Anda di halaman 1dari 8

NAMA : AGUS SALIM

NIM : 2210912210013
KELOMPOK : 1 (Piarik)

A SYSTEMATIC REVIEW ON THE EFFICACY AND SAFETY OF


CHLOROQUINE FOR THE TREATMEN OF COVID-19

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Huang C, Wang Y,Li X


pada 2020 dengan judul “Gambaran klinis pasien yang terinfeksi novel
coronavirus 2019 di Wuhan, Cina” menjelaskan penularan virus ini dapat terjadi
dari manusia ke manusia, dan diperkirakan menyebar melalui droplet dari batuk
atau bersin . Data ini sejalan dengan laporan WHO yang menyatakan bahwa virus
ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan telah menyebar secara luas di
China dan lebih dari 190 negara. Infeksi melalui droplet atau sekresi individu
yang terinfeksi dianggap sebagai cara penularanyang dominan dari manusia ke
manusi. hasil penelitian ini menyatakan bahwa SARS-Cov-2 dapat menyebar
melalui Aerosol setelah terpapar selama 3 jam (3).
Menurut WHO berdasarkan panduan Surveilans Global, definisi Covid-19
dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yakni: 1. kasus terduga atau suspect
case, 2. kasus probable atau probable case, dan 3. kasus terkonfirmasi atau pasien
yang sudah terbukti positif melalui tes laboratorium. Sementara di Indonesia
definisi klasifikasi kasus Covid-19 ini dibedakan menjadi: 1. pasien dalam
pengawasan atau PdP, 2. orang dalam pemantauan atau OdP, dan 3. orang tanpa
gejala atau OTG (2).
Covid-19 atau Corona Virus Disease tahun 2019 merupakan penyakit
menular yang disebabkan oleh Coronavirus jenis baru. Coronavirus (CoV) adalah
keluarga besar dari virus yang bisa menyebabkan berbagai gejala ringan hingga
berat. Kalau di tinjau dari segi gejalanya, keluarga virus ini seringkali menyerang
di sistem pernapasan manusia. Setidaknya, terdapat dua jenis Coronavirus yang
juga pernah menyerang masyarakat Indonesia dan kasus penyebarannya cukup
tinggi, yakni East Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV) dan Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV). Akhir-akhir ini, muncul
Coronavirus baru yang dinamakan dengan penyakit Covid-19 (2).
Gejala klinis Covid-19 sangat beragam, mulai dari asimptomatik, gejala
sangat ringan, gejala berat, hingga kondisi yang mengharuskan untuk mendapat
perawatan khusus seperti kegagalan respirasi akut. Gejala klinis yang biasanya
terjadi pada kasus Covid-19 adalah demam, batuk kering dan sesak napas.
Berdasarkan penelitian pada pasien, gejala yang paling sering muncul adalah
demam (98%), batuk (76%), dan myalgia atau kelemahan (44%), sakit kepala
8%, batuk darah 5%, dan diare 3%. Gejala lain yang timbul adalah gejala yang
menyerang pencernaan dengan hasil penelitian sebagai berikut,2,7% pasien
mengalami sakit abdominal, 7,8% pasien mengalami diare, 5,6% pasien
mengalami mual dan/atau muntah (5).
Kampanye 3M (Mencuci tangan, Memakai masker, Menjaga jarak)
merupakan satu paket protokol kesehatan yang sangat diperlukan oleh masyarakat
untuk mencegah penularan Covid-19. Hasil dari survei AC Nielse pada tahun
2020 bekerjasama dengan UNICEF pada 6 kota besar di Indonesia dengan jumlah
2000 responden mengenai perilaku masyarakat terkait 3M secara rill di lapangan
menunjukan bahwa 31,5% dari seluruh responden melakukan perilaku 3M secara
disiplin. 36% dari total jumlah responden melakukan dua dari perilaku 3M.
sementara 23,2% melakukan satu dari perilaku 3M. Hanya 9,3 dari responden
yang tidak melakukan kepatuhan terhadap 3M sama sekali (4).
Menurut Risang Rimbatmaja pada tahun 2020, konsultan UNICEF apabila
dianalisis secara individual, menjaga perilaku jaga jarak (47%) lebih rendah
daripada memakai masker (71%) dan mencuci tangan (72%). Khusus untuk
menjaga jarak, didapatkan bahwa ada aspek norma sosial yang berperan seperti
merasa kenyamanannya terganggu menjauh dari orang lain, orang lain yang
mendekat atau berfikir bahwa semua orang juga tidak menjaga jarak. Sejak
Indonesia dinyatakan terdapat kasus terkonfirmasi Covid-19, berbagai wilayah
provinsi mulai mewaspadai adanya kasus tersebut di daerahnya. Mulai banyak
daerah yang memberlakukan Penerapan Pembatasan Kegiatan Masrakat ( PPKM)
(4).
Dalam rangka memutus penularan Covid-19 pemerintah Indonesia juga
akan melakukan vaksinasi pada penduduk Indonesia. Menurut Fundrika, B. A.
(2021). Pemerintah Indonesia disebut telah membuat peta jalan untuk vaksinasi
Covid-19 di Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, menyebutkan
bahwa rencana vaksinasi di Indonesia akan dilakukan dalam dua periode. Hal
tersebut sudah dikonsutasikan kepada Indonesian. Technical Advisory Group on
Immunization (ITAGI) yang bertugas memberikan nasehat/advice pada Menteri
(6).
Namun sebelum, itu mari kita lihat jurnal Covid-19 Vaccine Effectiveness
