NIM : K011201202 Dosen Pengampuh : Prof. Dr. Ridwan Amiruddin, S.KM, M.Kes, M.Sc.PH Resume Buku Mitigasi Pandemik COVID-19 & One Health One World
Mitigasi Pandemik Covid-19
Pandemi telah terjadi sebanyak lima kali di dunia, mulai dari tahun 1918 yaitu pandemi Flu Spanyol, diikuti dengan pandemi Asian Flu di tahun 1957, dilanjutkan pandemi Flu Hongkong tahun 1968, pandemi Flu Burung tahun 2009, dan pandemi Covid-19 pada tahun 2020. Pandemi Covid-19 yang terjadi dua tahun belakangan merupakan salah satu pandemi dengan kasus terkonfirmasi positif yang tinggi dan menyebabkan ratusan jiwa melayang. Orang dengan daya tahan tubuh yang rendah akan terserang virus ini, untuk itu dilakukan berbagai upaya atau langkah-langkah dalam pengendalian Covid-19 seperti menerapkan 3M (Mencuci tangan, Menggunakan masker, dan Menjaga jarak) dan 3T (Tracing, Testing, dan Treatment) serta isolasi serta vaksinasi. Covid-19 adalah virus yang menyerang saluran pernapasan yang umumnya ditularkan melalui kontak langsung dengan penderita dan atau percikan dahak (droplet). Adapun masa inkubasinya yaitu 1 sampai 14 hari dan umumnya dalam waktu 3 sampai 7 hari dengan gejala awal seperti demam, batuk kering, dan kelelahan. Indonesia sendiri merupakan negara dengan kasus covid-19 yang tinggi dimana kematian mencapai 2 juta jiwa yang membuat Indonesia menjadi negara dengan level siaga merah. Melihat hal itu, pemerintah kemudian mengeluarkan berbagai kebijakan untuk memutus mata rantai penularan seperti PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan WFH (Work From Home). Namun kebijakan ini tidak berjalan dengan baik dikarenakan banyaknya penolakan dari masyarakat secara khusus bagi para pekerja karena akan menurunkan pendapatan mereka dan tidak sedikit yang kehilangan pekerjaan. Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkadang kurang harmonis dengan regulasi yang lain dan melahirkan sikap ambigu. Namun sebagai warga negara yang baik, kita harus tetap menaruh kepercayaan kepada pemerintah bahwa pemerintah mampu mengelola pandemi Covid-19 ini dengan baik dan pemerintah harus menjadi seorang leader yang mampu menginspirasi masyarakatnya, yang layak dititipi harapan, problem solver yang kuat untuk keluar dari setiap krisis yang ada. Dukungan dari semua stakeholder juga sangat dibutuhkan dan kita semua harus bangkit dari darurat kesehatan dengan melaksanakan pengelolaan kesehatan yang merata bersifat semesta. Kita harus berdamai dengan Covid-19 dan mulai menerapkan pola hidup yang baru atau yang sering disebut sebagai New Normal Life. Di Sulawesi Selatan khususnya di Makassar, kasus Covid-19 merupakan import cases atau kasus dari satu wilayah ke wilayah lain yang berpindah karena adanya mobilitas penduduk yang tinggi, yaitu dari Jakarta yang biasanya kasus ini sebagai case index. Case index selalu menjadi incaran para investigator lapangan sebagai upaya penelusuran jejak penularan setiap penyakit, karena setiap penyakit itu sangat unik sehingga membutuhkan analisis persebaran dan perluasan tersendiri. Ledakan kasus Covid-19 di Makassar, setelah ditemukan indeks kasusnya diperparah dengan munculnya berbagai cluster baru diantaranya cluster Lambelu, cluster Pasar Tradisional, Raha, Umrah, Gowa, Temboro, Pulau Kodingareng, Menado, cluster penjara, yang terakhir cluster perkantoran. Interaksi sosial yang tinggi pada sebagian besar penduduk di Indonesia termasuk Sulsel yang belum diiringi dengan standar pemahaman, sikap dan tindakan yang proaktif terhadap perlindungan penyakit Covid-19 menjadi pemicu meningkatnya jumlah kasus dari hari-ke hari. Standar hidup bersih, secara personal maupun publik memerlukan gerakan bersama seluruh warga. Dukungan infrastruktur, dukungan publik, instansi dan seluruh simpul-simpul masyarakat menjadi kunci terbangunnya