Anda di halaman 1dari 8

A.

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah

Tanah dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai permukaan bumi, atau
lapisan bumi yang paling atas. Boedi Harsono menyatakan bahwa hukum Agraria merupakan
suatu kelompok berbagai bidang hukum, yang masing-masing mengatur hakhak penguasaan atas
sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian Agraria.

Sedangkan WLG. Lemeire menyatakan hukum Agraria adalah hukum yang mengandung
bagian dari Hukum Privat maupun Hukum Tata Negara dan Administrasi yang dibicarakan
sebagai suatu kelompok yang bulat. Di lain sisi sebelum berlakunya UUPA, Hukum Agraria
terdiri dari 5 (lima) perangkat hukum, di antaranya hukum Agraria Adat, hukum Agraria Barat,
hukum Agraria administrasi, hukum Agraria Swapraja, hukum Agraria Antar golongan.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai hukum Agraria Barat, perihal hak-hak
penguasaan tanah yang bersumber pada hukum Agraria Barat, untuk itu pembahasan pada
makalah ini akan lebih terfokuskan pada materi tersebut saja. Diketahui bahwa Hukum Agraria
Barat Yaitu keseluruhan dari kaedah-kaedah hukum Agraria yang bersumber pada hukum
Perdata Barat, khususnya yang bersumber pada Boergerlijk Wetboek (BW). Misalnya tanah Hak
Eigendom, Hak Opstal, Hak Erfpacht, Recht van gebruik.

2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat penulis merumuskan beberapa masalah di antaranya
yaitu:

a. Bagaimana hak-hak penguasaan tanah yang bersumber pada hukum Agraria Barat?

3. Tujuan Pembahasan

Dari rumusan masalah di atas, maka penulis merumuskan beberapa tujuan pembahasan
yaitu:

a. Menjelaskan hak-hak penguasaan tanah yang bersumber pada hukum Agraria Barat.

1
B. PEMBAHASAN
1. Hak-Hak Penguasaan Tanah Yang Bersumber Pada Hukum Agraria Barat

Hukum perdata Barat demikian juga hukum tanahnya bertitik tolak dari pengutamaan
kepentingan pribadi (individualistis /liberalistis), sehingga pangkal dan pusat pengaturan terletak
pada eigendom-recht (hak eigendom) yaitu pemilikan perorangan yang penuh dan mutlak, di
samping domein verklaring (pernyataan domein) atas pemilikan tanah oleh Negara. 1

Berkenaan untuk mendapatkan gambaran lebih lanjut tentang kedudukan hukum tanah-
tanah sebelum berlakunya UUPA, perlu diketahui terlebih dahulu macam-macam hak atas tanah
pada zaman kolonial, yang dikenal dengan hak-hak barat, diatur dalam Kitab Undang Undang
Hukum Perdata (Burgerlike wetboek/BW), di antaranya adalah hak Eigendom, hak Opstal, hak
Erfpacht, dan sebagainya.

1) Hak Eigendom

kata Eigendom merupakan istilah yang dikenal dalam hukum kebendaan Perdata Barat,
yang kurang lebih bermakna hak milik. Eigen berarti diri atau pribadi, sedang dom tampaknya
kita perlu merujuk pada kata dominium, yang dalam Kamus Istilah Hukum Latin-Indonesia
karya Gokkel & van der Wall diartikan sebagai hak milik, oleh karena itu dapat diartikan bahwa
Eigendom merupakan sebutan hak milik pribadi.

Hak Eigendom. Hak Eigendom adalah hak kebendaan yang paling luas. Pasal 570 B.W.
menerangkan,bahwa Eigendom adalah hak untuk dengan bebas mempergunakan (menikmati)
suatu benda sepenuhpenuhnya dan untuk menguasainya seluas-luasnya, asal tidak bertentangan
dengan undang-undang atau 17 peraturan-peraturan umum yang ditetapkan oleh instansi
(kekuasaan) yang berhak menetapkannya.

Kemudian tidak mengganggu hak-hak orang lain, semua itu kecuali pencabutan
eigendom (onteigening) untuk kepentingan umum dengan pembayaran yang layak menurut
peraturan-peraturan umum.

Sejarah hukum agraria Barat dengan jelas menempatkan hak Eigendom telah memberi
wewenang kepada pemilik tanah yang bisa berbuat bebas kepada tanah yang dimilikinya, dengan
1
Laksanto Utomo, Hukum Agraria dan Property, (Jakarta: Lembaga Studi Hukum Indonesia, 2020), h. 10

2
hak tersebut pemilik tanah bisa berbuat bebas untuk mempergunakan ataupun tidak mengenai
tanah yang dimilikinya. Oleh karena itu hukum agraria barat ini tidak dapat terus dipertahankan
di Indonesia.

Dalam pasal ini ditetapkan dengan tegas bahwa hak Eigendom adalah hak kebendaan
(zakelijk recht), artinya bahwa orang yang mempunyai Eigendom itu mempunyai wewenang
untuk: menggunakan atau menikmati benda itu dengan bebas dan sepenuh-penuhnya, menguasai
benda itu dengan seluas-luasnya, Ssebagai hak kebendaan, pada hak Eigendom dapat diperoleh
melalui cara mengambil untuk dimiliki, Penarikan Lampau waktu (kadaluwarsa) Warisan.

2) Hak Erfpacht

Dalam Pasal 720 BW Hak Erfpacht adalah hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya
kegunaan sebidang tanah milik orang lain dengan kewajiban untuk membayar setiap tahun
sejumlah uang atau hasil bumi kepada pemilik tanah sebagai pengakuan atas hak eigendom dari
pemilik itu.

Menurut Pasal 9 Agrarisch Besluit (AB), hak Erfpacht ini diberikan untuk jangka waktu
75 tahun, sedang tanah yang diberikan ditetapkan luasnya kurang lebih 500 bau (1 bau = 0,7 ha).
Dalam Bijblad 3020 ditetapkan bahwa tanah yang diberikan dengan hak Erfpacht hanyalah tanah
liar (woestegrond), yaitu tanah yang tidak dikerjakan oleh orang-orang Indonesia (Bumiputera)
dan tidak merupakan tanah penggembalaan (weidevelden) atau tidak termasuk dalam satu
wilayah desa

Sedangkan tanah-tanah yang tidak dapat diberikan dengan hak Erfpacht ialah: tanah-
tanah yang dipunyai dengan suatu hak oleh orang lain, jika pemiliknya tidak mau melepaskan
haknya. Tanah-tanah keramat, tanah-tanah untuk pasar atau untuk kepentingan umum (kuburan),
hutan Jati dan hutan-hutan lainnya, demikian pula tanah-tanah yang di dalamnya terdapat benda
pertambangan.

Menurut Pasal 738 BW, berakhirnya hak Erfpacht menunjuk pada peraturan untuk hak
Opstal (Pasal 718 dan 719 BW). Jadi, hak Erfpacht dan hak Opstal itu berakhir dengan cara yang
sama, yaitu:

3
1. Terkumpulnya hak eigendom dan hak Erfpacht atau hak Opstal dalam satu tangan
(vermenging)
2. Tanahnya musnah
3. Lampau waktu 30 tahun, dalam arti hak erfpacht itu tidak digunakan selama itu
4. Waktu Erfpacht itu telah berakhir, bila tidak ditentukan, maka harus lewat 30 tahun,
tetapi harus diberitahukan setahun sebelumnya.

3) Hak Opstal

Menurut pasal 711 BW hak postal adalah suatu hak kebendaan (zakeijk recht) untuk
mempunyai rumah-rumah, bangunan-bangunan dan tanaman diatas tanah milik orang lain. Hak
Opstal diatur dalam BW buku 11 titel 9 Pasal 711-719. Hak Opstal dapat dipindah-tangankan
dan dapat dibebani dengan hipotik, juga dapat dibebani dengan erfdienstbaarheid.

