KATARAK
Oleh:
Yahya Taqiuddin Robbani
011923143045
Pembimbing:
Dr. dr. Lukisiari Agustini, Sp.M(K)
Dr. dr. Wimbo Sasono, Sp.M(K)
VI. PATOFISIOLOGI
Proses degeneratif mendenaturasi dan mengkoagulasi protein lensa yang ada dalam
serat lensa melalui mekanisme yang berbeda-beda, yang mengakibatkan hilangnya
transparansi dan, pada akhirnya, pembentukan katarak. Berikut merupakan mekanisme yang
terlibat dalam pembentukan katarak: 1) gangguan pada pertumbuhan lensa (katarak
kongenital); 2) metaplasia fibrosa epitel lensa (katarak subkapsular); 3) hidrasi kortikal antara
serat lensa (katarak kortikal); dan 4) deposisi pigmen tertentu, seperti urokrom (katarak
nuklir).8
VII. KLASIFIKASI
Secara umum, klasifikasi katarak dapat dibagi berdasarkan usia, maturitas, onset, dan
morfologi. Katarak kongenital terjadi akibat terbentuknya serat lensa yang keruh. Katarak
senilis dapat terjadi akibat proses degeneratif, sehingga mengakibatkan serat lensa yang
normal menjadi keruh. Secara klinis, kekeruhan pada lensa disesuaikan dengan tingkat
keparahan dari penurunan tajam penglihatan yang dirasakan berangsur. Katarak juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan morfologi anatomi lensa, yaitu katarak kapsular, subkapsular,
kortikal, supranuklear, nuklear, dan polaris (Gambar 4).2,11
Gambar 5. (A) Katarak Morgagni, (B) Katarak Imatur, (C) Katarak Subskapularis
Posterior, (D) Katarak Matur, (E) Katarak Intumesen
2) Katarak Senilis Nuklear
Katarak nuklear sering dikaitkan dengan miopia karena terjadi peningkatan indeks
bias nukleus, sehingga beberapa pasien lansia dapat membaca tanpa kacamata lagi (‘second
sight of the aged’). Katarak sklerotik nuklear ditandai dengan warna kekuningan karena
pengendapan pigmen urokrom dan paling baik dinilai dengan oblique slit lamp.
Retroiluminasi akan menunjukkan refleks merah yang baik, tetapi jika diamati dengan
seksama maka akan terlihat sedikit perbedaan antara nukleus dan korteks. Pada stadium
lanjut, nukleus tampak coklat dan pada kasus langka akan berwarna hitam.
Progresifitas maturasi dari katarak nuklear akan mengakibatkan lensa menjadi tidak
elastis dan mengeras yang berhubungan dengan penurunan daya akomodasi dan
merefraksikan cahaya. Perubahan bentuk lensa ini akan dimulai dari bagian sentral ke perifer.
Secara klinis, katarak nukleus akan terlihat berwarna kecoklatan (katarak brunescent), hitam
(katarak nigra), dan berwarna merah (katarak rubra). Terjadinya perubahan warna pada
katarak nuklear, akibat adanya deposit pigmen (Gambar 6).
Gambar 6. (A) Katarak Brunescent, (B) Katarak Nigra, (C) Katarak Rubra
3) Katarak Senilis Subskapular
Katarak subkapsular anterior terletak di bawah kapsul lensa dan berkaitan dengan
metaplasia fibrosa dari epitel lensa. Opasitas subkapsular posterior terletak tepat di depan
kapsul posterior dan tampak seperti granular atau plak pada oblique slit lamp, tetapi
umumnya tampak hitam dan bervakuola pada retroiluminasi. Vakuola merupakan sel epitel
lensa yang bermigrasi dan membengkak, mirip dengan sel yang biasa terlihat pada pasien
pascaoperasi opasifikasi kapsular posterior. Karena lokasinya di titik nodal mata, opasitas
subkapsular posterior memiliki dampak yang signifikan pada fungsi penglihatan. Gejala khas
pada tipe katarak ini adalah fotofobia, yang ditandai dengan rasa silau.13
Katarak Diabetes Mellitus
Keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan kadar glukosa dalam humor akuous yang
akan berdifusi ke dalam lensa. Glukosa akan di metabolisme oleh sorbitol dan berakumulasi
di dalam lensa, sehingga mengakibatkan tekanan osmotik berlebihan mengakibatkan hidrasi
pada lensa. Kekeruhan pada nuklear merupakan hal yang sering terjadi dan berkembang
dengan sangat cepat.6,12
Katarak Traumatika
Katarak traumatika merupakan kejadin paling sering pada usia muda dan terjadi
unilateral. Katarak dapat terjadi setelah terkena trauma tusuk ke dalam mata dan sulit untuk
dikeluarkan, hal ini akan menyebabkan kerusakan pada kapsul lensa. Apabila terdapat
kerusakan pada lensa, bagian dalam lensa akan mengalami pembengkakan bersama dengan
air sehingga akan menyebabkan denaturasi protein. Kerusakan pada lensa tanpa disertai
adanya ruptur akan mengakibatkan kerusakan pada bagian subkapsular dan menghasilkan
katarak dengan bentuk seperti “starshaped” (Gambar 7).6,12
Gambar 7. (A) Katarak Traumatika akibat luka tusuk, (B) Katarak Traumatika akibat
benda tumpul, (C) Katarak Traumatika Listrik13
Katarak Komplikata
Katarak komplikata dapat terjadi apabila disertai dengan infeksi primer pada mata.
