Anda di halaman 1dari 81

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keselamatan pasien merupakan isu yang menjadi perhatian dunia, karena

globalisasi teknologiinformasi pengetahuan masyarakat tentang pelayanan

kesehatan dan isu keselamatan pasien yang maju pesat. Salah satu indikator

keselamatan pasien yang berhubungan dengan tindakan medis adalah infeksi luka

operasi (ILO) yang merupakan komplikasi utama yang dialami oleh pasien rawat

inap. (1)

Tahun 2012 Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia 359/100.000

kelahiran hidup, di Myanmar 130/100.000 kelahiran hidup, Nepal 193/100.000

kelahiran hidup, Sri Langka 35/100.000 kelahiran hidup, India 150/100.000

kelahiran hidup, Bhutan 250/100.000 kelahiran hidup, Bangladesh 200/100.000

kelahiran hidup dan Timur Leste 300/100.000 kelahiran hidup.Pada negara-negara

maju, kematian ibu disebabkan karena kehamilan dan persalinan ibu yang

mengalami komplikasi. (2)

WHO menetapkan indikator persalinan sectio caesarea sebesar 5–15%

untuk setiap negara, jika tidak sesuai indikasioperasi caesarea dapat

meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.Tindakan bedah

sesar menunjukkan tren yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. WHO

melaporkan dari 137 negara, ditemukan bahwa terdapat 69 negara (50,4%) yang

mempunyai angka persalinan dengan bedah sesar > 15%. Penelitian yang

dilakukan di Bangladesh, menemukan dalam 10 tahun terjadi 21.149 kelahiran

1
2

dan 70,5% diantaranya melalui persalinan bedah sesar. Persalinan bedah sesar

meningkat dari 45,8% menjadi 70,5% dalam 10 tahun, sedangkan kelahiran

spontan berkurang dari 54,1% menjadi 29,4%. Persalinan dengan bedah sesar

terus bertambah jumlahnya di berbagai negara, termasuk di Indonesia, dengan

sectio caesarea rate sebesar 6%. (3)

Menurut WHO peningkatan jumlah persalinan dengan bedah sesar

berbanding lurus dengan peningkatan kejadian ILO (Infeksi Luka Operasi) pasca-

operasi.Penelitian lain di salah satu rumah sakit Australia, menemukan kejadian

ILO sebanyak 40 kasus (6,9%) dari 583 kasus bedah sesar.Angka kejadian ILO

(Infeksi Luka Operasi) pascabedah sesar lebih tinggi ditemukan di Inggris yaitu

11,2% dari 715 pasien dan 27% diantaranya ditemukan ketika pasien masih

dirawat di rumah sakit. Peningkatan kejadian ILO tersebut dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain diabetes melitus, nilai American Society of

Anesthesiologist (ASA), pemberian antibiotik profilaksis, lama persalinan, lebar

luka membran, lama monitoring perawatan luka, persalinan emergensi, lama

operasi, kehilangan darah, keterampilan operasi, lama perawatan pasca-operasi,

body mass index (BMI), dan teknik penutupan luka dengan metode staples.(4)

National Nosocomial Infection Surveillance (NNIS 2010) United States

America mengindikasikan bahwa ILO merupakan infeksi ketiga tersering yang

terjadi di rumah sakit sekitar 14-16% dari total pasien di rumah sakit.Penelitian di

Nigeria tahun 2009 melaporkan bahwa dari pasien post operasi yang dilakukan

pemeriksaan kultur ILO 5%- 10% diantaranya berkultur positif mengandung

bakteri.Di India, angka kejadian ILO dilaporkan 16% pada kasus pembedahan
daerah perut meliputi operasi apendiktomi, hernia, laparotomi, mastektomi dan

nefrektomi. Pada negara berkembang seperti di Ethopia, angka ILO ini ditemukan

yaitu sekitar 11,4%, di Serbia sebesar 13%, bahkan pada pasien pembedahan

abdomen di Iran ditemukan kasus ILO sebesar 17,4%. (4)

Menurut Permenkes No 659/Menkes/Per/VIII/2009 Tentang Standar

Kriteria Kelas Rumah Sakit Indonesia, Standar 5 Penilaian Kinerja (Performance)

Rumah Sakit point ke- 9 bahwa operasi sectio caesarea rumah sakit (< 15%),

Point ke-11 kasus operasi ulang (< 2%), point ke-16 Attack Rate Infeksi Luka

Operasi (ILO) rumah sakit (2,5%). Di negara maju frekuensi operasi sectio

caesarea berkisar antara 1,5% sampai dengan 7% dari semua persalinan. Angka

kejadian ILO (Infeksi Luka Operasi) pada rumah sakit pemerintah di Indonesia

sebanyak 55,1% membuktikan bahwa angka kejadian ILO di RS Dr. Mohammad

Hoesin (RSMH) Palembang sebanyak 56,67% yang terdiri dari ILO superfisial

incision 70,6%, ILO deep incision 23,5% dan ILO organ 5,9%. Angka kejadian

sectio sesarea di Indonesia dalam lima tahun terakhir adalah 15,3% dari total

persalinan. Dari data tersebut, angka tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta

(27,2%), Kepulauan Riau (24,7%), dan DI Yogyakarta (20,8%). Di Indonesia,

angka seksio sesarea di rumah sakit pemerintah sekitar 20-25%, sedangkan di

rumah sakit swasta sekitar 30-80% dari total persalinan. Indikasi section caesarea

dariibuada 2 yaitu faktor distosi dan penyakit. Faktor Distosia antara lain:

ketidakseimbangan cepalopelvik, kegagalan induksi persalinan, kerja rahim yang

abnormal, faktor penyakit: Eklapmsia, DM, Penyakit jantung, Ca servik. Dari

janin antara lain: Prolaps tali pusat, Plasenta previa dan Abrupsion
plasenta. Untuk menekan angka kematian ibu dan janin salah satu cara bisa

dilakukan dengan tindakan operasi. Tindakan persalinan yang biasa dilakukan

adalah bedah Caesar. (5)

ILO ditemukan paling cepat hari ketiga dan yang terbanyak ditemukan

pada hari ke lima sedangkan yang paling lama adalah hari ketujuh. Pada tahap

awal pasca operasi caesar ibu merasa tak ingin bangkit dari tempat tidur, kembali

bergerak secepat mungkin sangat disarankan bagi para ibu selepas operasi caesar,

operasi dan anastesi dapat menyebabkan akumulasi cairan yang dapat

menyebabkan pneumonia sehingga sangat penting bagi ibu untuk bergerak.

Mobilitas meningkatkan fungsi paru-paru, semakin dalam nafas yang ditarik,

semakin meningkat sirkulasi darah. Apabila tidak melakukan mobilitas akan

berdampak pada peningkatan suhu tubuhkarena adanya involusi uterus yang tidak

baik, sehingga sisa darah tidak bisa dikeluarkan dan menyebabkan infeksi, dan

salah satu tanda infeksi adalah penigkatan suhu tubuh. Pada hari ke-2 tenaga

medis akan menolong untuk duduk di tempat tidur, duduk dibagian samping

tempat tidur dan mulai berjalan dalam jarak pendek.Indikasi dilakukan section

caesarea pada ibu adalah disproporsi Cepalo pelvic, placenta previa, tumor jalan

lahir, hidramnion, kehamilan gamely, sedangkan janin adalah janin besar, mal

presentasi, letak lintang, hidrocepalus, Pre eklampsia atau peningkatan tekanan

darah, protenuria dan udem pada ibu hamil. Karena bila dipaksakan lahir normal

(pervagina) dapat berisiko terjadi kejang pada ibu atau eklampsia. (1)

Pertolongan operasi sesarea merupakan tindakan dengan tujuan untuk

menyelamatkan ibu maupun bayi. Tiap-tiap tindakan pembedahan harus


didasarkan atas indikasi, yakni pertimbangan-pertimbangan yang menentukan

bahwa tindakan perlu dilakukan demi kepentingan ibu dan janin. Sudah tentu

kepentingan ibu dan janin harus sama-sama diperhatikan, akan tetapi dalam

keadaan terpaksa kadang-kadang seorang dokter terpaksa lebih memperhatikan

kepentingan ibu daripada kepentingan janinnya. Persalinan cesar tidak ditujukan

hanya demi kenyamanan dan kepentingan dokter atau orang tua atau alasan lain

yang sifatnya nonmedis. Operasi cesar harus dilakukan untuk menyelamatkan

nyawa ibu yang melahirkan, maka logikanya kemajuan teknologi kedokteran akan

membawa perubahan yang nyata dan bermanfaat. (4)

Kemajuan teknologi yang semakin canggih termasuk dibidang kesehatan

sangat membantu persalinan ibu yang mengalami komplikasi, yakni dengan

operasi Cesar. Penggunaan antibiotik profilaksis di rumah sakit merupakan

pemberian antibiotik yang dilakukan sebagai upaya preventif untuk mencegah

terjadinya infeksi luka operasi. Pemberian antibiotik harus dilakukan dengan

alasan yang jelas karena resistensi bakteri yang semakin berkembang

berhubungan dengan penggunaan antibiotik tersebut dan pemilihan jenis

antibiotik profilaksis berpengaruh terhadap keberhasilan pencegahan infeksi pasca

bedah. Meskipun prinsip penggunaan antibiotik profilaksis dalam operasi telah

ditetapkan, masih terdapat penggunaan yang tidak sesuai. didapatkan data bahwa

sebanyak 87% pasien yang mendapatkan tindakan pembedahan terkena infeksi

superfisial dan 13% terkena infeksi deep incision dikarenakan faktor karakterisrik

responden yang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan (BB), lama operasi, jenis

operasi serta faktor dari pelaksana operasi meliputi riwayat kesehatan,


penggunaan obat, perawatan luka, nyeri post operasi, hubungan paritas, penyulit

persalinan, riwayat persalinan, dan jarak kehamilan. (2)

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tahun

2014 (data priode bulan Januari-Desember tahun 2013) dari 1.362 pasien yang

menjalani persalinan tercatat jumlah pasien yang melahirkan dengan sectio

caesarea sebanyak 504 pasien (37%). (6)

Mengingat besarnya resiko persalinan seksio sesaria dan semakin

tingginya persalinan seksio sesaria yang tidak membutuhkan indikasi, maka perlu

dilakukan upaya penurunan angka persalinan seksio sesaria. Untuk itu perlu dikaji

beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian persalinan seksio sesaria agar

terhindar dengan persalinan seksio sesaria yang tidak perlu yang hanya membawa

kerugian,baik secara klinis maupun ekonomis. Dipilihnya RSUD Simeulue

sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan angka kejadian setiap tahunnya

mengalami peningkatan.

Pada survey awal pengambilan data yang dilakukan pada 08 Desember

2017 didapatkan pada tahun 2016 ibu rawat inap bersalin baik sectio caesarea

maupun normal sebanyak 935 orang ibu, yang melakukan persalinan dengan cara

sectio caesarea sebanyak 330 orang ibu (35,29%). Pada tahun 2017 terjadi

peningkatan persalinan dengan cara sectio caesarea yaitu sebanyak 395 orang ibu

(64,64%) dari 611 orang ibu yang melakukan persalinan di RSUD Simeulue.

(Januari-Oktober 2017).Data menunjukkan bahwa pasien yang melakukan operasi

section cesarea setiap bulan ≤ 40 pasien dengan infeksi luka operasi setiap

bulannya < 4 pasien (12,151%) dan pada tahun 2018 dari bulan Januari-Agustus
ditemukan ILO sebanyak 15 orang, dari ibu yang melakukan persalinan dengan

SC sebanyak 312 ibu.(7)

Penelitian terdahulu menyatakan bahwa infeksi luka pasca operasi

merupakan salah satu masalah utama dalam praktek pembedahan dan infeksi

menghambat proses penyembuhan luka sehingga menyebabkan angka morbiditas

dan mortalitas bertambah besar yang menyebabkan lama hari perawatan. Lama

perawatan yang memanjang disebabkan karena beberapa faktor, yaitu faktor

ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik terdiri dari pemenuhan nutrisi

yang tidak adekuat, teknik operasi, obat-obatan, dan perawatan luka sedangkan

faktor intrinsik terdiri dari usia, gangguan sirkulasi, nyeri post operasi, hubungan

paritas, penyulit persalinan, riwayat persalinan, jarak kehamilan dan penyakit

penyerta serta faktor lainnya adalah mobilisasi. (8)

Hasil survey awal, informan ibu post sectio caesarea dengan usia 29

tahunparitas G3 P3 A0, pekerjaan ibu rumah tangga dan suami petani , alamat desa

Situbuk.Mendapatkan perawatan 4 hari di rumah sakit sesudah operasi seksio,

datang kerumah sakit post operasi 7 hari untuk melakukan kontrol ulang, bekas

luka operasi terbuka (jahitan putus) terlihat basah, sedikit nanah dan berdarah

hingga pasien harus diopname ulang untuk melakukan penjahitan kembali. Saat

penulis bertanya tentang mobilisasi, informan tersebut mengatakan tidak

melakukan mobilisasi sesuai yang dianjurkan dokter dan perawat sebab masih

terasa nyeri dibagian bekas operasi. Mengenai kebersihan diri informan, sesudah

pulang dari rumah sakit tidak pernah melakukan aktivitas mandi, hanya mengelap

badan saja dengan kain basah dan sering menyentuh dengan menekan bekas
operasi akibat gatal yang ditimbukan. Dalam pemenuhan nutrisi informan tidak

memperhatikan karena tidak ada yang masak dirumah jadi apapun yang ada itulah

yang dimakan, misalkan hanya makan indomei atau makanan yang tidak banyak

mengandung protein, juga jarang makan buah-buahan.

