Anda di halaman 1dari 14

Tugas : Individu

Dosen : Prof. Sukri Palutturi, SKM.,M.Kes.,M.Sc.,Ph.D


Mata Kuliah : Kebijakan Manajemen Kesehatan

MAKALAH KEBIJAKAN KESEHATAN COVID-19

Oleh:
Afiah Gani
K012211033

PROGRAM PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KEBIJAKAN KESEHATAN COVID-19

Abstrak

Pada tanggal 2 Maret 2020, kasus pertama COVID-19 terdeteksi di Indonesia; per
tanggal 8 Mei 2020, ada 12,776 kasus dan 930 kematian dilaporkan terjadi di 34
provinsi. Kendati demikian, studi model memperkirakan bahwa dari semua kasus
infeksi, hanya 2 persen saja yang dilaporkan. Tanpa perawatan atau vaksin, Indonesia
dan banyak negara lainnya mengandalkan pembatasan interaksi fisik untuk
memperlambat penyebaran COVID-19. Intervensi yang diterapkan di Indonesia
mencakup: karantina bagi orang-orang yang diduga terinfeksi, pembatasan perjalanan
domestik dan internasional, larangan berkumpul dalam kelompok dan keramaian, serta
penutupan sekolah, pabrik, restoran, dan ruang public. Pandemi Covid memberikan
dampak terhadap banyak aspek diantaranya aspek ekonomi dan aspek kesehatan.
Merebaknya Corona Virus ini di Indonesia tampaknya semakin bermasalah. Tercermin
dari death rate-nya sudah yang tertinggi di dunia, prosentasinya mencapai 8,67 persen,
melampaui Italia, 57 persen, Iran, 7, 29 persen, China, 4 persen, Amerika, 1,32 persen
dan Malaysia, 0,29 persen. Berbagai upaya yang diambil untuk menekan penyebaran
virus telah menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian. Survei daring (online)
menyatakan bahwa peningkatan angka pengangguran paling tinggi terjadi di wilayah
perkotaan. 55 persen laki-laki dan 57 persen perempuan yang sebelumnya bekerja
melaporkan kehilangan pekerjaan setelah pandemi; peristiwa ini terjadi di semua
sektor. Virus ini telah menimbulkan ketidakamanan pendapatan bagi keluarga di
seluruh negeri.
Pendahuluan
Pandemi Covid-19 telah memporak-poranda seluruh tatanan kehidupan pada semua
tingkatan, baik global, nasional, maupun local. Pandemi covid-19 nampaknya akan
dapat berlangsung lama, jika tidak diikuti oleh kederiusan kepemimpinan yang kuat
dalam mengendalikan Covid-19 tersebut. Exit strategy pengendalian covid-19 perlu
dipetajam, dalam hal ini program vaksinasi sebagai pendekatan kesehatan masyarakat
yang dipandang efektif dalam sejarah penanganan wabah.
COVID-19 merupakan genus coronavirus β dan memiliki karakteristik genetik yang
berbeda dari SARSr- CoV dan MERSr-CoV. Coronavirus sensitif terhadap sinar
ultraviolet dan panas, dan dapat dinonaktifkan secara efektif ketika suhu lingkungan
560C selama 30 menit, pelarut lemak seperti ether, 75% ethanol, disinfektan yang
mengandung klorin, asam pyroxyacetic dan kloroform kecuali chlorhexidine.
Berdasarkan investigasi epidemiologi saat ini, masa inkubasi COVID-19 adalah 1-14
hari, dan umumnya dalam 3 hingga 7 hari. Saat ini, sumber utama infeksi adalah pasien
COVID-19 dan pembawa (carrier) COVID-19 yang tanpa gejala juga dapat menjadi
sumber infeksi. Rute penularan utama adalah droplets pernapasan dan kontak dekat,
sementara rute penularan aerosol dan fecal-oral belum diverifikasi. Manusia pada semua
golongan umur pada umumnya rentan. Salah satu karakterisitik penyakit Covid-19 ini
adalah mudah menular, sehingga dengan cepat bisa menjangkiti banyak orang.
Penyebaran yang cepat ini bisa digambarkan dengan kurva warna merah pada grafik
dibawah ini. Kurva akan mencapai puncak dengan melampaui kapasitas sistem
kesehatan untuk menanganinya. Para ahli mengatakan melandaikan kurvai atau
memperlambat penyebaran virus corona (COVID-19) adalah jalan keluar mengakhiri
pandemi. Menurut mereka intinya adalah melandaikan kurva, mencegah kurva
membentuk puncak yang tajam. Melandaikan kurva bisa dicapai dengan memperlambat
penyebaran sehingga jumlah kasus infeksi di satu waktu masih bisa ditangani sarana
kesehatan yang tersedia. Dengan demikian, orang-orang berisiko yang menjadi prioritas
dapat memperoleh layanan yang memadai.
Grafik dibagikan oleh Drew Harris (seorang ahli populasi Amerika Serikat)
Sumber: CDC

