Di kalangan ulama masa lalu terdapat perbedaan pendapat mengenai upaya berobat
dihadapkan dengan tawakkal, memilih antara berobat atau pasrah dengan tidak melakukan
pengobatan. Dalam hukum berobat itu sendiri, mereka sepakat memperbolehkan namun
dalam hal yang mana lebih utama, terdapat perbedaan pendapat. Ibnu Taimiyah
menyimpulkan, menurut empat mazhab hukum berobat bersifat fleksibel dan kondisional,
berobat dapat haram, makruh, mubah, sunnah dan kadang-kadang bisa wajib. Hal itu
tergantung dengan tetap hidup atau tidaknya orang yang sakit jika berobat.
Yusuf al-qadarawi juga menyimpulkan bahwa hukum berobat berkisar antara
mubah, sunnah, dan wajib. Secara khusus ia berpendapat wajib dalam situasi khusus seperti
jika sakitnya parah dan obat penyakit dimaksud telah ditemukan sesuai sunatullah. Dasar
pendirian ini adalah hadist yang menganjurkan berobat paling kurang anjuran tersebut
bernilai sunnah. (Ali, 2012)
Adanya perbedaan pendapat diantara ahli fiqih menimbulkan perbedaanpandangan
terhadap hukum berobat (Ali, 2012), yaitu:
1. Menjadi wajib dalam beberapa kondisi:
a. Jika penyakit tersebut diduga kuat mengakibatkan kematian, maka menyelamatkan
jiwa adalah wajib.
b. Jika penyakit itu menjadikan penderitanya meninggalkan perkara wajib padahal dia
mampu berobat dan diduga kuat penyakitnya bisa sembuh, berobat semacam ini
adalah untuk perkara wajib, sehingga dihukumi wajib.
c. Jika penyakit itu menular kepada yang lain, mengobati penyakit menular adalah
wajib untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.
d. Jika penyakit diduga kuat mengakibatkan kelumpuhan total, atau memperburuk
penderitanya, dan tidak akan sembuh jika dibiarkan, lalu mudhharat yang timbul
lebih banyak daripada maslahatnya seperti berakibat tidak bisa mencari nafkah
untuk diri dan keluarga, atau membebani orang lain dalam perawatan dan biayanya,
maka dia wajib berobat untuk kemaslahatan diri dan orang lain.
هللا أ َ ْنزَ َل الدَّا َء َوالد ََّوا َء َو َج َع َل ِل ُك ِل َداءٍ َد َوا ًء فَتَ َدا َو ْوا َوالَ ت َ َد َاو ْوا ِب َح َرام
َ ِإ َّن
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia jadikan setiap
penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian, tetapi jangan berobat dengan yang haram.’’
(HR.Abu Dawud)
Juga terdapat pada hadist lain anjuran untuk berobat, dari Usamah bin Syarik radhiallahu ‘anhu,
bahwa beliau berkata:
Artinya:
Aku pernah berada di samping Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu datanglah
serombongan Arab dusun. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat?”
Beliau menjawab: “Iya, wahai para hamba Allah, berobatlah. Sebab Allah Subhanahu wa
Ta’ala tidaklah meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu
penyakit.” Mereka bertanya: “Penyakit apa itu?” Beliau menjawab: “Penyakit tua.” (HR. Al-
Bukhari)
Artinya:
Dari Usamah Ibnu Syuraik ra berkata: “Ada beberapa orang Arab bertanya kepada
Rasulullah Saw:”Wahai Rasulullah, apakah kami harus berobat, Beliau menjawab, “Ya,
Wahai hamba-hamba Allah berobatlah, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu
penyakit, kecuali diturunkan pula obat penawarnya, selain yang satu, mereka
bertanya,”Apakah itu wahai Rasulullah?”, Beliau menjawab, “Penyakit Tua/pikun” (H.R
At-Turmudzi)
Artinya:
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia
akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)
Hukum-hukum yang diuraikan diatas tidak luput dari kehendak Allah SWT yang
Maha Menyembuhkan. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
علَى َما َي ْن َفعُ َك َ ص ْ اح ِر ْ يف َوفِى ُك ٍل َخي ٌْر ِ ض ِع َّ َّللا ِمنَ ْال ُمؤْ ِم ِن الِ َّ ى َخي ٌْر َوأ َ َحبُّ إِلَى ُّ ْال ُمؤْ ِم ُن ْالقَ ِو
َولَ ِك ْن قُ ْل قَدَ ُر.ش ْى ٌء فَالَ تَقُ ْل لَ ْو أ َ ِنى فَ َع ْلتُ َكانَ َكذَا َو َكذَا َ صا َب َكَ َ اَّللِ َوالَ ت َ ْع ِج ْز َو ِإ ْن أ َّ َوا ْست َ ِع ْن ِب
ان
ِ ط َ ش ْي
َّ َّللاِ َو َما شَا َء فَ َع َل فَإ ِ َّن لَ ْو تَ ْفت َ ُح َع َم َل الَّ
Artinya:
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah.
Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat
bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu
musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan
demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang
telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu
syaithon.” (HR. Muslim)