kolaborasi yang kuat untuk bersatu padu melawan Covid-19. Meskipun berbagai cara telah dilakukan untuk melemahkan Covid-19 ini namun jika masyarakat itu sendiri yang belum memliki kesadaran akan pentingnya menerapkan upaya-upaya pencegahan, maka kasus akan semakin meningkat. Hal yang menyebabkan penyebaran Covid-19 meningkat sangat cepat adalah karena cara penularannya yang sangat sederhana, yaitu melalui kontak langsung dengan pembawa agent/virus atau melalui percikan dahak atau bersin yang menempel pada benda- benda yang sering kita gunakan seperti handphone, gagang pintu, bangku, dan lain sebagainya. Terlihat dari data yang masih mengalami naik turun. Mencermati fluktuasi kasus harian yang dilaporkan itu memberi pesan kepada kita semua untuk lebih patuh dan disiplin dalam penegakan protocol kesehatan, sehingga masyarakat bisa lebih tangguh dalam menghadapi pandemi Covid-19. Positivity Rate (PR) spesimen harus diperiksa dengan baik agar tidak terjadi kesalahan dalam perhitungan kasus sehingga tidak terdapat kekeliruan dalam informasi. Adapun PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan cara mendiagnosis Covid- 19 dengan metode yang benar atau gold standar, karena jika hasil PCR positif, maka kasus tersebut benar-benar positif. Itulah sebabnya semua pemeriksaan sampel atau specimen sekarang diharapkan menggunakan PCR. Tentu disamping keunggulannya, masih ada beberapa kelemahannya yaitu biaya pemeriksaan relative lebih mahal dan pengadaan mesin dan reagentnya juga tentu lebih mahal. Tidak sedikit masyarakat yang belum mempercayai bahwa Covid-19 benar ada, mereka malah tidak peduli terkait masalah ini sehingga kasus yang terkonfirmasi positif semakin meningkat dari hari ke hari. Namun pemerintah dan para tenaga kesehatan selalu berupaya untuk terus mensosialisasikan terkait protocol kesehatan, namun penerimaan dari masyarakat yang kurang aktif dimana hanya Sebagian dari masyarakat yaitu yang hanya berpendidikan tinggi yang mudah menerima informasi tersebut. Untuk itu dibutuhkan desaon komunikasi yang handal mulai dari sumber informasi, saluran informasi, isi pesan, hingga penerimaan pesan. Ditengah pandemi Covid-19, bencana alam di Indonesia juga masih banyak terjadi di beberapa tempat, seperti bencana banjir di Luwu Raya. Hal ini menyebabkan kasus Covid- 19 di wilayah Luwu Raya berpotensi mengalami peningkatan yang signifikan. Bencana banjir ini memaksa ribuan warga mengungsi ke wilayah yang lebih aman. Laporan tim relawan menunjukkan tenda-tenda pengungsian sementara sangat terbatas, padat, dan sarana air bersih untuk MCK sangat minim. Sehingga potensi transmisi penyakit menular termasuk Covid-19 sangat besar peluangnya. Saat negara lain sudah menyatakan diri keluar dari krisis pandemi Covid-19, Indonesia masih mengalami penambahan kasus dari hari ke hari. Angka kematian masih tinggi, angka kesembuhan yang belum menggembirakan, angka positive rate yang masih tinggi serta munculnya berbagai kluster baru. Selain warga masyarakat, banyak juga tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19. Perlindungan terhadap keselamatan petugas tentu menjadi bagian yang sangat penting untuk diperhatikan disamping aspek kesiapan infrastruktur lainnya serta dukungan social untuk pengendalian Covid-19 secara komprehensif. Memasuki awal November 2020 tren kasus Covid-19 mulai menurun. Perkembangan penanganan yang semakin terkontrol memungkinkan umtuk segera membenahi aktivitas yang sudah lama terpuruk dengan catatan terus menjaga disiplin terhadap penegakan protocol kesehatan. Namun beberapa titik rawan yang tetap perlu mendapat perhatian adalah pelaksanaan isolasi mandiri karena dalam pelaksanaannya relative tidak terkontrol dengan baik sehingga peluang terbentuknya kluster keluarga terbuka lebar. Untuk menjaga Covid-19 tetap