Deskripsi Masalah
Jumlah kasus Covid-19 sejak penyebarannya diakhir tahun 2019 (Palutturi, 2020),
secara global jumlah kasus sudah mencapai sekitar 243.904.831 kasus dengan kematian
4.956.346 kasus per 23 Oktober 2021. Kasus terkonfirmasi ini sangat tinggi dengan
kematian yang tinggi pula yang hanya hitungan kurang lebih 1 tahun. Jika dilihat
berdasarkan Negara sejak pertama kali kasus ini menyebar, terdapat 10 negara dengan
jumlah kasus tertinggi seperti pada gambar berikut

Sumber: Worldometers (2021)


(https://www.worldometers.info/coronavirus/?utm_campaign=homeAdvegas1)
Gambar diatas menunjukan bahwa terdapat 10 negara dengan jumlah kasus tertinggi
yaitu Amerika Serikat, India, Brazil, UK, Rusia, Turki, Prancis, Iran, Argentina, dan
Spanyol.
Lebih lanjut, bahwa meskipun Amerika Serikat dengan jumlah kasus tertinggi, tetapi
Negara ini memiliki tingkat kesembuhan yang cukup bagus yaitu sekitar 36 juta dari
jumlah test sebanyak 680 juta.
Secara global Indonesia termasuk negara dengan urutan 14 dunia dilihat dari jumlah
kasus yaitu sebanyak 4.239.396 kasus. Dari jumlah kasus tersebut terdapat 143.176
kematian, 4.081.417 kasus sembuh, dengan jumlah test sebanyak 44.852.001 kasus. Jika
dibandingkan dengan 10 negara seperti pada gambar , jumlah test di Indonesia
dibandingkan dengan jumlah kematian masih sangat rendah, dan aspek inilah yang
mestinya dilakukan oleh Indonesia untuk memassifkan testing untuk menangkap
penularan yang terjadi di masyarakat. Jumlah kasus di Indonesia menempatkan 5
provinsi yang memiliki jumlah kasus tertinggi yaitu Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sulawesi Selatan.

