembaur yang terukur, termasuk variabel demografis dan klinis serta waktu kalender (1). Sebuah fitur kunci dari desain tes-negatif adalah bahwa pembatasan populasi dengan akses ke dan penyerapan perawatan medis mengurangi perancu yang tidak terukur karena perawatan kesehatan mencari perilaku, dimana orang- orang yang lebih mungkin untuk divaksinasi lebih mungkin untuk mencari perawatan ketika sakit. Kedua, apakah kasus dan kontrol diambil sampelnya. Konsekuensi yang diharapkan dari desain ini adalah bahwa pasien kasus dan pasien kontrol akan memasuki penelitian dengan manifestasi penyakit yang serupa. Dalam desain khas tes-negatif prospektif, inklusi studi diputuskan sebelum hasil tes diperoleh, sehingga bias seleksi yang terkait dengan pengetahuan tentang status infeksi dapat dihindari. Desain dengan retrospektif memastikan status infeksi rentan terhadap bias seleksi jika, misalnya, pasien yang sangat termotivasi untuk di uji dan di vaksinasi juga lebih mungkin untuk mengakses layanan perawatan kesehatan. Daripada mereka yang tidak memiliki motivasi tinggi (1). Dalam hal ini, efektivitas vaksin dapat diremehkan karena orang yang divaksinasi dengan positif Hasil tes SARS-CoV-2 akan berlebihan. Ketiga, status infeksi SARS-CoV-2 pasien atau status vaksinasi salah diklasifikasikan. Kesalahan klasifikasi seperti itu adalah sumber bias potensial lainnya. Arahnya tergantung pada hubungan yang mendasari antara alasan kesalahan klasifikasi tes, status vaksinasi, dan waktu. Mengatasi masalah waktu dengan memperluas periode pengujian untuk memasukkan tes untuk mendeteksi infeksi yang terjadi dalam 14 hari sebelum hingga kurang dari 72 jam setelah masuk rumah sakit atau departemen darurat atau kunjungan klinik perawatan darurat. Mereka menyelidiki efek potensial dari kesalahan klasifikasi pengujian dengan mensimulasikan dan menganalisis kohort sintetis dan menemukan bahwa kesalahan klasifikasi akan melemahkan efektivitas vaksin dalam analisis utama (1, 7). Karena penerapannya pada catatan kesehatan elektronik yang besar dan kesederhanaan logistiknya dibandingkan dengan kohort prospektif yang besar, desain tes-negatif dapat diharapkan memainkan peran penting dalam memantau efektivitas vaksin Covid-19. Metode untuk menganalisis data dari studi dengan desain negatif uji adalah fokus dari penelitian yang sedang berlangsung. Pemahaman yang jelas tentang asumsi yang mendasari desain, alasan untuk menggunakannya dalam praktik, dan kekuatan dan keterbatasan relatifnya sangat penting bagi pembaca untuk menilai, menafsirkan, dan menerapkan temuan secara kritis dengan cara yang berprinsip. Para peneliti yang menggunakan desain tes- negatif untuk menyelidiki efektivitas vaksin Covid-19 dapat melihat artikel Thomson untuk contoh bagaimana melaporkan temuan utama dan menilai sensitivitas temuan ini terhadap potensi yang spesifik untuk desain tes-negatif (1). Maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa Covid-19 yang berasal dari Wuhan, China itu menyebar melalui hewan ke manusia. Setelahnya menyebar sangat cepat melalui manusia ke manusia melalui doplet. Bila seseorang terkonfirmasi terpapar Covid-19 akan memiliki gejala umum seperti demam, sesak napas, batu kering, kehilangan indra perasa dan penciuman, serta kelelahan. Covid-19 dapat di cegah dengan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, serta menjaga jarak). Dan setelah melalui proses yang panjang akhirnya ditemukan vaksin khusus untuk melawan Covid-19. Namun sebelum itu kita harus melihat jurnal Covid-19 Vaccine Effectiveness and the Test-Negative Design untuk mempertimbangkan seberapa efektivitasnya pemberian vaksin ini untuk memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19. Dan