terkontrol di ekor pandemiknya maka program trisula yang terdiri dari Tracing, Testing, dan Edukasi harus tetap di massifkan. Semakin hari, kelihatannya Covid-19 telah menyesuaikan struktur biologiknya dengan kondisi lingkungan tempat virus bertumbuh. Dilaporkan bahwa Covid-19 telah bermutasi dan menghasilkan berbagai varian baru yang membuat pertumbuhan kasus meningkat kembali. Sehingga diperlukan intervensi public health untuk membendung kasus tersebut, serta diperlukan regulasi seperti regulasi tentang kontak tracing, regulasi tentang testing dan treatment, dan regulasi 3M. Pada tahun 2021, muncullah suatu harapan besar untuk mengendalikan Covid-19 dengan hadirnya vaksin. Namun tak semua orang menyambut baik program tersebut. Banyak masyarakat yang menaruh curiga hingga menolak divaksin. Tidak sedikit yang menolak dengan alasan takut efek samping yang diterima setelah menerima vaskin. Namun setiap vaksin memang ada efek sampingnya, karena itu penting untuk mempelajarinya. Dan dari hasil uji yang dilakukan, tergambar ada efek samping ringan dan tidak signifikan terhadap masalah kesehatan penerima vaksin. Itu juga sebabnya diberlakukan kriteria inklusi dalam pelaksanaan vaksinasi ini. Vaksin ini diperkenalkan kedalam tubuh seseorang untuk memberi respon agar tubuh memproduksi antibody untuk melawan Covid-19 sehingga pada saat ada paparan dari luar, tubuh mampu mengenali dan memberi respon perlawanan sehingga tidak berdampak buruk bagi yang bersangkutan. Vaksin memang belum dapat mengakhiri pandemi Covid-19, namun dengan dilakukannya vaksinasi maka akan tercipta imunitas kelompok yang kemudian membentuk kultur baru yang pro sehat. Pemberian vaksin tentu diharapkan dapat secara efektif menekan laju penularan Covid-19, membentuk kekebalan komunitas hingga akhirnya penularan dapat di kontrol. Pengendalian pada tingkat komunitas, keluarga, dan individu haru dapat dijalankan secara sinergis. Intervensi farmasi dan nonfarmasi harus berjalan secara bersamaan, begitu juga intervensi medik dan public health harus ditempatkan sebagai dua sisi mata uang. Pengendalian Covid-19 adalah pekerjaan kolaborasi seluruh profesi yang dapat mengakses seluruh potensi penduduk atau masyarakat untuk berperan aktif dalam mitigasi pandemi. Selain itu juga perlu untuk melakukan peninjauan terhadap berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebuah upaya baik bagi pemerintah dalam pengendalian Covid-19 itu tidak selalu dianggap sebagai sebuah kebaikan bagi masyarakat. Opini maupun persepsi yang terbentuk sebagai sebuah sudut pandang bisa memiliki rentang kendali yang sangat lebar. Pandangan perorangan akan selalu dilatari pada keluasan wawasan dan literasi kesehatan yang dimiliki. Terkait dengan berbagai tindakan maupun program yang dikeluarkan, masih banyak masyarakat yang menerima berbagai berita buruk/hoax. Hal ini terjadi karena keragaman daya tangkap warga terhadp program yang ditawarkan. Untuk itu, secara sederhana hoax dapat dikendalikan dengan meningkatkan daya kritis terhadap informasi yang diterima dan kita harus menjadi bagian dari yang memberikan solusi terhadap masalah yang sedang di hadapi bangsa. Karena sejatinya berita hoax adalah serangan terhadap kehidupan kebangsaan yang akan menimbulkan kegaduhan, keresahan, hingga adu domba. Dengan adanya berita hoax tersebut, makin banyak pula masyarakat yang tidak patuh lagi terhadap protokol kesehatan sehingga kasus mulai meningkat kembali. Infrastruktur layanan kesehatan dan SDM kesehatan yang relative terbatas juga semakin memperburuk kondisi, sehingga upaya terbaiknya dikembalikan ke pundak setiap warga untuk tetap menjaga kesehatannya sendiri. Secara nasional, data per tanggal 30 Juli 2021, persebaran Covid-19 menunjukkan trend yang berubah cepat ke wilayah risiko tinggi. Dalam sepekan