Permasalahan :
Sejak bulan September 2021, pemerintah telah menetapkan diadakannya sekolah tatap muka
Kembali untuk menunjang program pembelajaran dan Pendidikan anak. Meski telah diatur
sekolah tatap muka dengan system persentase kehadiran yang hanya 50%, namun tidak menutup
kemungkinan terjadinya interaksi dan kontak antar pelajar yang dapat meningkatkan angka
penularan Covid-19 hingga terjadinya kluster sekolah.
Perencanaan :
Melakukan vaksinasi Covid-19 dengan menggunakan vaksin Sinovac pada anak usia diatas 12
tahun yang dilakukan secara terorganisir dan terjadwal di sekolah-sekolah dan melakukan
edukasi PHBS serta tetap menjalankan protocol Kesehatan yang ketat.
Pelaksanaan :
Program Vaksinasi dilakukan di SMP Aikmel
Susunan Acara dilaksanakan sebagai berikut :
- Pendaftaran dan Pengisian identitas
- Pemeriksaan Tanda vital : Tekanan darah dan suhu
- Skrinning Kelayakan dilakukan Vaksinasi
- Pencatatan
- Penyuntikan Vaksin
- Observasi post-vaksin selama 30 menit
Permasalahan:
Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020 dan jumlahnya
terus bertambah hingga sekarang. Sampai dengan tanggal 30 Juni 2020 Kementerian
Kesehatan melaporkan 56.385 kasus konfirmasi COVID-19 dengan 2.875 kasus meninggal
(CFR 5,1%) yang tersebar di 34 provinsi. Sebanyak 51,5% kasus terjadi pada laki-laki. Kasus
paling banyak terjadi pada rentang usia 45-54 tahun dan paling sedikit terjadi pada usia 0-5
tahun. Angka kematian tertinggi ditemukan pada pasien dengan usia 55-64 tahun.
Perencanaan:
Melakukan tracing dengan pemeriksaan swab Antigen kepada para peserta P3K satu hari
sebelum dilakukannya ujian tertulis P3k secara tatap muka di tempatnya masing-masing.
Pemeriksaan dilakukan hanya kepada para peserta/guru yang berdomisili dan bekerja di
wilayah Kerja PKM Aikmel.
Pelaksanaan:
Kegiatan dilakukan di PKM Aikmel
Susunan kegiatan sebagai berikut :
1. Melakukan pendaftaran peserta dengan menyerahkan fotokopi KTP dan kartu Ujian P3K
2. Melakukan pencatatan
3. Mengambil sampel swab antigen
4. Melaporkan hasil pemeriksaan swab antigen
Permasalahan:
Tingginya persentase kasus TB yang belum terlaporkan dapat meningkatkan risiko penularan,
insidensi, mortalitas, serta resistensi obat.
Perencanaan:
Melakukan pemeriksaan dahak pada pasien-pasien dengan kecurigaan mengalami penyakit TB
paru yang datang ke poli umum. Petugas mempersiapkan formulir dan mengirimkan sampel
yang dibutuhkan untuk pemeriksaan penapisan TB.
Pelaksanaan:
Terdapat seorang pasien perempuan Ny. Fx, 45 Tahun datang dengan
KU : Batuk disertai bercak darah sejak 3 hari terakhir.
RPS : pasien sudah mengalami batuk sejak 2 minggu yang lalu, namun mulai disertai darah sejak
3 hari terakhir. Darah berwarna merah segar, sedikit berbusa. Demam disangkal, namun pasien
sering merasa lemas. Penurunan BB disangkal. Nafsu makan baik. Riwayat nyeri perut tidak ada.
Kadang saat batuk hingga merasa sesak, suara ngik-ngik (-). Pilek (-)
RPD : Keluhan serupa sebelumnya disangkal
RPO : tidak ada, alergi obat (-)
RPK : suami memiliki Riwayat TBC 2 tahun yang lalu, namun tidak ada keluhan batuk darah.
Pengobatan tuntas selama 6 bulan.
Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital :
TD: 110/80 mmHg, HR: 82x/menit ,RR:16x/menit T:36,3 C, BB: 58 kg
Mata: Anemis (-/-)
Leher: pembesaran KGB (-)
Thorak: vesikuler (+/+), simetris. Jantung: regular, S1/S2 reguler
Abdomen: supel (+), peristaltik usus (+) normal
Ekstremitas: edema (-)
Terapi :
- Acetylsistein 3x1 tab
- Salbutamol 2x2mg bila sesak
- Suplemen Fe 1x1 tab p.o
Edukasi :
- Lakukan pemeriksaan dahak/sputum (SP)
- Kontrol ulang setelah hasil pemeriksaan keluar
- Mengajari etika batuk, PHBS dan menggunakan masker
- Tingkatkan sirkulasi di rumah, buka jendela setiap pagi.
