Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENYAKIT

KATARAK

Oleh:
Yahya Taqiuddin Robbani
011923143045

Pembimbing:
Dr. dr. Lukisiari Agustini, Sp.M(K)
Dr. dr. Wimbo Sasono, Sp.M(K)

DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
2021
I. PENDAHULUAN
Kebutaan akibat katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan secara global yang
dialami oleh jutaan orang di penduduk dunia. Berdasarkan data WHO (World Health
Organization), secara global katarak merupakan penyebab kebutaan sebanyak 33%. Di negara
Asia, menyatakan bahwa katarak dan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan
penyebab kebutaan terbanyak.1 Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh
dunia yang sebenarnya dapat dicegah.2 Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang
ditandai dengan kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke
mata.2
Katarak dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air
dan elektrolit, karena denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya. Kekeruhan pada
lensa ini dapat diakibatkan karena faktor usia, kelainan kongenital, gangguan tumbuh
kembang, trauma pada mata, penyakit metabolik, komplikasi dari infeksi mata menahun, dan
paparan sinar radiasi. Secara klinis, kekeruhan pada lensa dapat mengakibatkan penurunan
tajam penglihatan yang berat bahkan sampai kebutaan. Sebanyak 80% penurunan tajam
penglihatan dapat di terapi dan disembuhkan.3

II. ANATOMI LENSA


Lensa memiliki struktur bikonveks yang berfungsi untuk menjaga kejernihan,
merefraksikan cahaya, dan menghasilkan akomodasi. Lensa tidak memiliki pembuluh darah
atau sistem saraf, sehingga secara keseluruhan metabolisme pada lensa bergantung pada
humor akuous. Kedudukan lensa diperkuat oleh zonular Zinn yang menghubungkan badan
siliar dengan lensa kristalin. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks, dan nukleus yang
terletak di belakang iris dan bagian depan vitreous. Permukaan anterior lensa lebih
melengkung dibandingkan dengan posterior lensa yang disebut juga dengan optikal aksis.2,3
Pada orang dewasa, lensa memiliki ukuran 9 mm dan ketebalan 3,5 mm dengan berat
90 mg. Lensa dapat merefraksikan cahaya karena memiliki indeks refraksi 1,4 pada bagian
sentral dan 1,36 pada bagian perifer. Pada keadaan mata yang tidak berakomodasi, lensa
memiliki kekuatan dioptri 15-20 dioptri. Bertambahnya usia dapat mengakibatkan penurunan
indeks refraksi, peningkatan jumlah partikel protein yang tidak larut air, dan penurunan
fungsi akomodasi. Pada keadaan tersebut, keadaan mata dapat menjadi lebih hiperopia atau
miopia tergantung pada keseimbangan perubahan struktur lensa.2,4
Kapsul lensa merupakan bagian terluar lensa yang transparan, memiliki membran
basal yang elastis dan mengandung kolagen tipe IV. Anterior kapsul lensa merupakan bagian
paling tebal dengan ketebalan 14 µm dan akan menipis pada bagian sentral posterior dengan
ketebalan 2-4 µm. Pada bagian terluar kapsul lensa terdapat zonul lamellar yang tempat untuk
melekatnya serabut zonular. Bagian belakang anterior kapsul terdapat lapisan epitel yang
berfungsi secara aktif untuk metabolisme termasuk proses biosintesis dari DNA, RNA,
protein, dan lemak. Salah satu peran epitel lensa pada perubahan morfologi lensa yaitu
dengan memanjangkan serat lensa. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat peningkatan selular
protein sel membran.2,4
Korteks dan nukleus terbentuk pada fase embriogenik. Nukleus akan dibentuk pada
bagian tengah lensa dan bagian terluar serat lensa akan membentuk korteks pada lensa.
Kedua bagian lensa ini akan terlihat saat pemeriksaan apabila lensa mengalami kekeruhan.
Zonular lensa disebut juga dengan ligamen suspensorium yang mengandung fibril tipis untuk
menggantung lensa mata sehingga dapat terfiksasi. Saat lensa berkembang, posisi melekatnya
zonular akan mengarah ke bagian anterior. Zonular juga merupakan tempat sintesis dari
kapsul ekuator lensa.2,3

Gambar 1. Skema Anatomi Lensa 2

III. FISIOLOGI LENSA


Lensa pada manusia mengandung konsentrasi protein sebanyak 30% dari beratnya
lensa. Protein lensa dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan kelarutan air. Sebanyak 80% lensa
terdapat protein yang larut air dan mengandung komponen utama protein yaitu kristalin.
Kristalin lensa akan dibagi menjadi kristalin α- dan kristalin β,γ-., kedua bagian ini memiliki
peran penting dalam menjaga kejernihan lensa.3,5
Proses metabolisme lensa terbanyak terjadi pada bagian epitel dan korteks lensa.
Diferensiasi serat lensa pada bagian apikal dan basal akan mengalami degradasi dan
menghasilkan kristalin protein. Peran utama dari kristalin protein yaitu untuk menjaga
stabilisasi protein pada lensa dan mencegah terjadinya agregasi. Permukaan Bagian Anterior
Bagian Posterior Kapsul Sel epitel Serat kortikal Serat Nuklear Korteks Nukleus Zona
Germinativum Ekuator luar sel akan memanfaatkan oksigen dan glukosa sebagai transport
aktif elektrolit, karbohidrat, dan asam amino pada lensa (Gambar 2). Konsentrasi protein
yang tinggi pada lensa tanpa adanya suplai pembuluh darah merupakan suatu hambatan untuk
regulasi air, nutrisi, dan antioksidan pada bagian lensa yang lebih dalam. Keadaan ini
diseimbangi oleh proses osmotik antar molekul protein lensa yang juga berperan sebagai
salah satu proses transparansi lensa. Pada keadaan normal, lensa manusia mengandung 66%
air dan 33% protein. Bagian korteks lensa lebih banyak mengandung air dibandingkan
dengan nukleus. Sebanyak 5% air terdapat diantara serat lensa ekstraselular.2,5

Gambar 2. Skema Fisiologi Lensa


Secara fisiologis, sistem pump-leak pada lensa merupakan suatu kombinasi transport
aktif dan permeabilitas membran untuk transportasi potasium dan molekulmolekul lain
seperti asam amino untuk mensuplai ke bagian terdalam lensa anterior epitel. Molekul
tersebut dapat berdifusi keluar dan masuk kedalam lensa dengan konsentrasi yang sama.
Berdasarkan teori ini, ion-ion sodium dan potasium didapatkan pada bagian anteroposterior
lensa. Lensa manusia memiliki kadar natrium rendah dan kalium yang tinggi, sedangkan
humor akuous dan vitreus kadar natrium tinggi dan kalium yang rendah.2,5
Permeabilitas membran sel lensa dapat menyeimbangkan ion di dalam dan luar lensa
serta aktivitas pompa natrium keluar kemudian membawa kalium masuk ke dalam lensa.
Metabolisme ini tergantung pada pemecahan ATP (adenosine triphosphate) yang diregulasi
oleh protein membran intrinsik dengan menghidrolisis ATP menggunakan enzim
Na+K+ATP-ase (Gambar 3).2,5,6
Gambar 3. Transport molekul melalui permukaan lensa 7

IV. DEFINISI KATARAK


Katarak merupakan keadaan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan yang
menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Katarak lebih sering dijumpai pada usia tua, dan
merupakan penyebab kebutaan pertama di seluruh dunia. Kekeruhan pada lensa dapat
disebabkan karena hidrasi atau denaturasi protein, sehingga memberikan gambaran berawan
atau putih. Penyebab tersering katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan lensa
mata menjadi keras dan keruh. Penyebab kekeruhan lensa dapat diakibatkan oleh faktor risiko
seperti merokok, paparan sinar ultraviolet, alkohol, defisiensi vitamin E, infeksi menahun
pada mata, dan polusi asap yang mengandung timbal.4,6
Trauma pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda tajam, panas yang tinggi, dan
trauma kimia juga dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak. Katarak
dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, yang disebut sebagai katarak kongenital. Katarak
kongenital salah satunya dapat terjadi akibat infeksi saat hamil. Selain itu, katarak juga dapat
terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan metabolik lainnya seperti diabetes mellitus.
Kekeruhan pada lensa dapat menyebabkan absorpsi cahaya menjadi lebih banyak, sehingga
secara klinis penderita akan mengeluh silau. Pemendaran cahaya pada katarak dapat
disebabkan adanya gangguan pada serat lensa, peningkatan agregasi protein, terpisahnya
sitoplasma lensa, atau kedua keadaan tersebut dapat terjadi secara bersamaan. Perubahan
kimia pada nuklear lensa dapan mengakibatkan warna lensa menjadi lebih kuning atau
coklat.2,3,7

V. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Prevalensi katarak pada tahun 2020 mencapai 15.200 kasus di seluruh dunia dan 5540
kasus di Asia Tenggara. Survei Nasional Indonesia tahun 2014 melaporkan angka kejadian
katarak berkisar 1,8 %, kasus terbanyak yang ditemukan di Asia Tenggara. Katarak
merupakan penyebab utama kebutaan di lndonesia, 77,7% kebutaan disebabkan oleh katarak.
Katarak umumnya terjadi pada lansia dan bersifat progresif. Studi terbaru mengungkapkan
bahwa penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, dengan rasio 1,3:1.8
Pada tahun 2010, prevalensi katarak di Amerika Serikat adalah 17,1%. Katarak paling
banyak mengenai ras putih (80%) dan perempuan (61%).4 Menurut hasil survei Riskesdas
2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah 1,4%, dengan responden tanpa batasan umur.
Definisi kebutaan menurut WHO yaitu visus <3/60 pada mata terbaik dengan koreksi
terbaik.9 WHO memperkirakan sekitar 18 juta orang mengalami kebutaan kedua mata akibat
katarak.9 Jumlah ini hampir setengah (47,8%) dari semua penyebab kebutaan karena penyakit
mata di dunia. Penyebab kebutaan lainnya adalah kelainan refraksi tidak terkoreksi,
glaukoma, Age-Related Macular Degeneration, retinopati DM, kebutaan pada anak, trakoma,
onchocerciasis, dan lain-lain.6 Indonesia menduduki peringkat tertinggi prevalensi kebutaan
di Asia Tenggara sebesar 1,5% dan 50% di antaranya disebabkan katarak. Jumlah ini
diperkirakan akan meningkat karena pertambahan penduduk yang pesat dan meningkatnya
usia harapan hidup di Indonesia.10
Beberapa faktor risiko katarak dapat dibedakan menjadi faktor individu, lingkungan,
dan faktor protektif. Faktor individu terdiri atas usia, jenis kelamin, ras, serta faktor genetik.2
Faktor lingkungan termasuk kebiasaan merokok, paparan sinar ultraviolet, status
sosioekonomi, tingkat pendidikan, penggunaan steroid, dan obat-obat penyakit gout.2 Faktor
protektif meliputi penggunaan aspirin dan terapi pengganti hormon pada wanita.
Beberapa faktor lainnya yang dapat menyebabkan katarak meliputi:8
a. Katarak kongenital: umumnya disebabkan oleh defisiensi nutrisi ibu, infeksi Rubella
dan Rubeola selama kehamilan, dan kekurangan oksigenasi karena perdarahan
plasenta. Katarak kongenital dapat bersifat unilateral atau bilateral.
b. Penyakit degeneratif terkait penuaan yang dapat menyebabkan katarak senilis. Jenis
ini merupakan jenis katarak yang paling umum.
c. Cedera traumatis: Penyebab paling umum dari katarak unilateral pada dewasa muda
- Trauma perforasi
- Trauma tumpul: menyebabkan opasitas berbentuk bunga yang khas
- Sengatan listrik: penyebab katarak yang jarang, menyebabkan kekeruhan
diffuse berwarna putih susu dan berbentuk seperti kepingan salju (snowflakes)
kadang-kadang dalam distribusi subkapsular bintang
- Radiasi ultraviolet: jika intens jarang menyebabkan pengelupasan sejati kapsul
lensa anterior dan katarak
- Radiasi pengion: penggunaan untuk pengobatan tumor okular dan dalam
intervensi kardiologis dapat menyebabkan kekeruhan subkapsular posterior
- Cedera kimia: naftalena, talium, laktosa, galaktosa
d. Penyakit sistemik, seperti distrofi miotonik, dermatitis atopik, dan neurofibromatosis
tipe 2
e. Penyakit endokrin yang meliputi, diabetes mellitus, hipoparatiroid, dan kretinisme.
f. Penyakit mata primer:
- Uveitis anterior kronis: penyebab paling umum dari katarak sekunder
- Glaukoma akut sudut tertutup: dapat menyebabkan kekeruhan subkapsular
atau kapsul anterior abu-abu-putih kecil, glaukomflecken
- Miopia tinggi: dapat menyebabkan kekeruhan lensa subkapsular posterior dan
sklerosis nuklir onset dini, memperburuk kelainan refraksi miopia
- Distrofi fundus herediter: yaitu, retinitis pigmentosa, Leber congenital
amaurosis, gyrate atrophy dan sindrom Stickler, dapat menyebabkan
kekeruhan lensa subkapsular posterior dan anterior.
g. Obat-obatan: Kortikosteroid dan inhibitor antikolinesterase dapat menyebabkan
kekeruhan subkapsular posterior dan anterior.
h. Nutrisi yang buruk: ​diet yang kekurangan antioksidan dan vitamin
i. Gangguan penggunaan alkohol
j. Merokok

VI. PATOFISIOLOGI
Proses degeneratif mendenaturasi dan mengkoagulasi protein lensa yang ada dalam
serat lensa melalui mekanisme yang berbeda-beda, yang mengakibatkan hilangnya
transparansi dan, pada akhirnya, pembentukan katarak. Berikut merupakan mekanisme yang
terlibat dalam pembentukan katarak: 1) gangguan pada pertumbuhan lensa (katarak
kongenital); 2) metaplasia fibrosa epitel lensa (katarak subkapsular); 3) hidrasi kortikal antara
serat lensa (katarak kortikal); dan 4) deposisi pigmen tertentu, seperti urokrom (katarak
nuklir).8

VII. KLASIFIKASI
Secara umum, klasifikasi katarak dapat dibagi berdasarkan usia, maturitas, onset, dan
morfologi. Katarak kongenital terjadi akibat terbentuknya serat lensa yang keruh. Katarak
senilis dapat terjadi akibat proses degeneratif, sehingga mengakibatkan serat lensa yang
normal menjadi keruh. Secara klinis, kekeruhan pada lensa disesuaikan dengan tingkat
keparahan dari penurunan tajam penglihatan yang dirasakan berangsur. Katarak juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan morfologi anatomi lensa, yaitu katarak kapsular, subkapsular,
kortikal, supranuklear, nuklear, dan polaris (Gambar 4).2,11

Gambar 4. Katarak berdasarkan morfologi


Katarak Kongenital
Sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan, sepertiga berkaitan dengan
penyakit sistemik, dan sisanya idiopatik.2 Separuh katarak kongenital disertai anomali mata
lainnya, seperti PHPV (Primary Hyperplastic Posterior Vitreous), aniridia, koloboma,
mikroftalmos, dan buftalmos (pada glaukoma infantil).
Katarak Senilis
Katarak senilis merupakan bentuk katarak paling sering ditemukan dan diderita oleh
usia lebih dari 50 tahun. Keadaan ini biasanya mengenai kedua mata, akan tetapi dapat terjadi
pada salah satu mata terlebih dahulu. Berdasarkan morfologi, katarak senilis dapat terbentuk
menjadi katarak nuklear dan kortikal. Bentuk katarak kortikal dan nuklear merupakan bentuk
yang paling sering ditemukan pada katarak senilis. Secara umum, katarak kortikal dapat
terbentuk sebanyak 70%, nuklear 25%, dan subkapsularis posterior 5%.2,11
Terdapat berbagai faktor resiko yang dapat mengakibatkan katarak senilis. Faktor usia
terutama usia 50 tahun atau dapat juga terjadi pada usia 45 tahun yang biasa disebut dengan
presenil. Paparan sinar ultraviolet yang semakin sering, defisiensi protein dan vitamin
(riboplavin, vitamin E, dan vitamin C), dan merokok berdasarkan penelitian dapat
mempengaruhi denaturasi protein yang akan berkembang menjadi katarak. Kelainan
metabolik seperti Diabetes Mellitus akan mengakibatkan peningkatan proses metabolisme
sorbitol pada lensa, sehingga katarak dapat lebih cepat terbentuk.6,12
1) Katarak Senilis Kortikal
Proses katarak kortikal terjadi akibat penurunan jumlah protein yang diikuti dengan
penurunan asam amino dan kalium, sehingga kadar natrium pada lensa akan meningkat.
Keadaan ini akan menyebabkan lensa menjadi hidrasi sehingga terjadi koagulasi protein.
Katarak senilis kortikal dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat maturasi, yaitu lamelar,
insipien, imatur, matur, dan hipermatur. Katarak insipien secara dini dapat terdeteksi apabila
pada pemeriksaan didapatkan bagian yang jernih diantara lapisan lensa.2,3
Pada keadaan katarak imatur kekeruhan lensa akan terlihat berwarna putih keabuan,
sehingga bayangin iris masih dapat terlihat. Keadaan katarak imatur mengakibatkan bentuk
lensa menjadi lebih cembung, sehingga proses hidrasi akan terjadi lebih cepat. Fase ini akan
berlanjut menjadi maturasi dan membentuk katarak intumesen yang membuat sudut bilik
mata depan menjadi lebih sempit. Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai bagian
korteks lensa, sehingga akan terlihat lensa barwarna putih terang. Fase katarak hipermatur
akan mengakibatkan bagian korteks mencair dan menyebabkan nukleus berada di bagian
posterior, yang biasa disebut dengan Katarak Morgagni (Gambar 5). Pada jenis hipermatur
juga dapat menyebabkan lensa menjadi sklerotik diakibatkan korteks yang mencair dan lensa
menjadi lebih mengkerut. Pengerutan lensa ini dapat menghasilkan gambaran sudut bilik
mata depan dan iris menyempit.2,3,14

Gambar 5. (A) Katarak Morgagni, (B) Katarak Imatur, (C) Katarak Subskapularis
Posterior, (D) Katarak Matur, (E) Katarak Intumesen
2) Katarak Senilis Nuklear
Katarak nuklear sering dikaitkan dengan miopia karena terjadi peningkatan indeks
bias nukleus, sehingga beberapa pasien lansia dapat membaca tanpa kacamata lagi (‘second
sight of the aged’). Katarak sklerotik nuklear ditandai dengan warna kekuningan karena
pengendapan pigmen urokrom dan paling baik dinilai dengan oblique slit lamp.
Retroiluminasi akan menunjukkan refleks merah yang baik, tetapi jika diamati dengan
seksama maka akan terlihat sedikit perbedaan antara nukleus dan korteks. Pada stadium
lanjut, nukleus tampak coklat dan pada kasus langka akan berwarna hitam.
Progresifitas maturasi dari katarak nuklear akan mengakibatkan lensa menjadi tidak
elastis dan mengeras yang berhubungan dengan penurunan daya akomodasi dan
merefraksikan cahaya. Perubahan bentuk lensa ini akan dimulai dari bagian sentral ke perifer.
Secara klinis, katarak nukleus akan terlihat berwarna kecoklatan (katarak brunescent), hitam
(katarak nigra), dan berwarna merah (katarak rubra). Terjadinya perubahan warna pada
katarak nuklear, akibat adanya deposit pigmen (Gambar 6).

Gambar 6. (A) Katarak Brunescent, (B) Katarak Nigra, (C) Katarak Rubra
3) Katarak Senilis Subskapular
Katarak subkapsular anterior terletak di bawah kapsul lensa dan berkaitan dengan
metaplasia fibrosa dari epitel lensa. Opasitas subkapsular posterior terletak tepat di depan
kapsul posterior dan tampak seperti granular atau plak pada oblique slit lamp, tetapi
umumnya tampak hitam dan bervakuola pada retroiluminasi. Vakuola merupakan sel epitel
lensa yang bermigrasi dan membengkak, mirip dengan sel yang biasa terlihat pada pasien
pascaoperasi opasifikasi kapsular posterior. Karena lokasinya di titik nodal mata, opasitas
subkapsular posterior memiliki dampak yang signifikan pada fungsi penglihatan. Gejala khas
pada tipe katarak ini adalah fotofobia, yang ditandai dengan rasa silau.13
Katarak Diabetes Mellitus
Keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan kadar glukosa dalam humor akuous yang
akan berdifusi ke dalam lensa. Glukosa akan di metabolisme oleh sorbitol dan berakumulasi
di dalam lensa, sehingga mengakibatkan tekanan osmotik berlebihan mengakibatkan hidrasi
pada lensa. Kekeruhan pada nuklear merupakan hal yang sering terjadi dan berkembang
dengan sangat cepat.6,12
Katarak Traumatika
Katarak traumatika merupakan kejadin paling sering pada usia muda dan terjadi
unilateral. Katarak dapat terjadi setelah terkena trauma tusuk ke dalam mata dan sulit untuk
dikeluarkan, hal ini akan menyebabkan kerusakan pada kapsul lensa. Apabila terdapat
kerusakan pada lensa, bagian dalam lensa akan mengalami pembengkakan bersama dengan
air sehingga akan menyebabkan denaturasi protein. Kerusakan pada lensa tanpa disertai
adanya ruptur akan mengakibatkan kerusakan pada bagian subkapsular dan menghasilkan
katarak dengan bentuk seperti “starshaped” (Gambar 7).6,12

Gambar 7. (A) Katarak Traumatika akibat luka tusuk, (B) Katarak Traumatika akibat
benda tumpul, (C) Katarak Traumatika Listrik13
Katarak Komplikata
Katarak komplikata dapat terjadi apabila disertai dengan infeksi primer pada mata.
Uveitis anterior merupakan penyebab tersering dalam terjadinya katarak komplikata, keadaan
ini didasari dengan durasi dan intensitas terjadinya infeksi okular (Gambar 8). Terapi dengan
menggunakan steroid juga merupakan salah satu penyebab terjadinya katarak sekunder.
Glaukoma dengan sudut bilik mata depan tertutup juga dapat menyebabkan terjadinya
kekeruhan subkapsular atau kapsular.13
Gambar 8. Katarak Komplikata akibat Uveitis

VIII. DIAGNOSIS BANDING


1. Glaukoma
2. Kelainan refraksi
3. Degenerasi makula
4. Retinopati diabetik
5. Distrofi dan degenerasi kornea
6. Atrofi optik
7. Retinitis pigmentosa

IX. DIAGNOSIS
Diagnosis katarak dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pasien mungkin datang dengan salah satu gejala berikut:
- Penglihatan berkurang atau kabur: terjadi secara bertahap dan tanpa rasa nyeri; unilateral
atau bilateral
- Diplopia atau poliopia: sebagian besar uniocular tetapi dapat juga binokular. Hal ini
disebabkan oleh pembiasan multipel melalui area jernih di antara area opasitas.
- Halo di sekitar cahaya: dapat disebabkan oleh kumpulan tetesan air di antara lapisan serat
lensa yang berfungsi sebagai prisma yang membelah cahaya menjadi tujuh warna.
- Rasa silau: terutama terhadap lampu depan mobil dan sinar matahari
- Gangguan dalam penglihatan warna: memudar atau menguningnya warna objek
- Riwayat penyakit oftalmik sebelumnya
- Penyakit sistemik yang berhubungan dengan timbulnya gejala
Berikut temuan yang perlu diperhatikan selama pemeriksaan oftalmologi:
Pemeriksaan visus: berkurang secara unilateral atau bilateral bergantung pada mata yang
terkena
Katarak Kortikal
- Opasitas berbentuk baji dengan area jernih lensa sebagian besar terdapat di perifer
(katarak kortikal insipiens)
- Opasitas berbentuk baji yang berkembang dengan baik (katarak kortikal progresif)
- Keburaman tingkat lanjut dengan lensa keabu-abuan, korteks jernih, dan bayangan iris
(katarak kortikal imatur)
- Temuan tahap imatur tetapi dengan lensa yang bengkak akibat akumulasi cairan sehingga
bilik mata depan menjadi dangkal (katarak kortikal intumescent)
- Seluruh korteks buram dengan tidak adanya bayangan iris (katarak kortikal matur)
- Kantong cairan seperti susu dengan inti lensa di bagian dasar akibat likuifaksi korteks
tanpa bayangan iris dan bilik mata depan yang dangkal (katarak kortikal hipermatur)
Katarak Nuklear
- Lensa berwarna coklat tua atau hitam dengan bayangan iris
- Tidak tampak fundus akibat opasitas gelap terhadap cahaya merah
- Tidak tampak gambaran Purkinje keempat
Penyakit Sistemik
- Diabetes mellitus: katarak kortikal berbentuk snowflake
- Distrofi miotonik: katarak kortikal berbentuk seperti pohon natal yang kemudian
berkembang menjadi katarak kortikal berbentuk baji dan katarak subskapular yang
menyerupai bintang.
- Dermatitis atopik: plak padat seperti perisai pada subkapsular anterior
- Neurofibromatosis tipe 2: opasitas campuran; dapat berupa subkapsular, kapsular atau
kortikal

X. TATALAKSANA
Dalam menentukan penatalaksanaan katarak diperlukan pemeriksaan secara
menyeluruh pada bagian anterior dan posterior mata, salah satunya yaitu dengan menentukan
derajat kekeruhan katarak. Penentuan derajat kekeruhan pada katarak secara gold standar
dapat ditentukan dengan menggunakan klasifikasi Lens Opacity Classification System III
(LOCS III) yaitu dengan melihat gambaran pada saat pemeriksaan slit-lamp dan
menggunakan pencahayaan retroiluminasi (Gambar 9). Klasifikasi ini memberikan gambaran
derajat kekeruhan pada tiap struktur lensa atau dapat juga menggunakan klasifikasi Buratto
(Tabel 1).14

Gambar 7.1 Klasifikasi LOCS III14


Tabel 1. Grade Scale of Nucleus Hardness

Derajat Kepadatan Nukleus

Derajat Waktu Ultrasound Warna Tipe Katarak Red


Reflex

1 Minim/nihil Transparan atau Kortikal atau High


abu-abu muda subkapsular

2 Terbatas Abu-abu atau Subkapsular posterior Marked


abu-kuning

3 Medium Kuning atau Nuklear, Good


kuning-abu kortikal-nuklear

4 Lama dan phaco-chop Kuning atau Kortikalnuklear,tebal Scarce


oranye

5 Tekhnik Coklat tua atau Total, tebal None


fakofragmentasi sangat kehitaman
lama atau ECCE
Penatalaksanaan pada katarak secara ideal yaitu dilakukan tindakan operatif. Indikasi
dilakukannya operasi yaitu bergantung pada penurunan tajam penglihatan berat yang
mengganggu aktifitas sehari-hari. Pada keadaan fakolitik atau fakomorfik glaukoma, tindakan
operasi merupakan terapi utama untuk mengevaluasi bagian fundus mata.14
Tindakan Operatif
Tindakan operasi katarak yang dapat dilakukan: ekstraksi katarak intrakapsular,
ekstraksi katarak ekstrakapsular, manual small incision cataract surgery dan teknik
fakoemulsifikasi.
1) Ekstraksi Katarak Intrakapsular (ICCE)
Tindakan ini dilakukan dengan cara mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul
dengan menggunakan cryoprobe dan dikeluarkan melalui insisi di superior kornea yang lebar.
Indikasi dilakukannya tindakan ICCE salah satunya pada usia muda. Tindakan ICCE sangat
menguntungkan pada pasien dengan keadaan subluksasi lensa, lensa brunescent, dislokasi
lensa, atau katarak dengan eksfoliasi. Tindakan ICCE ini tidak diindikasikan pada pasien
dengan myopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan adanya vitreus pada segmen
anterior.2
2) Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (ECCE)
Tindakan ECCE yaitu mengeluarkan isi lensa dengan merobek kapsul lensa anterior,
sehingga semua bagian lensa dapat keluar melalui insisi yang telah dilakukan. Komplikasi
pada tindakan ECCE lebih sedikit dibandingkan dengan ICCE. Tindakan ECCE diindikasikan
pada pasien dengan implantasi lensa intraokular sekunder, katarak dengan nukleus yang
mengeras, atau sebagai konversi pada saat terdapat kegagalan teknik manual SICS dan
fakoemulsifikasi.
3) Manual Small Incission Cataract Surgery (SICS) dan Fakoemulsifikasi
Tindakan SICS merupakan tindakan yang dikembangkan dari ECCE dengan
melakukan insisi pada daerah limbus. Penjahitan luka insisi pada SICS bergantung pada
kebutuhan saat operasi. Tindakan SICS setara dengan fakoemulsifikasi dalam hal kualitas
bedah, astigmat lebih kecil, evaluasi setelah operasi yang singkat, dan kenyamanan pasien.2
Tindakan fakoemulsifikasi sekarang ini merupakan tindakan gold standar, yaitu dengan
mengeluarkan lensa menggunakan alat ultrasonik pada insisi yang kecil di kornea, sehingga
tidak memerlukan luka penjahitan.
Tindakan ini disebutkan dapat dilakukan pada semua kasus. Akan tetapi terdapat
kontraindikasi relatif yaitu pada keadaan pupil kecil yang sulit dilatasi, nukleus yang sangat
keras, subluksasi atau dislokasi lensa, serta edema berat pada kornea. Teknik fakoemulsifikasi
ini menghasilkan insidensi komplikasi yang rendah, penyembuhan yang cepat dan rehabilitasi
visual yang singkat.2
XI. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah:8
● Komplikasi terkait penyakit: ulkus kornea, perforasi kornea (katarak kapsul anterior
didapat), dan kebutaan.
● Komplikasi terkait operasi: uveitis, penebalan kapsular posterior, aphakia, setelah katarak,
perubahan refraksi terkait pertumbuhan, glaukoma, ablasi retina.
● Komplikasi terkait penyakit: glaukoma kongestif akut (tahap Intumescent), glaukoma
fakolitik, iritis, subluksasi lensa, glaukoma sekunder (tahap hipermatur), dan kebutaan.
● Komplikasi terkait pembedahan:
- Selama operasi: ruptur kapsul posterior, hifa, perdarahan ekspulsif, luka bakar kornea,
nukleus turun secara in vitreous.
- Paska operasi: prolaps iris, keterlambatan pembentukan bilik anterior, infeksi seperti
endophthalmitis atau panophthalmitis, keratitis lurik, malposisi IOL, glaukoma
pseudofakik, edema makula sistoid, disfotopsia, ptosis, ablasi retina, penebalan kapsul
posterior, dan kekeruhan

XII. PROGNOSIS
Prognosis penyakit katarak dapat dipengaruhi beberapa kondisi penyakit serta kondisi
dari pasien itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi prognosis meliputi:
- Tingkat gangguan penglihatan - Kualitas hidup
- Jenis katarak - Keterlibatan mata secara unilateral atau
- Waktu intervensi bilateral
- Cara intervensi - Adanya penyakit sistemik lain
Dalam kebanyakan kasus, operasi mengembalikan penglihatan dengan sangat efektif.
Kehadiran penyakit sistemik lain, waktu intervensi, dan cara pembedahan dapat menjadi
instrumen dalam menentukan hasil visual.8

XIII. EDUKASI
- Edukasi mengenai faktor resiko, komplikasi, pilihan pengobatan penyakit, serta
komplikasi pembedahan.
- Pasien harus disarankan untuk memakai kacamata di bawah sinar matahari untuk
menghindari kerusakan akibat sinar ultraviolet.8
- Memberitahu keluarga bahwa katarak adalah gangguan penglihatan yang dapat diperbaiki.
- Memberitahu keluarga untuk kontrol teratur jika sudah didiagnosis katarak.
XI. DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Global Data on Visual Impairments 2010. Marotti SP, editor Switzerland: 2012.
hlm. 1-3
2. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and Cataract. San Fransisco: American
Academy Of Ophthalmology;2016. hlm. 11-15, 39-50.
3. Bye LA, Modi NC, Standford M. Ocular Physiology. Basic Science of Ophthalmology.
United Kingdom: Oxford University Press; 2013. hlm. 63-4.
4. Ansari MW, Nadeem A. Transparent Structures of The Eyeball Cornea, Lens, and
Vitreous. Atlas of Ocular Anatomy. Switzerland: Springer; 2016. hlm. 68-70.
5. Remington LA. Crystalline Lens. Clincal Anatomy and Physiology of The Visual
System. Missouri: Elsevier Butterworth Heinemann; 2012. hlm. 98-106.
6. Alshamrani AZ. Cataracts Pathophysiology and Managements. The Egyptian Journal of
Hospital Medicine. 2018;70 (1):151-4.
7. Forrester JV, Dick AD, McMenamin PG, Roberts F, Pearlman E. Biochemistry and
Physiology. The Eye - Basic Science in Practice. Edisi ke-4: Elsevier; 2016. hlm. 228-
40.
8. Nizami AA, Gulani AC. Cataract. [Updated 2020 Nov 18]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan
9. Gilbert C, Ackland P, Resnikoff S, Gilbert S, Keeffe J, Cross C, et al. Vision 2020 global
initiative for the elimination of avoidable blindness: Action plan 2006-2011. Geneva:
World Health Organization, 2007.
10. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013.
11. Levin LA, Nilsson SFE, Hoeve JV, Wu SM. The Lens. Dalam: Alm A, Kaufman P,
editor. Adler's Physiology Of The Eye. Netherlands: Elsevier Health Science; 2011. hlm.
134-55.
12. Gupta VB, Rajagopala M, Ravishankar B. Ethiopathogenesis of Cataract: An Appraisal
Indian Journal of Ophthalmology. 2014 15 April 2017;62(2):103-10.
13. Browling B. Kanski's Clinical Ophthalmology. Edisi ke-9. Australia: Elsevier;2020. hlm.
308-337.
14. Ioschpe P, Zenalis S, Marinho D, Laura A. Pre-Senile Cataract in Diabetic Patients:
Prevalence and Early Diagnose. Journal of Clinical Trials 2017 15 April 2018;7(2):1- 5.

Anda mungkin juga menyukai