Pilihan-Pilihan Kebijakan
Berikut ini adalah kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam penanganan
dan pengendalian Covid-19:
1. Vaksinasi (perlindungan spesifik kesehatan masyarakat)
Sejarah pandemic telah membuktikan bahwa vaksinasi adalah pendekatan kesehatan
masyarakat yang paling efektif di dalam menanggulangi sebuah wabah. Covid-19
adalah sesungguhnya penyakit menular yang dapat dicegah oleh vakin, olehnya itu
vaksinasi Covid-19 penting untuk dilakukan. Diharapkan ketika vaksinasi ini sudah
mengcover 70-80% akan terbentuk herd immunity (kekebalan komunitas).
Dalam perspektif kesehatan masyarakat, seperti yang dikemukakan oleh Leavell and
Clark (1958) bahwa vaksinasi ini adalah termasuk perlindungan khusus (spesiific
protection) dalam lima tingkatan pencegahan penyakit. Vaksinasi tujuannya adalah
untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat. Berkaitan dengan pandemic
Covid-19 ini, dalam panduan P2P Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
dikatakan bahwa vaksinasi Covid-19 harus berjalan dengan tetap mengedepankan
protokol kesehatan.
Implementasi vaksinasi ini, tidak mudah untuk di implementasikan, dibutuhkan
kepemimpinan yang kuat. Sikap masyarakat berkaitan dengan vaksin ini, ada yang
menolak, ada yang menerima dan ada wait and see (maksdunya sambil mempelajari
keberhasilan dari vaksin. Beberapa alasan masyarakat yang menolak berkaitan
dengan vaksin ini, diantaranya:
 Halal haram vaksin tersebut
 Eficacy vaksin
 Dampak vaksin yang ditimbulkan
 Vaksin dari China
 Menunggu vaaksin nusantara
 Faktor keyakinan pada masyarakat atau kelompok tertentu
2. Lockdown
Sebagai acuan, Italia yang terkena virus corona dengan angka kematian yang tinggi
(7%) tertinggi di dunia, dan Indonesia nomor dua (5%), sudah melakukan lockdown
dengan berbagai resiko yang dihadapinya. Baik ekonomi maupun sosial dan politik.
Dengan lockdown, diharapkan terjadinya penurunan suspect virus corona, secara
lebih cepat. Dan secara medis pihak RS cepat menangani dengan jangkauan yang
lebih luas, dan targetnya menurunkan angka kematian dan jumlah yang terpapar.
Secara grafik, merendahkan puncak distribusi normalnya. Bergeser pada puncak
grafik yang rendah dan menurun landai. Lockdown itu sendiri adalah suatu upaya
atau tindakan darurat atau kondisi saat orang-orang untuk sementara waktu dicegah
memasuki atau meninggalkan area atau bangunan yang telah ditentukan selama
ancaman bahaya berlangsung. Misalnya jika DKI Jakarta di lockdown, karena wabah
virus corona yang sudah pandemi, memperhitungkan masa ancaman dari virus
tersebut. Dilihat masa inkubasinya 14 hari. Maka waktu lockdown adalah tidak
kurang dari 14 hari. Oleh karena itu, jika Jakarta di lockdown, Pemda DKI harus
sudah dapat memastikan kebutuhan pokok mereka yang tinggal di Jakarta (walaupun
bukan penduduk resmi), tersedia minimal untuk 14 hari. Bagaimana caranya tentu
memerlukan kerja keras Pemda DKI, dan tentu harus di backup Pemerintash Pusat,
dan pihak Kepolisian dan Tentara untuk menjaga keamanan lingkungan.
Selama masa lockdown tersebut, RS-RS seluruh DKI, Puskesmas dan relawan
kesehatan bekerja keras mentracking dan menemukan mereka yang suspect, untuk
dilakukan isolasi, dan jika sudah terpapar dan masih belum ada gejala sakit di
karantina di rumah atau hotel tempatnya menginap. Langkah lockdown juga
sebaiknya dilakukan secara simultan di sekitar Jakarta, seperti Tanggerang, Depok,
Bekasi dan Bandung. Jika pemerintah dan pemerintah daerah bersepakat melakukan
lockdown, harus dihitung cermat biaya yang diperlukan untuk keperluan 2 minggu
masa lockdown tersebut.
Pertimbangan menjadi lebih berat lagi jika melihat ekonomi Indonesia yang
pertumbuhannya menurun. Dampaknya secara ekonomi pasti luar biasa, dan dapat
mengimbas keranah politik dan sosial jika kemampuan mengendalikannya lemah.
Disisi lain jika lockdown tidak dilakukan, dan langkah penanganan dengan
menghimbau untuk melakukan social distance seperti sekarang ini polanya, tentu
juga beresiko karena tidak segera terjadinya perubahan perilaku yang diinginkan dari
social distance tersebut. Karena kita berpacu dengan waktu, dikhawatirkan sebagai
pandemi terlambat dalam mencegah menyebarannya. Akibatnya Indonesia mendapat
juara angka kematian tertinggi karena virus corona, juga akan mendapatkan kritikan
dunia sebagai negara yang mengabaikan kemanusiaan. Tidak menempatkan
keselamatan jiwa manusia diatas segalanya. Saat ini Indonesia oleh WHO, dinilai
menangani pandemic belum secara profesional tetapi masih amatiran. Situasi saat ini,
dalam upaya social distance, maka Pemda DKI mengurangi frekuensi transportasi
umum (LRT, Busway), yang tujuannya untuk mengurangi penggunaan transportasi
umum. Tapi apa yang terjadi. Penumpang bus Trans Jakarta, terjadi penumpukan
banyak titik. Kebijakan yang salah dapat menimbulkan kepanikan masyarakat. Jadi
terkesan di masyarakat, yang membuat panik itu ya pemerintah itu sendiri. Apapun
pilihan, pasti ada resikonya. Dalam hal terjadinya bencana, sudah kesepakatan dunia
bahwa penyelamatan nyawa manusia menjadi tujuan utama dalam penangnannya.
Jangan sampai korban terus berjatuhan, karena lambat dalam penanganannya, atau
ragu dalam membuat kebijakannya. Kata kuncinya pemerintah harus terbuka.
