Anda di halaman 1dari 28

Case Science Session

KRISIS HIPERTENSI

M. FAHMI IBNU TSAQIF


G1A218042

PEMBIMBING :
dr. H. Jufri Makmur,Sp.PD, FINASIM
PENDAHULUAN
Peningkatan secara mendadak tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥ 120 mmHg

Krisis hipertensi berdasarkan ada atau tidaknya kerusakan organ


sasaran yang progresif, yaitu hipertensi emergensi dan hipertensi
urgensi

Prinsip penatalaksanaan krisis hipertensi sangat penting untuk diketahui


mengingat semakin tingginya angka morbiditas serta mortalitas pada
pasien-pasien hipertensi yang tidak ditangani dengan baik
DEFINISI
KRISIS HIPERTENSI

Peningkatan secara mendadak tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau


tekanan darah diastolik ≥ 120 mmHg

Hipertensi Emergensi Hipertensi Urgensi

• Akut/progresif
• Progresif
• Kerusakan organ target
• Tanpa kerusakan organ
• Gejala yang berat target
• Tanpa gejala yang berat
MEKANISME

1. Peran Langsung dari peningkatan tekanan darah

2. Peran mediator endokrin dan parakrin


Peran Langsung dari
peningkatan tekanan darah
Gangguan autoregulasi 5. pembuluh darah
melakukan vasokontriksi
1. Kerusakan endotel dan hipertropi
2. Peningkatan 6. disfungsi endotelial
permeabilitas endotel pembuluh darah disertai
3. Deposisi Trombosit dan berkurangnya pelepasan
Fibrin nitric oxide (NO). Kerusakan
4. Necrosis fibrin dan 7. Sistem koagulasi yang Organ
teraktifasi makin
proliferasi Tunica
meningkatkan tekanan
Target
Intima darah
Peningkatan medadak
Siklus ini berlangsung terus
resistensi vascular dan menyebabkan kerusakan
sistemik endotelial pembuluh darah
yang makin parah dan meluas.
PERANAN MEDIATOR ENDOKRIN DAN PARAKRIN

1. Sistem renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) memegang peran penting dalam


patofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan renin dalam darah akan
meningkatkan vasokonstriktor kuat angiotensin II,

2. meningkatkan hormon aldosteron yang berperan dalam meretensi air dan


garam sehingga volume intravaskuler akan meningkat

3. peningkatan resistensi perifer pembuluh darah

Apabila tekanan darah meningkat terus maka akan terjadi natriuresis sehingga
seolah-olah terjadi hipovolemia dan akan merangsang renin kembali untuk
membentuk vasokonstriktor angiotensin II sehingga terjadi iskemia pembuluh
darah dan menimbulkan hipertensi berat atau krisis hipertensi.
FAKTOR PRESIPITASI

Kenaikan tekanan darah tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis primer


Hipertensi renovaskular
Glomerulusnefritis akut
Sindroma withdrawal anti hipertensi
Cedera kepala dan ruda paksa pada susunan saraf pusat
Renin-sekretin tumor
Pemakaian prekusor katekolamin pada pasien yang mendapat MAO Inhibitor
Penyakit parenkim ginjal
Pengaruh obat : kontrasepsi oral, anti depresan trisiklik, simpatomimetik (pil
diet sejenis amfetamin), kortikosteroid, NSAID
Luka bakar
Progresif sistematik sklerosis, SLE
FAKTOR RESIKO

 Penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum


obat anti hipertensi tidak teratur
 Kehamilan
 Penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi seperti,
luka bakar berat, feokromositoma, penyakit kolagen,
penyakit vaskuler, dan trauma kepala.
DIAGNOSIS
Pada hipertensi emergensi, situasi di mana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera
dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau progresif.
Kerusakan yang dapat terjadi antara lain. :

1. Neurologik : Encephalopati hipertensi, stroke hemoragik (intraserebral atau subdural) atau


iskemik, papil edema.
2. Kardiovaskuler : Unstable angina, infark miokardium akut, gagal jantung dengan edema
peru, diseksi aorta.
3. Renal : Proteinuria, hamaturia, gagal ginjal akut, krisis ginjal scleroderma.
4. Mikroangiopati : anemia hemolitik.
5. Preeklampsia dan eklampsia.
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat, tekanan darah rata-rata, riwayat
pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainan hormonal, riwayat penyakit kronik
lain, gejala-gejala serebral, jantung dan gangguan penglihatan.

