Anda di halaman 1dari 17

1.

Vaksinasi Covid-19 Pada anak remaja (usia sekolah)


LB :
Anak-anak usia berapa pun memiliki kerentanan yang sama terhadap infeksi SARS-CoV-2.
Sehingga tetap dibutuhkan vaksin COVID-19 pada populasi anak dan remaja.

Walaupun mayoritas kasus COVID-19 pada anak adalah asimptomatis atau bergejala ringan,


18,4/100.000 anak usia 0-4 tahun, 10,6/100.000 anak usia 5-17 tahun membutuhkan perawatan
di rumah sakit. Hanya sepertiga diantaranya bahkan membutuhkan ruang rawat intensif.
Saat ini IDAI dan BPOM telah mengeluarkan rekomendasi vaksin Sinovac untuk populasi 12
hingga 17 tahun. IDAI menilai, berdasarkan uji klinis fase I/II vaksin Sinovac dinilai efektif dan
aman untuk rentang usia 12 - 17 tahun (serokonversi fase 2: 96,8% - 100%). KIPI yang
dilaporkan termasuk ringan-sedang dengan laporan demam dan nyeri di lokasi suntikan. Dosis
yang diberikan adalah 3 mikrogram dan diberikan sebanyak dua kali dengan jarak 1 bulan
menunjukan keamanan serta imunogenitas yang lebih baik.[12]
Kontraindikasi penyuntikan vaksin Sinovac pada anak usia 12 - 17 tahun adalah defisiensi imun
primer, penyakit imun tidak terkontrol, penyakit sindrom Guillain-Barre, mielitis
transversa, acute demyelinating encephalomyelitis, anak dengan kanker dalam
kemoterapi/radioterapi, sedang menjalani pengobatan imunosupresan, demam > 37,5 derajat C,
pascaimunisasi lain kurang dari 1  bulan, hamil, hipertensi tidak terkendali, diabetes
mellitus tidak terkendali, dan penyakit-penyakit kronik atau kelainan kongenital tidak terkendali.

Permasalahan :
Sejak bulan September 2021, pemerintah telah menetapkan diadakannya sekolah tatap muka
Kembali untuk menunjang program pembelajaran dan Pendidikan anak. Meski telah diatur
sekolah tatap muka dengan system persentase kehadiran yang hanya 50%, namun tidak menutup
kemungkinan terjadinya interaksi dan kontak antar pelajar yang dapat meningkatkan angka
penularan Covid-19 hingga terjadinya kluster sekolah.

Perencanaan :
Melakukan vaksinasi Covid-19 dengan menggunakan vaksin Sinovac pada anak usia diatas 12
tahun yang dilakukan secara terorganisir dan terjadwal di sekolah-sekolah dan melakukan
edukasi PHBS serta tetap menjalankan protocol Kesehatan yang ketat.

Pelaksanaan :
Program Vaksinasi dilakukan di SMP Aikmel
Susunan Acara dilaksanakan sebagai berikut :
- Pendaftaran dan Pengisian identitas
- Pemeriksaan Tanda vital : Tekanan darah dan suhu
- Skrinning Kelayakan dilakukan Vaksinasi
- Pencatatan
- Penyuntikan Vaksin
- Observasi post-vaksin selama 30 menit

Monitoring dan Evaluasi:


Monitoring gejala post vaksin (KIPI) jangka pendek dilakukan selama observasi selama 30
menit pasca penyuntikan, dan efek jangka Panjang di evaluasi saat kunjungan untuk dosis ke-
2 vaksin. Apakah terdapat Riwayat alergi.
Edukasi kepada pasien, jika timbul gejala alergi berat seperti bengkak seluruh tubuh, sesak
napas, dan lemas hingga pingsan cepat datang ke IGD.