Sampaikan apa yang sebenarnya terjadi dibalik layar pemerintahan.
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, dapat menjerat siapapun yang
berusaha menyembunyikan informasi publik, apalagi terkait dengan ancaman yang
dihadapi masyarakat.
3. PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat)
Melihat kondisi pandemi Covid-19 yang terjadi, berbagai kebijakan telah dikeluarkan
oleh pemerintah bekerjasama dengan berbagai pihak terkait salah satunya adalah
dengan memberlakukan pembatasan kegiatan (PPKM). Kebijakan ini dianggap
efektif mengingat untuk mengatasi permasalahan penyakit yang menular adalah
dengan memutus rantai penularannya.
PPKM diharapkan dapat mengurangi perluasan penularan penyakit karena
membatasi pergerakan atau kegiatan yang dianggap berisiko dalam penularkan
penyakit. Dengan penerapan PPKM, masyarakat juga diminta untuk selalu
menerapkan protokol kesehatan diantaranya memakai masker, mencuci tangan,
menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitsa. Beberapa upaya ini
diharapkan dapat diikuti seluruh lapisan masyarakat karena kebijakan tidak akan
berjalan dengan baik apabila tidak adanya dukungan dan kerjasama yang baik.
4. Work From Home (WFH)
Menyikapi wabah virus Corona atau Covid-19, seluruh lapisan masyarakat saling
bekerja sama dalam penanganan Covid-19 dari tingkat pemerintah pusat hingga yang
paling bawah yakni di lingkup keluarga. Wabah Covid-19 membuat dampak sistemik
di masyarakat. Berbagai sektor baik formal maupun informal seperti sektor
pendidikan, pariwisata, perdagangan dan transportasi harus bekerja keras untuk
beradaptasi dengan perkembangan infeksi Covid-19. Berbagai cara pun dilakukan
mulai dari dibuatnya kebijakan-kebijakan yang menyangkut kegiatan yang
melibatkan orang banyak, misalnya penerapan social distancing dengan membatasi
kunjungan ketempat ramai dan melakukan kontak langsung dengan orang lain. Salah
satu metode yang digunakan untuk menerapkan social distancing tersebut adalah
dengan bekerja dari rumah atau Work Form Home (WFH).
5. Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19)
Dengan mempertimbangkan penyebaran Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) di
dunia yang cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu, menimbulkan korban
jiwa dan kerugian material yang lebih besar, dan telah berimplikasi pada aspek
sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, di Indonesia perlu
percepatan penanganan COVID-19 dengan langkah-langkah cepat, tepat, fokus,
terpadu, dan sinergis antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, Presiden menetapkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7
Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease
2019 (COVID-19). Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, bertujuan:
1. meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan
2. mempercepat penanganan COVID-19 melalui sinergi antar kementerian/lembaga
dan pemerintah daerah
3. meningkatkan antisipasi perkembangan eskalasi penyebaran COVID-19
4. meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan operasional
5. meningkatkan kesiapan dan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan
meresponss terhadap COVID-19.
Menurut Keppres ini Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 memiliki
struktur Pengarah, yang memiliki tugas: memberikan arahan kepada Pelaksana dalam
melaksanakan percepatan penanganan COVID-19 dan melakukan pemantauan dan
evaluasi pelaksanaan percepatan penanganan COVID-19. Struktur Pelaksana dalam
Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 memiliki tugas:
a. menetapkan dan melaksanakan rencana operasional percepatan penanganan
COVID-19
b. mengoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan percepatan
penanganan COVID-19
c. melakukan pengawasan pelaksanaan percepatan penanganan COVID-19
d. mengerahkan sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan percepatan penanganan
COVID-19
e. melaporkan pelaksanaan percepatan penanganan COVID-19 kepada Presiden dan
Pengarah.
Dalam melaksanakan tugas, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19
dibantu oleh Sekretariat yang berkedudukan di Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB). Sekretariat sebagaimana dimaksud mempunyai tugas memberikan
dukungan teknis dan administrasi kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan
COVID-19. Susunan keanggotaan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19
terdiri atas:
A. Gugus Tugas Nasional
Pengarah:
1. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
2. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
3. Menteri Kesehatan
4. Menteri Keuangan
Pelaksana:
Ketua: Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Wakil Ketua:1. Asisten Operasi Panglima Tentara Nasional Indonesia
2. Asisten Operasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Anggota: 1. Unsur Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan
2. Unsur Kementerian Kesehatan
3. Unsur Kementerian Dalam Negeri
4. Unsur Kementerian Luar Negeri
5. Unsur Kementerian Perhubungan
6. Unsur Kementerian Komunikasi dan Informatika
7. Unsur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
8. Unsur Kementerian Agama
9. Unsur Badan Nasional Penanggulangan Bencana