Tetapi oleh undang-undang ditentukan dengan tegas, bahwa hanya dimungkinkan selama
seorang menguasai Opstal itu. Ada perbedaan penting antara hak Opstal dan Erfpacht. Dalam
kedua hal pemilik tanah, sesudah habis waktunya, menjadi pemilik Opstal itu atau dan
perbaikan- perbaikan yang telah diadakan oleh pemegang Erfpacht.

Perbedaannya ialah bahwa pada Opstal, pemilik tanah harus mengganti harga
gedunggedung, pekerjaan-pekerjaan atau tanaman-tanaman di atas tanah itu, sedangkan pada
erfpacht pemegang Erfpacht mempunyai hak untuk mengambil perbaikan-perbaikan yang terdiri
atas benda-benda tetap itu, asal saja mengganti kerugian dan kerusakan-kerusakan pada tanah,
yang ditimbulkan oleh karena pengambilan itu. 2

Seperti halnya dengan semua hak-hak kebendaan juga Opstal harus didaftarkan dalam
register-register resmi. Hak Opstal berakhir dengan cara-cara yang sama seperti hak Erfpacht.
Hak Opstal berakhir dengan cara-cara yang sama seperti hak Erfpacht. Hak Opstal itu tidak usah
diberikan untuk satu waktu tertentu.

Dalam undang-undang ditentukan dengan tegas, bahwa dalam hal seorang


memberikannya untuk satu waktu yang tidak tertentu, maka setidak- tidaknya harus untuk 30

2
Ibid, h. 15.

4
(tiga puluh) tahun, apabila sesudah 30 tahun hendak menghentikannya harus setidak-tidaknya
setahun sebelumnya diberitahukan kepada orang yang mempunyai hak Opstal itu.

Pada tahun 1870 pemerintah kolonial Belanda mengesahkan undang-undang agraria yang
disebut dengan “Agrarische Wet”. Stb 1870 No 55 Undang-undang yang dibuat di negeri
Belanda ini tujuannya adalah untuk memberi kemungkinan dan jaminan kepada modal besar
asing agar dapat berkembang di Indonesia.

Ketentuan-ketentuan dari Agrarische Wet pelaksanaannya diatur lebih lanjut didalam


berbagai peraturan dan keputusan. Salah satu diantaranya yang penting ialah yang diatur dalam
Koninkjlk Besluit yang kemudian dikenal dengan nama Agrarisch Besluit dan diundangkan
dalam S 1870 No 118.

Pasal 1 dari Agrarisch Besluit ini menentukan : “Dengan tidak mengurangi berlakunya
ketentuan ke2 dan ke 3 dari Undang-undang tersebut (ayat 5 dan 6 Pasal 51 IS) maka tetap
dipegang teguh dasar hukum yang menyatakan bahwa: semua tanah yang tidak ada buktinya hak
eigendom adalah kepunyaan negara”.

Hukum Tanah Belanda Hukum yang berlaku di Indonesia pada masa penjajahan tetap
mengacu pada ketentuan peraturan hukum tanah, yaitu Agrarische wet 1870. Kehadiran
peraturan Hukum Tanah Belanda yang diatur dengan Agrarisch wet ini, sangat bertentangan
dengan peraturan hukum tanah yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Indonesia itu
sendiri. 3

Oleh karena itu, pada zaman penjajahan Belanda terdapat dualisme hukum pertanahan,
yaitu hukum tanah yang tunduk dengan Hukum Belanda dan tanah yang tunduk pada peraturan
hukum yang ada di Indonesia, yakni Hukum Tanah Adat. Dalam ruang lingkup agraria, tanah
merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.Tanah yang dimaksud di sini bukan
mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu
tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak.

Dalam hal ini yang terpenting dari kandungan hak atas tanah berfungsi sosial t adalah
kesimbangan, keadilan, kemanfaatan dan bercorak kebenaran. Sehingga akan menunjukkan
3
Gusti Ayu Gangga Santi Dewi, Hukum Agraria di Indonesia, (Surabaya, Jakad Media Publishing, 2020), h.
35.