Uveitis anterior merupakan penyebab tersering dalam terjadinya katarak komplikata, keadaan
ini didasari dengan durasi dan intensitas terjadinya infeksi okular (Gambar 8). Terapi dengan
menggunakan steroid juga merupakan salah satu penyebab terjadinya katarak sekunder.
Glaukoma dengan sudut bilik mata depan tertutup juga dapat menyebabkan terjadinya
kekeruhan subkapsular atau kapsular.13
Gambar 8. Katarak Komplikata akibat Uveitis
IX. DIAGNOSIS
Diagnosis katarak dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pasien mungkin datang dengan salah satu gejala berikut:
- Penglihatan berkurang atau kabur: terjadi secara bertahap dan tanpa rasa nyeri; unilateral
atau bilateral
- Diplopia atau poliopia: sebagian besar uniocular tetapi dapat juga binokular. Hal ini
disebabkan oleh pembiasan multipel melalui area jernih di antara area opasitas.
- Halo di sekitar cahaya: dapat disebabkan oleh kumpulan tetesan air di antara lapisan serat
lensa yang berfungsi sebagai prisma yang membelah cahaya menjadi tujuh warna.
- Rasa silau: terutama terhadap lampu depan mobil dan sinar matahari
- Gangguan dalam penglihatan warna: memudar atau menguningnya warna objek
- Riwayat penyakit oftalmik sebelumnya
- Penyakit sistemik yang berhubungan dengan timbulnya gejala
Berikut temuan yang perlu diperhatikan selama pemeriksaan oftalmologi:
Pemeriksaan visus: berkurang secara unilateral atau bilateral bergantung pada mata yang
terkena
Katarak Kortikal
- Opasitas berbentuk baji dengan area jernih lensa sebagian besar terdapat di perifer
(katarak kortikal insipiens)
- Opasitas berbentuk baji yang berkembang dengan baik (katarak kortikal progresif)
- Keburaman tingkat lanjut dengan lensa keabu-abuan, korteks jernih, dan bayangan iris
(katarak kortikal imatur)
- Temuan tahap imatur tetapi dengan lensa yang bengkak akibat akumulasi cairan sehingga
bilik mata depan menjadi dangkal (katarak kortikal intumescent)
- Seluruh korteks buram dengan tidak adanya bayangan iris (katarak kortikal matur)
- Kantong cairan seperti susu dengan inti lensa di bagian dasar akibat likuifaksi korteks
tanpa bayangan iris dan bilik mata depan yang dangkal (katarak kortikal hipermatur)
Katarak Nuklear
- Lensa berwarna coklat tua atau hitam dengan bayangan iris
- Tidak tampak fundus akibat opasitas gelap terhadap cahaya merah
- Tidak tampak gambaran Purkinje keempat
Penyakit Sistemik
- Diabetes mellitus: katarak kortikal berbentuk snowflake
- Distrofi miotonik: katarak kortikal berbentuk seperti pohon natal yang kemudian
berkembang menjadi katarak kortikal berbentuk baji dan katarak subskapular yang
menyerupai bintang.