Begitu juga informasi yang didapat terhadap sepuluh orang ibu post sectio

caesarea , banyak faktor yang menyebabkan infeksi Daerah Operasi Postsectio

caesarea , salah satu hambatan yang sering terjadi pada ibu pasca operasi Caesar

adalah adanya pantang makanan setelah melahirkan. Padahal setelah melahirkan

seorang ibu memerlukan nutrisi yang cukup untuk memulihkan penyembuhan

luka, apabila ibu tidak mengkonsumsi nutrisi yang cukup akan mengakibatkan

luka tidak cepat kering sehingga penyembuhan luka menjadi lama. Mereka tidak

menyadari bahwa tindakan itu berpengaruh terhadap lambatnya pemulihan

kesehatan kembali, juga dapat terhambat pertumbuhan bayi, juga kurangnya

pengetahuan ibu dalam pemulihan pasca operasi caesar.Mobilisasi atau kurangnya

gerakan-gerakan karena rasa takut robek jahitan atau rasa sakit yang ditimbulkan

akibat gerakan. Stress aktifitas, dengan kondisi post operasi serta mengasuh anak

yang terkadang sampai tidak tidur malam menyebabkan ibu merasa lelah dan

stress, dan kebersihan diri, dalam hal ini diperlukan informasi yang lebih

mendalam kepada ibu pasca operasi caesar serta keluarga tentang cara pemulihan

pasca operasi caesar.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai faktor apa saja yang memengaruhi infeksi Daerah Operasi PostSC di

RSUD Simeulue.
1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Rumusan masalah berdasarkan analisis kuantitatif sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh umurterhadapinfeksi Daerah Operasi Postsectio

caesarea di RSUD Simeulue tahun 2018.

2. Apakah ada pengaruhstatus giziterhadap infeksi Daerah Operasi Postsectio

caesarea di RSUD Simeulue tahun 2018.

3. Apakah ada pengaruhobat-obatanterhadap infeksi Daerah Operasi

Postsectio caesarea di RSUD Simeulue tahun 2018.

4. Apakah ada pengaruhpenyakit terhadap infeksi Daerah Operasi Post sectio

caesarea di RSUD Simeulue tahun 2018.

5. Apakah ada pengaruhkebersihan diri terhadap infeksi Daerah Operasi

Postsectio caesarea di RSUD Simeulue tahun 2018.

1.2.2. Rumusan masalah berdasarkan analisis kualitatif sebagai berikut:

Bagaimana perawatan luka ibu, pola makan ibu, dan tahapan mobilisasi

pada ibu operasi post sectio caesarea .

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Uraian Tujuan Analisis Kuantitatif

1. Menganalisispengaruhumur terhadap infeksi Daerah Operasi Postsectio

caesarea di RSUD Simeulue tahun 2018.

2. Menganalisis pengaruh status gizi terhadap infeksi Daerah Operasi Post

sectio caesarea di RSUD Simeulue tahun 2018.

3. Menganalisis pengaruhobat-obatan terhadap infeksi Daerah Operasi

Postsectio caesarea di RSUD Simeulue tahun 2018.


4. Menganalisis pengaruhpenyakitterhadap infeksi Daerah Operasi Post

sectio caesarea di RSUD Simeulue tahun 2018.

5. Menganalisis pengaruh kebersihan diriterhadap infeksi Daerah Operasi

Postsectio caesarea di RSUD Simeulue tahun 2018.

1.3.2. Uraian Tujuan Analisis Kualitatif

1. Menggali bagaimana perawatan yang dilakukan ibu yang mengalami

infeksi Daerah Operasi Post sectio caesarea

2. Menggali bagaimana pola makan ibu yang mengalamiinfeksi luka oprasi

post sectio caesarea .

3. Menggali bagaimana mobilisasi ibu yang mengalami infeksi luka

oprasiPost sectio caesarea .

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu

keperawatan maternitas dengan infeksi Daerah Operasi Postsectio caesarea .

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Bagi profesi keperawatan

Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai bahan edukasi bagi promkes

untuk asuhan keperawatan maternitas bidang kesehatan reprodiksi tentang

infeksi Daerah Operasi Postsectio caesarea .

2. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian dapat digunakan untuk acuan sebagai dasar dalam

penangan infeksi Daerah Operasi Postsectio caesarea .


3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan atau sumber data untuk

melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan infeksi Daerah

Operasi Postsectio caesarea .

4. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan peneliti tentang perilaku ibu dalam pemulihan

pasca operasi caesa


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Berikut akan diuraikan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan

topik penelitian ini yaitu tentang faktor yang memengaruhi infeksi Daerah Operasi

Postsectio caesarea . Penelitian-penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Dian Nurani (2012). Perawatan luka merupakan salah satu teknik yang

harus dikuasai oleh perawat. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka

adalah pengendalian infeksi karena infeksi menghambat proses penyembuhan

luka sehingga menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas bertambah besar.

Infeksi luka post operasi merupakan salah satu masalah utama dalam praktek

pembedahan. Dengan berkembangnya era asepsis, teknik operasi serta perawatan

bedah maka komplikasi luka pasca operasi cenderung menurun. Jika luka pasien

mengalami infeksi menyebabkan masa perawatan lebih lama, sehingga biaya

perawatan di rumah sakit menjadi lebih tinggi (Morison, 2003). Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

post operasi SC (Sectio Caesarea ) di RS PKU Muhammadiyah Gombong. Jenis

penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan menggunakan

pendekatan cross sectional. Hasil uji Chi-Square untuk usia ibu, nilai p value =

0.019 (p < 0.05), anemia p value = 0.009 (p < 0.05), penyakit penyerta (DM) nilai

p value = 0.038 (p < 0.05). (9)

Suryani Hartati1 (2015). Mobilisasi dini yang dilakukan mempuyai

pengaruh pada ibu pasca seksio sesarea secara fisik, pada sistem cardiovaskuler,

12
13

dapat meningkatkan curah jantung, menguatkan otot jantung, menjamin

kelancaran peredaran darah, memperbaiki pengaturan metabolisme tubuh,

mengembalikan fungsi kerja fisik, tanda-tanda vital dalam batas normal yang akan

mempercepat proses penyembuhan luka sehingga resiko terjadinya infeksi tidak

terjadi, selain itu melatih otot-otot dan sendi pasca operasi untuk mencegah

kekakuan. Pada sistem pencernaan meningkatkan mobilitas lambung dan

memperbaiki toleransi otot abdomen (Brunner & Suddarth, 2002 ; Potter & Perry,

2006; Chaudhary, 2007).Manfaat mobilisasi pasca operasi seksio sesarea juga

telah dibuktikan oleh penelitian Mahesh (2009) yang dilakukan di rumah sakit

Ahmedabad India, pada penelitian ini sebanyak 1000 responden dilakukan

tindakan mobilisasi setelah 6 jam pasca operasi, didapatkan kondisi pasien pulih

dengan baik. Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor pengetahuan,

motivasi, dan pemberian informasi oleh petugas kesehatan terhadap tindakan

mobilisasi dini dengan p value (p=0.005; á=0.05). Faktor yang paling berpengaruh

terhadap tindakan mobilisasi dini adalah faktor pemberian informasi oleh petugas

kesehatan (Exp (B): 4,200). Direkomendasikan perawat untuk memberikan

informasi tentang tindakan mobilisasi dini pada ibu pasca seksio sesarea sesuai

dengan standar operasional prosedur. (10)

Emma Nani2014. Jumlah tindakan operasi seksio sesarea (SC) di dunia

telah meningkat tajam dalam 20 tahunterakhir. Peningkatan kebutuhan untuk

operasi sectio caesarea juga meningkatkan masalah yang berkaitan dengan

prosesbedah. Infeksi terjadi sekitar 2% sampai 16% setelah operasi sectio

caesarea . Insiden pasca sectio caesarea dikaitkan dengan beberapafaktor seperti


suplemen antibiotik profilaksis, durasi persalinan, lebar membran luka, durasi

pemantauankeperawatan bedah dan jumlah sectio caesarea . Infeksi sectio

caesarea terkait dengan penggunaan antibiotik terjadi sebelum atau

setelahoperasi sectio caesarea . Insiden meningkat 3 kali pada pasien yang tidak

menggunakan antibiotik sebelum operasi sectio caesarea .Penggunaan antibiotik

profilaksis dalam operasi sectio caesarea signifikan meminimalkan kejadian

infeksi.Tujuan: Untukmengidentifikasi penggunaan antibiotik sesuai dengan

standar prosedur operasional untuk kejadianinfeksi pada ibu sectio caesarea .,

prevalensi risikopada confidence interval (CI) 95 % dan signifikansi p < 0,05.

Rata-rata panjang operasi sectio caesarea adalah 2.26 +1.38 jam. Ada hubungan

yang signifikan antara penggunaan antibiotik,status gizi, kadar Hb, dan jenis

operasi serta kejadian infeksi sectio caesarea (p < 0,05). Penggunaan antibiotik

membawa risiko yang dominan untuk kejadian infeksi, dimana penggunaan

antibiotik, status gizi dan jenis operasi bisa memprediksi kejadian infeksi sectio

caesarea sebanyak 10,7%. Sebagian besar subjek tidakmengalami infeksi dan

antibiotik digunakan sesuai prosedur. Probabilitasuntuk kejadian infeksi sectio

caesarea lebih besar pada penggunaan antibiotik yang tidak relevan dengan

prosedur. Faktoryang paling dominan mempengaruhi kejadian infeksi sectio

caesarea adalah penggunaan antibiotik yang tidak relevan denganprosedur.(11)

Eti qomaria (2016). Jenis penelitian kualitatif. Perawatan postpartum

dilakukan baik pada ibu postpartum dengan persalinan normal maupun dengan

sectio cesarean (SC). Post partum dengan sectio caesarea adalah ibu yang

melahirkan janin dengan persalinan buatan yaitu dengan cara proses pembedahan
dengan membuka dinding perut dan dinding uterus dimana dalam waktu sekitar

enam minggu organ-organ reproduksi akan kembali seperti keadaan tidak hamil.

Kematian ibu pada masa nifas di Indonesia masih cukup tinggi (31 % dari total

kematian ibu) akibat komplikasi puerperium seperti perdarahan dan infeksi.

Berkaitan dengan hal tersebut, penyelenggaraan pelayanan dan perawatan ibu

nifas yang adekuat serta berkualitas sangat diperlukan dan harus dapat dilakukan

dan dipertahankan sampai di rumah setelah pulang dari rumah sakit. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu postpartum dengan sectio

caesarea mengenai perawatan nifas. Rancangan penelitian adalah deskriptif

eksploratif. Teknik sampling secara deskriptif kategorik diperoleh jumlah sampel

sebanyak 81 orangresponden. Pengumpulan data menggunakan kuesioner.

Analisis data secara univariat menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian

menggambarkan pengetahuan ibu postpartum dengan sectio caesarea mengenai

perawatan nifas dengan kategori kurang adalah perubahan/adaptasi

fisik&psikologis normal ibu nifas (38%), tanda&gejala tidak normal pada ibu

nifas (37%), kebutuhan perawatan diri pada ibu nifas (49%), dan perawatan

payudara (42%). Pengetahuan mengenai kebutuhan aktifitas dan latihan semasa

nifas kategori rendah (44%), dan pengetahuan mengenai kebutuhan nutrisi dan

eliminasi pada masa nifas kategori cukup (52%). Dari penelitian ini disarankan

untuk dibuat modul perawatan ibu nifas, SOP pendidikan kesehatan perawatan ibu

nifas, mengadakan kelas prenatal yang meliputi juga materi perawatan ibu nifas.

Kata kunci : post partum, perawatan nifas.(12)


Srifa Marsaoly. (2016). Faktor kejadian ILO antara lain dari pasien

misalnya diabetes mellitus, obesitas, malnutrsi berat serta faktor lokasi luka yang

meliputi pencukuran daerah operasi, suplai darah yang buruk ke daerah operasi,

dan lokasi luka yang mudah tercemar sedangkan, faktor operasi misalnya lama

operasi, penggunaan antibiotik profilaksis, ventilasi ruang operasi, tehnik operasi

(Septiari, 2012). Faktor kejadian ILO pada pra operasi meliputi persiapan kulit

yaitu tidak membersihkan daerah operasi atau tidak melakukan pencukuran

didaerah bedah dengan rambut yang lebat (Riyadi & Hatmoko, 2012). Faktor

kejadian ILO intra operasi salah satunya yaitu teknik operasi 3 yang harus

dilakukan dengan baik untuk menghindari kerusakan jaringan yang berlebihan,

pendarahan, infeksi, lama operasi, pemakaian drain (Septiari, 2012). Kejadian

ILO terkait operasi juga disebabkan oleh mikroorganisme patogen yang

mengkontaminasi daerah luka operasi pada saat berlangsungnya operasi atau

sesudah operasi saat pasien dirawat di rumah sakit (Faktor kejadian ILO post

operasi meliputi umur. sistem imun, sistem kardiovaskuler, dan sistem respirasi

dan perawatan luka .Ada hubungan usia dengan penyembuhan luka post sectio

caesarea (pvalue= 0,002 menyatakan bahwa kulit utuh pada orang dewasa muda

yang sehat merupakan suatu barier yang baik terhadap trauma mekanis dan

infeksi, begitu juga dengan efisiensi sistem imun, sistem kardiovaskuler, dan

sistem respirasi, yang memungkinkan penyembuhan luka terjadi lebih cepat. Hasil

penelitian ini diperkuat oleh pendapat Sari (2011), yaitu terdapat hubungan antara

usia dengan penyembuhan luka post sectio caesarea , nilai pvalue = 0,001l. (13)
Yunita Wardhani (2016). Jenis penelitian kualitatif. Penyakit Diabetes