terakhir, 37,94% wilayah Indonesia masuk kedalam kategori risiko tinggi, 53,89% risiko sedang, dan 7,98% risiko rendah. Pergeseran zonasi risiko ini memberikan indikasi kematangan pandemi yang perlu perhatian sangat serius. Kemampuan transmisi SARS-COV-2 dipicu oleh kemampuan mutase virus yang sangat tinggi. Dari aspek host/populasi manusia, terdapat entry point kasus yang semakin meluas ke semua kelompok populasi. Hal lain yang menyebabkan kasus Kembali meningkat adalah karena imunitas respon tubuh yang masih terbatas dalam menghalau voris Covid-19, interaksi social warga yang sulit di control, kepatuhan terhadap protokol kesehatan yang rendah, mobilitas penduduk yang sangat tinggi, kurangnya keterbukaan pasien terhadap kondisi dan riwayat penyakitnya, dukungan lingkungan untuk penerapan protokol kesehatan yang masih minim, contoh yang buruk dari tokoh masyarakat terhadap penerapan protokol kesehatan dan konsistensi intervensi yang dijalankan lebih pada aspek kuratif saja. Tugas pemerintah adalah Kembali menata program tracing, testing, dan treatment secara professional dan komprehensif. Dan untuk seluruh warga masyarakat untuk lebih peduli kesehatan dengan memperketat program 5M. Situasi pandemi ini telah menanamkan begitu banyak pelajaran bagi kita semua, kontemplasi kejiwaan mengantarkan kita untuk semakin menghargai kehidupan, semakin menjunjung prinsip kebersamaan, arti penting keluarga, sahabat, kawan seiring, dan seterusnya. Situasi ini terkadang menyentuh sisi terdalam kemanusiaan kita, karena berita kepergian akibat Covid-19 silih berganti kita dengarkan, seolah hidup ini sedang menunggu antrian yang berjalan sangat cepat. Untuk itu, perlu kepada semua pihak yang berkepentingan untuk melihat bahwa pandemi Covid-19 adalah bencana kedaruratan kesehatan masyarakat. Untuk itu, mesti juga dengan melakukan pendekatan masyarakat secara menyeluruh atau holistic. Pandemi Covid-19 tidak akan usai sebagaimana juga penyakit berpotensi mewabah bila kita gagal paham terhadap natural histori penyakit tersebut. Intervensi yang efektif ditentukan oleh pemahaman yang benar terhadao pola pandemi itu sendiri. Kekuatan intervensi harus disatukan dengan memahami secara benar aspek lingkungan, perilaku, layanan kesehatan hingga mekanisme biologis yang mendukung pengendalian Covid-19 . One World One Health One Health bukanlah sebuah konsep baru tetapi menjadi lebih penting dalam beberapa tahun belakangan. 100 tahun lalu, banyak faktor yang berubah dalam interaksi antar manusia, hewan, dan lingkungan. Faktor-faktor ini termasuk globalisasi, urbanisasi, dan industrialisasi yang telah menyebabkan kemunculan kembali berbagai penyakit. Menurut Barrett and Osofsky, 2013 bahwa one health merupakan upaya kolaboratif dari berbagai disiplin ilmu yang bekerja di tingkat local, nasional, dan global untuk mencapai kesehatan optimal untuk manusia, hewan, dan lingkungan kita. Tujuan dari one health yaitu untuk mengurangi risiko dampak tinggi penyakit pada antarmuka ekosistem hewan-manusia. Hal ini merupakan sebuah pendekatan untuk menghadapi tantangan yang kompleks pada titik pertemuan antara hewan, manusia, dan kesehatan lingkungan termasuk penyakit darurat pandemic, krisis pangan global, dan perubahan iklim. Koordinasi yang terpadu dan diperluas bekerja pada berbagai sector dan secara professional untuk meningkatkan jangka panjang pada kesehatan dan kesejahteraan. Pendekatan satu kesehatan membawa pada satu kesempatan untuk berinovasi dan mengumpulkan pengalaman dari lembaga lainnya. Konsep one health ini termasuk dalam strategi di seluruh dunia untuk memperluas kolaborasi dan komunikasi interdisipliner di semua aspek perawatan kesehatan untuk manusia, hewan, dan lingkungan. Sinergi yang dicapai akan memajukan perawatan kesehatan untuk abad ke-21 dan