5
fungsi pribadi dalam bingkai kemasyarakatan yang memberikan berbagai hubungan keselarasan
yang harmonis dan saling memenuhi guna meminimalisir kompleksitasnya berbagai
permasalahan yang mungkin dan akan timbul dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, bangsa
dan negara

Hukum Agraria Kolonial, dari konsideran UUPA dapat diketahui beberapa cirri dari
hukum agrarian kolonial, sebagai berikut:

a. Hukum agrarian yang masih berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan tujuan
dan sendi-sendi dari pemerintahan jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya, hingga
bertentangan dengan kepentingan rakyat dan negara di dalam menyaksikan revolusi
Nsional sekarang ini serta pembangunan semesta.

b. Hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualism dengan berlakunya hukum agrarian
berdasarkan hukum adat disamping hukum agrarian yang didasarkan atas hukum barat.

c. Bagi rakyat asli, hukum agraria pernjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum.

Sedangkan hak buatan pemerintah Hindia Belanda yang termasuk hak atas tanah bekas
Hak-hak Indonesia yang terkadang disebut tanah eks hukum adat meliputi: 4

a. Hak Erfpacth yang altijddurend adalah hak Erfpacth yang khusus diberikan kepada
orang-orang golongan Timur Asing sebagai ganti Hak Usaha di atas bekas tanah
Partikelir dengan syarat tertentu. Konversi Hak ini bisa menjadi Hak Milik jika
memenuhi Pasal 20 Ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu apabila pemegan
haknya memenuhi syarat.
b. Hak Agrarische Eigendom ialah Hak buatan semasa Pemerintahan Hindia Belanda yang
diberikan kepada pribumi sebagai suatu hak baru yang kuat atas sebidang tanah. Sama
seperti konversi hak-hak sebelumnya, hak ini menjadi Hak Milik jika memenuhi Pasal 20
ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan

4
Iwan Permadi, Unifikasi dan Pluralisme Hukum Agraria, (Malang: Penerbit Gunung Samudera, 2017), h.
42.

6
Boedi Harsono menyatakan bahwa hukum Agraria merupakan suatu kelompok berbagai
bidang hukum, yang masing-masing mengatur hakhak penguasaan atas sumber-sumber daya
alam tertentu yang termasuk pengertian Agraria. Sedangkan WLG. Lemeire menyatakan hukum
Agraria adalah hukum yang mengandung bagian dari Hukum Privat maupun Hukum Tata
Negara dan Administrasi yang dibicarakan sebagai suatu kelompok yang bulat.

Sebagaimana hak atas tanah Adat, Hak atas tanah Barat pun setelah berlakunya UUPA
juga dikonversi. Hak atas barat yang dimaksud adalah Hak Eigendom, Hak opstal, Hak Erfpacht,
dan Hak Recht van gebruik. Hak Recht van Gebruik ialah suatu hak kebendaan atas benda orang
lain bagi seseorang tertentu untuk mengambil benda sendiri dan memakai apabila ada hasilnya,
sekedar buat keperluannya sendiri beserta keluarganya.

2. Saran

Kami selaku penulis mengetahui betul tidak akan lengkap atau sempurna suatu karya
tanpa ada saran dan kritikan para pembaca juga tenaga pendidikan yang berada pada bidang
hukum agraria, oleh karena itu dengan adanya makalah ini yang menerangkan sedikit tentang
penguasaan tanah yang bersumber pada hukum barat menjadi tambahan bacaan dan dapat
disempurnakan dengan adanya karya tulis lain dari para pihak yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

Laksanto Utomo, Hukum Agraria dan Property, Jakarta: Lembaga Studi Hukum Indonesia, 2020

7
Gusti Ayu Gangga Santi Dewi, Hukum Agraria di Indonesia, Surabaya, Jakad Media Publishing,
2020

Iwan Permadi, Unifikasi dan Pluralisme Hukum Agraria, Malang: Penerbit Gunung Samudera,
2017

Anda mungkin juga menyukai