and the Test-Negative Design. Kita akan melihat seberapa efektivitasnya
pemberian vaksin untuk memutuskan mata rantai penyebaran virus Covid-19. Dan
poin penting apa saja yang penting untuk dipertimbangkan. Studi observasional
muncul sebagai sumber informasi mendasar tentang efektivitas vaksin di luar
lingkungan terkontrol dari uji coba acak, dan mereka digunakan untuk
menghasilkan bukti efektivitas terhadap hasil yang kurang kuat dalam uji coba,
seperti rawat inap atau unit perawatan intensif (ICU), atau untuk subkelompok
yang sempit. Studi ini dapat memantau penurunan efektivitas vaksin atau
mengukur kinerja vaksin terhadap varian virus Corona 2 (SARS-CoV-2) sindrom
pernapasan akut baru yang parah ketika uji coba terkontrol secara acak besar tidak
layak. Dalam Journal penerapan desain uji-negatif retrospektif untuk
memperkirakan efektivitas vaksin penyakit Coronavirus 2019 (Covid-19) pada
orang dewasa berusia 50 tahun atau lebih (1, 6).
Jaringan multisite menyumbangkan data pada 41.552 penerimaan ke 187
rumah sakit dan 21.522 kunjungan ke 221 unit gawat darurat atau klinik
perawatan darurat. Data ini berasal dari pasien yang telah mengakses perawatan
medis untuk penyakit mirip Covid-19 dan telah menjalani pengujian molekuler
untuk SARSCoV-2. Dalam desain tes-negatif, pasien kasus adalah mereka yang
dites positif SARS-CoV-2, dan pasien kontrol adalah mereka yang dites negatif.
Efektivitas vaksin diperkirakan dengan membandingkan peluang vaksinasi antara
kasus dan kontrol. Hal ini menunjukkan bagaimana data dari studi tersebut dapat
digunakan untuk menghitung efektivitas vaksin desain tes-negatif dapat
digunakan untuk memperkirakan efektivitas vaksin terhadap infeksi SARSCoV-2
yang dirawat di laboratorium dan dikonfirmasi secara medis di antara pasien yang
akan mencari dan memiliki akses ke –perawatan medis. perkiraan efektivitas
sehubungan dengan tiga hasil yang berbeda: departemen darurat atau kunjungan
perawatan darurat, rawat inap, dan masuk ke ICU. Setiap ukuran efektivitas
mencerminkan manfaat gabungan dari vaksin untuk mencegah infeksi dengan
SARS-CoV-2 dan mengurangi perkembangan selanjutnya menjadi penyakit yang
ditangani secara medis (1).
Desain tes-negatif telah secara rutin digunakan untuk memperkirakan
efektivitas vaksin terhadap Influenza musiman,tetapi penerapannya dalam studi
Covid-19, meskipun semakin umum, masih baru. Pembaca mungkin bertanya-
tanya bagaimana menafsirkan secara kritis perkiraan efektivitas yang dihasilkan
dari desain semacam itu. Kami mengidentifikasi empat poin penting untuk
dipertimbangkan. Pertama, apakah ada perbedaan tak terukur antara orang yang
divaksinasi dan tidak divaksinasi yang dapat mempengaruhi terjadinya Covid-19
Pembauran oleh variabel terukur dan tidak terukur menjadi perhatian dalam
semua studi observasional. Dalam konteks ini, perancu adalah variabel yang
mempengaruhi baik penerimaan vaksin maupun kejadian kunjungan medis Covid-
19 variabel-variabel ini termasuk paparan virus, risiko penyakit parah yang terkait
dengan infeksi, dan akses ke atau perawatan. menggunakan pembobotan regresi
logistik untuk menyesuaikan beberapa faktor pembaur yang terukur, termasuk
variabel demografis dan klinis serta waktu kalender (1).
Sebuah fitur kunci dari desain tes-negatif adalah bahwa pembatasan
populasi dengan akses ke dan penyerapan perawatan medis mengurangi perancu
yang tidak terukur karena perawatan kesehatan mencari perilaku, dimana orang-
orang yang lebih mungkin untuk divaksinasi lebih mungkin untuk mencari
perawatan ketika sakit. Kedua, apakah kasus dan kontrol diambil sampelnya.
Konsekuensi yang diharapkan dari desain ini adalah bahwa pasien kasus dan
pasien kontrol akan memasuki penelitian dengan manifestasi penyakit yang
serupa. Dalam desain khas tes-negatif prospektif, inklusi studi diputuskan
sebelum hasil tes diperoleh, sehingga bias seleksi yang terkait dengan
pengetahuan tentang status infeksi dapat dihindari. Desain dengan retrospektif
memastikan status infeksi rentan terhadap bias seleksi jika, misalnya, pasien yang
sangat termotivasi untuk di uji dan di vaksinasi juga lebih mungkin untuk
mengakses layanan perawatan kesehatan. Daripada mereka yang tidak
memiliki motivasi tinggi (1).
Dalam hal ini, efektivitas vaksin dapat diremehkan karena orang yang
divaksinasi dengan positif Hasil tes SARS-CoV-2 akan berlebihan. Ketiga, status
infeksi SARS-CoV-2 pasien atau status vaksinasi salah diklasifikasikan.
Kesalahan klasifikasi seperti itu adalah sumber bias potensial lainnya. Arahnya
tergantung pada hubungan yang mendasari antara alasan kesalahan klasifikasi tes,
status vaksinasi, dan waktu. Mengatasi masalah waktu dengan memperluas
periode pengujian untuk memasukkan tes untuk mendeteksi infeksi yang terjadi
dalam 14 hari sebelum hingga kurang dari 72 jam setelah masuk rumah sakit atau
departemen darurat atau kunjungan klinik perawatan darurat. Mereka menyelidiki
efek potensial dari kesalahan klasifikasi pengujian dengan mensimulasikan dan
menganalisis kohort sintetis dan menemukan bahwa kesalahan klasifikasi akan
melemahkan efektivitas vaksin dalam analisis utama (1, 7).
Karena penerapannya pada catatan kesehatan elektronik yang besar dan
kesederhanaan logistiknya dibandingkan dengan kohort prospektif yang besar,
desain tes-negatif dapat diharapkan memainkan peran penting dalam memantau
efektivitas vaksin Covid-19. Metode untuk menganalisis data dari studi dengan
desain negatif uji adalah fokus dari penelitian yang sedang berlangsung.
Pemahaman yang jelas tentang asumsi yang mendasari desain, alasan untuk
menggunakannya dalam praktik, dan kekuatan dan keterbatasan relatifnya sangat
penting bagi pembaca untuk menilai, menafsirkan, dan menerapkan temuan secara
kritis dengan cara yang berprinsip. Para peneliti yang menggunakan desain tes-
negatif untuk menyelidiki efektivitas vaksin Covid-19 dapat melihat artikel
Thomson untuk contoh bagaimana melaporkan temuan utama dan menilai
sensitivitas temuan ini terhadap potensi yang spesifik untuk desain tes-negatif (1).
Maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa Covid-19 yang berasal dari
Wuhan, China itu menyebar melalui hewan ke manusia. Setelahnya menyebar
sangat cepat melalui manusia ke manusia melalui doplet. Bila seseorang
terkonfirmasi terpapar Covid-19 akan memiliki gejala umum seperti demam,
sesak napas, batu kering, kehilangan indra perasa dan penciuman, serta kelelahan.
Covid-19 dapat di cegah dengan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, serta
menjaga jarak). Dan setelah melalui proses yang panjang akhirnya ditemukan
vaksin khusus untuk melawan Covid-19. Namun sebelum itu kita harus melihat
jurnal Covid-19 Vaccine Effectiveness and the Test-Negative Design untuk
mempertimbangkan seberapa efektivitasnya pemberian vaksin ini untuk
memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19. Dan didapatkan hasil bahwa
pemberian vaksin dapat meningkatkan sistem imun tubuh manusia untuk
menangkal virus Covid-19 ( 1, 4, 5 ).
Namun pada jurnal Covid-19 Vaccine Effectiveness and the Test-Negative
Design masih bersifat umum, umum dalam artian tidak menyebutkan jenis vaksin
apa yang digunakan yang efektiv untuk menagkal virus Covid-19. Karena vaksin
Covid-19 itu ada banyak seperti Adapun jenisnya adalah Astra Zeneca, ,
Moderna, Pfizer- BioNTech, dan Sinovac Biotech dan masih banyak yang lain
lagi. Sehingga dibutuhkan penelitian yang lebih spesifik lagi vaksin mana yang
lebih akurat untuk memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19. Agar kita
semua dapat menggunakan jenis vaksinnya (6).
Melihat hasil data yang telah dikumpulkan, pada faktor sumber daya
menjadi hal yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan kebijakan vaksinasi
covid-19. Mengingat bahwa Kelurahan tidak dapat melakukan vaksinasi kepada
masyarakat tanpa adanya koordinasi dengan Puskesmas sebagai leading sektor
yang menangani vaksinasi covid-19. Terkait dengan sumber pendanaan finansial
vaksinasi covid-19 bersumber dari Pemerintah Pusat yang kemudian dibagikan ke
Pemerintah Provinsi itu yang memetakan di Kabupaten atau Kota masing-masing.
Pemerintah Pusat melaksanakan kebijakan vaksinasi covid-19 menyalurkan ke
Provinsi maupun Kota dengan berupa stok vaksinasi maupun APD (Alat
Pelindung Diri) Komunikasi Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan
dikomunikasikan kepada lambaga publik dan sikap tanggapan dari pihak yang
terlibat. Sebuah kebijakan perlu untuk dilakukan komunikasi yang akurat baik
kepada pihak pelaksana maupun kelompok sasaran (7).
Berdasarkan data Kemenkes, ITAGI, WHO, UNICEF survei presepsi
masyarakat tentang vaksinasi covid-19 yaitu masyarakat yang tidak paham
tentang vaksinasi covid-19 sejumlah 27,6%, masyarakat yang menolak semua
vaksin sebanyak 7,6%, dan masyarakat yang menerima vaksin sebesar 64,8%.
Berdasarkan observasi pendahuluan yang dilakukan terhadap masyarakat Desa
Gunung mujil di Posyandu Kenanga yaitu masih banyak masyarakat yang belum
mengetahui tentang vaksinasi covid- 19, maka dari itu diperlukan sosialisasi agar
masyarakat mendapatkan pengetahuan mengenai vaksinasi covid-19. Pemerintah
telah merancang program vaksinasi covid-19 serta memerlukan dukungan
maupun kesadaran dari seluruh masyarakat, dengan begitu sosialisasi ini
diharapkan semua masyarakat sadar serta mendukung program vaksinasi covid-
19 (8).
DAFTAR PUSTAKA