10. Unsur Tentara Nasional Indonesia
11. Unsur Kepolisian Negara Republik Indonesia
12. Unsur Kantor Staf Presiden
B. Gugus Tugas Daerah
“Gubernur dan Bupati/Wali Kota membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan
COVID-I9 Daerah berdasarkan pertimbangan dan rekomendasi Ketua Pelaksana
Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19,” bunyi Pasal 11 ayat (1) Keppres
Nomor 7 Tahun 2020. Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19,
menurut Keppres ini, dalam melaksanakan tugasnya dapat melibatkan dan/atau
berkoordinasi dengan kementerian/lembaga Pemerintah non kementerian, instansi
pemerintah baik pusat maupun daerah, swasta, serta pihak lain yang dianggap perlu.
Pendanaan yang diperlukan untuk kegiatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan
COVID-19, sebagaimana disebut dalam Keppres ini, dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau
sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
6. Karantina/Isolasi
Karantina adalah proses mengurangi risiko penularan dan identifikasi dini Covid-19
melalui upaya memisahkan individu yang sehat atau belum memiliki gejala Covid-19
tetapi memiliki riwayat kontak dengan pasien konfirmasi COVID-19 atau memiliki
riwayat bepergian ke wilayah yang sudah terjadi transmisi lokal
Isolasi adalah proses mengurangi risiko penularan melalui upaya memisahkan
individu yang sakit baik yang sudah dikonfirmasi laboratorium atau memiliki gejala
Covid-19 dengan masyarakat luas.
7. Pelacakan Kontak
Pelacakan kontak merupakan kunci utama dalam memutus mata rantai transmisi
Covid-19. Tahapan yang dilakukan dalam pelacakan kontak adalah:
1. Identifikasi kontak (contact identification)
2. Pencatatan detail kontak (contact listing)
3. Tindak lanjut kontak (contact follow up)
8. Pencatatan dan pelaporan data Covid-19
Pencatatan dan pelaporan Covid-19 terdiri dari:
1. Laporan notifikasi kasus
2. Laporan pengiriman dan pemeriksaan specimen
3. Laporan penyelidikan epidemiologi
4. Laporan pelacakan dan pemantauan kontak (data kontak)
5. Laporan harian gregat
9. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Untuk melindungi warga dari risiko penularan, Presiden menetapkan peraturan
tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan mulai berlaku
sejak 1 April 2020. Pemerintahn daerah yang ingin memberlakukan PSBB di
daerahnya harus melalui persetujuan pemerintah pusat.
Mekanisme dan indikator penerapan PSBB di tingkat daerah diatur secara rinci
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan
Sosial Berskala Besar dalam Rangka Pencepatan Penanganan Covid-19
10.New Normal
Tidak bisa dipungkiri dengan adanya pembatasan aktivitas masyarakat, maka
pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung mandeg. Awal Juni 2020, Bank Dunia
memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 0% pada tahun
2020. Bahkan, dalam scenario terburuk pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa minus
3,5%.
Demi mencegah situasi ekonomi Indonesia semakin tidak kondusif, pemerintah
mulai melihat kemungkinan untuk melakukan relaksasi pembatasan sosial. Demi
memperkuat pedoman bagaimana masyarakat dalam situasi new normal, Kementrian
Kesehatan menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes
/382/2020 Tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas
Umum Dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Segala hal terkait
bagaimana semestinya masyarakat bertindak di tempat umum dalam situasi normal
baru diatur dalam aturan ini.
Kebijakan pemerintah untuk menerapkan normal baru ini diharap berbarengan
dengan kesadaran masyarakat untuk tetap menjaga protokol kesehatan secara ketat
sebab Covid-19 belum sepenuhnya sirna. Normal baru harus dihitung untuk
mengerakkan roda ekonomi, namun new normal harus menghitung pula risiko yang
dapat ditanggung jika itu terjadi. Berbagai pembelajaran dapat kita peroleh dari
berbagai Negara yang sukses menekan laju penularan Covid-19.
11. Blended Learning dan pendidikan jarak jauh
Pembelajaran blended learning atau pendidikan jarak jauh yang banyak dilakukan
selama ini dianggap sebagai salah satu alternatif dalam mendorong pemerataan dan
kesempatan pendidikan terutama bagi perguruan tinggi (Graham, 2009 Staker &
Horn, 2012, Valiathan 2002 dalam Palutturi et al, 2020). Dalam masa pandemi
Covid-19 yang terjadi belakangan ini, pembelajaran blended learning atau
pendidikan jarak jauh, bukan hanya menjadi salah satu opsi untuk mendorong
kualitas dan pemerataan pendidikan di seluruh pelosok Indonesia, tetapi ia
merupakan kebutuhan, dan ini menjadi salah satu solusi model pendidikan kedepan.
Pembelajaran blended learning atau pendidikan jarak jauh, ternyata dibutuhkan pada
semua level pendidikan, dan model ini telah dipraktekan oleh satuan pendidikan pada
semua jenjang akibat virus Corona.
Model pendidikan blended learning dan pendidikan jarak jauh, tidak hanya menjadi
kebutuhan, bagi perguruan tinggi tetapi jiga menjadi kebutuhan bagi pendidikan
PAUD, Sekolah Dasar, dam Sekolah Menengah. Dengan model pembelajaran ini,
mengurangi interaksi sosial secara langsung antara murid, guru dan staf di sekolah.
Ini dapat dilakukan terutama di kabupaten/kota yang berada pada zona merah,
ataupun daerah yang berpotensi masuk zona merah.

Kesimpulan dan Rekomendasi


Kepemimpinan merupakan core dalam pengendalian Covid-19 tersebut baik secara
global, nasional maupun tingkat lokal. Terdapat banyak tantangan dalam pengendalian
Covid-19 ini baik yang berhubungan dengan Covid-19 tersebut maupun vaksinasi itu
sendiri. Berbagai berita hoax yang ada di masyarakat cukup banyak. Karena itu, perlu
mengidentifikasi berbagai kompetensi yang dapat dikembangkan dalam mengendalikan
Covid-19. Prinsip dan protokol Covid-19 harus tetap berjalan maksimal, jaga jarak,
hindari kerumunan massa, gunakan masker secara benar, dan cuci tangan dengan air dan
sabun atau hand sanitizer.
Daftar Pustaka
Buse Kent, Mays Nicholas, Walt Gill, 1994, Making Health Policy Understanding
Public Health.
Damanhuri Didin S, Yusuf Irawan, Latief Hilman, Marsuki, Situmorang Chazali H,
Razak Amran, Menakar Kemampuan Negara Mengendalikan COVID-19, Garis
Khatulistiwa, Makassar.
Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, 2020, Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian COVID-19 Revisi ke-5, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Harris Drew, Centers for Disease Control and Prevention
Palutturi Sukri, Syam Aminuddin, Arifin Muhammd Alwy, Asnawi Aslina, 2020,
COVID-19 Indonesia Butuh Kita, Pustaka Belajar, Yogyakarta.
Palutturi Sukri, 2021, Kepemimpinan dan Berfikir Sistem Dalam Kesehatan
Masyarakat, Pustaka Belajar, Yogyakarta.
Unicef, 2020, COVID-19dan Anak-Anak di Indonesia Agenda Tindakan untuk
Mengatasi Tantangan Sosial Ekonomi, United Nations Children’s Fund, Jakarta.
Worldometers, 2021, https://www.worldometers.info/coronavirus/?utm_campaign=homeAdvegas1

Anda mungkin juga menyukai