2. Tracing - Upaya Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit: Pencarian Kasus


Penyakit Menular (Covid-19)/Tracing II
LB:
Penyakit corona virus 2019 atau  Corona Virus Disease-19 (COVID-19)
adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh jenis virus corona.
Nama lain dari penyakit ini adalah Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus-2 (SARS-COV2). Kasus COVID-19 pertama kali dilaporkan di
Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, pada Desember 2019. Dalam
beberapa bulan saja, penyebaran penyakit ini telah menyebar ke berbagai
negara, baik di Asia, Amerika, Eropa, dan Timur Tengah serta Afrika. Pada
tanggal 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health
Organization (WHO) mendeklarasikan penyebaran COVID-19 dikategorikan
sebagai pandemi.
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2
merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada
manusia. Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 meliputi gejala gangguan pernapasan
akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa
inkubasi terpanjang 14 hari. COVID-19 dapat menimbulkan manifestasi yang serius seperti
pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian.Pemerintah telah
mengambil langkah untuk pencegahan penularan COVID-19 dengan melaksanakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang pada prinsipnya dilaksanakan untuk
menekan penyebaran COVID-19 semakin meluas. Pengaturan PSBB ditetapkan melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dan secara
teknis dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang
Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19).

Permasalahan:
Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020 dan jumlahnya
terus bertambah hingga sekarang. Sampai dengan tanggal 30 Juni 2020 Kementerian
Kesehatan melaporkan 56.385 kasus konfirmasi COVID-19 dengan 2.875 kasus meninggal
(CFR 5,1%) yang tersebar di 34 provinsi. Sebanyak 51,5% kasus terjadi pada laki-laki. Kasus
paling banyak terjadi pada rentang usia 45-54 tahun dan paling sedikit terjadi pada usia 0-5
tahun. Angka kematian tertinggi ditemukan pada pasien dengan usia 55-64 tahun.

Perencanaan:
Melakukan tracing dengan pemeriksaan swab Antigen kepada para peserta P3K satu hari
sebelum dilakukannya ujian tertulis P3k secara tatap muka di tempatnya masing-masing.
Pemeriksaan dilakukan hanya kepada para peserta/guru yang berdomisili dan bekerja di
wilayah Kerja PKM Aikmel.

Pelaksanaan:
Kegiatan dilakukan di PKM Aikmel
Susunan kegiatan sebagai berikut :
1. Melakukan pendaftaran peserta dengan menyerahkan fotokopi KTP dan kartu Ujian P3K
2. Melakukan pencatatan
3. Mengambil sampel swab antigen
4. Melaporkan hasil pemeriksaan swab antigen

Monitoring dan Evaluasi:


Monitoring dan evaluasi gejala ada tidaknya gejala pada pasien dan menganalisa hasil
pemeriksaan.

3. Upaya Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit: Penapisan Pasien


Tuberkulosis II
LB:
TB merupakan satu dari 10 penyebab kematian dan penyebab utama agen infeksius. Di tahun
2017, TB menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian (rentang, 1,2-1,4 juta) di antara orang dengan
HIV negatif dan terdapat sekitar 300.000 kematian karena TB (rentang, 266.000-335.000) di
antara orang dengan HIV positif. Diperkirakan terdapat 10 juta kasus TB baru (rentang, 9-11
juta) setara dengan 133 kasus (rentang, 120-148) per 100.000 penduduk.
Untuk di Indonesia, pada tahun 2018, diperkirakan terdapat 842 ribu kasus dengan 32% kasus
yang belum terlaporkan. Diantaranya, terdapat 4.413 kasus TB RO ternotifikasi, 60.676 TB anak,
dan 10.174 TB-HIV. Keberhasilan pengobatan ditemukan pada 85% kasus.

Permasalahan:
Tingginya persentase kasus TB yang belum terlaporkan dapat meningkatkan risiko penularan,
insidensi, mortalitas, serta resistensi obat.

Perencanaan:
Melakukan pemeriksaan dahak pada pasien-pasien dengan kecurigaan mengalami penyakit TB
paru yang datang ke poli umum. Petugas mempersiapkan formulir dan mengirimkan sampel
yang dibutuhkan untuk pemeriksaan penapisan TB.

