Mas Wishnuwardhana, Mutiara Nindya, Glenn Fernandez, Axel Jovito
Preseptor: Elly Noer Rochmah, dr., Sp. A
1. Ajeng Pastika 4151211499
2. A.M. Salsabila Q.H.P 4151211430 3. M. Farhan Maulana 4151211480 Latar Belakang o World Health Organization (WHO) menyatakan penyakit yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 sebagai coronavirus disease-2019 (COVID-19) dan penyakit tersebut telah menyebar ke seluruh dunia o Pada 3 Mei 2021 tercatat sebanyak 1,69 juta kasus terkonfirmasi dengan 46.137 kematian akibat COVID-19 dengan jumlah yang terus meningkat o Jumlah anak-anak yang didiagnosis dengan COVID-19 lebih sedikit dibanding orang dewasa dengan gejala yang seringkali ringan (batuk, eritema faring, demam, diare, kelelahan, rnihorrhea, muntah, dan hidung tersumbat) o Namun anak-anak dengan komorbid tetap berisiko lebih tinggi terkena penyakit COVID-19 dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan antara komorbid dan tingkat keparahan COVID-19 pada pasien anak • Metode Review dari 41 jurnal atau artikel yang relevan berdasarkan penelusuran di PubMed dan Google Scholar yang diterbitkan sejak awal pandemi 2020 hingga Maret 2021. Terdiri dari 2 studi cross sectional, 33 studi kohort, dan 6 case series. • Kriteria inklusi: Pasien anak dengan komorbid yang terinfeksi COVID-19 sebagai subjek penelitian dan pasien tanpa komorbiditas sebagai kontrol Studi observasional yang terdapat setidaknya satu pasien anak dengan komorbiditas dan satu pasien anak tanpa komorbiditas Seluruh pasien terkonfirmasi diagnosis COVID-19 dilakukan dengan menggunakan RT- PCR Subjek penelitian yang terlibat yaitu yang gejala COVID-19 yang parah: hipoksia dengan SpO2 < 90%, membutuhkan bantuan tambahan untuk pernapasan normal dan/atau masuk PICU Metode • Kriteria eksklusi: Pasien tidak memberikan data yang diperlukan Pasien anak yang tidak memiliki penyakit komorbid Bahasa yang digunakan selain bahasa inggris atau bahasa Indonesia Pasien tidak melaporkan tingkat keparahan COVID-19 Analisis Statistik Data dianalisis secara independen menggunakan model efek acak untuk memperkirakan gabungan odds ratio (OR) risiko COVID-19 parah dengan interval kepercayaan 95%. Nilai P sebesar < 0,05 dianggap signifikan secara statistik. Hasil Penelitian Analisis dari 41 studi observasional yang diterbitkan sebelum Maret 2021, dengan total285.828 subjek terdaftar, di antaranya 140.404 (49,34%) adalah laki-laki dan 144.160 (50,6%) adalah perempuan. Seluruh subjek menderita COVID-19 yang dibagi menjadi dua kelompok: 9.754 subjek dengan penyakit komorbid dan 276.074 tanpa penyakit komorbid. Data kelompok usia dari 706 pasien anak, yang terdiri dari 207 (29,3%) <1 usia tahun, 150 (21,2%) usia satu hingga lima tahun, 153 (21,6%) enam hingga sepuluh tahun, dan 196 (27,7%) >10 tahun. Hasil Penelitian Komorbid yang paling sering ditemukan yaitu penyakit imunologis dan hematologi seperti keganaan ditemukan pada 29 kasus, penyakit saluran napas (misalnya asma dan penyakit paru kronik) yang ditemukan pada 27 kasus, penyakit kardiovaskuler (misalnya penyakit jantung kongenital dan hipertensi) yang ditemukan pada 26 kasus, penyakit neurologis (misalnya epilepsy dan cerebral palsy) yang ditemukan pada 19 kasus, obesitas/overweight yang ditemukan pada 17 kasus, dan sindrom genetic (misalnya autis dan trisomy 21) yang ditemukan pada 12 kasus. Penyakit komorbid lain yang ditemukan seperti penyakit ginjal, dermatitis atopic, congenital respiratory malformation, penyakit sickle cell, penyakit metabolic dan endokrin, penyakit liver, prematuritas, penyakit reumatologik, penyakit gasotrointestinal, dan penyakit psikiatrik. Hasil Penelitian Hasil Penelitian Hasil Penelitian Hasil Penelitian Hasil Penelitian Diskusi Studi ini menunjukkan bahwa anak yang menderita COVID-19 dengan penyakit komorbiditas lebih tinggi berisiko untuk bergejala parah dibandingkan anak yang tidak memiliki komorbid. Seperti banyak penelitian menyebutkan bahwa sebagian besar anak-anak penderita COVID-19 menunjukkan gejala yang lebih ringan daripada orang dewasa dan memiliki prognosis yang baik bahkan mungkin tidak bergejala (asimtomatik). Hal ini terjadi karena masih rendahnya tingkat maturitas (immaturity relatives) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) di usia yang lebih muda, karena virus memanfaatkan enzim ACE untuk memasuki sel pneumosit tipe II di paru-paru. Teori lain mengatakan bahwa sejak usia anak-anak cenderung mengalami banyak infeksi virus, yang berulang-ulang. Seringnya paparan virus berulang dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh tanggapan terhadap SARS-CoV-2. Diskusi Namun, adanya komorbiditas bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi prognosis. Manifestasi klinis pada pasien juga memainkan peran penting dalam menentukan prognosis Berdasarkan penelitian sebelumnya melaporkan bahwa sebagian besar gejala COVID-19 yang sering terjadi pada anak adalah demam, batuk, muntah, diare, sakit tenggorokan, dan dispnea, dan temuan laboratorium yang umum adalah RT PCR positif, saturasi oksigen rendah, dan peningkatan kadar D-dimer. Gejala gastrointestinal lebih sering terjadi pada anak-anak. Perlu juga diperhatikan bahwa meskipun anak-anak dengan COVID-19 cenderung memiliki gejala klinis yang lebih ringan, prognosis yang lebih baik, dan lebih rendah tingkat mortalitasnya dibandingkan orang dewasa tetapi anak-anak lebih potensial yang dapat menularkan infeksi. Terima Kasih