- Tingkatkan asupan protein
Permasalahan:
Kasus TB di Indonesia cukup tinggi, sehingga diperlukan upaya penganggulangan TB yang
komprehensif. Tatalaksana TB sesuai standar terapi di fasilitas layanan kesehatan primer
merupakan salah satu upaya kesehatan masyarakat untuk mengurangi beban TB.
Perencanaan:
Pasien yang datang ke poliklinik umum dengan gejala TB seperti, batuk lebih dari dua
minggu, penurunan berat badan yang signifikan, demam ringan, keringat malam, pembesaran
kelenjar getah bening, atau lainnya dapat dirujuk ke poli TB untuk pemeriksaan ke arah TB.
Kasus dengan kecurigaan resistensi obat, gagal terapi, riwayat terapi tidak terstandar dengan
quinolone atau obat suntik, loss to follow up, kasus kambuh, kontak dengan kasus resisten,
dan ko-infeksi TB-HIV dirujuk untuk pemeriksaan Tes Cepat Molekular dan tatalaksana
kasus resisten obat bila terbukti. Tatalaksana dengan OAT lini 1, baik kategori I maupun II,
dapat diberikan di puskesmas.
Pelaksanaan:
Dilakukan pengobatan terhadap pasien Tn. M; 58th; 158cm; 48kg
Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital :
TD: 110/70 mmHg, HR: 88x/menit ,RR:20x/menit T:37,3 C, BB: 48 kg, TB 158cm
Kepala: normosefal
Mata: Sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Telinga: deformitas (-), liang telinga lapang, serumen (-)
Hidung: simetris, deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan sinus (-), konka tidak hiperemis
Tenggorokan: Tonsil T1-T1, uvula di tengah, faring tidak hiperemis
Jantung: BJ I - II reguler normal, murmur (-), gallop (-)
Paru: suara napas vesikuler, ronkhi (-/+), mengi (-/-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)
Kulit: Tidak tampak lesi
Pemeriksaan Penunjang
• BTA (SP): positif
DIAGNOSIS
• A15. TB paru terkonfirmasi bakteriologis kasus baru
Edukasi
o Gizi cukup dan berimbang
o Akivitas fisik minimal intensitas ringan-sedang durasi 150 menit/minggu
o Pencegahan transmisi TB: Gunakan masker dan mengupayakan paparan sinar matahari dan
ventilasi udara yang baik di rumah
o Protokol kesehatan COVID19: gunakan masker, jaga jarak minimal 1 meter, hindari
kerumunan, cuci tangan
Monev:
Regimen OAT diberikan untuk dosis 2 minggu. Seorang kerabat pasien atau orang lain yang
mampu mengawasi pasien dipilih dan diedukasi untuk berperan sebagai pengawas minum
obat (PMO). Setelah 2 minggu sejak pemberian OAT, pasien perlu datang kembali ke
puskesmas untuk mengambil kembali OAT dosis berikutnya, serta monitoring dan evaluasi
terapi secara klinis. Pada bulan ke-2 dan bulan ke-5 terapi OAT kategori I atau bulan ke-3
dan bulan ke-5 terapi OAT kategori II, dilakukan pemeriksaan BTA untuk evaluasi terapi
secara mikrobiologis. Apabila BTA tetap positif setelah bulan ke-2 terapi kategori I atau
bulan ke-3 terapi kategori II, dinyatakan tidak konversi yang tetap dapat melanjutkan terapi
lini 1, tetapi perlu dirujuk untuk pemeriksaan TCM. Apabila BTA tetap positif setelah bulan
ke-5 terapi, dinyatakan gagal terapi, sehingga tidak dapat melanjutkan terapi lini 1 dan perlu
melakukan pemeriksaan TCM.
Topik : Penyuluhan Infeksi Menular Seksual II
A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
Infeksi menular seksual (IMS) masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik di
negara maju maupun negara berkembang. Upaya pencegahan IMS yang dilaksanakan di
berbagai negara tampaknya belum memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hambatan, seperti timbulnya resistensi terhadap obat, pengaruh faktor
lingkungan yang makin memberikan kemudahan penularan IMS, kesulitan penegakan
diagnosis, pengobatan yang tidak tepat, dan faktor stigma yang masih terus dikaitkan dengan
penderita IMS.
WHO memperkirakan setiap tahun terdapat 350 juta penderita IMS baru di negara-negara
berkembang, seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Di negara maju prevalensi IMS
sudah dapat diturunkan, tetapi prevalensi di negara berkembang masih tinggi.
Angka kejadian IMS saat ini cenderung meningkat di Indonesia. Angka kesakitan IMS di
Indonesia pada tahun 2015 adalah sebanyak 19.973 kasus. Angka kesakitan ini mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan hasil survei pada tahun 2012 yaitu sebanyak 16.110
kasus dan pada tahun 2010 dimana terdpat 11.141 kasus. Jumlah penderita yang terdata
hanya sebagian kecil dari jumlah penderita sesungguhnya.