Pelaksanaan:
Terdapat seorang pasien perempuan Ny. Fx, 45 Tahun datang dengan
KU : Batuk disertai bercak darah sejak 3 hari terakhir.
RPS : pasien sudah mengalami batuk sejak 2 minggu yang lalu, namun mulai disertai darah sejak
3 hari terakhir. Darah berwarna merah segar, sedikit berbusa. Demam disangkal, namun pasien
sering merasa lemas. Penurunan BB disangkal. Nafsu makan baik. Riwayat nyeri perut tidak ada.
Kadang saat batuk hingga merasa sesak, suara ngik-ngik (-). Pilek (-)
RPD : Keluhan serupa sebelumnya disangkal
RPO : tidak ada, alergi obat (-)
RPK : suami memiliki Riwayat TBC 2 tahun yang lalu, namun tidak ada keluhan batuk darah.
Pengobatan tuntas selama 6 bulan.

Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital :
TD: 110/80 mmHg, HR: 82x/menit ,RR:16x/menit T:36,3 C, BB: 58 kg
Mata: Anemis (-/-)
Leher: pembesaran KGB (-)
Thorak: vesikuler (+/+), simetris. Jantung: regular, S1/S2 reguler
Abdomen: supel (+), peristaltik usus (+) normal
Ekstremitas: edema (-)

Diagnosis : Haemoptu ec susp TB Paru

Terapi :
- Acetylsistein 3x1 tab
- Salbutamol 2x2mg bila sesak
- Suplemen Fe 1x1 tab p.o

Edukasi :
- Lakukan pemeriksaan dahak/sputum (SP)
- Kontrol ulang setelah hasil pemeriksaan keluar
- Mengajari etika batuk, PHBS dan menggunakan masker
- Tingkatkan sirkulasi di rumah, buka jendela setiap pagi.
- Tingkatkan asupan protein

Monitoring dan Evaluasi:


Monitoring dan evaluasi hasil pemeriksaan dilakukan saat pasien kontrol setelah hasil
pemeriksaan dahak keluar. Jika hasil di dapatkan (+) MTB, maka pasien dirujuk ke poli TB
untuk dilakukan pencatatan dan diberikan obat KDT/FDC hingga pengobatan tuntas.

4. Upaya Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit: Pengobatan Pasien TB


Paru II
LB:
Infeksi M. tuberculosis adalah penyebab tersering dari penyakit kronik saluran napas bawah
dan merupakan ancaman yang cukup besar bagi kesehatan dunia. Terdapat sekitar empat
belas juta orang orang dengan tuberkulosis(TB) di seluruh dunia pada tahun 2014 (174 kasus
per 100.000 populasi). Berdasarkan suatu studi pada tahun 2015, kasus insidensi TB di
seluruh dunia diperkirakan sebesar 10,6 juta(142 kasus per 100.000 jiwa). Angka ini
meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 9,6 juta(133 kasus per 100.000 jiwa)(WHO, 2016).

Indonesia termasuk ke dalam 22 negara dengan beban TB yang tinggi(High burden


countries). Indonesia, bersama India dan Cina, merupakan negara dengan jumlah insidensi
TB terbanyak. Total jumlah insidensi di ketiga negara ini bila digabungkan sama dengan
43% total kasus global.(WHO, 2016) Tatalaksana sesuai standar merupakan salah satu
komponen yang penting dalam mengurangi beban TB yang tinggi di Indonesia. Oleh karena
itu, tatalaksana TB sebagai suatu upaya kesehatan masyarakat perlu dilakukan di fasilitas
layanan kesehatan primer.

Permasalahan:
Kasus TB di Indonesia cukup tinggi, sehingga diperlukan upaya penganggulangan TB yang
komprehensif. Tatalaksana TB sesuai standar terapi di fasilitas layanan kesehatan primer
merupakan salah satu upaya kesehatan masyarakat untuk mengurangi beban TB.