Melitus (DM) berpengaruh besar dalam proses penyembuhan luka. Salah satu

tanda penyakit DM adalah tingginya kadar gula dalam darah atau dalam dunia

medis sering disebut dengan hiperglikemi. Hiperglikemi menghambat leukosit

melakukan fagositosis sehungga rentan terhadap infeksi. Jika mengalami luka

akan sulit sembuh karena diabetes mempengaruhi kemampuan tubuh untuk

menyembuhkan diri dan melawan infeksi. Dari hasil penelitian yang dilakukan,

terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit DM degan oenyembuhan luka

dengan melihat probabilitas (Sig) 0,012 < 0,05. Setelah dilakukan penelitian

kepada 38 responden, 3 orang (7,89%) mengalami infeksi infeksi dan dari ketiga

orang tersebut semuanya menderita DM sehingga berpotensi terjadi infeksi pada

luka operasinya. Diabetes menyebabkan peningkatan ikatan antara hemoglobin

dan oksigen sehingga gagal untuk melepaskan oksigen ke jaringan. Salah satu

tanda penyakit diabetes adalah kondisi hiperglikemi yang berlangsung teru

menerus. Pada pengkajian pola fungsi terdapat kelemahan pada pola aktifitas

seperti makan, toileting, berpakaian, mobilisasi dari tempat tidur, berpindah dan

ambulasi yang di bantu oleh keluarga. Keadaan umum pasien lemah, kesadaran

composmentis, Tanda-tanda vital: Tekanan darah: 120/70 mmHg Nadi: 83/menit

Suhu: 36,8C, Pernafasan: 19x/menit, Berat badan sebelum hamil 60kg setelah

hamil 71kg dan Tinggi badan152cm. Mammae membesar, aerola hitam, papilla

menonjol, kolostrum sudah keluar. Pada abdomen saat dilakukan inspeksi terlihat

luka kemerahan (rubor), nyeri skala 6 (dolor), tidak ada pembengkakan (tumor),

tidak mengalami peningkatan suhu pada jaringan luka. Perut mengecil, terdapat
luka sectio caesarea , insisi horisontal ±12cm. Hasil auskultasi peristaltik usus

14x/menit, palpasi TFU setinggi pusat, kontraksi keras, vesika urinaria tidak

penuh. Perinium utuh, lochea berwarna merah segar berbau amis banyaknya ±

200cc dan tidak ada oedema. (14)

2.2. Telaah Teori

2.2.1. Rumah Sakit

Pengertian rumah sakit menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.340/MENKES/PER/III/2010 Rumah sakit merupakan institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat

darurat. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah

Sakit, rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya

orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit

serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan

kesehatan”. (14)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

Rumah sakit institusi pelayanan bagi masyarakat dengan karakteristik sendiri

dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi

dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus mampu meningkatkan

pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyrakat agar terwujud

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rumah sakit adalah bagian yang

integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui


rencana pembangunan kesehatan. Sehingga pengembangan rumah sakit pada saat

ini tentu tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pembangunan kesehatan, yakni

harus sesuai dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara, sistem kesehatan nasional

lainnya. (15)

Pertumbuhan rumah sakit saat ini begitu pesat baik di daerah apalagi di

perkotaan, secara ketenaga kerjaan tidak begitu masalah sebab banyak tamatan

baik perawat, bidan, farmasi, laboratorium, termasuk dokter muda. Banyaknya

jumlah rumah sakit tersebut tentunya akan menimbulkan persaingan yang ketat

antara rumah sakit lainnya serta menimbulkan tantangan yang sangat besar bagi

para pengelolah maupun pemilik rumah sakit agar kegiatannya tetap survive.

Persaingan tersebut meliputi pangsa pasar, tenaga medis, tenaga para medis, serta

tenaga ahli lain dibidang kesehatan. (16)

Pengelolaan di bidang rumah sakit ini sangat jauh berbeda dengan usaha

dibidang lain. Selain rumah sakit itu merupakan kegiatan yang padat modal dan

padat karya, dalam menjalankan usaha rumah sakit juga di tekankan penerapan

jiwa sosial etika disamping segi ekonomis. Usaha ini termasuk yang mengandung

nilai-nilai yang kompleks. Kegiatan pengelolaan sebuah rumah sakit juga

kompleks dengan disiplin berbagai ilmu, antara lain ilmu kedokteran,

keperawatan, teknik, ekonomi, hukum maupun humas. Keselarasan antar nilai-

nilai dan disiplin ilmu tersebut merupakan nilai yang harus dicapai oleh pihak

manajemen rumah sakit di tantang untuk mampu menyelaraskan nilai dan disiplin

ilmu tersebut dalam upaya mengemudikan kegiatan rumah sakit tersebut. Seorang

manajer/pimpinan rumah sakit harus mampu mengelolah sumber daya manusia,


sumber daya keuangan, sumber daya teknik yang ada. Dibutuhkan saat ini

pengetahuan manajemen bagi para manajer/pimpinan rumah sakit sebagai

pengelolah kegiatan. (17)

2.2.2. Jenis Rumah Sakit dan Pengelolaan Rumah Sakit

Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan

dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus: (15)

1. Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua jenis

penyakit.

2. Rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada satu jenis

penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis

penyakit, atau kekhususan lainnya.

Klasifikasi Rumah Sakit Umum terdiri atas:

a) Rumah Sakit Umum kelas A

b) Rumah Sakit Umum kelas B

c) Rumah Sakit Umum kelas C

d) Rumah Sakit Umum kelas D

Klasifikasi Rumah Sakit Khusus

terdiri:

a) Rumah Sakit Khusus kelas A

b) Rumah Sakit Khusus kelas B

c) Rumah Sakit Khusus kelas C.

2.2.3. Perizinan Rumah Sakit

1. Izin rumah sakit kelas A dan rumah sakit penanaman modal asing atau

penanaman modal dalam negara diberikan oleh Menteri setelah


mendapatkan rekomendasi dari pejabat yang berwenang dibidang

kesehatan pada pemerintah daerah provinsi.

2. Izin rumah sakit penanaman modal asing atau penanaman modal dalam

negeri diberikan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang

melaksanakan urusan penanaman modal asing atau penanaman modal

dalam negeri.

3. Izin rumah sakit kelas B diberikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi

setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang dibidang

kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.

4. Izin rumah sakit kelas C dan kelas D diberika oleh Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota setelah mendapat rekomendasi dari pejabat yang

berwenang dibidang kesehatan Pemerintah Daerah/Kota. (18)

2.2.4. Fungsi dan Kewajiban Rumah Sakit:

1. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada

masyarakat

2. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan

efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar

pelayanan rumah sakit.

3. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan

kemampuan pelayanannya.

4. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,

sesuai dengan kemampuan pelayanannya.


5. Kewajiban rumah sakit, menyediakan sarana dan pelayanan bagi

masyarakat yang tidak mampu atau miskin.

6. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas

pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa

uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar

biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.

7. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan

di rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.

8. Menyelenggarakan rekam medis.

9. Menyediakan sarana dan prasarana yang layak antara lain sarana ibadah,

parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-

anak, usia lanjut.

10. Melaksanakan sistem rujukan.

11. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan

etika serta peraturan perundang-undangan.

12. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan

kewajiban pasien.

13. Menghormati dan melindungi hak pasien.

14. Melaksanakan etika rumah sakit.

15. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana

16. Melaksanakan program pemerintah dibidang kesehatan secara regional

maupun nasional.
17. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau

kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.

18. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit (Hospital By

Laws).

19. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas rumah

sakit dalam melaksanakan tugas.

20. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan Tanpa

Rokok (KTR). (19)

Pelayanan Rumah Sakit telah menyusun kriteria-kriteria penting mengenai

jenis disiplin pelayanan yang berkaitan terutama dengan struktur dan proses

pelayanan rumah sakit. Kriteria tersebut terutama dalam bentuk standar pelayanan

rumah sakit, sebagai salah satu nilai atau modul yang dijadikan sebagai dasar

perbandingan yang harus dipakai oleh pengelola rumah sakit dalam melaksanakan

pelayanan yang didasari ilmu pengetahuan dan keterampilan manajemen rumah

sakit yang memadai dengan dijiwai oleh etika profesi. Pelayanan kesehatan yang

dilakukan rumah sakit digolongkan dalam 3 bentuk pelayanan, yaitu pelayanan

rawat jalan, pelayanan rawat inap dan pelayanan darurat. Pelayanan rawat jalan

adalah pelayanan kesehatan yang diberikan pada waktu dan jam tertentu,

sedangkan pelayanan rawat inap yaitu pelayanan kesehatan yang diberikan dalam

waktu sekurang-kurangnya 24 jam. Adapun pelayanan darurat yaitu pelayanan

kesehatan yang diberikan dalam waktu setinggi-tingginya 24 jam. (20)


2.2.5. Pelayanan Rawat Inap

Menurut SK Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tanggal 28

Oktober 2009 tentang Rumah Sakit, disebutkan bahwa rawat inap terdiri dari :

(15)

a) Unit Ruangan Perawatan Umum

b) Unit Ruangan Perawatan Penyakit Dalam

c) Unit Ruangan Perawatan Bedah

d) Unit Ruangan Perawatan Obstetri Ginekologi.

e) Unit Ruangan Perawatan Bayi.

f) Unit Ruangan Perawatan Pediatri Azwar (1996) menyatakan sejak pasien

dirawat di rumah sakit hingga diperbolehkan pulang, maka pasien rawat

inap akan mendapat pelayanan sebagai berikut :

1) Pelayanan penerimaan/administrasi.

2) Pelayanan dokter.

3) Pelayanan perawat.

4) Pelayanan makanan/gizi.

5) Pelayanan penunjang medik dan non medik

6) Kebersihan lingkungan
Tabel 2.1. Standar Pelayanan Minimal Menurut Departemen Kesehatan

Pelayanan Indikator Standar


Rawat 1. Pemberian pelayanan di Rawat Inap 1. Dr Spesialis
Inap a. Perawat minimal
pendidikan D3
2. Dokter Penanggung Jawab Pasien 2. 100%
DPJP) rawat inap
3. Ketersediaan pelayanan rawat inap 3. Anak, Penyakit
Dalam,Kebidanan,Bedah
4. Jam visite Dokter Spesialis 4. 08.00 s/d 14.00 wib
setiap hari kerja
5. Kejadian infeksi pasca operasi 5. ≤ 1,5 %
6. Kejadian infeksi nosocomial 6. ≤ 1,5 %
7. Tidak adanya kejadian pasien jatuh 7. 100 %
yang berakibat kecacatan
/kematian 8. ≤ 0.24 %
8. Kematian pasien > 48 jam 9. ≤ 5 %
9. Kejadian pulang paksa 10. ≥ 90 %
10. Kepuasan pelanggan

1. Pelayanan Penerimaan Pasien

Pelayanan penerimaan pasien merupakan bagian yang paling utama dari

pelayanan rumah sakit, karena dari bagian ini awal dari seluruh bentuk pelayanan

kesehatan. Pada bagian ini pula kesan pertama dirasakan oleh pasien atau keluarga

pasien akan mutu pelayanan sebuah rumah sakit. Salah satu tujuan pelayanan

penerimaan pasien adalah menciptakan suasana transisi yang lancar dan

menyenangkan bagi pasien. Kesan pertama terhadap penerimaan pasien terbentuk

sewaktu pasien berbicara pertama sekali dengan bagian penerimaan pasien. Kesan

ini sering menetap dalam diri pasien dan mempengaruhi sikap mereka terhadap

lembaga, staf, dan perawatan atau pelayanan yang mereka terima.

2. Pelayanan Dokter

Dokter adalah unsur paling berpengaruh dalam menentukan kualitas

pelayanan rumah sakit kepada pasien. Dokter dapat dianggap sebagai jantung dari
sebuah rumah sakit. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medik

kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan

teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat

dipertanggungjawabkan.

3. Pelayanan Keperawatan Profesi perawat

Merupakan salah satu profesi luhur bidang kesehatan. Pengertian

pelayanan perawat sesuai WHO Expert Committee on Nursing (1982) adalah

gabungan dari ilmu kesehatan dan seni melayani/merawat (care), suatu gabungan

humanistik dari ilmu pengetahuan, filosofi keperawatan, kegiatan klinik,

komunikasi, dan ilmu sosial. Pelayanan perawat adalah suatu bentuk pelayanan

professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang

didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang mencakup biopsikososial dan

spiritual yang unik dan komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga,

dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang meliputi peningkatan derajat

kesehatan/pencegahan penyakit, pengobatan, penyembuhan penyakit, dan

pemulihan kesehatan.

4. Pelayanan Makanan dan Gizi

Makanan adalah bagian selain obat yang mengandung zat-zat gizi atau

unsur-unsur ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang

berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh. Pelayanan gizi di rumah sakit meliputi :

1) Pelayanan gizi bagi pasien yang dirawat inap.

2) Pelayanan (pengarahan) tentang gizi bagi pasien yang berobat jalan.


3) Pelayanan gizi bagi karyawan. Bahan makanan dan makanan jadi yang

berasal dari instalasi gizi harus diperiksa akan kebersihannya sehingga

tidak membahayakan kesehatan. Tempat penyimpanan bahan makanan

harus terlindungi dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, dan harus

selalu dalam keadaan bersih. Petugas pengolahan makanan harus sehat dan

bersih dan secara berkala dilakukan pemeriksaan kesehatan.

5. Pelayanan Penunjang Medik

Untuk dapat melaksanakan tugasnya tentang Pedoman Organisasi Rumah

Sakit, maka rumah sakit umum harus menjalankan beberapa fungsi, satu

diantaranya adalah fungsi menyelenggarakan pelayanan penunjang medik dan

nonmedik, jenis pelayanan penunjang medik di rumah sakit meliputi pelyanan

diagnostik, dan terapeutik. Pelayanan penunjang medik diagnostik dan terapeutik

berhubungan dengan penanganan pasien secara langsung oleh dokternya.

Pelayanan penunjang medik diagnostik meliputi : 1. Laboratotium 2. Radiologi 3.

Electro Cardio Graph (ECG) 4. Ultrasonography (USG) 5. Lain-lain:

Encephalography, Electromyography, dan Audiology. Pelayanan penunjang

medik terapeutik meliputi: 1. Farmasi 2. Unit Gawat Darurat 3. Rehabilitasi

medik: terapi fisik, terapi respirasi, terapi wicara dan terapi okupasi. 4. Pelayanan

sosial 5. Radioterapi 6. Psikologi klinik.

6. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik merupakan tempat di mana pasien berada selama

menjalani perawatan di rumah sakit. Bangunan rumah sakit harus direncanakan

sesuai dengan persyaratan ruang bangunan yang bertujuan menciptakan ruangan


yang nyaman, bersih, dan sehat, sehingga tidak memberikan dampak negatif pada

proses penyembuhan pasien, pada pengunjung, dan juga pada tenaga kerja rumah

sakit. Kondisi ruangan dipengaruhi oleh kualitas udara, sanitasi bangunan, dan

penggunaan ruangan. Lantai harus kedap air, tidak licin dan mudah dibersihkan,

faktor lain yang harus diperhatikan dalam ruangan pasien adalah faktor

kebisingan. faktor lain yang dianggap cukup vital untuk diperhatikan adalah air.