selanjutnya dengan mempercepat penemuan penelitian biomedis, meningkatkan khasiat kesehatan masyarakat, dengan cepat memperluas basis pengetahuan ilmiah, dan memperbaiki pendidikan medis dan perawatan klinis. Konsep one health mengetahui bahwa kesehatan manusia berhubungan dengan kesehatan hewan dan lingkungan. CDC menggunakan pendekatan one health dengan bekerjasama dengan ahli lingkungan, dan dokter hewan untuk memonitor dan mengawasi ancaman kesehatan masyarakat. Hal tersebut dilaksanakan dengan mempelajari bagaimana penyakit menyebar di antara orang, hewan, dan lingkungan. One Health memiliki beberapa prinsip yang digunakan untuk mencapai tujuannya. Prinsip pertama adalah mengenali hubungan penting antara kesehatan manusia, hewan domestik dan satwa liar dan ancaman penyakit yang ditimbulkan pada manusia, persediaan makanan dan ekonomi mereka, dan keanekaragaman hayati yang penting untuk menjaga lingkungan yang sehat dan ekosistem yang berfungsi yang kita semua butuhkan. Faktor yang memicu munculnya EID (Emerging Infectious Disease) dan REID (Re-emerging Infectious Disease) adalah translokasi manusia dan ternaknya, kontak antara satwa liar, hewan domestic dan manusia. Intensitas interaksi manusia dengan hewan akan meningkatkan kerentanan terhadap munculnya penyakit zoonosis dan berisiko dikemudian hari akan terus bermunculan penyakit-penyakit infeksius baru. Risiko penyakit zoonosis yang muncul dari perburuan dan mengonsumsi satwa liar menjadi permasalahan global karena kepadatan peningkatan populasi manusia, perdagangan global, dan akibatnya peningkatan kontak manusia dengan hewan. Penyakit EID dan REID yang disebabkan kontak antara manusia, hewan domestic, dan satwa liar memerlukan pemahaman mengenai strategi efektif dalam upaya pengendalian dan pencegahan penyakit. Adapun ancaman penyakit yang dapat muncul terhadap manusia adalah HIV/AIDS, Ebola, Paramyxovirus, West Nile (WNV), SARS, Influenza A, Lyme Borreliosis dan Ehrlichiosis, Rabies, RVF Tularemia, dan Plague. Prinsip yang kedua yaitu mengakui bahwa keputusan mengenai penggunaan lahan dan air memiliki implikasi nyata bagi kesehatan. Perubahan dalam ketahanan ekosistem dan pergeseran pola kemunculan dan penyebaran penyakit muncul dengan sendirinya Ketika kita gagal mengenali keterkaitan. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok utama bagi manusia, dengan kurangnya air bersih di kalangan masyarakat maka akan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup sehari-hari sehingga berdampak negative bagi kesehatan masyarakat itu sendiri. Air bersih merupakan faktor utama kelangsungan hidup seseorang yang paling utama bagi kesehatan tubuh. Penggunaan air bersih untuk masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, yakni mempunyai peranan dalam menurunkan angka penderita penyakit, khususnya yang berhubungan dengan air dan berperan dalam meningkatkan standar atau taraf / kualitas hidup masyarakat sehingga air bersih harus di atur dengan baik. Pengaturan mengenai Sumber Daya Air dilakukan agar pengelolaannya diselenggarakan berdasarkan asa kemanfaatan umum, keterjangkauan, keadilan, keseimbangan, kemandirian, kearifan local, wawasan lingkungan, kelestarian, keberlanjutan, keterpaduan, dan keserasian, serta transparansi dan akuntabilitas. Prinsip ketiga yaitu kesehatan satwa liar merupakan komponen penting dari pencegahan penyakit global. Dalam dunia kedokteran dikenal istilah penyakit zoonosis yaitu penyakit yang dapat menular dari satwa kepada manusia dan sebaliknya. Zoonosis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, parasite, serta jamur. Menurut FAO, zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya melalui makanan, udara, dan kontak langsung dengan hewan yang sakit. Perubahan-perubahan besar dunia yang saat ini terjadi telah memicu