Perencanaan:
Pasien yang datang ke poliklinik umum dengan gejala TB seperti, batuk lebih dari dua
minggu, penurunan berat badan yang signifikan, demam ringan, keringat malam, pembesaran
kelenjar getah bening, atau lainnya dapat dirujuk ke poli TB untuk pemeriksaan ke arah TB.
Kasus dengan kecurigaan resistensi obat, gagal terapi, riwayat terapi tidak terstandar dengan
quinolone atau obat suntik, loss to follow up, kasus kambuh, kontak dengan kasus resisten,
dan ko-infeksi TB-HIV dirujuk untuk pemeriksaan Tes Cepat Molekular dan tatalaksana
kasus resisten obat bila terbukti. Tatalaksana dengan OAT lini 1, baik kategori I maupun II,
dapat diberikan di puskesmas.

Pelaksanaan:
Dilakukan pengobatan terhadap pasien Tn. M; 58th; 158cm; 48kg

ISI DATA DASAR PASIEN


Tn. MH; 58th; 158cm; 48kg

ISI DATA RINGKASAN PENYAKIT


Anamnesis
• Keluhan Utama: Batuk berdahak sejak >1 bulan lalu
• Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien batuk berdahak warna putih kadang kehijauan sejak 2
bulan lalu. Batuk berdarah tidak ada. Terdapat keluhan demam hilang timbul dan berat
badan turun. Pasien mengeluh ada keringat malam hari. Pilek (-), hilang penciuman (-), nyeri
tenggorok (-), sesak (-)
• Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien menyangkal riwayat perawatan di RS, operasi, atau
kecelakaan. Riwayat TB sebelumnya disangkal.
• Riwayat Sosial Kebiasaan: Kebiasaan merokok disangkal. Pasien tinggal dengan suami,
anak dan cucunya.

Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital :
TD: 110/70 mmHg, HR: 88x/menit ,RR:20x/menit T:37,3 C, BB: 48 kg, TB 158cm
Kepala: normosefal
Mata: Sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Telinga: deformitas (-), liang telinga lapang, serumen (-)
Hidung: simetris, deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan sinus (-), konka tidak hiperemis
Tenggorokan: Tonsil T1-T1, uvula di tengah, faring tidak hiperemis
Jantung: BJ I - II reguler normal, murmur (-), gallop (-)
Paru: suara napas vesikuler, ronkhi (-/+), mengi (-/-)
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)
Kulit: Tidak tampak lesi

Pemeriksaan Penunjang
• BTA (SP): positif

DIAGNOSIS
• A15. TB paru terkonfirmasi bakteriologis kasus baru

ISI DATA PENATALAKSANAAN


OAT KDT kategori I fase intensif 1 x 3 tab

Edukasi
o Gizi cukup dan berimbang
o Akivitas fisik minimal intensitas ringan-sedang durasi 150 menit/minggu
o Pencegahan transmisi TB: Gunakan masker dan mengupayakan paparan sinar matahari dan
ventilasi udara yang baik di rumah
o Protokol kesehatan COVID19: gunakan masker, jaga jarak minimal 1 meter, hindari
kerumunan, cuci tangan