Kualitas air harus selalu dipantau secara terus menerus agar penyediannya tetap

aman. Penurunan kualitas air akan menggangu dan membahayakan kesehatan.

(19)

2.3. Sectio caesarea

Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan

melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim

dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Definisi lainnya

menyebutkan seksio sesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding

perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi). (21)

1. Etiologi

Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan

menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal

yang perlu tindakan sectio caesarea proses persalinan normal lama/kegagalan

proses persalinan normal yaitu: (22)

(Dystasia).
2. Patofisiologi

a. Pada Ibu :

a) Disproporsi kepala panggul/CPD//FPD

CPD Cephalopelvic disproportion adalah suatu bentuk ketidaksesuaian

antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu atau suatu tindakan yang

dilakukan untuk melahirkan janin melalui sayatan pada dinding uetrus

dikarenakan ukuran kepala janin dan panggul ibu tidak sesuai(Panggul

ibu yang sempit atau ukuran janin yang terlalu besar).

b) Disfungsi uterus

Disfungsi uteri hipotonis adalah his yang sifatnya lemah, lebih singkat

dan lebih jarang dibandingkan dengan his yang normal. Uterus

hipotonik menandakan berkurangnya dan/atau melambatnya dari

intensitas normal dan durasi kontraksi uterus. Hal ini akan menyebabkan

perlambatan dalam kemajuan persalinan dan akan mengakibatkan

persalinan lama. Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus

berkontraksi lebih kuat dan lebih dulu dibandingkan dengan bagian –

bagian lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainan terletak dalam hal

kontraksi lebih aman, singkat dan jarang daripada biasa. Keadaan umum

penderita biasanya baik dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban

masih utuh umumnya tidak berbahaya, baik bagi ibu maupun janin,

kecuali persalinan berlangsung lama dalam hal terakhir ini mordibilitas

ibu dan mortalitas janin baik


c) Distosia jaringan lunak

Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan.

Distosia dapat disebabkan karena kelainan his ( his hipotonik dan his

hipertonik ), karena kelainan besar anak, bentuk anak ( hidrocefalus,

kembar siam, prolaps tali pusat ), letak anak ( letak sungsang, letak

melintang ), serta karena kelainan jalan lahir.

d) Plasenta previa

Plasenta previa adalah perlekatan plasenta atau ari-ari yang berada di

bagian bawah rahim sehingga berpotensi menutupi jalan lahir, baik

sebagian ataupun keseluruhan. Kondisi ini juga berisiko menimbulkan

pendarahan berulang saat hamil terutama mendekati waktu persalinan.

e) His lemah/melemah

His lemah jika sifatnya tidak kuat, lekas berhenti dan frekuensinya tidak

seperti biasa (antara 5-10 menit). Dalam hal menentukan his lemah

tersebut haruslah diikat supaya kita jangan terpengaruh oleh aktor

subjeksi. Memang sifat sabar tersebut tidak sama dengan semua

dokter/bidan. Karena pengalaman seringkali kita terlampaui, cepat

memutuskan his lemah dan dengan tergesa menjalankan tindakan.

f) Riwayat sectio caesarea . (22)

Sudah pernah sebelumnya melahirkan dengan tindakan operasi seksio


b. Pada Anak:

a) Janin Besar

Pada umumnya bayi yang lahir berat badannya adalah dibawah 4kg,

namun ada beberapa kejadian yang menyebabkan bayi tersebut lahir

dengan berat badan 4kg atau lebih. Ketika bayi besar dalam kandungan

tentunya akan sangat membuat sang ibu tidak nyaman dengan besarnya

janin. Dalam kejadian ini, sang bayi maupun ibu akan merasakan

kesakitan saat proses kelahiran nanti. Yang ditakutkan adalah kelahiran

yang tidak sempurna

b) Gawat Janin

Gawat janin atau fetal distress adalah kondisi janin yang tidak kondusif

untuk memenuhi tuntutan persalinan. Kondisi gawat janin ditandai

dengan hipoksia janin, yaitu suatu keadaan di mana janin tidak mendapat

pasokan oksigen yang cukup. Kondisi ini bisa terjadi sebelum persalinan

(antepartum period) atau selama proses persalinan (intrapartum period).

c) Letak Lintang

Letak lintang (Trasverse Lie) adalah suatu keadaan dimana janin

melintang di dalam uterus dengan kepala pada satu sisi yang satu

sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong

berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada

pada PAP. Grenhi menyebutkan angka kejadiannya 0.3 % dan Holland

0,5-0,6 % dari kehamilan


d) Hydrocephalus

Hidrocephalus adalah jenis penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran

cairan di dalam otak (cairan serebro spinal). Gangguan itu menyebabkan

cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan

jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital

3. Klasifikasi Tindakan Operasi dan Tipe Operasi

A. Tindakan Sectio Sesaria dibagi 2 yaitu

a) sectio caesarea Elektif

sectio caesarea ini direncanakan lebih dulu karena sudah diketahui

bahw kehamilan harus diselesaikan dengan pembedahan.

Keuntungan :

Waktu pembedahan dapat ditentukan oleh dokter yang akan

menolongnya dan segala persiapan dapat dilakukan dengan baik.

Kerugian :

Oleh karena persalinannya belum mulai, segmen bawah uterus belum

terbentuk dengan baik sehingga menyulitkan pembedahan dan lebih

mudah terjadi atonia uteri dengan perdarahan karena uterus belum

mulai berkontraksi.

b) Sectio Sesaria tidak terencana

Sectio ini dilakukan dengan segera karena tidak bias dilahirkan

pervaginam atau karena terjadi kegawatan pada ibu dan janin tindakan

ini hanya mengutamakan keselamatan ibu dan bayi. (23)


B. Sektio caesarea abdominalis. Tipe operasi sektio caesarea : (23)

a) Sektio caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada

korpus uteri. Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan skapal ke

dalam dinding anterior uterus dan dilebarkan ke atas serta dibawah

lengan dengan gunting tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar

karena bayi sering dilahirkan dengan bokong dahulu, janin serta

olasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis.

b) Sektio caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi

pada segmen bawah rahim

c) Sectio caesarea transperitonialis yang terdiri dari:

1) Sektio caesarea ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka

peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum

abdominalis. Pembedahan ekstraperitoneal dikerjakan untuk

menghindari perlunya histerektomi pada kasus-kasus yang

mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis yang sering

bersifat fatal

2) Sektio Caesarea vaginalis. Menurut sayatan pada rahim, sectio

caesarea dapat dilakukan sebagai berikut: a. Sayatan memanjang

(longitudinal) menurut Kronig. b. Sayatan melintang (transversal)

menurut Kerr sayatan huruf T (T-incision)

a. Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan skapal ke dalam

dindinganterior uterus dan dilebarkan ke atas serta dibawah

lengan dengangunting tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar


karena bayi seringdilahirkan dengan bokong dahulu, janin serta

olasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga

lapis.

b. Segmen bawah = insisi melintang

Insisi melintang segmen bawah uterus, merupakan prosedur

pilihan, abdomen dibukadan uterus disingkapkan. Lipatan

vesica urino peritoneum yang terletak dekat sambungan segmen

atas dan bawah uterus ditentukan dan disayat melintang: lipatan

ini dilepaskan dari segmen bawah dan sama-sama kandung

kemih didorong serta ditarik agar tidak menutupi lapang

pandangan. Pada segmen bawah uterus dibuat insisi melintang

yang kecil luka insisi daerah pembuluh darah uterus, kepala

janin yang pada sebagian besar kasus terletak terbalik insisi

diektrasi atau didorong, diikuti oleh bagian tubuh lainnya dan

kemudian plasenta serta selaput ketuban.

c. Segmen bawah = insisi membujur

Cara membuka abdomen dan menyingkap uterus sama seperti

insisi melintang, insisi membujur disebut dengan skapal dan

dilebarkan dengan gunting tumpul untuk menghindar cidera

pada bayi.
4. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang

a. Test HCG Urine: sebagai Indikator kehamilan apakah Positif /Negatif

b. Ultra Sonografi: untuk mengetahui Kondisi janin/cavum uteria apakah

terdapat janin/sisa janin

c. Kadar Hematocrit/Ht: sebagai Status Hemodinamika untuk mengetahui

adanya Penurunan hematokrit (< 35 mg%)

d. Kadar Hemoglobin: sebagai Status Hemodinamika untuk mengetahui

adanya Penurunan hemoglobin atau tidak (< 10 mg%)

e. Kadar SDP: untuk mengetahui adanya Resiko Infeksi Meningkat (>10.000

U/dl)

f. Kultur: Untuk mengetahui adanya Kuman spesifik.

5. Penatalaksanaan

a. Awasi TTV sampai pasien sadar

b. Pemberian cairan dan diit

c. Atasi nyeri yang ada

d. Mobilisasi secara dini dan bertahap

e. Kateterisasi

f. Jaga kebersihan luka operasi dan Perawatan luka insisi

g. Berikan obat antibiotik dan analgetik.

6. Komplikasi

Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain:

a. Infeksi puerperal (Nifas)

1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari


2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut

sedikit kembung

3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik

b. Perdarahan

1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

2) Perdarahan pada plasenta bed

c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila

peritonealisasi terlalu tinggi.

2.4. Infeksi Luka Operasi

Infeksi luka operasi yang paling mungkin terjadi adalah karena

pembedahan merupakan tindakan yang dengan disengaja dilukai pada jaringan

dan merupakan suatu tempat jalan masuk bakteri, sehingga membutuhkan tingkat

sterilitas yang maksimal dan juga orang-orang yang ikut dalam operasi harus

dibatasi jumlahnya. Infeksi luka operasi terdiri dari superfisial dalam dan organ

sehingga penangannya pun berbeda. Infeksi luka operasi disebabkan oleh

beberapa bekteri, yaitu bakteri gram negatif, gram positif, dan bakteri anaerob.

Gejala yang muncul seperti tanda-tanda inflamasi, yaitu terasa panas, nyeri,

kemerahan, bengkak, dan kadang-kadang disertai dengan keluarnya cairna atau

nanah dari tempat luka. Berkembangnya infeksi tergantung dari beberapa faktor

diantaranya yaitu jumlah bakteri yang memasuki luka, tipe dan virulensi bakteri,

pertahanan tubuh host dan faktor eksternal lainnya. Juga terdapat beberapa faktor

resiko yang dapat mencetuskan terjadinya infeksi luka operasi, yaitu faktor pasien,

faktor operasi, dan faktor mikrobiologi. Penanganan dan pencegahan terjadinya


infeksi luka operasi pada dasarnya adalah dengan menjaga sterilitas, dengan

melakukan teknik operasi yang baik. (24)

2.4.1. Definisi Infeksi Luka

Luka operasi adalah infeksi dari luka yang didapat setelah operasi. Dapat

terjadi diantara 30 hari setelah operasi, biasanya terjadi antara 5 sampai 10 hari

setelah operasi. Infeksi luka operasi ini dapat terjadi pada luka yang tertutup

ataupun pada luka yang terbuka, dikarenakan untuk proses penyembuhannya.

Dapat juga terjadi pada jaringan maupun pada bagian dari organ tubuh dan juga

dapat terjadi pada jaringan superfisial (yang dekat dengan kulit) ataupun pada

jaringan yang lebih dalam. Pada kasus yang serius dapat mengenai organ tubuh.

(25)

Menurut sistem CDC’s terdapat stpasienrisasi pada kriteria untuk

mendefinisikan infeksi luka operasi, yaitu: 1. Infeksi Superfisial, yaitu infeksi

yang terjadi diantara 30 hari setelah operasi dan infeksi hanya mengenai pada

kulit atau jaringan subkutan pada daerah bekas insisi. 2. Infeksi Dalam, yaitu

infeksi yang terjadi diantara 30 hari setelah operasi dimana tidak menggunakan

alat-alat yang ditanam pada daerah dalam dan jika menggunakan alat-alat yang

ditanam maka infeksi terjadi diantara 1 tahun dan infeksi yang terjadi

berhubungan dengan luka operasi dan infeksi mengenai jaringan lunak yang

dalam dari luka bekas insisi. 3. Organ atau ruang, yaitu infeksi yang terjadi

diantara 30 hari setelah operasi dimana tidak menggunakan alat yang ditanam

pada daerah dalam dan jika menggunakan alat yang ditanam maka infeksi terjadi

diantara 1 tahun dan infeksi yang terjadi berhubungan dengan luka operasi dan
infeksi mengenai salah satu dari bagian organ tubuh, selain pada daerah insisi tapi

juga selama operasi berlangsung karena manipulasi yang terjadi.Infeksi yang

terjadi pada luka operasi disebabkan oleh bakteri, yaitu bakteri gram negatif (E.

coli), gram positif (Enterococcus) dan terkadang bakteri anaerob dapat yang

berasal dari kulit, lingkungan, dari alat-alat untuk menutup luka dan operasi.

Bakteri yang paling banyak adalah Staphylococcus.(26)

2.4.2. Penyebab Infeksi Postsectio caesarea

a. Enviroment (Rumah Sakit)

1. Lamanya waktu tunggu pre operasi di rumah sakit

Lamanya rawat inap sebelum operasi akan meningkatkan resiko terjadinya

infeksi nosocomial, dimana perawatan lebih dari 7 hari pre operasi akan

meningkatkan kejadian infeksi pasca bedah dan kejadian tertinggi didapat

pada lama perawatan 7 - 13 hari. Hasil penelitian infection rate kira-kira 2

kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah

dirawat selama 3 minggu dibandingkan bila dirawat 1-3 hari sebelum

operasi. Lamanya operasi mempengaruhi resiko terkena

infeksinosokomial, semakin lama waktu operasi makin tinggi resiko

terjadinya infeksi nosokomial.