terjadinya emerging dan re-emerging zoonosis, dimana + 60,3% bersumber dari hewan dan 71,8% berasal dari hewan liar. Perdagangan illegal satwa liar dilindungi diyakini ikut mendorong proses kepunahan satwa secara signifikan, selain dari faktor hilangnya habitat dan bahaya penyebaran penyakit yang berasal dari satwa (zoonosis). Zoonosis yang diketahui bahwa reservoirnya adalah satwa liar, menjadi masalah kesehatan masyarakat di hamper semua benua dimana penularannya dari berbagai pathogen yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Upaya konservasi satwa yang selama ini dilakukan hanya berfokus pada penyelamatan habitat dan perlindungannya dari tindakan perburuan. Salah satu teknis yang sangat penting dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit bersumber satwa liar adalah surveilans. Peranan surveilans menjadi sangat penting terutama untuk melakukan pendeteksian penyakit secara dini, disamping juga fungsi atau peranan lainnya. Prinsip keempat adalah mengakui program kesehatan manusia dapat berkontribusi besar pada upaya konservasi. One health didefinisikan sebagai suatu program yang berkolaborasi multisector dan melakukan pendekatan transdisipliner yang bekerja pada tingkat local, nasional, dan global. Tujuan one health adalah mewujudkan kesehatan yang optimal dengan melibatkan hubungan antara manusia, hewan, tanaman, serta lingkungan hidup. One health berfokus pada konsekuensi, respon, dan aksi pada interaksi manusia-hewan-ekosistem utamanya pada penyakit zoonosis yang mengakibatkan endemic serta pada beban penyakit yang berat. Adapun Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan (KSDAL) merupakan tanggungjawab seluruh umat manusia yang memijaki bumi ini karena dampak dari ekologis yang akan ditimbulkan dari berbagai kegiatan pembangunan tidak dibatasi oleh perbedaan Kawasan administrative berbagai daerah. Maka dari itu, upaya konservasi haruslah menjadi bagian internal dari pembangunan berkelanjutan. Pembangunan ini dilaksanakan oleh tiap negara manapun yang memiliki keterkaitan dengan kepentingan internasional. Prinsip kelima adalah merancang pendekatan adaptif, holistic, dan berwawasan kedepan untuk pencegahan, pengawasan, pemantauan, pengendalian, dan mitigasi penyakit yang muncul dan muncul Kembali yang mempertimbangkan interkoneksi yang kompleks diantara spesies. Untuk meningkatkan efektifitas pendekatan one health diperlukan keseimbangan antar sector, diantara kelompok dan jejaring terutama antar dokter hewan, ahli ekologi, dan kesehatan lingkungan, serta praktisi satwa liar, sarjana social, dan sarjana-sarjana bidang lain yang terkait dalam kerja tim. Setiap profesi yang terlibat dalam penerapan one health difarapkan memiliki kompetensi inti one health dalam melaksanakan upaya peningkatan kesehatan dan pengulangan penyakit. Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap one health, yaitu management, culture and belief, leadership, values and ethics, collaboration and partnership serta system thinking. Prinsip keenam adalah mencari peluang untuk mengintegrasikan sepenuhnya perspektif konservasi keanekaragaman hayati dan kebutuhan manusia (termasuk yang terkait dengan kesehatan hewan domestik) ketika mengembangkan solusi untuk ancaman penyakit menular”, jadi kita harus bisa mencari peluang ataupun kesempatan mengintegrasikan perspektif dan konservasi keanekaragaman hayati dalam hal ini makhluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya, daratan, lautan dan ekosistem perairan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia, ketika mengembangkan inovasi yang dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan ancaman penyakit menular dan menunjukkan bahwa kesehatan hewan merupakan salah satu faktor dari sehatnya seorang manusia. Prinsip selanjutnya yaitu prinsip