Monev:
Regimen OAT diberikan untuk dosis 2 minggu. Seorang kerabat pasien atau orang lain yang
mampu mengawasi pasien dipilih dan diedukasi untuk berperan sebagai pengawas minum
obat (PMO). Setelah 2 minggu sejak pemberian OAT, pasien perlu datang kembali ke
puskesmas untuk mengambil kembali OAT dosis berikutnya, serta monitoring dan evaluasi
terapi secara klinis. Pada bulan ke-2 dan bulan ke-5 terapi OAT kategori I atau bulan ke-3
dan bulan ke-5 terapi OAT kategori II, dilakukan pemeriksaan BTA untuk evaluasi terapi
secara mikrobiologis. Apabila BTA tetap positif setelah bulan ke-2 terapi kategori I atau
bulan ke-3 terapi kategori II, dinyatakan tidak konversi yang tetap dapat melanjutkan terapi
lini 1, tetapi perlu dirujuk untuk pemeriksaan TCM. Apabila BTA tetap positif setelah bulan
ke-5 terapi, dinyatakan gagal terapi, sehingga tidak dapat melanjutkan terapi lini 1 dan perlu
melakukan pemeriksaan TCM.
Topik : Penyuluhan Infeksi Menular Seksual II
A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
Infeksi menular seksual (IMS) masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik di
negara maju maupun negara berkembang. Upaya pencegahan IMS yang dilaksanakan di
berbagai negara tampaknya belum memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hambatan, seperti timbulnya resistensi terhadap obat, pengaruh faktor
lingkungan yang makin memberikan kemudahan penularan IMS, kesulitan penegakan
diagnosis, pengobatan yang tidak tepat, dan faktor stigma yang masih terus dikaitkan dengan
penderita IMS.
WHO memperkirakan setiap tahun terdapat 350 juta penderita IMS baru di negara-negara
berkembang, seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Di negara maju prevalensi IMS
sudah dapat diturunkan, tetapi prevalensi di negara berkembang masih tinggi.
Angka kejadian IMS saat ini cenderung meningkat di Indonesia. Angka kesakitan IMS di
Indonesia pada tahun 2015 adalah sebanyak 19.973 kasus. Angka kesakitan ini mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan hasil survei pada tahun 2012 yaitu sebanyak 16.110
kasus dan pada tahun 2010 dimana terdpat 11.141 kasus. Jumlah penderita yang terdata
hanya sebagian kecil dari jumlah penderita sesungguhnya.
Menurut WHO, IMS merupakan salah satu dari sepuluh penyebab kematian pada laki-
laki dewasa muda dan penyebab kematian kedua terbesar pada perempuan dewasa muda di
negara berkembang. Dewasa dan remaja (15-24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi
yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS
baru.
Pencegahan IMS terdiri dari dua bagian, yaitu pencegahan primer dan pencegahan
sekunder. Pencegahan primer terdiri dari penerapan perilaku seksual yang aman, sedangkan
pencegahan sekunder dilakukan dengan menyediakan pengobatan dan perawatan seksual,
pengobatan yang tepat pada pasien, serta pemberian dukungan pada pasien IMS.

B. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan tidak menular, yaitu
melakukan intervensi dalam upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai
infeksi menular seksual, dilakukan rencana pelaksanaan penyuluhan. Sasaran peserta adalah
kader desa aikmel timur. Penyuluhan dilakukan dengan memberikan pengarahan tentang
pengertian, penularan, jenis, bahaya, pencegahan, pengobatan dan mitor seputar infeksi
menular seksual. Setelah penyuluhan direncanakanakan dilakukan diskusi terbuka.
C. PELAKSANAAN
Penyuluhan dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan dari Puskesmas Aikmel yang
dilaksanakan di balai desa aikmel timur.
Penyuluhan dibuka oleh perwakilan Puskesmas (bidan). Dilakukan penyuluhan tentang
penyakit kusta, meliputi :
1. Pengertian IMS
2. Penularan IMS
3. Jenis-jenis IMS
4. Bahaya IMS
5. Pencegahan IMS
6. Pengobatan IMS
7. Mitos seputar IMS

D. MONITORING DAN EVALUASI


1. Kegiatan : Penyuluhan di balai desa aikmel
2. Sasaran : Kader desa aikmel
3. Monitoring :
Penyuluhan mengenai IMS diikuti oleh kader desa. Acara berjalan dengan baik dan
lancar. Para peserta menyimak dengan baik penjelasan tentang IMS, dan berperan aktif
pada diskusi terbuka yang dilakukan setelah penyuluhan.
4. Evaluasi :
Sebagian besar peserta sudah dapat memahami mengenai pengertian, penularan, jenis,
bahaya, pencegahan, pengobatan, dan mitos seputar IMS.