2. Lingkungan rumah sakit

Lingkungan rumah sakit adalah reservoir mikroorganisme dan merupakan

salah satu sumber infeksi. Resiko peningkatan infeksi terjadi pada waktu

rawat yang panjang. Hasil penelitian infection rate kira-kira 2 kali lebih

besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat 3
minggu dibandingkan dirawat 1-3 hari sebelum operasi. Menurut Cruse

dan Foord terdapat hubungan antara lama hospitalisasi sebelum operasi

dengan insiden infeksi luka operasi. Angka infeksi mencapai 1,2 % pada

klien yang dirawat 1 hari, pada klien yang dirawat 1 minggu 2,1 % dan

pada klien yang dirawat 2 minggu 3,4 %

3. Teknik septik antiseptik

Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga

higiene dari tangan. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat

dianjurkan saat akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien

dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah memakai

sarung tangan ketika melakukan tindakan dan mengambil atau menyentuh

darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan

yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah

melepas sarung tangan.Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi

kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah

percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.(27)

Terdapat prinsip umum teknik aseptik ruang operasi yaitu:(27)

a. Prinsip asepsis ruangan

Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha agar dicapainya keadaan

yang memungkinkan terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat

dikurangi atau ditiadakan, baik secara kimiawi, mekanis atau tindakan

fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis adalah selain alat-

alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implan, alat-alat yang
dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-

lainnya) dan juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi kulit.

b. Prinsip asepsis personel

Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu:

Scrubbing (cuci tangan steril), Gowning (teknik peggunaan gaun

operasi), dan Gloving (teknik pemakaian sarung tangan steril), hal ini

diperlukan untuk menghindari bahaya infeksi yang muncul akibat

kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi nosokomial).Di

samping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-

teknik tersebut juga digunakan untuk memberikan perlindungan bagi

tenaga kesehatan terhadap bahaya yang didapatkan akibat prosedur

tindakan yang di lakukan.

c. Prinsip asepsis pasien

Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan.

Maksudnya adalah dengan melakukan berbagai macam prosedur yang

digunakan untuk membuat medan operasi steril. Prosedur-prosedur itu

antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan

tindakan draping.

d. Prinsip asepsis instrumen

Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus

benar-benar berada dalam keadaan steril.


4. Ventilasi ruang operasi

Mencegah kontaminasi udara masuk ke dalam kamar operasi,

direkomendasikan ventilasi mekanik. System AC diatur 20-24 per jam.

Dengan desain yang benar dan kontrol yang baik dari pergerakan staff

maka kontaminasi udara dapat ditekan dibawah 100 cfu/m3 selama operasi

jika ditemukan kebersihan udara.

b. Pasien

1. Umur

2. Status Nutrisi

3. Penyakit

4. Obat-obat yang digunakan

5. Kebersihan Diri

6. Perawatan dirumah

7. Pola makan

8. Mobilisasi

c. Faktor Luka

1. Kontaminasi Luka

a) Berdasarkan sifat kejadian, dibagi menjadi 2, yaitu luka disengaja

(luka terkena radiasi atau bedah) dan luka tidak disengaja (luka

terkena trauma). Luka tidak disengaja dibagi menjadi 2, yaitu: a.

Luka tertutup: luka dimana jaringan yang ada pada permukaan

tidak rusak (kesleo, terkilir, patah tulang, dsb). b. Luka terbuka:

luka dimana kulit atau selaput jaringan rusak, kerusakan terjadi


karena kesengajaan (operasi) maupun ketidaksengajaan

(kecelakaan).

b) Berdasarkan tingkat kontaminasi

1) Clean Wounds (luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi

yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan

infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan

urinari. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup,

jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan

terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.

2) Clean-contamined Wounds (luka bersih terkontaminasi),

merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi,

pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,

kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya

infeksi luka adalah 3% – 11%.

3) Contamined Wounds (luka terkontaminasi), termasuk luka

terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan

kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari

saluran cerna. Pada kategori ini juga termasuk insisi akut,

inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.

4) Dirty or Infected Wounds (luka kotor atau infeksi), yaitu

terdapatnya mikroorganisme pada luka. (22)


2. Heomorage

Istilah "pendarahan" mengacu pada keluarnya darah dari pembuluh

darah di suatu bagian tubuh. Jika seseorang terluka dan mengalami

pendarahan, harus segera diusahakan untuk mengurangi darah yang

hilang. Biasanya, Anda seharusnya bisa mengendalikan pendarahan

tanpa banyak kesulitan. Namun dalam kasus-kasus yang lebih berat,

pendarahan yang tidak terkendali atau parah dapat menyebabkan

shock, gangguan peredaran darah, atau dampak kesehatan yang lebih

parah lagi seperti kerusakan jaringan dan organ utama yang dapat

menyebabkan kematian. (22)

3. Oedema

Banyak kondisi medis yang dapat menjadi penyebab edema, namun

pada prinsipnya edema dapat terjadi sebagai akibat dari empat hal

berikut ini: peningkatan tekanan hidrosatik : tekanan hidrostatik

merupakan tekanan cairan yang mengalir di dalam pembuluh darah.

a. Peningkatan tekanan hidrostatik seperti pada gagal jantung dan

penyakit liver akan menyebabkan adanya hambatan terhadap pada

cairan yang mengalir di dalam pembuluh darah, sehingga cairan

cenderung untuk berpindah ke ruang interstitial.

b. Penurunan tekanan onkotik plasma: tekanan onkotik merupakan

tekanan yang mempertahankan cairan tetap dipembuluh darah,

tekanan ini dipengaruhi oleh albumin. Penurunan tekanan onkotik

akibat gangguan pembentukan albumin seperti pada penyakit liver


atau kebocoran albumin seperti pada gagal ginjal akan

menyebabkan cairan cenderung untuk berpindah ke ruang

interstitial.

c. 0bstruksi limfatik: hambatan pada aliran cairan limfa seperti pada

tumor ganas stadium lanjut, juga dapat menyebabkan cairan

cenderung berpindah ke ruang

d. Interstitial peradangan: pada peradangan baik akut maupun kronis

dapat menyebabkan pelebaran pada celah antar sel sehingga cairan

akan lebih banyak terkumpul di ruang interstitial. (24)

2.4.3. Klasifikasi

1. Klasifikasi SSI menurut The National Nosocomial Surveillence Infection

(NNIS) terbagi menjadi dua jenis yaitu insisional dibagi menjadi

superficial incision SSI yang melibatkan kulit dan subkutan dan yang

melibatkan jaringan yang lebih dalam yaitu, deep incisional SSI.

2. Lebih jauh, menurut NNSI, kriteria untuk menentukan jenis SSI adalah

sebagai berikut :

a. Superficial Incision SSI (ITP Superfisial)

Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska

operasi dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan

subkutan pada tempat insisi dengan setidaknya ditemukan salah satu

tanda sebagai berikut: 1.Terdapat cairan purulen. 2.Ditemukan kuman

dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial. 3.Terdapat minimal

satu
dari tanda-tanda inflammasi 4.Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter

yang merawat.

b. Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )

Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska

operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1

tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak

berhubungan dengan operasi dan melibatkan jaringan yang lebih dalam

(contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi dengan setidaknya

terdapat salah satu tanda: 1.Keluar cairan purulen dari tempat insisi.

2.Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada

tanda inflammasi.3.Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA

atau radiologis. 4.Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang

merawat.

c. Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam)

Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska

operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1

tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak

berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anotomi

tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka atau

dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu

tanda: 1.Keluar cairan purulen dari drain organ dalam. 2.Didapat

isolasi bakteri dari organ dalam. 3.Ditemukan abses. 4.Dinyatakan

infeksi oleh ahli bedah atau dokter.


Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan

semakin lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko

kecacatan dan kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan

itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi,

perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team.(27)

2.4.4. Komplikasi

1. Komplikasi dini: (35)

a) Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama

pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering

muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi

termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan

bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah

sel darah putih.

b) Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku

pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda

asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda.

Sehingga balutan (dan luka dibawah balutan) jika mungkin harus sering

dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahandan tiap 8 jam

setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan

luka steril mungkin diperlukan pemberian cairan dan intervensi

pembedahan mungkin tekanan balutan diperlukan.


c) Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling

serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total.

Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah

faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, multipletrauma, gagal

untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi,

mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka

dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kolagen meluas di

daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera

ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline.

Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

2. Komplikasi Lanjut

Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen

yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini

teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka,

sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderungkambuh bila dilakukan

intervensi bedah. Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol,

nodular, dan kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang nyeri.

Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah

sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak. Keloid dapat ditemukan

diseluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi merupakan kulit, toraks

terutama dimuka sternum, pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah,

telinga dan dahi. Keloid agak jarang dilihat dibagian sentral wajah pada
mata, cuping hidung atau mulut. Pengobatan keloid pada umumnya tidak

memuaskan. Biasanya dilakukan penyuntikan kortikosteroid intrakeloid,

beban tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6

bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan

dilakukan secara halus, diberikan beban tekan dan dihindari kemungkinan

timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan luka.

2.5. Faktor- faktor yang memengaruhi Infeksi Daerah Operasi Postsectio


caesarea

2.5.1. Umur

Usia dapat menganggu tahap penyembuhan luka seperti: perubahan

vaskuler menganggu sirkulasi ke daerah luka, penurunan fungsi hati menganggu

sintesis faktor pembekuan, respons inflamasi lambat, pembentukan antibodi dan

limfosit menurun, jaringan kolagen kurang lunak, jaringan parut kurang elastis.

Usia reproduksi yang baik adalah usia yang aman bagi seorang wanita untuk

hamil dan melahirkan, yaitu usia antara 20-35 tahun. Kulit pada dewasa muda

yang sehat merupakan suatu barier yang baik terhadap trauma mekanis dan juga

infeksi, begitupun yang berlaku pada efisiensi sistem imun, sistem kardiovaskuler

dan sistem respirasi yang memungkinkan penyembuhan luka lebih cepat.

Sementara usia > 35 tahun fungsi-fungsi organ reproduksi mulai menurun,

sehingga berisiko untuk menjalani kehamilan,karena usia 35 tahun atau lebih

merupakan kriteria kehamilan risiko tinggi (KRT). Setiap kehamilan dengan

faktor risiko tinggi akan menghadapi ancaman morbiditas atau mortalitas ibu dan

janin, baik dalam kehamilan, persalinan maupun nifas. Seiring dengan


bertambahnya usia, perubahan yang terjadi di kulit yaitu frekuensi penggunaan sel

epidermis, respon inflamasi terhadap cedera, persepsi sensoris, proteksi mekanis,

dan fungsi barier kulit. Kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan

pertumbuhan atau kematangan usia seseorang, namun selanjutnya proses penuaan

dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses

penyembuhan luka. (47)

2.5.2. Status gizi

Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat. Proses

fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin

(terutama vitamin A dan C) dan mineral renik zink dan tembaga. Kolagen adalah

protein yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang

dimakan. Vitamin C dibutuhkan untuk mensintasi kolagen. Vitamin A dapat

mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka. Elemen renik zink

diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis kolagen (zink) dan menyatukan

serat-serat kolagen (tembaga). Terapi nutrisi sangat penting untuk klien yang

lemah akibat penyakit. Pasien yang menjalani operasi harus diberikan nutrisi yang

baik dan tepat,sedikitnya membutuhkan 1500 Kkal/hari. (29)

Pemberian makan alternatif seperti melalui enteral(selang sonde) dan

parenteral (infus) dilakukan pada klien agar mampu mempertahankan asupan

makanan secara normal. Malnutrisi berhubungan dengan menurunnya fungsi otot,

fungsi respirasi, fungsi imun, kualitas hidup, dan gangguan pada proses

penyembuhan luka. Hal ini menyebabkan meningkatnya lama rawat inap,

meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien, dan tingginya kejadian
atau risiko terjadinya komplikasi selama di rumah sakityaitu komplikasi post

operasi, meningkatnya morbiditas dan mortalitas. (37)

Outcome yang buruk juga ditemukan pada pasien laparatomi yang masuk

ke rumah sakit dengan status gizi kurang. Ditemukan hubungan yang signifikan

antara status gizi dengan komplikasi post operasi, morbiditas, dan mortalitas.

Secara fisiologis pada pasien post operasi terjadi peningkatan metabolik

ekspenditur untuk energi dan perbaikan, meningkatnya kebutuhan nutrien untuk

homeostasis, pemulihan, kembali pada kesadaran penuh, dan rehabilitasi ke

kondisi normal. Prosedur operasi tidak hanya menyebabkan terjadinya

katabolisme tetapi juga mempengaruhi digestif, absorpsi, dan prosedur asimilasi

di saat kebutuhan nutrisi juga meningkat. (38)

Prevalensi malnutrisi pada pasien pre operasi bervariasi berdasarkan jenis

operasi, yaitu dari 4% pada pasien yang menjalani bedah vaskuler minor, hingga

penyakit. Protein mempunyai fungsi sebagai bagian kunci semua pembentukan

jaringan tubuh, yaitu dengan mensintesisnya dari makanan. Pertumbuhan dan

pertahanan hidup terjadi pada manusia bila protein cukup dikonsumsi.

