Disusun oleh :
NIM : P1337424822315
Hal ini ditengarai karena cakupan vaksinasi Campak yang terus menurun. "Semakin
banyak yang tidak divaksinasi, semakin rentan risiko terinfeksi. Kekebalan pada infeksi juga bisa
'lupa' karena tidak melanjutkan vaksinasi, atau dinamakan immunological amnesia. Bahkan pada
2021 ada 132 kasus suspek, di 2022 ada 3.341 kasus," sebut dr Anggraini dalam Konferensi Pers
secara daring, Kamis (19/1/2023). Selain itu, masyarakat dinilai sudah menganggap infeksi
campak sudah hilang.
Sejak 2015 cakupan vaksinasi terus menurun hingga 2021 menyusut drastis, salah
satunya efek pandemi Covid-19."Artinya memang bukan main," lanjutnya. Ia pun meminta
masyarakat mewaspadai gejala dan pemicu penularannya. Bila terinfeksi campak, virus akan
masuk ke tubuh kemudian ke darah.
Gejala campak tidak cukup di kulit saja, karena bisa juga muncul di mata, hingga saluran
pencernaan."Yang paling buruk ke sistem imun, memang kalau dilihat kulitnya muncul lah ruam
setelah demam, dia punya 3 fase gejalanya," jelas dr. Anggraini Alam.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti
Nadia Tarmizi mengatakan, sampai Desember 2022 sudah ada 3.341 kasus yang dilaporkan di
223 kabupaten dan kota dari 31 Provinsi. Dari 31 provinsi tersebut, 12 provinsi telah menetapkan
status KLB. "12 provinsi yang KLB, namun 31 Provinsi yang melaporkan. Saya meminta semua
untuk waspada dengan penyakit Campak ini," ujar Nadia saat dikonfirmasi, Kamis (19/1/2023).
Langkah-langkah dalam pemecahan masalah menurut Andeson:
https://www.tribunnews.com/kesehatan/2023/01/20/idai-kasus-campak-di-indonesia-melonjak-
32-kali-lipat