ketujuh, mengurangi permintaan dan mengatur dengan lebih baik perdagangan satwa liar tidak hanya untuk melindungi populasi satwa liar tetapi juga untuk mengurangi risiko perpindahan penyakit, penularan lintas spesies, dan pengembangan hubungan patogen-inang baru”. Perlindungan satwa liar sudah menjadi isu global yang menjadi perhatian masyarakat dunia. Masyarakat dunia juga sudah menyadari bahwa satwa liar yang tinggal di habitat aslinya memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan juga pelestarian lingkungan. Prinsip kedelapan yaitu pemusnahan satwa liar. Masalah kesehatan masyarakat seperti zoonosis yang reservoirnya adalah satwa liar terjadi hamper disemua benua. Faktor yang dapat memicu munculnya penyakit zoonosis adalah translokasi manusia dengan ternaknya, kontak antara satwa liar, hewan domestic dan manusia. Dengan melakukan pemusnahan terhadap satwa liar guna menurunkan kasus penyakit yang diakibatkan oleh hewan juga merupakan suatu solusi yang dapat dilakukan terutama jika tidak mengetahui apakah hewan liar tersebut terpapar penyakit zoonosis atau tidak. Prinsip kesembilan yaitu meningkatkan investasi dalam infrastruktur kesehatan manusia dan hewan secara global yang sepadan dengan ancaman penyakit yang muncul dan muncul kembali pada manusia, hewan domestic, dan satwa liar.” Berdasarkan informasi surveilans, lembaga peneltiian harus mengikuti dengan pemahaman yang lebih besar tentang interaksi antara host, parasite, vector, pathogen, dan lingkungan, serta membentuk hubungan kausal antara penyakit manusia dan hewan. Peningkatan investasi dalam infrastruktur kesehatan bukan hanya bentuk pembangunan ke dalam negara sendiri namun juga perlu bentuk peningkatan investasi lain kepada masyarakat secara global untuk meningkakan kesehatan global. Prinsip kesepuluh yaitu kolaboratif pemerintah, masyarakat, sektor swasta dan public. One health merupakan pendekatan kolaboratif, multisector dan transdisipliner. Dimana semua yang terlibat dapat berkerja ditingkat lokal, regional, nasional, dan global dengan tujuan mencapai hasil kesehatan yang optimal dengan mengakui interkoneksi antara manusia, hewan, dan lingkungan. Kolaborasi multisectoral adalah kemitraan yang dihasilkan ketika pemerintah, organisasi nonprofit, swasta, organisasi public, kelompok masyarakat, dan anggota masyarakat individu berkumpul untuk memecahkan masalah yang mempengaruhi seluruh masyarakat. Oleh karena itu, peran dari hubunagn kolaboratif antara pemerintah selaku pembuat kebijakan dan penegak hukum, juga peran dari masyarakat, serta peran penting dari sector swasta harus tetap terjaga. Prinsip kesebelas yaitu menyediakan sumber daya yang memadai dan dukungan untuk jaringan surveilans kesehatan satwa liar global.” Adapun tujuan pelaksanaan surveilans untuk menunjukkan kondisi bebas penyakit, deteksi dini, pengukuran tingkat penyakit dan persebarannya, serta menemukan kasus penyakit baru. Kegiatan surveilans berhubungan dengan ketersediaan sumber daya, utamanya manusia, finansial, sarana transportasi dan komunikasi, sumber daya laboratorium, serta kondisi demografi dan sistem produksi. Prinsip keduabelas yaitu pendidikan berkelanjutan untuk kesehatan dan ekosistem. Perlu adanya investasi dalam mendidik dan meningkatkan kesadaran masyarakat dan dalam mempengaruhi proses kebijakan untuk meningkatkan pengakuan bahwa Indonesia bisa memahami hubunagn antara kesehatan dan integritas eksositem agar berhasil dalam meningkatkan prospek yang leboh sehat dengan cara melakukan kegiatan terus-menerus dalam Pendidikan sehingga hubungan tersebut dapat terpahami. Sedangakan untuk konsep Pendidikan memiliki tujuan untuk memungkinkan manusia mengembangkan dan meningkatkan dirinya sebagai makhluk sosial yang hidup berdampingan dengan alam dan lingkungan sekitarnya.