“DIARE II”
A. Nama Kegiatan
Kunjungan Rumah Pasien Diare
B. Latar Belakang
Diare cair akut adalah buang air besar lembek atau cair atau bahkan dapat berupa air
saja dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam dan
berlangsung kurang dari 14 hari. Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Negara berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi di anak, terutama dibawah usia 5 tahun. Diare akut sampai saat ini masih
merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju.
Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita
yang banyak dalam waktu yang singkat.
Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat
tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1
dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat
ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh
karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella
spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens
dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk
setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di
negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun. Di negara
berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di
Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya dibanding di negara
berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun. Di Indonesia dari 2.812
pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari beberapa provinsi
seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam penyebab
terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V.
Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan
Salmonella paratyphi A.
Berdasarkan latar belakang tersebut, pasien anak yang menderita diare dijadikan
pasien dalam kegiatan kunjungan rumah. Penatalaksaan yang adekuat akan membantu
penyembuhan pasien. Kunjungan rumah pasien diharapkan mampu mengedukasi keluarga
pasien mengenai penyakit tersebut. Edukasi tentang penyakit, dari segi klinis maupun sosial,
diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada keluarga pasien, dan lingkungan
sekitarnya.

C. Tujuan Kegiatan
1. TujuanUmum
Melakukan pelayanan komprehensif dalam menangani sebuah kasus
2. TujuanKhusus
a. Melakukan penegakkan diagnosis berdasarkan alloanamnesis dan pemeriksaan fisik
terhadap pasien
b. Menelusuri pencetus yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit
c. Memberikan edukasi mengenai penanganan dan pencegahan penyakit diare

D. Bentuk Kegiatan
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnostic dalam penegakkan diagnosis pasien
2. Menelusuri pencetus yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit (rumah dan
lingkungan sekitar pasien)
3. Edukasi mengenai penanganan dan pencegahan penyakit diare

E. Waktu Kegiatan
Kegiatan telah dilaksanakan pada tanggal 2 februari 2022

F. Tempat Kegiatan
Kegiatan telah dilaksanakan di Desa Aikmel

G. Pelaksana Kegiatan
dr. Cholisa
H. Peserta Kegiatan
Keluarga Tn. K yang memiliki seorang anak berusia 1 tahun AS bulan bernama An. F di
Desa Aikmel

I. Hasil Kegiatan
1. Penegakkan Diagnosis Pasien Diare
a. Alloanamnesis Pasien Diare oleh Ayah dan Ibu Pasien
1) Keluhan utama
Buang air besar cair 6 kali per hari
2) Keluhan tambahan
Demam
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dating bersama ibunya ke Puskesmas aikmel pada tanggal 9 Agustus 2015.
Ibu pasien mengeluhkan anaknya mengalami BAB cair sebanyak ± 6 kali per hari
sejak 2 hari yang lalu. BAB cair kurang lebih sebanyak setengah gelas belimbing
dan terdapat lender, tidak terdapat darah, serta berbau busuk. Pasien tidak
menangis saat BAB. Sebelum diare, pasien mengalami demam selama 3 hari dan
setelah itu timbul diare.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
a) Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
b) Pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif
c) Pasien telah mengikuti program imunisasi dasar secara lengkap

5) Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah dan Ibu pasien tidak mengalami keluhan yang sama
6) Riwayat Sosial Ekonomi
a) Keluarga
Pasien hidup bersama kedua orang tuanya dan merupakan putri tunggal di
keluarganya. Pasien termasuk dalam keluarga dengan ekonomi menengah
kebawah. Rumah pasien tidak memenuhi criteria rumah sehat. Pasien tidak
mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan. Sebelumnya pasien tampak aktif,
pasien sudah mampu menyusun kalimat dengan 2 kata dan sudah dapat
berjalan dan bermain bersama teman-teman tetangganya.
b) Lingkungan rumah
Pasien sering diajak ibunya bermain ke rumah tetangga. Informasi yang
didapat dari tetangga pasien, tetangga pasien mengatakan bahwa anaknya juga
sedang menderita demam, batuk dan pilek. Sedangkan tetangga pasien lainnya
juga mengaku bahwa anaknya beberapa hari yang lalu sempat diare dan
sekarang sudah mulai berkurang. Interaksi ibupasien dan pasien ketetangga-
tetangga pasien cukup dekat, sehingga mempermudah penularan penyakit.
Selainitu di lingkungan sekitar pasien terdapat banyak kandang kambing dan
sumber air berasal dari mata air gunung.
b. Pemeriksaan Fisik Pasien Diare
Keadaan Umum/ Kesadaran : baik/compos mentis
Tanda Vital : Nadi : 116x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 37,9ºC
Status Gizi : BB=11,2 kg, PB=88 cm
(WHZ= -1,36) (Normal)
Status Generalis : dalambatas normal
Pemeriksaan Fisik Abdomen :
 Inspeksi : datar
 Palpasi : supel, turgor < 1 detik
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Pemeriksaan tanda-tanda dehidrasi :
 Keadaan umum : baik, sadar, tidak rewel
 Rasa haus : normal
 Turgor kulit : kembali cepat (< 1 detik)
 Mata : normal (tidakcekung)
 Mukosa mulut & lidah : basah
 UUB : rata
2. Penulusuran Faktor Risiko Penyebab Diare pada Pasien
a. Rumah
1) Tidak ada anggota keluarga pasien yang mempunyai keluhan yang sama dengan
pasien.
2) Rumah pasien tidak memenuhi criteria rumahsehat. Dinding rumah pasien terbuat
dari anyaman bambu, lantai rumah pasien terbuat dari semen, ventilasi di dalam
rumah sangat minim dan pencahayaan rumah pasien sangat kurang. Kamar tidur
pasien dan orang tua pasien bersebelahan dengan dapur dan hanya dibatasi
dengan selembarkain. Di dalam rumah pasien tidak terdapat kamar mandi.
Sumber air berasal darimata air pegunungan yang digunakan untuk MCK, minum
dan mencuci botol susu pasien. Ayah dan ibu pasien juga tidak merebus botol
susu pasien sebelum digunakan. Ayah dan ibu pasien jarang mencucitangan saat
berinteraksi dengan pasien.
3) Pasien mendapatkan ASI hanya dari umur 0-3 bulan. Setelah berumur 4-12 bulan,
selain mendapatkan ASI, pasien juga diberi makanan tambahan seperti bubur nasi
dan pisang. Pada umur 12-22 bulan pasien tidak mendapatkan ASI lagi dan
minumsusu formula. Pasien mulai makanma kanan yang cukup padat seperti nasi
dan beberapa buah-buahan seperti pisang dan pepaya. Namun pasien akhir-akhir
ini agak sulit makan dan lebih memilih makan jajan sembarangan.
4) Status gizi berdasarkan BB/TBpasienadalah normal, yaitu dengan WHZ = -1,36.
b. Lingkungan rumah
1) Beberapa tetangga pasien mengalami keluhan yang sama.
2) Interaksi pasien dengan tetangganya sangat erat. Setiap sore ibu pasien dan pasien
bermain kerumah tetangga pasien. Hal ini mempermudah terjadinya penularan
penyakit tersebut.
3) Didekat rumah pasien terdapat kandang kambing yang kurang terawatt
kebersihannya, sehingga memiliki risiko untuk terjadinya suatu penyakit.
Edukasi tentang Pencegahan dan Penanganan Diare

J. Evaluasi Kegiatan
1. Kelebihan
Ibu pasien cukup komunikatif dalam menjelaskan kronologi penyakit pasien sehingga
sangat memudahkan untuk mendapatkan informasi mengenai penyakit pasien.
2. Kekurangan
Rekam medis yang kurang lengkap, seperti alamat pasien. Hal ini menyebabkan kesulitan
dalam penelusuran alamat pasien di lapangan.
3. Peluang
a. Kerjasama yang baik dengan ayah dan ibu pasien yang saat kunjungan sedang berada
di rumah.
b. Penjelasan penyakit dan edukasi yang diberikan kepada pihak keluarga berjalan
dengan baik. Edukasi dapat dipahami dan didukung oleh mereka.
4. Ancaman
Padasaat kunjungan kerumah pasien, tetangga-tetangga pasien ikut serta dalam kegiatan
dan cukup menimbulkan kegaduhan. Hal ini terkadang membuat ayah dan ibu pasien
kurang focus untuk menyampaikan informasi dan mendapatkan edukasi.

Anda mungkin juga menyukai