Pembentukan berbagai macam jaringan vital tubuh seperti enzim, hormone,

antibodi, juga bergantung dengan tersedianya protein. Cairan tubuh pengatur

keseimbangan juga memerlukan protein. Prosedur operasi tidak hanya

menyebabkan terjadinya katabolisme tetapi juga mempengaruhi digestif, absorpsi,

dan prosedur asimilasi di saat kebutuhan nutrisi juga meningkat. Studi

observasional yang menilai status gizi dan dampaknya pada pasien bedah

menemukan semakin baik IMT, semakin cepat penyembuhan luka operasi dan

semakin tinggi albumin, semakin cepat penyembuhan luka operasi. IMT < 17,0:
keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat

atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat, IMT 17,0 – 18,4: keadaan orang tersebut

disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat ringan atau KEK ringan.,

IMT 18,5 – 25,0: keadaan orang tersebut termasuk kategori normal, IMT 25,1 –

27,0: keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat

ringan, IMT > 27,0: keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan

berat badan tingkat berat.(29)

2.5.3. Obat-obatan

Pemberian antibiotik profilaksis terbukti mengurangi kejadian infeksi luka

operasi dan dianjurkan untuk tindakan dengan resiko infeksi yang tinggi

seperti pada infeksi kelas II dan III. Antibiotik profilaksis juga diberikan jika

diperkirakan akan terjadi infeksi dengan resiko yang serius seperti pada

pemasangan implan, penggantian sendi dan operasi yang lama. Pemberian

antibiotik profilaksis harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya alergi,

resistensi bakteri, superinfeksi, interaksi obat, dan biaya.Hal yang perlu

diperhatikan selain hal diatas, pada saat operasi yaitu mengenai scrub suits,

tindakan antisepsis pada lengan tim bedah, gaun operasi dan drapping. Pada tahap

intra operatif, bahwa semakin lama operasi berlangsung resiko infeksi semakin

tinggi, tindakan yang mengakibatkan terbentuknya jaringan nekrotik harus

dihindarkan, kurangi dead space, pencucian luka operasi harus dilakukan dengan

baik dan bahan yang digunakan untuk jahitan harus sesuai kebutuhan seperti

bahan yang mudah diserap atau monofilament. Obat anti inflamasi (seperti steroid

dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka.

Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap


infeksi luka. Steroid akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh

terhadap cedera. Antikoagulan mengakibatkan perdarahan.(39)

Antibiotik efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri

penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan

tertutup, tidak akanefektif akibat koagulasi intravaskularPaska operasi, pada tahap

ini yang perlu diperhatikan adalah perawatan luka insisi dan edukasi pasien.

Perawatan luka insisi berupa penutupan secara primer dan dressing yang steril

selama 24-48 jam paska operasi. Dressing luka insisi tidak dianjurkan lebih dari

48 jam pada penutupan primer. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah

penggantian dressing. Jika luka dibiarkan terbuka pada kulit, maka luka tersebut

harus ditutup dengan kassa lembab dengan dressing yang steril. (32)

Tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula

bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis

tubuh. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat

mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas. Dengan

demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat

dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika. Pencegahan infeksi pasca

bedah pada klien dengan operasi bersih terkontaminasi, terkontaminasi, dan

beberapa operasi bersih dengan penggunaan antimikroba profilaksis diakui

sebagai prinsip bedah. Pada pasien dengan operasi terkontaminasi dan operasi

kotor, profilaksis bukan satu-satunya pertimbangan. Penggunaan antimikroba di

kamar operasi, bertujuan mengontrol penyebaran infeksi pada saat pembedahan.

Pada pasien dengan operasi bersih terkontaminasi, tujuan profilaksis untuk


mengurangi jumlah bakteri yang ada pada jaringan mukosa yang mungkin muncul

pada daerah operasi. (31)

Tujuan terapi antibiotik profilaksis untuk mencegah perkembangan infeksi

dengan menghambat mikroorganisme. CDC merekomendasikan parenteral

antibiotik profilaksis seharusnya dimulai dalam 2 jam sebelum operasi untuk

menghasilkan efek terapi selama operasi dan tidak diberikan lebih dari 48 jam.

Pada luka operasi bersih dan bersih terkontaminasi tidak diberikan dosis tambahan

post operasi karena dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik

.Bernard dan Cole, Polk Lopez-Mayor membuktikan keefektifan antibiotik

profilaksis sebelum operasi dalam pencegahan infeksi post operasi efektif bersih

terkontaminasi dan antibiotik yang diberikan setelah operasi tidak mempunyai

efek profilaksis. (32)

2.5.4. Penyakit

Penyakit adalah kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk

bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan

pada fungsi atau struktur organ atau sistem tubuh. Meski sudah terhindar dari

berbagai faktor penghambat penyembuhan luka, namun luka tetap sulit

disembuhkan. Contohnya bagi penderita penyakit autoimun atau penyakit yang

menyerang sistem imun tubuh lainnya. Pada pasien dengan diabetes melitus

terjadi hambatan terhadap sekresi insulin yang akan mengakibatkan peningkatan

gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut maka akan

terjadi penurunan protein-kalori tubuh yang berakibatkan rentan terhadap infeksi.

Pasien dengan operasi, jika pasien tersebut memiliki penyakit lain seperti TBC,
DM , malnutrisi dan lain-lain maka penyakit tersebut tentu saja amat sangat

berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu proses

penyembuhan luka operasi. Faktor daya tahan tubuh yang menurun dapat

menimbulkan resiko terkena infeksi nosokomial. Pasien dengan gangguan

penurunan daya tahan: immunologic baik usia muda dan usia tua akan

berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi. (34)

Orang dengan kelainan darah misalnya hemofilia juga akan sulit sembuh

dari luka karena darah sulit membeku. Selain itu juga orang-orang dengan

penyakit lupus,biasanya wanita lebih sering mengalami penggumpalan di

pembuluh darah sebagai komplikasi setelah operasi, terutama di bagian kaki,

setelah melahirkan secara caesar. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa adanya

hubungan operasi caesar dengan risiko peningkatan tromboemboli vena (VTE)

atau pembekuan darah dalam sirkulasi dipembuluh darah. Penelitian yang

diterbitkan dalam jurnal CHEST, menemukan bahwa C-section membawa risiko

VTE lebih besar empat kali lipat dibanding persalinan normal. C-section menjadi

faktor adanya peningkatan troboemboli vena (VTE)setelah melahirkan dan

penggumpalan darah ini terjadi dari 1.000 operasi cesar (C-section). Wanita hamil

lebih rentan terhadap VTE karena berbagai faktor, termasuk stasis vena dan

trauma terkait dengan persalinan.(35)

Masa setelah melahirkan, wanita yang melahirkan dengan cara operasi

caesar berisiko menderita pembekuan darah (koagulasi) lebih besar dibandingkan

proses persalinan normal. Persalinan caesar membutuhkan waktu pemulihan lebih

lama dibanding persalinan normal.Diabetes melitus (kencing manis) merupakan


penyakit dengan resiko komplikasi yang tinggi, dimana terdapat luka yang lama,

tidak menyembuh, permukaan luka cukup dalam, bengkak, dengan bau busuk

yang khas. Hal ini diakibatkan oleh diabetes yang tidak terkontrol pada diabetes

tipe 1 maupun diabetes tipe 2. Pada pasien diabetes, terjadi penyumbatan

pembuluh darah dan kerusakan saraf akibat kadar gula darah yang tinggi dan tidak

terkontrol. (34)

2.5.5. Kebersihan Diri

Luka operasi merupakan luka bersih sehingga mudah untuk perawatannya,

namun jika salah dalam merawat, maka akan bisa berakibat fatal. Oleh karena itu

dipastikan tidak salah dalam merawat luka operasi.

1. Setiap satu minggu kasa harus dibuka, idealnya kasa yang dipakai diganti

kasa baru setiap satu minggu sekali. Tidak terlalu sering agar luka cepat

kering, jika sering dibuka luka bisa menempel pada kasa sehingga sulit

untuk kering, maka mintalah kepada keluarga untuk membukanya selama

satu minggu sekali.

2. Bersihkan jika keluar darah dan langsung ganti kasa. Jika luka operasi

keluar darah, maka segeralah untuk mengganti kasanya agar tidak basah

atau lembab oleh darah. Kerena darah mengandung kuman yang bisa cepat

menyebar ke seluruh bagian luka.

3. Jaga luka agar tak lembab, semaksimal mungkin agar luka tetap kering

karena tempat lembab akan menjadikan kuman cepat berkembang.

Misalkan suhu kamar terlalu dingin dengan AC yang membuat ruangan

lembab, bisa jadi luka ikut lembab. Hindari ruangan lembab, dan atur suhu

AC.
4. Menjaga kebersihan. Agar luka operasi tidak terkena kotoran yang

mengakibatkan cepat berkembangnya kuman, maka kebersihan diri dan

lingkungan sekitar semaksimal mungkin harus dijaga. Jauhkan luka dari

kotoran, untuk itu seprei dan bantal harus selalu bersih dari debu.

5. Gunakan bahan plastik atau pembalut yang kedap air (Opset)Jika mau

mandi atau aktifitas yang mengharuskan bersentuhan dengan air, gunakan

bahan plastik atau pembalut yang kedap air (opset) untuk melindungi luka

bekas operasi agar tidak terkena air. Upayakan agar luka tidak sampai

basah, karena bisa mempercepat pertumbuhan kuman. (41)

Membersihkan debris luka, Membuang jaringan yang mengelupas atau

jaringan nekrosis. Membersihkan luka tanpa menerapkan kedua kriteria dapat

merusak jaringan baru, mengindikasikan bahwa membersihkan luka operasi yang

dijahit dengan benang nilon pada hari pertama pasca operasi dengan sabun dan air

merupakan tindakan yang aman untuk dilakukan. menganjurkan untuk

menggunakan teknik pembalutan bersih dengan air dan sarung tangan nonsteril,

selain teknik aseptik, untuk luka jahitan yang memerlukan penggantian balutan.

Ibu dianjurkan untuk mandi shower bukan mandi berendam. Berendam didalam

bak dapat menyebabkan eksudat luka lebih banyak beberapa hari kemudian

karena jaringan menyerap air.Bila luka memerlukan pembersihan lebih lanjut

disarankan penggunaan larutan salin isotonik (0,9%) pada suhu tubuh. Pertanyaan

tentang kapan balutan luka harus diganti msih menjadi pertanyaaan yang belum

terjawab. Tampaknya perlu dilakukan pengkajian setiap hari tanpa mengganggu

luka dengan membersihkan atau mengganti balutannya kecuali bila perlu.(42)


2.5.6. Perawatan pasien sesampai dirumah

Ada beberapa tips dan cara untuk merawat luka bekas operasi yang dapat

anda lakukan dirumah sebagai berikut: (26)

1. Menjaga kebersihan diri

Untuk menjaga kebersihan badan,ibu dapat mandi.jangan khawatir

terhadap luka bekas irisan yang terkena air karena akan aman selama luka

ditutup kain kassa lembut yang diatasnya dilapisi plester kedap air.Maka

akan mencegah terjadinya infeksi karena terkena air.Kebersihan vagina

juga harus dijaga,mengganti pembalut bila terasa terisi penuh.

2. Jangan mengangkat benda berat

Usahakan untuk tidak mengangkat benda benda yang berat karena

kegiatan ini bisa mengakibatkan tekanan pada bagian perut maupun

pinggang sehingga merasa sakit.

3. Jangan membungkuk

dalam melakukan pekerjaan apapun,termasuk mengangkat,memandikan

serta memakaikan pakaian ke bayi,usahakan untuk tidak membungkuk,

Gerakan ini menyebabkan punggung dan pinggang terasa sakit. Kalau

harus membungkuk untuk mengambil sesuatu,tekuklah kedua lutut.

4. Beristirahatlah

Istirahat akan mengembalikan energi yang kurang dan memulihkan tubuh

kembali.Namun apabila merasa sehat,disarankan untuk mengembalikan

fungsi tubuh seoptimal mungkin.Oleh karena itu,kurangi kerjaan rumah

tangga yang banyak menguras tenaga dan pikiran. Prioritaskan pekerjaan


pada perawatan bayi. Coba manfaatkanlah waktu untuk tidur pada saat

bayi tidur.

5. Gunakan pakaian yang longgar dan nyaman

Selama minggu minggu pertama setelah operasi,luka diperut masih nyeri

atau terasa seperti tertarik.Bahkan mungkin terasa kebas dan gatal,oleh

karena itu kenakan pakaian yang nyaman ditubuh,yaitu yang longgar dan

mudah menyerap keringat dan tipis.Dengan demikian kain tersebut tidak

akan menekan bekas sayatan operasi.

6. Makan makanan bergizi

Makananbergizi yang bergizi seimbang,sesuai dengan kebutuhan sangat

dianjurkan.misalnya untuk mencegah sembelit dan memenuhi kebutuhan

vitamin C, makanlah banyak buah-buahan dan sayuran segar,Selain itu

agar ASI tetap berproduksi baik,asupan cairan dan gizi seimbang yang

sesuai dengan kebutuhan ibu menyusui harus dipenuhi, minum susu akan

lebih menyempurnakan gizi.

7. Merawat bekas sayatan

Biasanya, benang operasi terserap secara otomatis. Beberapa cara merawat

bekas sayatan luka operasi sebagai berikut:

a. Bagi ibu yang sudah bisa mandi tanpa diseka, sebaiknya mandi dengan

shower atau mandi bersiram. Kalau ingin mandi berendam dengan bath

up, bersihkan tempat mandi tersebut sebelum dan setelah digunakan.

b. Setelah mandi, segera keringkan bekas sayatan tersebut dengan handuk

yang lembut, kertas tisuatau kapas.


c. Jangan memakai celana dalam yang pendek (jenis bikini) karena karet

celana jenis ini akan menekan bekas sayatan sehingga akan terasa sakit.

d. Kalau bekas sayatan menjadi bengkak kemerahan dan terasa tanda-

tanda ini menunjukan terjadinya infeksi.

e. Jika merasa gatal jangan digaruk,

8. Jangan menjadi wanita super

jangan terlalu bekerja keras dengan mengurus pekerjaan rumah

sendiri.Biarkan orang lain membantu walaupun hasilnya tidak sesuai

dengan keinginan.

2.5.7. Pola Makan Setelah Operasi Caesar

Setelah melewati operasi sesar, pasien harusbisa konsumsi makanan

seperti pada pola makan yang normal. Buang air besar kemungkinan tidak teratur

setelah pembedahan, tapi ini wajar. Coba hindari konstipasi dan mengejan ketika

buang air besar.Berikut elemen penting yang Anda butuhkan dari makanan pasca

operasi caesar:

1. Makanan yang mudah dicerna

Anda memiliki gas berlebih setelah melahirkan, jadi hati-hati, jangan

makan makanan yang menyebabkan gas dan konstipasi. Hindari minuman

soda dan makanan yang digoreng. Makan makanan yang kaya serat untuk

menghindari konstipasi.

2. Protein

Protein membantu pertumbuhan semua jaringan baru dan membantu

proses penyembuhan. Makanan kaya protein menjaga kekuatan otot

setelah pembedahan. Anda bisa makan ikan, telur, ayam, serta produk
susu. Semua makanan ini mudah dicerna, terutama selama menyusui. Ikan

mengandung asam lemak omega 3 dan telur mengandung zinc yang

bermanfaat untuk kesehatan Anda.