Menurut WHO, IMS merupakan salah satu dari sepuluh penyebab kematian pada laki-
laki dewasa muda dan penyebab kematian kedua terbesar pada perempuan dewasa muda di
negara berkembang. Dewasa dan remaja (15-24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi
yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS
baru.
Pencegahan IMS terdiri dari dua bagian, yaitu pencegahan primer dan pencegahan
sekunder. Pencegahan primer terdiri dari penerapan perilaku seksual yang aman, sedangkan
pencegahan sekunder dilakukan dengan menyediakan pengobatan dan perawatan seksual,
pengobatan yang tepat pada pasien, serta pemberian dukungan pada pasien IMS.
“DIARE II”
A. Nama Kegiatan
Kunjungan Rumah Pasien Diare
B. Latar Belakang
Diare cair akut adalah buang air besar lembek atau cair atau bahkan dapat berupa air
saja dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam dan
berlangsung kurang dari 14 hari. Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Negara berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi di anak, terutama dibawah usia 5 tahun. Diare akut sampai saat ini masih
merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju.
Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita
yang banyak dalam waktu yang singkat.
Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat
tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1
dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat
ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh
karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella
spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens
dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk
setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di
negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun. Di negara
berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di
Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya dibanding di negara
berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun. Di Indonesia dari 2.812
pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari beberapa provinsi
seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam penyebab
terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V.
Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan
Salmonella paratyphi A.
Berdasarkan latar belakang tersebut, pasien anak yang menderita diare dijadikan
pasien dalam kegiatan kunjungan rumah. Penatalaksaan yang adekuat akan membantu
penyembuhan pasien. Kunjungan rumah pasien diharapkan mampu mengedukasi keluarga
pasien mengenai penyakit tersebut. Edukasi tentang penyakit, dari segi klinis maupun sosial,
diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada keluarga pasien, dan lingkungan
sekitarnya.
C. Tujuan Kegiatan
1. TujuanUmum
Melakukan pelayanan komprehensif dalam menangani sebuah kasus
2. TujuanKhusus
a. Melakukan penegakkan diagnosis berdasarkan alloanamnesis dan pemeriksaan fisik
terhadap pasien
b. Menelusuri pencetus yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit
c. Memberikan edukasi mengenai penanganan dan pencegahan penyakit diare
D. Bentuk Kegiatan
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnostic dalam penegakkan diagnosis pasien
2. Menelusuri pencetus yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit (rumah dan
lingkungan sekitar pasien)
3. Edukasi mengenai penanganan dan pencegahan penyakit diare
E. Waktu Kegiatan
Kegiatan telah dilaksanakan pada tanggal 2 februari 2022
F. Tempat Kegiatan
Kegiatan telah dilaksanakan di Desa Aikmel
G. Pelaksana Kegiatan
dr. Cholisa
H. Peserta Kegiatan
Keluarga Tn. K yang memiliki seorang anak berusia 1 tahun AS bulan bernama An. F di
Desa Aikmel
I. Hasil Kegiatan
1. Penegakkan Diagnosis Pasien Diare
a. Alloanamnesis Pasien Diare oleh Ayah dan Ibu Pasien
1) Keluhan utama
Buang air besar cair 6 kali per hari
2) Keluhan tambahan
Demam
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dating bersama ibunya ke Puskesmas aikmel pada tanggal 9 Agustus 2015.
Ibu pasien mengeluhkan anaknya mengalami BAB cair sebanyak ± 6 kali per hari
sejak 2 hari yang lalu. BAB cair kurang lebih sebanyak setengah gelas belimbing
dan terdapat lender, tidak terdapat darah, serta berbau busuk. Pasien tidak
menangis saat BAB. Sebelum diare, pasien mengalami demam selama 3 hari dan
setelah itu timbul diare.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
a) Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
b) Pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif
c) Pasien telah mengikuti program imunisasi dasar secara lengkap
J. Evaluasi Kegiatan
1. Kelebihan
Ibu pasien cukup komunikatif dalam menjelaskan kronologi penyakit pasien sehingga
sangat memudahkan untuk mendapatkan informasi mengenai penyakit pasien.
2. Kekurangan
Rekam medis yang kurang lengkap, seperti alamat pasien. Hal ini menyebabkan kesulitan
dalam penelusuran alamat pasien di lapangan.
3. Peluang
a. Kerjasama yang baik dengan ayah dan ibu pasien yang saat kunjungan sedang berada
di rumah.
b. Penjelasan penyakit dan edukasi yang diberikan kepada pihak keluarga berjalan
dengan baik. Edukasi dapat dipahami dan didukung oleh mereka.
4. Ancaman
Padasaat kunjungan kerumah pasien, tetangga-tetangga pasien ikut serta dalam kegiatan
dan cukup menimbulkan kegaduhan. Hal ini terkadang membuat ayah dan ibu pasien
kurang focus untuk menyampaikan informasi dan mendapatkan edukasi.