1. Cortegiani A, et al. A Systematic Review on the Efficacy and Safety of


Chloroquine For the Treatmen of Covid-19. Journal of Critical Care 2020;
385(15): 256-281.
2. Junaedi D, dkk. Menguji Efektivitas Vaksinasi Covid-19 di Indonesia.
Journal Religion Education Social Laa Roiba 2022; 4(1): 158-167.
3. Tufan A, et al. Covid-19, immune system response, hyperinflammation and
repurposingantirheumatic. Turkish Journal Of Medical Sciences 2021;
50(1): 57-62.
4. Rahayu NR, Sensuiyati. Vaksin Covid-19 di Indonesia Analisis Berita
Hoax. Jurnal Ekonomi, Sosial & Humaniora 2021; 2(7): 39-49.
5. Alwi PN. Hubungan Usia dan Lingkungan dengan Keputusan Masyarakat
Untuk Mengikuti Vaksin Covid-19. Jurnal Kesehatan 2022; 11(1): 192-198.
6. Asmono AY, Rochim IA, Kusbandrijo B. Implementasi Kebijakan
Vaksinasi C0vid-19 di Kelurahan Gubeng Surabaya. Jurnal Penelitian
Administrasi Publik 2022; 2(4): 28-36.
7. Fitriyati L, dkk. Penyuluhan Tentang Vaksinasi Covid-19 dan Stunting di
Posyandu Kenanga, Desa Guntung Mujil Kecamatan Kuwarasan Kabupaten
Kebumen. Jurnal Empati 2022; 3(2): 76-82.
8. Dewi EAS. Komunikasi Publik Terkait Vaksinasi Covid-19. Jurnal
Kesehatan 2021; 10(1): 162-167.

Anda mungkin juga menyukai