didapatkan hasil bahwa pemberian vaksin dapat meningkatkan sistem imun tubuh manusia untuk menangkal virus Covid-19 ( 1, 4, 5 ). Namun pada jurnal Covid-19 Vaccine Effectiveness and the Test-Negative Design masih bersifat umum, umum dalam artian tidak menyebutkan jenis vaksin apa yang digunakan yang efektiv untuk menagkal virus Covid-19. Karena vaksin Covid-19 itu ada banyak seperti Adapun jenisnya adalah Astra Zeneca, , Moderna, Pfizer- BioNTech, dan Sinovac Biotech dan masih banyak yang lain lagi. Sehingga dibutuhkan penelitian yang lebih spesifik lagi vaksin mana yang lebih akurat untuk memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19. Agar kita semua dapat menggunakan jenis vaksinnya (6). Melihat hasil data yang telah dikumpulkan, pada faktor sumber daya menjadi hal yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan kebijakan vaksinasi covid-19. Mengingat bahwa Kelurahan tidak dapat melakukan vaksinasi kepada masyarakat tanpa adanya koordinasi dengan Puskesmas sebagai leading sektor yang menangani vaksinasi covid-19. Terkait dengan sumber pendanaan finansial vaksinasi covid-19 bersumber dari Pemerintah Pusat yang kemudian dibagikan ke Pemerintah Provinsi itu yang memetakan di Kabupaten atau Kota masing-masing. Pemerintah Pusat melaksanakan kebijakan vaksinasi covid-19 menyalurkan ke Provinsi maupun Kota dengan berupa stok vaksinasi maupun APD (Alat Pelindung Diri) Komunikasi Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan kepada lambaga publik dan sikap tanggapan dari pihak yang terlibat. Sebuah kebijakan perlu untuk dilakukan komunikasi yang akurat baik kepada pihak pelaksana maupun kelompok sasaran (7). Berdasarkan data Kemenkes, ITAGI, WHO, UNICEF survei presepsi masyarakat tentang vaksinasi covid-19 yaitu masyarakat yang tidak paham tentang vaksinasi covid-19 sejumlah 27,6%, masyarakat yang menolak semua vaksin sebanyak 7,6%, dan masyarakat yang menerima vaksin sebesar 64,8%. Berdasarkan observasi pendahuluan yang dilakukan terhadap masyarakat Desa Gunung mujil di Posyandu Kenanga yaitu masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang vaksinasi covid- 19, maka dari itu diperlukan sosialisasi agar masyarakat mendapatkan pengetahuan mengenai vaksinasi covid-19. Pemerintah telah merancang program vaksinasi covid-19 serta memerlukan dukungan maupun kesadaran dari seluruh masyarakat, dengan begitu sosialisasi ini diharapkan semua masyarakat sadar serta mendukung program vaksinasi covid- 19 (8). DAFTAR PUSTAKA
1. Cortegiani A, et al. A Systematic Review on the Efficacy and Safety of
Chloroquine For the Treatmen of Covid-19. Journal of Critical Care 2020; 385(15): 256-281. 2. Junaedi D, dkk. Menguji Efektivitas Vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Journal Religion Education Social Laa Roiba 2022; 4(1): 158-167. 3. Tufan A, et al. Covid-19, immune system response, hyperinflammation and repurposingantirheumatic. Turkish Journal Of Medical Sciences 2021; 50(1): 57-62. 4. Rahayu NR, Sensuiyati. Vaksin Covid-19 di Indonesia Analisis Berita Hoax. Jurnal Ekonomi, Sosial & Humaniora 2021; 2(7): 39-49. 5. Alwi PN. Hubungan Usia dan Lingkungan dengan Keputusan Masyarakat Untuk Mengikuti Vaksin Covid-19. Jurnal Kesehatan 2022; 11(1): 192-198. 6. Asmono AY, Rochim IA, Kusbandrijo B. Implementasi Kebijakan Vaksinasi C0vid-19 di Kelurahan Gubeng Surabaya. Jurnal Penelitian Administrasi Publik 2022; 2(4): 28-36. 7. Fitriyati L, dkk. Penyuluhan Tentang Vaksinasi Covid-19 dan Stunting di Posyandu Kenanga, Desa Guntung Mujil Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen. Jurnal Empati 2022; 3(2): 76-82. 8. Dewi EAS. Komunikasi Publik Terkait Vaksinasi Covid-19. Jurnal Kesehatan 2021; 10(1): 162-167.