2. Pemeriksaan Fisik
• Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadi perifer (raba nadi
radialis kedua lengan dan kemungkinan adanya selisih dengan nadi femoral, radial-
femoral pulse leg ),
• Mata ; Lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat, penyempitan yang hebat
arteriol.
• Jantung ; Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi jantung S3 dan S4
serta adanya murmur.
• Paru ; perhatikan adanya ronki basal yang mengindikasikan CHF.
• Status neurologik ; pendekatan pada status mental dan perhatikan adanya defisit
neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan refleks fisiologis dan patologis.
DIAGNOSIS

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya, penyakit penyerta,
dan kerusakan target organ. Yang sering dilakukan antara lain; pemeriksaan elektrolit, BUN,
glukosa darah, kreatinin, urinalisis, hitung jenis komponen darah dan SADT. Pemeriksaan
lainnya antara lain foto rontgen toraks, EKG dan CT-Scan.
PENATALAKSANAAN
Dasar-dasar penatalaksanaan krisis hipertensi
Autoregulasi
MAP  Pada krisis hipertensi dipertahankan pada MAP yang tinggi
yaitu 120-160-180 mmHg
MAP= Sistolik + 2 x Diastolik
3
dalam pengobatan krisis hipertensi, pengurangan MAP sebanyak 20–25% dalam
beberapa menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi, misalnya
penurunan tekanan darah pada penderita aorta diseksi akut ataupun edema paru
akibat gagal jantung kiri dilakukan dalam tempo 15–30 menit dan bisa lebih rendah
lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati,
penurunan tekanan darah 25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan infark serebri
akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan tekanan darah dilakukan lebih
lambat (6 – 12 jam) dan harus dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari
170–180/100 mmHg.
PENATALAKSANAAN
1. Rawat di ICU.

2. Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik, dengan menentukan :


• Penyebab krisis hipertensi
• Adanya kerusakan organ target

3. Tentukan tekanan darah yang diinginkan didasari dari lama tingginya tekanan darah
sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai
serta usia pasien.
• Menurunkan tekanan arteri rata-rata (MAP) sebanyak 25% atau mencapai tekanan
darah diastolik 100 – 110 mmHg dalam waktu beberapa menit sampai satu atau dua
jam. Kemudian tekanan darah diturunkan menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6
jam. Tekanan darah diukur setiap 15 sampai 30 menit.
• Pada stroke, penurunan tekanan darah hanya boleh 20% dan khusus pada stroke
iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap bila tekanan darah > 220/130
mmHg.
• Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan iskemia renal,
serebral dan miokardium.
Obat Antihipertensi IV
Pengobatan Hipertensi Urgensi
Penurunan tekanan darah sama seperti hipertensi emergensi, hanya saja dalam
waktu 24 sampai 48 jam. Dengan pemberian nifedipine ataupun clonidine oral
dicapai penurunan MAP sebanyak 20% ataupun tekanan darah <120 mmHg

 Nifedipine
Pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit), bukal (onset 5–10 menit), oral (onset 15-20
menit), durasi kerja 5 – 15 menit secara sublingual/ buccal. Efek samping: sakit kepala,
takikardi, hipotensi, flushing, oyong.
 Clonidine
Pemberian secara oral dengan onset 30–60 menit, durasi kerja 8-12 jam. Dosis: 0,1-0,2 mg,
dilanjutkan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai dengan 0,7 mg. Efek samping: sedasi, mulut kering.
Hindari pemakaian pada AV blok derajat 2 dan 3, bradikardi, sick sinus syndrome. Over dosis
dapat diobati dengan tolazoline.
 
Pengobatan Hipertensi Urgensi
Captopril, prazosin terutama digunakan pada
penderita hipertensi urgensi akibat dari
peningkatan katekolamin.

 Captopril
Pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25 mg dan dapat diulang setiap 30 menit sesuai
kebutuhan. Efek samping: angioneurotik edema, rash, gagal ginjal akut pada penderita
bilateral renal arteri stenosis.

 Prazosin
Pemberian secara oral dengan dosis 1-2 mg dan diulang per jam bila perlu. Efek samping:
sinkop, hipotensi ortostatik, palpitasi, takikardi, sakit kepala.
 
Pengobatan Hipertensi Urgensi

Untuk penderita hipertensi dengan riwayat penyakit serebrovaskular dan koroner,


pasien umur tua serta pasien dengan volume depletion maka dosis obat nifedipine dan
clonidine harus dikurangi. Seluruh penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam
setelah tekanan darah turun untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan
timbulnya hipotensi ortostatik.
Krisis Hipertensi pada keadaan khusus

Stroke
 Infark : aterotrombotik, kardioembolik, lakunar.
 Tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan diastolik > 120 mmHg,
dimana pengukuran dilakukan dua kali dalam jangka waktu 30
menit.
 Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur dengan
batas penurunan maksimal tekanan darah 20-25% dari MAP.
 Jika tekanan darah sistolik 180-220 mmHg dan tekanan diastolik
105-120 mmHg dilakukan penatalaksanaan seperti terapi pada
hipertensi urgensi.
Krisis Hipertensi pada keadaan khusus

Stroke
 Perdarahan : perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid,
pecahnya Arteriovenous Malformation (AVM)
 Tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan diastolik > 120 mmHg,
dimana pengukuran dilakukan dua kali dalam jangka waktu 30
menit.

 Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur dengan


batas penurunan maksimal tekanan darah 20-25% dari MAP.
 Target tekanan darah adalah sistolik 160 mmHg dan diastolik 90
mmHg.
Krisis Hipertensi pada keadaan khusus

Ensefalopati Hipertensi
 Tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan diastolik > 120 mmHg,
dimana pengukuran dilakukan dua kali dalam jangka waktu 30
menit.
 Terdapat gangguan kesadaran, retinopati dengan papiledema,
peningkatan tekanan intrakranial sampai kejang.
 Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur
penatalaksanaan krisis hipertensi dengan batas penurunan tekanan
darah 20-25% dari MAP.
Krisis Hipertensi pada keadaan khusus

Cedera Kepala/Tumor Intrakranial


 Pada kasus cedera kepala, tumor intrakranial terdapat gejala
tekanan intrakranial yang meningkat, seperti : sakit kepala hebat,
muntah proyektil/tanpa penyebab gastrointestinal, papiledema,
kesadaran menurun/berubah
 Tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan diastolik > 120 mmHg,
dimana pengukuran dilakukan dua kali dalam jangka waktu 30
menit.
 Obat anti hipertensi parenteral diberikan sesuai prosedur
penatalaksanaan krisis hipertensi dengan batas penurunan
tekanan darah 20-25% dari MAP.
 Khusus untuk tumor intrakranial hipofisis perlu dilakukan
pemeriksaan hormonal dan penatalaksanaan sesuai dengan krisis
hipertensi dengan gangguan endokrin.
Krisis Hipertensi pada keadaan khusus

Diseksi Aorta
 Suatu kondisi akibat robekan pada dinding aorta sehingga lapisan
dinding aorta terpisah dan darah dapat masuk ke sela-sela lapisan
dinding pembuluh darah aorta

 Atasi rasa nyeri dengan morfin intravena. Kemudia, menurunkan


tekanan darah sistolik segera dalam 10-20 menit dengan target
tekanan darah sistolik 110-120 mmHg dan frekuensi nadi 60
x/menit.
 B-blocker merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi shear
stress dan mengontrol tekanan darah.
 Terapi medikamentosa dapat dilakukan pada diseksi aorta
desenden tanpa komplikasi ke organ lain, yakni hipoperfusi ginjal,
ekstremitas dan mesenterika.
 Setelah pasien stabil, idealnya 24-48 jam, obat intravena diganti
dengan oral.
Krisis Hipertensi pada keadaan khusus

Edema Paru
 O2 dengan target saturasi O2 perifer > 95%,
 Pemberian nitroglycerin sublingual, bila perlu dilanjutkan dengan
pemberiaan drip
 Pemberiaan diuretik loop intravena (furosemid)
 Pemberiaan obat anti-hipertensi intravena atau sublingual
 Bila tidak ada kontra indikasi morfin IV dapat dipertimbangkan
 Target penurunan tekanan darah sistolik atau diastolik sebesar 30
mmHg dalam beberapa menit. Sasaran akhir tekanan darah
sistolik < 130 mmHg dan tekanan darah diastolik < 80 mmHg
sebaiknya dicapai dalam 3 jam
Krisis Hipertensi pada keadaan khusus

SKA
 B-Bloker dan nitrogliserin merupakan anjuran utama.
 Bila tidak terkontrol dapat diberikan golongan golongan kalsium
antagonis parenteral, nicardipin dan diltiazem bila tidak ada
kontraindikasi.
 Sasaran tekanan darah sistolik adalah < 130 mmHg dan tekanan
darah diastolik < 80 mmHg.
 Penurunan tekanan darah perlu pemantauan ketat agar tekanan
darah diastolik tidak lebih rendah dari 60 mmHg karena dapat
mengakibatkan iskemia miokard bertambah berat.
KESIMPULAN
1. Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak sistolik ≥ 180
mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥ 120 mmHg, pada penderita hipertensi, yang
membutuhkan penanggulangan segera.
2. Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi masih belum begitu jelas, ada dua peran penting yang
menjelaskan patofisiologinya: peran langsung dari peningkatan tekanan darah dan peran
mediator endokrin dan parakrin.
3. Faktor resiko terbanyak yang sering menyebabkan krisis hipertensipenderita hipertensi yang
tidak meminum obat atau minum obat anti hipertensi tidak teratur.
4. Tujuan utama pada penangangan krisis hipertensi adalah menurunkan tekanan darah. Upaya
penurunan tekanan darah pada kasus hipertensi emergensi harus dilakukan segera (<1 jam)
hipertensi urgensi diturunkan dalam kurun waktu beberapa jam hingga hari. Penanganan
pertama yang dilakukan pada hipertensi emergensi ialah memberikan obat antihipertensi secara
intravena, sedangkan pada hipertensi urgensi pemberian obat antihipertensi oral. Selain itu,
pasien dengan hipertensi emergensi sebaiknya dirawat di ICU (Intensive Care Unit) demi
pemantauan secara ketat atas pemberian obat antihipertensi intravena.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai