Anda di halaman 1dari 18

CASE REPORT DOKTER MUDA

ENTROPION

Oleh:
Yahya Taqiuddin Robbani
011923143045

Pembimbing:
Dr. dr. Lukisiari Agustini, Sp.M(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Entropion
2.2 Epidemiologi
2.3 Klasifikasi
2.4 Patofisiologi
2.5 Gejala Klinis
2.6 Penegakan Diagnosis
2.7 Diagnosis Banding
2.8 Tatalaksana
BAB III LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Penderita
3.2. Data Dasar
3.3. Pemeriksaan Fisik
3.4. Daftar Masalah
3.5. Diagnosis Banding
3.6. Diagnosis Kerja
3.7. Planning
3.8. Prognosis
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu kelainan pada kelopak mata adalah entropion. Entropion adalah malposisi
dari kelopak mata sehingga margin kelopak mata mengalami inversi. Inversi tersebut
menyebabkan bulu mata mengarah ke posterior menuju kornea dan permukaan okuler
sehingga mengakibatkan abrasi atau luka pada struma kornea, penipisan kornea,
neovaskularisasi kornea, hingga ulkus dan perforasi kornea. Entropion merupakan salah satu
malposisi kelopak mata yang sering terjadi pada lansia (Weber et al, 2021).
Secara epidemiologi, entropion dapat terjadi pada segala usia, namun prevalensinya
lebih sering pada orang tua (Yelena, 2015; Cantor et al., 2015). Berdasarkan jenis kelamin,
entropion lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dikarenakan wanita mempunyai
tarsus yang lebih kecil daripada pria (Yelena, 2015). Berdasarkan sebuah studi dengan
populasi lansia sebanyak 25.000 orang, didapatkan 2.1% lansia menderita entropion.
Prevalensi meningkat seiring dengan usia, yaitu 0.9% pada usia 60-69 tahun, 2.1% pada usia
70-79 tahun, dan 7.6% pada usia lebih dari 80 tahun (Weber et al, 2021). Melihat data
tersebut dan komplikasi yang diakibatkan oleh entropion, maka pengetahuan tentang
entropion dan penanganan kasusnya penting untuk diketahui dan dipelajari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Entropion


Entropion merupakan malposisi kelopak mata yang menyebabkan inversi tepi
kelopak mata (margo palpebra) (Cantor et al., 2015). Inversi tersebut menyebabkan bulu
mata mengarah ke posterior menuju kornea dan permukaan okuler sehingga berisiko
menyebabkan terjadinya kerusakan kornea dan konjungtiva. Kerusakan lanjutan dapat
mengakibatkan abrasi atau luka pada kornea, penipisan kornea, neovaskularisasi kornea,
hingga ulkus dan perforasi kornea. Entropion merupakan salah satu malposisi kelopak
mata yang sering terjadi pada lansia.

Gambar 2.1 Gambaran klinis involusional entropion

2.2 Epidemiologi
Entropion dapat terjadi pada segala usia, namun prevalensinya lebih tinggi pada lansia.
Angka kejadian entropion bilateral tiga kali lebih sering dibandingkan entropion unilateral.
Berdasarkan jenis kelamin, entropion lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Hal ini
disebabkan karena wanita mempunyai tarsus yang lebih kecil daripada pria.

2.3 Klasifikasi
Terdapat empat tipe entropion yaitu entropion kongenital, involusional, akut spastik,
dan sikatrikal
1. Entropion Kongenital
Entropion kongenital memiliki beberapa karakteristik, yaitu pemendekan lamella
posterior, disgenesis fasia kapsulopalpebral, dan kelemahan struktur tarsus. Pada beberapa
kasus didapatkan tarsal kink dimana tarsus superior membengkok dan menyebabkan silia dan
tepi kelopak mata kontak langsung dengan permukaan okuler.
2. Entropion Involusional
Entropion involusional umumnya terjadi seiringnya bertambah usia. Pada usia lanjut,
terjadi degenerasi kolagen, yang diikuti dengan kelemahan tarsus dan tendon kantus secara
progresif, serta disinsersi retraktor kelopak mata.
3. Entropion Akut Spastik
Entropion akut spastik terjadi akibat iritasi okuler atau inflamasi akut. Umumnya terjadi
pada pasien yang mengalami perubahan involusional pada kelopak mata dan diperburuk
dengan iritasi kornea akibat entropion.
4. Entropion Sikatrikal
Entropion sikatrikal disebabkan oleh kontraktur atau jaringan parut di konjungtiva dan
pemendekan relatif dari lamella posterior akibat penyakit autoimun kronis, infeksi, inflamasi,
suhu, atau trauma

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi entropion bervariasi tergantung dengan jenisnya. Secara umum, kelopak
mata bawah distabilisasi oleh retraktor, orbikularis, tarsus, dan tendon kantus. Secara
horizontal, kelopak mata bawah distabilisasi oleh tendon kantus dan tarsus. Inversi kelopak
mata terjadi apabila struktur-struktur tersebut melemah. Secara vertikal, kelopak mata bawah
distabilisasi oleh retraktor. Retraktor tersebut berikatan dengan otot orbikularis dan jaringan
kulit dibawahnya. Ketika ikatan tersebut melemah, orbikularis preseptal akan bergeser ke
superior dan menumpuk pada otot pretarsal sehingga tepi kelopak mata berputar ke arah
permukaan okuler. Struktur yang berperan pada kelopak mata atas adalah aponeurosis levator
dan otot Mueller. Selain itu, entropion juga dapat disebabkan oleh atrofi tarsus (Yelena 2015).
Entropion involusional disebabkan oleh kelemahan horizontal dari kelopak mata,
disinsersi retraktor kelopak mata, dan penumpukan otot orbikularis okuli preseptal. Seiring
bertambahnya usia, terjadi degenerasi kolagen dan elastogenesis abnormal pada tarsus
sehingga kelopak mata melemah dan terjadi atrofi tarsus. Entropion akut spastik terjadi akibat
iritasi atau inflamasi okuler. Saat terjadi iritasi atau inflamasi, kekuatan retraktor kelopak
mata melemah sehingga terjadi rotasi internal. Selain itu, iritasi kornea menyebabkan
peningkatan frekuensi spasme yang akan memperburuk kondisi. Sementara, pada entropion
sikatrikal, terjadi kontraktur tasokonjungtival vertikal dan rotasi internal dari tepi kelopak
mata (Yelena 2015).
2.5 Gejala Klinis
Gejala klinis yang sering muncul adalah mata merah dan nyeri, sensitivitas terhadap
angin dan cahaya, kulit kendur di sekitar mata, epifora, iritasi okuler dan penurunan visus,
terutama jika terjadi kerusakan kornea. Keluhan lainnya dapat berupa fotofobia, kelopak mata
menjadi keras, kotoran mata, dan mata terasa seperti kemasukan benda asing (Reiza Y,
2018)..

2.6 Penegakan Diagnosis


Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Selain menanyakan tanda dan gejala klinis, pada anamnesis juga perlu ditanyakan
mengenai riwayat trauma dan riwayat tindakan bedah pada mata.
Pada inspeksi palpebra, perlu diperhatikan adanya tanda-tanda iritasi atau inflamasi
kulit dan spasme otot-otot wajah. Pada pemeriksaan oftalmologi, margo palpebra harus
diperhatikan untuk evaluasi adanya trikiasis, distikiasis, dan epiblefaron yang dapat
menyerupai entropion. Pada pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan kerusakan epitel
konjungtiva atau kornea akibat trauma, hiperemia konjungtiva terlokalisasi, injeksi
konjungtiva dan/atau siliar, blefarospasme, kelemahan kelopak mata (entropion involusional),
jaringan parut pada konjungtiva (entropion sikatriks), atau pertumbuhan kelopak mata bawah
abnormal (entropion kongenital). Pemeriksaan kornea juga harus dilakukan untuk menilai
adanya abrasi, jaringan parut, penipisan, atau neovaskularisasi pada kornea.
Pada pasien dengan dugaan gejala klinis entropion involusional, dapat dilakukan
pemeriksaan snapback test dan distraction test. Snapback test bertujuan untuk melihat
laksitas relatif dari kelopak mata bawah. Pemeriksaan dilakukan dengan menarik kelopak
mata bawah menjauh dan turun dari permukaan okuler, dan memperhatikan berapa lama
waktu yang dibutuhkan kelopak mata hingga kembali ke posisi semula. Hasil pemeriksaan
berupa derajat 0-IV. Derajat 0 berarti normal, yaitu kelopak mata kembali ke posisi semula
secara langsung setelah ditarik. Derajat I kelopak mata kembali dalam waktu 2-3 detik.
Derajat II kelopak mata kembali dalam waktu 4-5 detik, sementara derajat III >5 detik.
Derajat IV kelopak mata tidak kembali ke posisi semula.
Distraction test dilakukan dengan menarik tepi kelopak mata menjauhi permukaan
okuler tanpa mengedipkan mata. Jarak yang terbentuk antara kelopak mata dan permukaan
okuler diukur. Hasil pemeriksaan dikatakan abnormal jika ukurannya lebih dari 6 mm.
Pemeriksaan lainnya adalah dengan menggunakan slit lamp untuk menilai disinsersi retraktor
kelopak mata, yang diindikasikan oleh: 1) garis putih subkonjungtival di bawah batas inferior
tarsus; 2) forniks inferior yang lebih dalam dari normal; 3) reverse ptosis kelopak mata
bawah; dan 4) berkurangnya gerakan inferior dari kelopak mata bawah.
Pada entropion sikatrikal biasanya terlihat jaringan parut pada konjungtiva, dan
pemeriksaan eversi biasanya sulit dilakukan pada entropi tipe ini. Entropi spastik umumnya
muncul setelah iritasi atau inflamasi pascaoperasi. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
menutup kelopak mata secara paksa untuk melihat penumpukan otot orbikularis okuli
pretarsal oleh orbikularis preseptal.
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dikerjakan adalah fluorescein test untuk
memeriksa kerusakan pada kornea berupa abrasi, jaringan parut atau penipisan, dan
neovaskularisasi kornea akibat gesekan bulu mata atau kulit kelopak mata. Pemeriksaan
Schirmer test juga dilakukan untuk menilai produksi air mata, karena entropion merupakan
salah satu diagnosis banding dari epifora. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan strip
kertas berukuran kecil pada kelopak mata bawah selama 5 menit, kemudian area yang
gelap/basah diukur dalam milimeter. Hasil pengukuran dikatakan abnormal jika hasilnya di
bawah 10 mm.

2.7 Diagnosis Banding


- Trikiasis
Trikiasis adalah malposisi bulu mata ke arah kornea, yang mungkin disebabkan oleh
epiblepharon atau pertumbuhan yang salah arah. Blepharitis juga dapat menyebabkan
jaringan parut pada folikel bulu mata sehingga terjadi pertumbuhan bulu mata yang abnormal
Hal tersebut dapat menyebabkan iritasi dan ulserasi kornea. Presentasi klinis mirip dengan
entropion, namun terapinya berbeda karena etiologinya terletak pada arah pertumbuhan bulu
mata.
- Distikiasis
Distikiasis disebabkan oleh pertumbuhan bulu mata dari kelenjar meibom, yang dapat
menyebabkan iritasi dan kerusakan kornea. Kondisi ini dapat disebabkan oleh bawaan lahir,
inflamasi, atau perubahan metaplastik pada kelenjar margin kelopak mata.
- Epiblepharon
Epiblepharon merupakan suatu kondisi di mana otot pretarsal kelopak mata dan kulit di
atas margin kelopak mata, membentuk lipatan jaringan horizontal yang menyebabkan silia di
posisi vertikal. Epiblepharon adalah kelainan kelopak mata yang relatif umum yang sering
ditemukan pada bayi dan anak-anak di populasi Asia. Umumnya asimptomatik dan dapat
sembuh sendiri seiring bertambahnya usia.
2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan entropion umumnya nonfarmakologi. Terapi sementara yaitu dengan
penarikan kulit palpebra ke arah pipi, sehingga menjauh dari bola mata, pencukuran bulu
mata di lokasi trikiasis, lensa kontak untuk melindungi kornea, dan air mata artifisial dan
salep mata lubrikan untuk melindungi permukaan mata, peletakan tape untuk mengurangi
laksitas tarsus horizontal dan memungkinkan eversi tepi palpebra, dan kauterisasi termal
untuk menginduksi pemendekan retraktor palpebra inferior dan orbikularis.
Namun, setiap tindakan memiliki level of evidence rendah dan strength of
recommendation berbeda-beda. Terapi definitif adalah dengan tindakan bedah untuk eversi
palpebra. Setiap tipe entropion diterapi dengan prosedur bedah yang berbeda-beda (Fea et al.,
2013). Intervensi bedah diindikasikan apabila terdapat salah satu dari kondisi klinis berikut
muncul secara persisten, yaitu iritasi okular berulang, konjungtivitis bakteri, refleks
hipersekresi air mata, keratopati superfisial, keratitis, dan ulkus kornea (Sari, 2016).
Entropion Involusional/Senile
Pada prosedur perbaikan fascia kapsulopalpebra, setelah anestesi lokal, dibuat goresan
subsilar 2 mm di bawah luka dari bawah pungtum menuju cabang sentral. Penutup kulit yang
kecil disayat ke bawah di atas tarsus, dan potongan otot orbikularis pretarsal disayat sampai
batas tarsus. Septum orbita digores dan dibuka, sehingga tepi fascia kapsulopalpebra yang
tipis dapat terlihat. Adanya bantalan inferior orbita memungkinkan penutupan dengan empat
buah jahitan. Potongan tarsal mengarah ke samping menunjukkan kelemahan kelopak mata
bawah dan sesuai dengan ketegangan kelopak. Tiga jahitan dengan silk 6.0 digunakan untuk
menyambung kembali fascia kapsulopalpebra bawah dengan perbatasan tarsal (Boboridis et
al., 2011; Borelli et al., 2013).
Pada prosedur jahitan Quickert (Gambar 2.2), jahitan tiga double-kromik 5-0
ditempatkan horizontal 3 mm melebar ke lateral, tengah, dan medial kelopak mata bawah.
Jahitan melewati forniks sampai batas di bawah perbatasan inferior tarsal lalu keluar sampai
kulit. Masing-masing jahitan ditegangkan untuk koreksi.Prosedur Quickert dapat
dimodifikasi dengan lateral tarsal strip untuk menurunkan risiko rekurensi dan memperbaiki
laksitas horizontal palpebra lebih baik dibandingkan prosedur konvensional (Gambar 2.3).
Tingkat rekurensi entropion prosedur Quickert yang dimodifikasi adalah 9,1%, lebih rendah
dibandingkan prosedur konvensional (25,5%). Entropion involusional juga dapat dikoreksi
dengan memperketat muskulus orbikularis okuli. Lidokain 1% mengandung 0,01% epinefrin
disuntikkan subkutan ke seluruh palpebra inferior, kemudian palpebra inferior didiseksi dari
orbikularis okuli dengan insisi subsiliar. Orbikularis okuli preseptal diperbaiki dan diperketat
dengan cara menjahit orbikularis okuli pretarsal dan preorbital dengan benang 6-0
non-absorbable. Tujuan prosedur ini adalah untuk menciptakan dinding otot yang kuat di
depan lemak periorbital (Nemoto et al., 2017).

Gambar 2.2 Prosedur Quickert

Gambar 2.3 Prosedur Quickert yang dimodifikasi


Entropion Kongenital
Entropion kongenital dapat diperbaiki dengan pemasangan kembali fascia
kapsulopalpebra, dan perbaikan epiblefaron jika terdapat keratopati atau simptomatik.
Goresan horizontal dibuat 1,5 mm di bawah bulu mata, menyeberangi kelopak mata bawah,
diperluas sekitar beberapa mm ke medial dan lateral menuju area yang melipat. Sejumlah
kecil otot orbikularis pretarsal dipindahkan, agar perbatasan tarsal bawah terbuka. Luka
kemudian ditutup dengan cara memperkirakan kulit bagian atas tetap membingkai perbatasan
tarsal bawah, kemudian tepi kulit bagian bawah ditutup dengan jahitan 6.0 biasa. Metode
fish-tail resection (Gambar 2.4) membuat sebuah flap berbentuk segitiga pada lipatan
epikantus yang menyerupai ekor ikan; flap B dipindahkan menuju sudut D, sehingga sudut
antara A-D dan B-D menjadi lebih lebar. Traksi orbikularis (pada arah A-C) menjadi
berkurang, dan bentuk epikantus yang seperti bulan sabit menjadi lebih kecil. Sudut kantus
medial melebar. Bentuk L terbalik didapat dari sisi A-D dan D-C setelah prosedur. Dilakukan
jahitan Hotz mattress antara B (D) dan C, kemudian dilakukan dengan jahitan endto-end pada
insisi A-D dan D-C.

Gambar 2.4 Fish-tail resection

Entropion Akut Spastik


Entropion spastik dapat sembuh dengan spontan. Koreksi sementara dapat dilakukan
dengan menggunakan tape adhesif atau suntikan toksin botulinum 5-10 unit ke dalam otot
pretarsal. Tindakan pembedahan menggabungkan beberapa teknik seperti memperpendek
kelopak mata horizontal atau mengangkat pretarsal serat-serat otot orbikularis okuli dan
memperpendek kulit vertikal.

Entropion Sikatriks
Pada prosedur Wies (Gambar 2.5), anestesi lokal diberikan pada kelopak mata dan
insisi horizontal dibuat 4 mm dari kelopak sampai kulit dan orbikularis. Dibuat atap marginal
2-4 mm dari garis tepi kelopak mata. Kelopak kemudian diangkat, dan dalam hitungan detik
dibuat insisi sampai konjungtiva dan tarsus. Gunting Westcott atau Tenotomi digunakan
untuk memperluas blefarotom ke medial dan lateral melewati tarsus. Lalu dijahit tiga
double-armed dengan silk 6-0 sampai tarsus, ke atas tarsus yang kemudian keluar melalui
kulit dekat bulu mata. Insisi ditutup dengan jahitan 6-0 biasa. Jahitan dan kasa penutup
diangkat setelah 10-14 hari.
Chi dkk. memperkenalkan metode tarsotomi modifikasi dengan insisi fullthickness
pada tarsus 2 mm proksimal dari margo palpebra, dengan panjang insisi 2 mm lebih panjang
dari sisi sikatriks (Gambar 2.6). Dua insisi relaksasi dibuat secara medial dan lateral di setiap
ujung insisi, tegak lurus terhadap insisi tersebut. Diseksi yang teliti dibuat di antara tarsus
distal dan muskulus orbikularis okuli. Kemudian dibuat jahitan matras horizontal dengan
Vicryl 6-0 melalui tarsus proksimal dan keluar sedikit di atas garis bulu mata. Jahitan dibuat
sedikit di atas margo palpebra supaya tercapai overkoreksi yang tipis.
Cruz dkk. menemukan metode lipatan palpebra diinsisi untuk merotasi margo palpebra
superior, digabungkan dengan traksi internal lamela anterior, tarsotomi, dan tarsal overlap
tanpa memerlukan jahitan luar. (Gambar 2.7) Teknik ini dilakukan dengan anestesi lokal 2%
lidokain dengan 1:100.000 epinefrin. Awalnya, benang traksi 4-0 dimasukkan melalui tepi
tarsus dari margo palpebra. Kemudian, dibuat insisi lipatan palpebra untuk membuat flap
kulit-otot pretarsal. Flap ini diangkat sehingga tampak seluruh lempeng tarsus, diikuti diseksi
orbikularis dengan gunting Westcott atau jarum Colorado, sehingga akar-akar bulu mata
tampak. Palpebra kemudian dieversi dengan cotton bud dan diposisikan dengan benang traksi
secara hati-hati. Vicryl 6-0 dijahitkan pada orbikularis dekat akar bulu mata melalui bagian
tengah tarsus distal. Sembari dijahitkan, bagian distal tarsus dimajukan ke atas tarsus
marginal, sedangkan tarsus marginal didorong ke belakang, sehingga lamela dari margo
palpebra dirotasikan keluar. Dengan cara ini, jahitan tetap berada di dalam palpebra tanpa
perlu adanya pendukung.
Sakamoto dkk. menemukan metode hammock flap untuk entropion sikatriks (Gambar
2.8). Kulit diinsisi 3-4 mm di bawah bulu mata, paralel terhadap margo palpebra, kemudian
insisi lainnya dibuat 4-5 mm di bawah garis insisi pertama, sehingga terbentuk daerah seperti
spindle. Insisi yang lebih atas diperluas di bawah muskulus orbikularis okuli, dan kulit
kemudian dikelupas hingga batas bawah lempeng tarsal untuk membuka konjungtiva. Insisi
bawah diperluas ke atas orbikularis okuli hingga beberapa mm. Flap kemudian dibalik dan
dijahit superior ke tarsus dan inferior ke retraktor dan konjungtiva.

Gambar 2.5 Prosedur Weis


Gambar 2.6 Modified tarsotomy

\
Gambar 2.7 Insisi lipatan palpebra untuk merotasi margo palpebra superior

Gambar 2.8 Metode hammock flap


BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita


Nama : Ny. L
Usia : 65 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Bulu mata kiri masuk ke dalam mata
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan bulu mata kiri masuk ke dalam dirasakan sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu.
Keluhan disertai rasa mengganjal, berair, dan nyeri seperti ditusuk-tusuk. Selama 6 bulan ini
pasien selalu mencabut bulu matanya untuk mengurangi keluhan. Pasien juga selalu
memberikan obat tetes mata rohto jika terasa mengganjal.
Mata merah kadang-kadang namun tidak disertai kotoran. Pandangan mata kabur
disangkal. Mata kanan tidak dirasakan ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat HT (-), DM (-), riwayat kacamata (-), riwayat operasi sebelumnya (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit / keluhan yang sama.

3.3 Pemeriksaan Fisik


GCS : 456
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 81 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7 oC
Status Generalis
Kepala-leher : tidak anemis, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak dyspneu
Thorax : gerak dada simetris, tidak ada retraksi
Paru : suara nafas vesikuler, tidak ada wheezing maupun rhonki
COR : S1S2 tunggal, tidak ada murmur maupun gallop
Abdomen : supel, bising usus normal
Extremitas : akral hangat kering merah
Status Lokalis Mata

OD Pemeriksaan OS
6/12 pin hole tetap Visus 6/20 pin hole tetap
Normal Palpasi TIO Normal Palpasi
Segmen Anterior
Edema (-), spasme (-), tepi palpebra
Edema (-), spasme (-) Palpebra
inferior inversi (+)
Hiperemi (+) Konjungtiva Hiperemi (+)
Jernih, Fluorescein test (+) punctat
Jernih Kornea di inferior sepanjang 6 mm, tidak
menutup visual aksis
Normal Bilik mata depan Normal
Radier (+) Iris Radier (+)
bulat isokor 3mm Pupil bulat isokor 3mm
Jernih Lensa Jerinh
OD Pemeriksaan OS
Segmen Posterior
Positif Fundus refleks Positif
Batas tegas (+), warna Papil N. II Batas tegas (+), warna normal
normal (+) (+)
Perdarahan (-), eksudat (-) Retina Perdarahan (-), eksudat (-)
(+) Refleks makula (+)
Pemeriksaan Lain
Snap back test OD : 3 detik
Snap back test OS : 5 detik
Pinch test OD : 6 mm
Pinch test OS :10 mm
Fluorescein test OD : Negatif
Fluorescein test OS : Positif, berbentuk punctat di inferior sepanjang 6 mm, tidak menutup
visual aksis
Schirmer ODS : 11 mm dalam 5 menit
Foto Klinis

3.4 Daftar Masalah


Anamnesis
- Perempuan usia 65 tahun
- Bulu mata kiri masuk ke dalam sejak kurang lebih 6 bulan
- Mata berair dan terasa mengganjal serta nyeri seperti ditusuk-tusuk
- Mata merah kadang-kadang
Pemeriksaan Fisik
Status lokalis mata:
- Visus OS 6/20
- Hiperemi kongjutiva ODS
- Snap back test OS 5 detik
- Pinch test OS 10 mm
Pemeriksaan Penunjang
- Fluorescein test OS positif, berbentuk punctat di inferior sepanjang 6 mm, tidak menutup
visual aksis
3.5 Diagnosis Banding
1. Trikiasis
2. Distikiasis
3. Epiblepharon

3.6 Diagnosis Kerja


Entropion Involusional OS + Erosi Kornea Inferior OS

3.7 Planning
a. Diagnosis: Slit Lamp
b. Terapi:
- Terapi simtomatik: artificial tears sebanyak 1 tetes OS setiap 3 jam sekali
- Rujuk ke dokter spesialis mata untuk evaluasi lebih lanjut dan pertimbangan operasi
c. Monitoring
- Tanda-tanda vital
- Perbaikan/perburukan klinis
- Pemeriksaan segmen anterior mata
- Pemeriksaan tajam penglihatan
d. Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita
- Menjelaskan kepada pasien mengenai komplikasi yang dapat timbul
- Menjelaskan kepada pasien mengenai prognosis penyakit yang diderita
- Menjelaskan kepada pasien mengenai rencana terapi
- Menjelaskan kepada pasien kemungkinan rencana terapi operatif
- Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien akan dirujuk ke spesialis mata untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut

3.8 Prognosis
Ad vitam: Dubia ad Bonam
Ad functionam: Dubia ad Bonam
Ad sanationam: Dubia ad Bonam
DAFTAR PUSTAKA

Bashour, M. Entropion Lower Eyelid Reconstruction Workup. Medscape. 2020. Available at:
<https://emedicine.medscape.com/article/877281-workup#c7> [Accessed 01 June
2021].
Bashour, M. Lower Lid Ectropion Blepharoplasty. Medscape. 2020. Available at:
<https://emedicine.medscape.com/article/1281565-overview#a5> [Accessed 01 June
2021].
Bergstrom, R. Czyz, C. Entropion. StatPearls. 2020. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470352/?report=classic> [Accessed 01 June
2021].
Boboridis KG, Bunce C. Interventions for Involutional Lower Eyelid Entropion. Cochrane
Database Syst Rev. 2011 Dec 7; (12): CD002221.
Borrelli M, Geerling G. Current concepts of ocular adnexal surgery. GMS Interdiscip Plast
Reconstr Surg DGPW. 2013; 2: Doc06
Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. 2015. Periocular Malpositions and Involutional Changes.
In: Basic Science and Clinical Course 2015-2016, Section 7, Orbit, Eyelids, and
Lacrimal System. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; pp.236-242
Chi M, Kim HJ, Vagefi R, Kersten RC. Modified tarsotomyfor the treatment ofsevere
cicatricialentropion. Eye. 2016; 1-6.
DeBacker, C. Entropion Medication. Medscape. 2020. Available at:
<https://emedicine.medscape.com/article/1212456-medication#1> [Accessed 01 June
2021].
Jeng, B. Diagnostic Techniques in Ocular Surface Disease. ScienceDirect. 2020. Available at:
<https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/schirmer-test>
[Accessed 01 June 2021].
Levine MR, El-Toukhy E, Schaefer AJ. Entropion. Available at:
<http://sites.surgery.northwestern.edu/reading/documents/curriculum/back_recon_eyes/
Di470_0401271607.pdf> [Accessed 01 June 2021].
Lo, C. Glavas, I. Diagnosis and Management of Involutional Entropion. Oculoplastics
Opthalmic Pearls in Eyenet Magazine. 2016.
Nemoto H, Togo T, Maruyama N, Miyabe K, Nakae S, Sumiya N, Orbicularisoculi muscle
tightening for involutional entropion [accepted manuscript]. British Journal of Plastic
Surgery. 2017.
Perkins, E. Hugh, D. Human Eye. Encyclopedia Britannica. 2020. Available at:
<https://www.britannica.com/science/human-eye#ref64863> [Accessed 03 April 2021].
Reiza Y. Diagnosis dan Tatalaksana Entropion. CDK. 2018; 45 (2): 151-155.
Sakamoto Y, Nakajima H, Imanishi N, Okumoto T, Kato T, Kishi K. A hammock flap: A
modified backflip flap for the surgical correction of cicatricial entropion. J Plast
Reconstr Aesthet Surg. 2015; 68 (5): 738-40.
Vaughan, D. Asbury, T. Vaughan & Asbury's general ophthalmology. 19th ed. New York,
Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2018.
Weber, A. Chundury, R. Perry, J. Entropion. EyeWiki. Available at:
<https://eyewiki.aao.org/Entropion#Physical_Examination> [Accessed 01 June 2021].
Wozniak K, Sommer F. Surgical management of entropion. Ophthalmologe. 2010 Oct; 107
(10): 905-10
Yelena. Entropion involusional. Medicinus. 2015; 4 (7): 19-26.

Anda mungkin juga menyukai