3. Vitamin C

Vitamin C mempercepat proses penyembuhan dan melawan infeksi.

Antioksidan alami di vitamin C membantu tubuh memperbaiki jaringan.

Anda bisa sertakan banyak buah dan sayur seperti jeruk, melon, pepaya,

stroberi, tomat, dan brokoli.

4. Zat besi

Zat besi penting untuk menjaga tingkat hemoglobin dan memperoleh

kembali darah yang keluar selama proses melahirkan. Zat besi juga

membantu fungsi sistem kekebalan tubuh. Makanan yang kaya zat besi

antara lain kuning telur, daging merah, hati sapi, dan buah kering.

5. Kalsium

Kalsium membantu relaksasi otot, memperkuat tulang dan gigi, mencegah

osteoporosis, dan membantu koagulasi darah. Sumber kalsium yang baik

antara lain susu, yoghurt, keju, tahu, dan bayam.

6. Cairan

Minum banyak cairan penting untuk menghindari dehidrasi dan konstipasi.

Hidrasi membantu buang air besar lebih lancar dan mempercepat proses

pemulihan setelah pembedahan. Konsumsi setidaknya 8 hingga 10 gelas

air putih setiap hari dan sertakan cairan seperti susu rendah lemak, teh

herbal, dan air kelapa.


Malnutrisi secara umum juga dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan

luka, meningkatkan dehisensi luka, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi,

dan parut dengan kualitas yang buruk. Makanan yang dikonsumsi oleh ibu nifas

harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Konsumsi menu seimbang perlu

diperhatikan untuk masyarakat, sebagai contoh menu seimbang diantaranya

makanan sehat yang terdiri dari nasi, lauk, sayuran dan ditambah satu telur setiap

hari. Ibu nifas yang berpantang makan, kebutuhan nutrisi akan berkurang

sehingga makanan yang dikonsumsi sebaiknya mengnadung protein, banyak

cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Dan ini akan mempengaruhi dalam proses

penyembuhan luka post op Sectio Caesarea (SC), yaitu mengakibatkan luka

menjadi tidak sembuh dengan baik atau tidak normal. Sedangkan ibu yang

nutrisinya sudah cukup akan tetapi masih mengikuti adat kebiasaan pantang

makan seperti yang telah dikatakan oleh orangtua, sehingga bisa juga

menyebabkan proses penyembuhan luka post op Sectio Caesrea (SC) menjadi

kurang baik, artinya sembuh sedang. Sedangkan ibu nifas yang nutrisinya sudah

cukup baik maka proses penyembuhan luka post op Sectio Caesarea (SC) akan

lebih cepat sembuh. Protein juga merupakan zat makanan yang sangat penting

untuk membuntuk jaringan baru, sehingga sangat baik dikonsumsi oleh ibu nifas

agar luka post op Sectio Caesarea (SC) cepat sembuh. Namun jika makanan

berprotein ini dipantang maka proses penyembuhan luka post op Sectio Caesarea

(SC) akan berjalan lambat, dan hal in dapat memicu terjaadinya infeksi pada luka

post op Sectio Caesarea (SC). (37)


2.5.8. Mobilisasi

Mobilisasi adalah suatu pergerakan dan posisi yang akan melakukan suatu

aktivitas/kegiatan. Mobilisasi ibu post partum adalah suatu pergerakan, posisi atau

adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dan sesudah

ibu pulang dari rumah sakit dengan persalinan section caesarea .

1. Tujuan Mobilisasi.: (40)

Membantu jalannya penyembuhan penderita/ibu yang sudah melahirkan

2. Manfaat Mobilisasi

1) Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation.

a. Dengan bergerak, otot –otot perut dan panggul akan kembali

normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat

mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan

membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan.

b. Faal usus dan kandung kencing lebih baik.

c. Dengan bergerak akan merangsang peristaltic usus kembali normal.

d. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh

bekerja seperti semula.

2) Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu

merawat anaknya.Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan

cepat pulih misalnya kontraksi uterus, dengan demikian ibu akan cepat

merasa sehat dan bisa merawat anaknya dengan cepat.

3) Mencegah terjadinya trombosis dan tromboembolidengan mobilisasi

sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan

tromboemboli dapat dihindarkan.


3. Kerugian bila tidak melakukan mobilisasi.

1) Peningkatan suhu tubuh. Karena adanya involusi uterus yang tidak

baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan

infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu

tubuh.

2) Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus

akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang

abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk

penyempitan pembuluh darah yang terbuka.

3) Involusi uterus yang tidak baik.Tidak dilakukan mobilisasi secara dini

akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga

menyebabkan terganggunya kontraksi uterus.

4. Gerak dalam mobilisasi

Menurut Carpenito (2000) dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak

yaitu:

1) Rentang gerak pasif. Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga

kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang

lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan

kaki pasien.

2) Rentang gerak aktif. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan

otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif

misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.

3) Rentang gerak fungsional. Berguna untuk memperkuat otot-otot dan

sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan.


5. Tahap- tahap mobiliasasi dini

Mobilisasi dini dilakukan secara bertahap:

1) 2 jam pertama ibu post sectio caesarea .Istirahat tirah baring,

mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan,

tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki,

mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan

menggeser kaki

2) 6-10 jam,ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan

mencegah trombosis dan trombo emboli.

3) Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk.

4) Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan.

6. Pelaksanaan mobilisasi dini.

1) Hari ke 1:

a. Berbaring miring ke kanan dan ke kiri yang dapat dimulai sejak 6-

10 jam setelah penderita / ibu sadar

b. Latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidur terlentang

sedini mungkin setelah sadar.

2) Hari ke 2:

a. Ibu dapat duduk 5 menit dan minta untuk bernafas dalam-dalam

lalu menghembuskannya disertai batuk- batuk kecil yang gunanya

untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan

kepercayaan pada diri ibu/penderita bahwa ia mulai pulih.


b. Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk.

Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari penderita/ibu yang

sudah melahirkan dianjurkanbelajar duduk selama sehari.

3) Hari ke 3 sampai 5. a). Belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada

hari setelah operasi.b) Mobilisasi secara teratur dan bertahap serta

diikuti dengan istirahat dapat membantu penyembuhan ibu.

2.6. Landasan Teori

Berdasarkan kajian pustaka dalam penelitian ini dalam infeksi Daerah

Operasi Postsectio caesarea , dengan Sectio Sesariaelektifyaitu tindakan operasi

yang dilakukan terjadwal dengan persiapan pada pasien dengan kondisi baik, ada

beberapa faktor yang menyebabkan infeksi Daerah Operasi Postsectio caesarea

yaitufaktor RS meliputi:

1. Nation Prescribing Service Limited, 2007. Sukowati et al.2010

Lamanya waktu tunggu pre operasi (rawat inap sebelum operasi) Tehnik

antiseptic (prinsip asepsis ruangan, prinsip asepsis personal, prinsip asepsis

pasien, prinsip asepsis instrumen). Ventilasi ruang operasi.

2. Potter & Perry, 2010, Sholeh & Musbikin, 2005

Faktorpasien meliputi: umur, status gizi, obat-obatan, penyakit, kebersihan

diri, perawatan dirumah, pola makan dan mobilisasi.

3. Potter & Perry, 2010

Faktorluka adalah: Infeksi luka operasi, kontaminasi luka, edema dan

hemoragi.Yang akan dijadikan variabel dalam penelitian ini diambil dari

faktor pasien. Alasan mengapa diambil dari faktor pasien sebab pada
pasien lebih mudah untuk melakukan wawancara, menyebar

angket/kuesioner untuk mengetahui penyebab terjadinya infeksi Daerah

Operasi Postsectio caesarea , dan lebih mudah lagi peneliti berinteraksi

terhadap respondennya dalam melakukan penelitian ini. Adapun faktor

yang akan dijadikan variabel independent yaitu: 1. faktor umur, sebab usia

dapat mengganggu tahap penyembuhan luka seperti : perubahan vaskuler

mengganggu sirkulasi kedaerah luka, penurunan fungsi hati mengganggu

sintesis faktor pembekuan, respon inflamasi lambat, pembentukan antibodi

dan limfosit menurun, jaringan kolagen kurang lunak, jaringan perut

kurang elastis.2. status gizi, dalam hal ini sangat berpengaruh sebab

penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat. Proses

fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin

(terutama vitamin A dan C) dan mineral renik zink dan tembaga. 3. Obat-

obatan, pemberian antibiotik profilaksis terbukti mengurangi kejadian

infeksi luka operasi. 4. Penyakit, yaitu kegagalan mekanisme adaptasi

suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau

tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi atau struktur organ atau

sistem tubuh. 5. Kebersihan diri, cara perawatan luka operasi. 6.Perawatan

di rumah, yakni menjaga kebersihan badan, aktivitas dan waktu istirahat.

7. Pola makan yakni konsumsi makanan seperti pada pola makan yang

normal. 8. Mobilisasi yaitu suatu pergerakan posisi atau adanya kegiatan

yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dan setelah ibu

pulang daru rumah sakit dengan persalian sectio caesarea . Sedangkan


untuk variabel dependen adalah infeksi Daerah Operasi Postsectio

caesarea .

2.7. Kerangka Teori

Kerangka Teori dalam Potter & Perry, 2010; Sukowati et al, 2010;

National Preseribing Servicel Limited, 2007; Sholeh & Musbikin, 2005

Faktor Ekstrinsik (Rumah Sakit)



Lamanya Operasi waktutunggu

(rawatinap sebelum operasi)


Teknik septic antiseptic
Prinsip asepsis ruangan
Prinsip asepsis personal
Prinsip asepsis pasien
Prinsip asepsis instrument
Ventilasi ruang operasi

Faktor Intrinsik (pasien)


Pasien
Umur
Status gizi
Penyakit Infeksi Luka Operasi Post sectio caesarea
Obat-obatan
Kebersihan diri
Pola makan
Perawatan dirumah
Mobilisasi

Faktor luka
Kontaminasi luka
Edema
hemoragi
Gambar 2.1. Kerangka Teori
2.8. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan uraian hubungan antara konsep-

konsep atau variabel-variabel yang akan diteliti. Hubungan konsep dalam

penelitian ini adalah variabel bebas (independen) dengan variabel terikat

(dependen). (43) Kerangka konsep ini dikembangkan dari tinjauan pustaka serta

tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan tinjauan

kepustakaan dan tujuan yang akan dicapai maka kerangka konsep penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat Variabel Bebas


(Kuantitatif) (Kualitatif)

Umur
Perawatan Pasien sesampai di rumah

Status Gizi

Pola makan setelah operasi


Obat-obatan Infeksi Luka operasi Post sectio caesarea

Penyakit

Mobilisasi
Kebersihan Diri

Gambar 2.2. Kerangka Konsep


2.9. Hipotesis

Hipotesis adalahjawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat

praduga kerena harus dibuktikan kebenarannya, jika Ha diterima dan jika Ho

ditolak.(44)

1. Ada pengaruh umur terhadap Infeksi Daerah Operasi Postsectio caesarea

di RSUD Simeulue tahun 2018.

2. Ada pengaruh status gizi terhadap Infeksi Daerah Operasi Postsectio

caesarea di RSUD Simeulue tahun 2018.

3. Ada pengaruh obat-obatan terhadap Infeksi Daerah Operasi Postsectio

caesarea di RSUD Simeulue tahun 2018.

4. Ada pengaruh penyakit terhadap Infeksi Daerah Operasi Postsectio

caesarea di RSUD Simeulue tahun 2018.

5. Ada pengaruh kebersihan diri terhadap Infeksi Daerah Operasi Postsectio

caesarea di RSUD Simeulue tahun 2018.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan mixed

methodsdengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Kedua pendekatan ini

dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang tidak sepenuhnya dapat

dijawab dengan satu pendekatan saja. Penelitian case control merupakan

penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara kelompok kasus

dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Kedua pendekatan ini

dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang tidak sepenuhnya dapat

dijawab dengan satu pendekatan saja. Green dalam Cresswellmenyebutkan lima

tujuan pendekatan gabungan antara kuantitatif dan kualitatif.(45)

1) Triangulation in the classic sense of seeking convergence of result. Dalam

hal ini penggabungan kedua metode penelitian ini bertujuan untuk mencari

titik temu terhadap hasil penelitian kualitatif.

2) Complementary in the overlapping and different facets of phenomenom

may emerge. Penelitian dengan indikator alamiah yang kompleks seperti

kehidupan sosial dan budaya perlu menggabungkan kedua metode ini. Hal

ini dikarenakan seringkali ada data yang tumpang tindih atau berbeda yang

terjadi dalam masyarakat.

3) Developmentally where in the first method is issued seuentially help

inform the second method. Hal ini dilakukan untuk memberi informasi

70
71

lebih lanjut terhadap data pertama yang telah diketahui sehingga analisis

data dapat dilakukan secara menyeluruh.

4) Inovation where in contradictions and freshperspectives emerge. Hasil

penelitian yang menggabungkan kualitatif dan kuantitatif dapat

menghasilkan suatu inovasi.

5) Expression where in the mised methods and scope and breath to study.

Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan wawancara kepada responden

menggunakan kuesioner yang telah disusun, bertujuan untuk menganalisis

faktor yang berhubungan dengan infeksi luka post operasi sectio caesarea

. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan indepth interview menggunakan

pedoman wawancara yang bertujuan menggali lebih dalam bagaimana

faktor yang berhubungan dengan infeksi luka post operasi sectio caesarea

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Simeulue. Alasan pemilihan lokasi

karena banyaknya ibu yang melakukan operasi post sectio caesarea di rumah sakit

RSUD Simeulue.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama lima bulan yang dimulai pada

bulanDesember tahun 2017 sampai dengan bulan Juni tahun 2018.


3.3. Populasi Penelitian, Subjek Penelitian, dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat dijadikan sampel.

(46)Populasi dalam penelitian ini adalah ibu Post SC (sectio caesarea ) di RSUD

Simeulue tahun 2017 yang berjumlah sebanyak 395 orang.