- Dermatitis atopik: plak padat seperti perisai pada subkapsular anterior
- Neurofibromatosis tipe 2: opasitas campuran; dapat berupa subkapsular, kapsular atau
kortikal
X. TATALAKSANA
Dalam menentukan penatalaksanaan katarak diperlukan pemeriksaan secara
menyeluruh pada bagian anterior dan posterior mata, salah satunya yaitu dengan menentukan
derajat kekeruhan katarak. Penentuan derajat kekeruhan pada katarak secara gold standar
dapat ditentukan dengan menggunakan klasifikasi Lens Opacity Classification System III
(LOCS III) yaitu dengan melihat gambaran pada saat pemeriksaan slit-lamp dan
menggunakan pencahayaan retroiluminasi (Gambar 9). Klasifikasi ini memberikan gambaran
derajat kekeruhan pada tiap struktur lensa atau dapat juga menggunakan klasifikasi Buratto
(Tabel 1).14
XII. PROGNOSIS
Prognosis penyakit katarak dapat dipengaruhi beberapa kondisi penyakit serta kondisi
dari pasien itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi prognosis meliputi:
- Tingkat gangguan penglihatan - Kualitas hidup
- Jenis katarak - Keterlibatan mata secara unilateral atau
- Waktu intervensi bilateral
- Cara intervensi - Adanya penyakit sistemik lain
Dalam kebanyakan kasus, operasi mengembalikan penglihatan dengan sangat efektif.
Kehadiran penyakit sistemik lain, waktu intervensi, dan cara pembedahan dapat menjadi
instrumen dalam menentukan hasil visual.8
XIII. EDUKASI
- Edukasi mengenai faktor resiko, komplikasi, pilihan pengobatan penyakit, serta
komplikasi pembedahan.
- Pasien harus disarankan untuk memakai kacamata di bawah sinar matahari untuk
menghindari kerusakan akibat sinar ultraviolet.8
- Memberitahu keluarga bahwa katarak adalah gangguan penglihatan yang dapat diperbaiki.
- Memberitahu keluarga untuk kontrol teratur jika sudah didiagnosis katarak.
XI. DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Global Data on Visual Impairments 2010. Marotti SP, editor Switzerland: 2012.
hlm. 1-3
2. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and Cataract. San Fransisco: American
Academy Of Ophthalmology;2016. hlm. 11-15, 39-50.
3. Bye LA, Modi NC, Standford M. Ocular Physiology. Basic Science of Ophthalmology.
United Kingdom: Oxford University Press; 2013. hlm. 63-4.
4. Ansari MW, Nadeem A. Transparent Structures of The Eyeball Cornea, Lens, and
Vitreous. Atlas of Ocular Anatomy. Switzerland: Springer; 2016. hlm. 68-70.
5. Remington LA. Crystalline Lens. Clincal Anatomy and Physiology of The Visual
System. Missouri: Elsevier Butterworth Heinemann; 2012. hlm. 98-106.
6. Alshamrani AZ. Cataracts Pathophysiology and Managements. The Egyptian Journal of
Hospital Medicine. 2018;70 (1):151-4.
7. Forrester JV, Dick AD, McMenamin PG, Roberts F, Pearlman E. Biochemistry and
Physiology. The Eye - Basic Science in Practice. Edisi ke-4: Elsevier; 2016. hlm. 228-
40.
8. Nizami AA, Gulani AC. Cataract. [Updated 2020 Nov 18]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan
9. Gilbert C, Ackland P, Resnikoff S, Gilbert S, Keeffe J, Cross C, et al. Vision 2020 global
initiative for the elimination of avoidable blindness: Action plan 2006-2011. Geneva:
World Health Organization, 2007.
10. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013.
11. Levin LA, Nilsson SFE, Hoeve JV, Wu SM. The Lens. Dalam: Alm A, Kaufman P,
editor. Adler's Physiology Of The Eye. Netherlands: Elsevier Health Science; 2011. hlm.
134-55.
12. Gupta VB, Rajagopala M, Ravishankar B. Ethiopathogenesis of Cataract: An Appraisal
Indian Journal of Ophthalmology. 2014 15 April 2017;62(2):103-10.
13. Browling B. Kanski's Clinical Ophthalmology. Edisi ke-9. Australia: Elsevier;2020. hlm.
308-337.
14. Ioschpe P, Zenalis S, Marinho D, Laura A. Pre-Senile Cataract in Diabetic Patients:
Prevalence and Early Diagnose. Journal of Clinical Trials 2017 15 April 2018;7(2):1- 5.