3/27/2020
Tugas Biologi
Kasus infeksi pneumonia misterius ini memang banyak ditemukan di pasar hewan tersebut. Virus
Corona atau COVID-19 diduga dibawa kelelawar dan hewan lain yang dimakan manusia hingga
terjadi penularan. Coronavirus sebetulnya tidak asing dalam dunia kesehatan hewan, tapi hanya
beberapa jenis yang mampu menginfeksi manusia hingga menjadi penyakit radang paru.
Sebelum COVID-19 mewabah, dunia sempat heboh dengan SARS dan MERS, yang juga berkaitan
dengan virus Corona. Dengan latar belakang tersebut, virus Corona bukan kali ini saja membuat
warga dunia panik. Memiliki gejala yang sama-sama mirip flu, virus Corona berkembang cepat
hingga mengakibatkan infeksi lebih parah dan gagal organ.
Berdasarkan informasi yang dirilis oleh health.mil, bentuk virus corona ini memiliki 3 elemen dasar,
yaitu Protein E, Protein S, dan Protein M. Sebagaimana kita ketahui, salah satu ciri dari virus yang
pling menonjol adalah strukturnya yang sangat simpel dan sederhana. Dia tidak memiliki kulit,
bahkan sel seperti makhluk hidup lainnya. Satu-satunya ciri makhluk hidup yang terdapat pada virus
adalah kemampuannya untuk berkembang biak dengan adanya RNA/DNA. RNA dan DNA sendiri
adalah protein, sehingga elemen virus satu-satunya yaitu protein itu sendiri sebagaimana ilustrasi di
bawah ini.
Sedangkan menurut rujukan yang lebih umum seperti Wikipedia, ilustrasi bentuk COVID-19
digambarkan lebih detail tidak hanya elemen luar namun juga menggambarkan lapisan virus
tersebut. Berikut ilustrasi 3 dimensi untuk virus corona yang dirilis pada tanggal 27 Januari 2020.
Dari ilustrasi medis di atas, dapat disimpulkan bahwa virus COVID-19 memiliki 4 elemen utama,
keempat elemen tersebut adalah:
Spike Glycoprotein
Envelope (pembungkus)
Dilansir laman IFL Science yang melakukan wawancara dengan pakar kesehatan untuk memahami
bagaimana kemampuan virus Corona baru, menyerang tubuh manusia mengatakan bahwa virus ini
mirip tetapi berbeda dengan sindorm pernapasan akut parah (SARS).
Sama seperti flu, COVID-19 dimulai di paru-paru dan menyebar melalui tetesan air ketika seseorang
bersin atau batuk. WHO melaporkan bahwa SARS menyerang tubuh dalam tiga fase, yaitu replikasi
virus, hiperaktif imun, dan perusakan paru-paru, yang tampaknya mirip dengan bagaimana COVID-19
menyerang tubuh manusia.
Penelitian awal menunjukkan COVID-19 bereplikasi secara efisien di saluran pernapasan bagian atas.
Orang yang terinfeksi menghasilkan sejumlah besar virus pada awal infeksi dan penelitian baru
mengungkapkan bahwa masa inkubasi infeksi adalah 5,1 hari.
COVID-19 hadir dalam tiga pola infeksi, yaitu dimulai dengan penyakit ringan dan gejala saluran
pernapasan atas, kemudian diikuti oleh pneumonia. Setelah sekitar satu minggu, pneumonia berat
dengan sindrom gangguan pernapasan akut dapat berkembang dengan cepat dan kadang-kadang
membutuhkan alat bantu pernapasan.
Ketika terinfeksi, tubuh memicu respons sitokin di mana sel-sel kekebalan menyerang virus. Dalam
beberapa kasus, virus dapat memicu respons yang terlalu reaktif dari sistem kekebalan tubuh, yang
selanjutnya dapat menghambat upaya pemulihan.
Juru bicara WHO Carla Drysdale mengatakan bahwa gejala COVID-19 yang paling umum adalah
demam, kelelahan, dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin mengalami sakit dan nyeri, hidung
tersumbat, pilek, sakit tenggorokan, atau diare ringan.
Meski begitu, ada beberapa orang yang terinfeksi tidak mengalami gejala apa pun dan merasa baik-
baik saja, sementara sekitar 80 persen orang sembuh dari penyakit tanpa memerlukan perawatan
khusus.
“Sekitar 1 dari setiap 6 orang yang terkena COVID-19, sakit parah dan mengalami kesulitan bernapas.
Orang yang lebih tua, dan mereka yang memiliki masalah medis seperti tekanan darah tinggi,
masalah jantung, atau diabetes, lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit menjadi lebih
serius. Sekitar 2 persen orang dengan penyakit ini telah meninggal dunia," ucap Drysdale.
Saat ini, ada periode sekitar 20 hari antara timbulnya gejala dan pemulihan penuh, tetapi Drysdale
mencatat bahwa COVID-19 adalah penyakit baru, dan para ahli membutuhkan lebih banyak data
epidemiologis untuk menentukan apakah seseorang telah kebal setelah infeksi.
Ini juga tidak akurat untuk membandingkan COVID-19 dengan virus influenza tahunan. Drysdale
mengatakan bahwa COVID-19 adalah virus unik dengan karakteristik unik.
Baik COVID-19 dan influenza menyebabkan penyakit pernapasan dan menyebar dengan cara yang
sama, yaitu melalui tetesan kecil cairan dari hidung dan mulut seseorang yang sakit, tetapi ada
perbedaan penting antara keduanya.
"Pertama, COVID-19 tidak mentransmisikan seefisien influenza, dari data yang kami miliki sejauh ini.
Dengan influenza, orang yang terinfeksi tetapi belum sakit adalah pendorong utama penularan, yang
tampaknya bukan kasus COVID-19. Bukti dari China adalah bahwa hanya 1 persen dari kasus yang
dilaporkan tidak memiliki gejala, dan sebagian besar dari kasus tersebut melaporkan gejala dalam 2
hari," jelas Drysdale.
Perdana Menteri Boris Johnson menyatakan bahwa ia yakin Inggris akan menangani virus corona
dalam 12 minggu ke depan dan negara tersebut dapat mengakhiri wabah ini segera.
Tapi kalau pun angka kasus mulai menurun dalam tiga bulan ke depan, kita masih jauh dari akhir
masalah.
Butuh waktu lama hingga badai benar-benar berlalu - mungkin butuh tahunan.
Strategi karantina wilayah dan berbagai pembatasan sudah jelas tidak dapat diterapkan terus-
menerus karena konsekuensi ekonomi dan sosialnya akan terlalu besar dan mengganggu.
Apa yang dibutuhkan semua negara
yang kini tengah bertarung
menghadapi wabah adalah
"strategi keluar" - sebuah cara
untuk menghentikan berbagai
kebijakan pembatasan dan
mengembalikan kehidupan normal.
"Kita punya masalah besar dengan apa strategi keluar yang baik dan bagaimana mengakhiri semua
ini," kata Mark Woolhouse, profesor epidemiologi penyakit menular di University of Edinburgh.
"Tidak hanya Inggris, tidak ada satupun negara yang punya strategi keluar."
Pandemi ini merupakan tantangan ilmiah dan sosial yang sangat serius.
vaksinasi
Vaksin dapat memberikan ketahanan tubuh terhadap seseorang sehingga mereka tidak akan sakit
jika terpapar.
Berikan vaksin ke banyak orang, atau setidaknya 60% dari populasi, dan virus tidak akan
menimbulkan wabah - konsep yang dikenal sebagai herd immunity atau imunitas kelompok.
Orang pertama telah diberikan vaksin yang tengah diuji coba di Amerika Serikat minggu ini setelah
peneliti mendapatkan izin untuk melewatkan tahapan uji pada binatang.
Penelitian untuk menemukan vaksin dilakukan secara cepat, tapi tidak ada garansi jika upaya ini
berhasil dan akan dibutuhkan imunisasi secara global.
Perkiraan terbaik memprediksi vaksin akan tersedia dalam 12 sampai 18 bulan jika semua berjalan
lancar. Ini merupakan waktu yang lama jika membayangkan harus ada karantina wilayah sepanjang
waktu tersebut.
"Menunggu vaksin tidak seharusnya dianggap bagian dari strategi, itu bukan strategi," kata Prof
Woolhouse kepada BBC.
Hak atas fotoGETTY IMAGESImage captionBatuk merupakan salah satu gejala Covid-19.
Imunitas alami - setidaknya dua tahun lagi
Salah satu strategi jangka pendek Inggris adalah untuk menekan angka kasus untuk menghindari
lonjakan pasien yang membebani rumah sakit - saat sebuah negara kekurangan kasur perawatan
intensif, angka kematian akan melonjak.
Setelah kasus berhasil ditekan, sebuah negara akan punya sedikit keleluasaan untuk mengurangi
pembatasan untuk sementara waktu - hingga ada kenaikan kasus dan pembatasan kembali
dibutuhkan.
Kapan ini dapat terjadi, masih menjadi pertanyaan. Kepala penasihat sains, Sir Patrick Vallance,
mengatakan "menentukan tenggat waktu adalah hal yang tidak mungkin dilakukan."
Melakukan hal ini dapat, secara tidak sengaja, menciptakan imunitas kelompok karena semakin
banyak orang terinfeksi.
Tapi pendekatan ini butuh waktu tahunan, menurut Prof Neil Ferguson dari Imperial College London:
"Kita berbicara tentang menekan penularan pada level di mana, jika memungkinkan, hanya sedikit
dari populasi yang terinfeksi."
"Jadi, pada akhirnya kita akan melanjutkan ini untuk dua tahun atau lebih mendatang, mungkin pada
saat itu sudah cukup orang terinfeksi untuk menciptakan perlindungan kelompok."
Tapi ada pertanyaan seputar sampai kapan imunitas ini akan bekerja. Varian virus corona lainnya,
yang menimbulkan gejala demam biasa, menciptakan respons imun yang lemah dan manusia dapat
terkena virus yang sama berkali-kali sepanjang hidupnya.
"Opsi ketiga adalah perubahan secara permanen perilaku masyarakat yang membantu kita untuk
menekan penularan," kata Prof Woolhouse.
Opsi ini menuntut pemerintah untuk tetap memberlakukan beberapa kebijakan yang sudah
diterapkan. Atau meningkatkan tes cepat dan isolasi pasien untuk berusaha menekan wabah.
"Kita sudah melakukan deteksi dini dan pelacakan kontak tapi metode itu tidak efektif," Prof
Woolhouse menambahkan.
Mengembangkan obat-obatan yang dapat menangkal infeksi Covid-19 dapat membantu strategi lain
juga.
Obat-obatan ini dapat digunakan sesegera mungkin setelah seseorang menunjukkan gejala dalam
proses yang disebut "pengendalian penularan".
Atau merawat pasien di rumah sakit untuk membuat penyakitnya tidak terlalu mematikan dan
mengurangi tekanan terhadap ruang gawat darurat. Ini dapat memungkinkan banyak negara untuk
menangani kasus sebelum kembali memberlakukan karantina wilayah.
Meningkatkan jumlah ranjang di unit gawat darurat akan menimbulkan efek yang sama dengan
peningkatan kapasitas penanganan wabah yang lebih besar.
Saya bertanya pada kepala penasihat medis Inggris, Prof Chris Whitty, apakah jalan keluar yang ia
miliki.
Ia berkata: "Untuk jangka panjang, yang jelas vaksin adalah salah satu jalan keluar dari semua ini dan
kita semua berharap ini akan terjadi secepatnya."
Kasus infeksi virus Corona atau COVID-19 yang masih mewabah bisa dicegah dengan cara yang
sederhana. Berikut empat cara pencegahan virus Corona atau COVID-19,
1. Cuci tangan
Saat cuci tangan dengan sabun dan air minimal dilakukan selama 20 detik. Jika tak ada air dan sabun
bisa dengan hand sanitizer dengan kandungan alkohol minimal 60 persen. Cuci tangan harus
dilakukan sebelum dan setelah beraktivitas.
Ketika berada di fasilitas umum, sebaiknya jangan menyentuh tombol lift, pegangan pintu, pegangan
tangga atau eskalator. Jika harus menyentuh, sebaiknya gunakan tisu atau lengan baju dan segera
cuci tangan setelahnya.
3. Hindari keramaian
Kasus infeksi virus Corona atau COVID-19 mudah menyerang saat di tempat ramai. Karena itu,
usahakan tidak berada di keramaian apalagi dalam ruangan berventilasi buruk. Bila terpaksa berada
di keramaian, jangan sembarangan menyentuh wajah, hidung, dan mata, apalagi bila belum cuci
tangan.
Bersih-bersih rumah menggunakan cairan disinfektan menjadi upaya lain mencegah kasus
infeksi virus Corona atau COVID-19. Setelah cara-cara pencegahan ini dilakukan, jangan lupa
gunakan masker saat beraktivitas di luar rumah.
Oleh karenanya, dalam ajaran agama Islam, penyebaran Virus Corona dapat diambil pembelajaran
dan hikmahnya dalam tiga hal, yaitu: Pertama: sebagai ujian keimanan bagi hamba-hambanya yang
sholeh sebagai cara dan bentuk Allah untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan
hambanya, jika kita terima dan kita hadapii dengan penuh keimanan, kesabaran dan ikhtiar secara
maksimal.
Kedua: sebagai teguran Allah kepada hambanya, Allah turunkan bermacam musibah yang membuat
manusia ketakutan, termasuk wabah Virus Corona ini sebagai teguran kepada hambanya
dikarenakan hambanya sudah banyak yang lalai melaksanakan ajaran agamanya dan banyak
pelanggaran hukum-hukum agama yang seharusnya dihindari dan dijauhi, maka Allah tegur dengan
musibah ini agar manusia kembali kepada kebenaran.
Ketiga: Sebagai ‘Azab. Boleh jadi penyebaran Virus Corona ini merupakan ‘azab dari Allah swt,
karena manusia menjauhi agama, bahkan mengengkari ajaran agama, perbuatan maksiat dan dosa
terjadi dimana-mana, dilakukan manusia secara terang-terangan tanpa ada rasa malu. ''Manusia
telah banyak membuat kerusakan dan dosa dipermukaan bumi ini tanpa takut atas kemurkaan dan
‘azab Allah, maka Allah turunkan ‘azab sebagai akibat dari perbuatan manusia itu sendiri, seperti
yang dilansirkan Allah dalam Al Qur’an Surat Arrum ayat 41,'' demikian Ajamalus. (***)