3.3.2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai

informasi yang diperlukan selama proses penelitian, informan penelitian ini

meliputi beberapa macam seperti: (1) Informan kunci, yaitu mereka yang

mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam

penelitian, adapun yang dimaksud sebagai informan kunci dalam penelitian ini

adalah Kepala Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Simeulue yang

berjumlah 1 orang. (2) Informan utama, yaitu mereka yang terlibat langsung

dalam interaksi sosial yang diteliti yaitu staf ruang poli kebidanan yang melayani

langsung pasien saat datang kontrol ulang ke rumah sakit berjumlah 1 orang. (3)

Informan triangulasi/tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi

walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti yaitu pasien

kontrol yang sedang berada di ruang tunggu yang mendapatkan pelayanan

kesehatan dibagian poli kebidanan RSUD Simeulue dengan yang berjumlah

2orang. (45)

3.3.3. Sampel Penelitian dan Informan Penelitian

1. Sampel Untuk Pendekatan Kuantitatif


Sampel adalah data yang berasal dari rekam medis rumah sakit Simeulue

yang merupakan bagian dari populasi tersebut. Sampel penelitian ini dibagi

menjadi dua kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kelompok kasus sampel

sebanyak 40 orang. Kelompok kontrol sampel harus perpadanan (matching),

dengan sampel kasus yaitu 40 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan

adalah Non-probabilitas Sampling, artinya populasi seluruhnya tidak mendapat

kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel, dengan menggunakan metode

Purposive Sampling, teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel

diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam

penelitian), adapun pertimbangan peneliti dalam menetapkan jumlah sampel

sebanyak 40 responden yaitu dengan alasan keterbatasan waktu dalam penelitian

sehingga tidak memungkinkan mendapatkan sampel yang lebih banyak, adanya

keterbatasan tenaga dan dana sehingga tidak memungkinkan untuk memenuhi

responden yang lebih banyak. (47)

Jadi kriteria kasus dan kontrol ditetapkan sebagai berikut:

1) Sampel kelompok kasus yaitu ibu dengan kejadian infeksi Daerah Operasi

Postsectio caesarea berjumlah 40 orang

2) Sampel kelompok kontrol yaitu ibu yang tidak mengalami kejadian infeksi

Daerah Operasi Postsectio caesarea berjumlah 40 orang

3) Jumlah seluruh sampel kelompok kasus dan kontrol adalah 80 orang.

2. Informan untuk pendekatan kualitatif

Informan dalam penelitian ini sesuai dengan kriteria di atas 1 informan

kunci, 1 informan utama dan 2 informan triangulasi/tambahan berjumlah

sebanyak 4orang.
.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Jenis Data

1. Data Primer

Berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan mengacu pada

variable yang diteliti, yaitu berisi pernyataan mengenai variabel bebas

yang terdiri dari karakteristik faktor yang memengaruhi. Sementara

pernyataan mengenai variabel terikat terdiri dari infeksi Daerah Operasi

Postsectio caesarea . Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan

observasi.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari rekam medis berupa

karakteristik ibu di instansi ruang bersalin RSUDSimeulue.

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data Kuantitatif.

1. Data Primer

Teknik pengumpulan data primer pada penelitian ini adalah dengan cara

penyebaran kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini disusun oleh peneliti

berdasarkan tinjauan teoritis dibuat dalam bentuk pernyataan tertutup

(closed ended) dengan variasi dichotomous choice, yaitu hanya

membutuhkan jawaban tanpa penjelasan. Instrumen penelitian ini terdiri

dari enam bagian, bagian pertama berisi tentang karateristik, yang kedua

berisi tentangumur, yang ketiga berisi tentang status gizi, keempat tentang

obat-obatan, kelima tentang penyakit dan keenam tentang kebersihan diri.


2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan rekam medis karakteristik pasien.

3. Data Tertier

Dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan seperti studi kepustakaan

berupa jurnal, text book, Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009,

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014, sumber elektronik, Depkes

Kesehatan-Indonesia) dan lain-lain. (47)

3.4.3. Teknik Pengumpulan Data Kualitatif

Metode pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai secara

mendalam kepada informan yang mewakili pasien sectio caesarea yang

mengalami infeksi Daerah Operasi Postsectio caesarea , dengan menggunakan

pedoman wawancara. Kegiatan wawancara tersebut direkam menggunakan alat

perekam, selanjutnya hasil rekaman tersebut dituliskan dalam bentuk verbatim

yang meliputi: perawatan dirumah, pola makan dan mobilisasi.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Penelitian

Alur penelitian yang memperlihatkan variabel yang memengaruhi dan

yang dipengaruhi, variabel yang memengaruhi adalah variabel bebas (independen

variable) yaitu: umur (X1), status gizi (X2), obat-obatan (X3), penyakit (X4),

kebersihan diri (X5), yang dipengaruhi variabel terikat (dependent variabel) yaitu

Y (infeksi Daerah Operasi Postsectio caesarea ).


3.5.2. Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang

akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Defenisi

operasional ini berguna untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan

terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau

alat ukur. Batasan yang digunakan untuk mendefenisikan variabel-variabel.

1. Defenisi Operasional Kuantitatif

Defenisi operasional kuantitatif: adalah batasan yang digunakan untuk

mendefinisikan variabel atau faktor yang memengaruhi variabel dependen.

1. Umur : Keadaan usia ibu saat melahirkan dengan operasi sectio caesarea

Menjawab score 19-35 tahun nilai = 1, > 35 tahun nilai = 2. Kategori tidak

Resti (risiko tinggi) = 2. Resti = 1

2. Status gizi: Indeks massa tubuh ibu yang menggambarkan keseimbangan

antara konsumsi dan asupan gizi dalam tubuh ibu diukur dari tinggi badan

dan berat badan ibu. Indeks massa tubuh alias BMI membandingkan berat

badan dengan tinggi badan, dengan membagi berat badan dalam kilogram

dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. Observasi dengan kriteria: <18

dan 25-29.9) tidak normal, (18,5-24,9) Normal. Kategori Normal = 2.

Tidak Normal = 1.

3. Obat-obatan: Kepatuhan pasien minum obat yang diberikan dari rumah

sakit dengan aturan minum 3x1, 2x1, 1x1. Diukur dengan 1 item. Kategori

Patuh = 2 Tidak Patuh = 1


4. Penyakit: apakah ibu menderita suatu penyakit yang dapat menghambat

proses penyembuhan luka sebelum melakukan operasi post sectio

caesarea

. Diukur dengan kuesioner 1 item scorenilai maksimal 2 minimal 1, skor=2

jika Ya, skor =1 jika Tidak.Kategori Ada = 1, Tidak Ada = 2

5. Kebersihan diri: menjaga luka terhindar dari hal- hal yang dapat

memperlambat proses penyembuhan. Diukur dengan kuesioner 4

item,dimana nilai maksimal 8, minimal 4, score > 4, score < 4. Kategori

Baik = 2, tidak baik =1

6. Infeksi Daerah Operasi Postsectio caesarea :

Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan.

Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase,

nyeri,kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan

peningkatan jumlah sel darah putih. Diukur dengan kuesioner 1 item

scorenilai maksimal 2 minimal 1, skor=2 jika Ya, skor =1 jika

Tidak.Kategori Infeksi = 1, Tidak Infeksi = 2.

2. Defenisi operasional Kualititatif

Variabel Independen

1. Perawatan dirumah: identifikasi perawatan dirumah apakah menjaga

kebersihan badan,ibu dapat mandi dengan luka ditutup kain kassa lembut

yang diatasnya dilapisi plester kedap air, kebersihan vagina mengganti

pembalut bila terasa terisi penuh, tidak mengangkat benda benda yang

berat, tidak membungkukkalau harus membungkuk untuk mengambil


sesuatutekuklah kedua lutut, beristirahatlah, mengunakan pakaian yang

longgar dan nyaman, makan makanan bergizi, merawat bekas sayatan.

2. Pola makan:mengindifikasi setelah melewati operasi sesar, apakah pasien

konsumsi makanan seperti pada pola makan yang normal, pola buang air

besar, memakan yang mudah dicerna menghindari gas berlebih setelah

melahirkan, menghindari minuman soda dan makanan yang digoreng,

makanan yang kaya serat untuk menghindari konstipasi, protein, vitamin

C, zat besi, kalsium, banyak minum untuk menghindari dehidrasi dan

konstipasi.

3. Mobilasasi: mengidentifikasi pergerakan yang dilakukan ibu post operasi

sectio caesarea , pada tahap- tahap mobiliasasi dini yang dilakukan secara

bertahap:1. 2 jam pertama ibu post sectio caesarea , 6-10 jam,ibu

diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan mencegah trombosis

dan trombo emboli, setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai

belajar untuk duduk, setelah ibu dapat duduk dan belajar berjalan.
3.6. Metode Pengukuran

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependen


Variabel Jumlah Cara dan Alat Skala Skala
Bebas (X) pertanyaan Ukur Pengukuran Value Ukur
1 2 3 4 5 6
1.Umur 1 Menghitung skor 19 - 35tahun Tidak Resti(2) Ordinal
(skor max = >35 tahun Resti (1)
2,min=1).
2. Status gizi 1 Skor < 18 Normal (2) Ordinal
Menghitung skor dan 25-29,9 Tidak normal
max = < 18 dan 25- skore 18,5- (1)
29,9 min = (18,5- 24,9
3. Obat- 1 24,9) Ordinal
obatan Skor 2 Patuh (2)
Menghitung skor Skor 1 Tidak Patuh (1)
1 (skor max = 2 min =
4. Penyakit 1) Skor 2 Tidak Ada (2) Ordinal
Skor 1 Ada (1)
4 Menghitung skor
5. (max =2, min = 1) Skor > 4 Baik (2) Ordin
Kebersiha Skor < 4 Tidak Baik (1) al
n Menghitung skor
Diri (skor max = 8, min
= 4)
Variabel Jumlah Cara dan Alat Skala Skala
Terikat (Y) Value Ukur
pertanyaan Ukur Pengukuran
Infeksi
1 Menghitung skor Skor 2 Tidak Infeksi Ordinal
Daerah
(skor max=2) Skor 1 (2)
Operasi
Infeksi (1)
Postsecti
o
caesarea

3.7. Metode Analisis Data

3.7.1. Analisis Data Kualitatif

Merupakan analisis yang menitik beratkan pada penggambaran atau

deskripsimasing-masing data yang telah diperoleh. Menggambarkan distribusi

frekuensi dari yaitu: umur, paritas pendidikan, pekerjaan, penghasilan, perawatan

dirumah, pola makan dan mobilisasi.


Setelah menganalisis data kemudian dilanjutkan dengan keabsahan data

kualitatif yaitu dengan cara triangulasi. Triangulasi dalam penelitian ini adalah

dengan membandingkan informasi dari informan yang satu dengan informan yang

lain sehingga informasi yang diperoleh kebenarannya. Selanjutnya melakukan

keabsahan data.(48)

3.7.2. Analisis Data Kuantitatif

Data yang dikumpulkan, diolah dengan komputer. Analisis data yang

dilakukan adalah analisis univariat, bivariat dan multivariat. Setelah dikumpulkan,

data akan dianalisis dengan mengumpulkan teknik analisa sebagai berikut: (49)

3.7.3. Analisis Bivariat.

Analisis dilakukan untuk melihat hubungan masing-masing variabel bebas

(umur, ststuz gizi, obat-obatan, penyakit, kebersihan diri) dengan variabel terikat

(infeksi Daerah Operasi Postsectio caesarea ),dengan uji statistik Chi-Square,

dengan taraf signifikansi (α) yang digunakan adalah 0,05. Variabel bebas

dikatakan berhubungan dengan variabel terikat jika nilai p (p-value)< 0,05.

Jika dalam uji Chi-Square bila tabel 2 x 2 dijumpai nilai harapan (expected value

= E) < 5, maka uji yang digunakan adalah Fisher’s Exact, bila tabel 2 x 2 dan

semua nilai E > 5 (tidak ada nilai E < 5) maka nilai yang dipakai Continuity

Correction. Bila tabel lebih dari 2 x 2, misalkan 3 x 2, 3 x 3 dan lain- lain, maka

digunakan uji Pearson Chi Square. Taraf signifikansi α yang digunakan adalah

0,05. Variabel bebas dengan nilai p < 0,05 dilanjutkan pada analisis multivariat.

3.7.4. Analisis Multivariat.

Analisis multivariat dilakukan dengan uji regresi logistik berganda

dengan metodeenter yang bertujuan untuk memprediksi besarnya pengaruh


variabel bebas (umur, status gizi, obat-obatan, penyakit, kebersihan diri) terhadap

variabel terikat (infeksi Daerah Operasi Postsectio caesarea ). Uji statistik dengan

koefesien Sig T nilai p=0,05.Analisis data multivariat dengan uji regresi logistik

berganda dilakukan dalam dua langkah, yaitu:

1. Memilih variabel bebas yang potensial dimasukkan ke dalam model

analisa data multivariat, yaitu variabel bebas dengan nilai p < 0,25.

2. Memasukkan variabel bebas dengan nilai p < 0,25 dalam model uji regresi

logistik berganda dan diseleksi dengan metode enter. Model persamaan

regresi logistik berganda yang dapat digunakan untuk prediksi probabilitas

infeksi Daerah Operasi Postsectio caesarea .

3. Model persamaan regresi logistik yang dapat digunakan untuk prediksi

probabilitas Infeksi Daerah Operasi Postsectio caesarea .

4. Model persamaan sebagai berikut:

p
γi = ln = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 +βiXi
1– p

Keterangan :
γi = Infeksi Daerah Operasi Postsectio caesarea
α = Konstanta
β1 – β5 = Koefesien regresi variabel bebas
βi = Parameter model regresi logistik
X1 = umur sebagai variabel bebas
X2 = Obat-batan sebagai variabel bebas
X3 = Penyakit sebagai variabel bebas
X4 = Kebersihan diri sebagai variabel bebas
X5 = Status gizi sebagai variabel bebas
p = Probabilitas Infeksi Daerah Operasi Postsectio caesarea .

Anda mungkin juga menyukai