Anda di halaman 1dari 172

HUKUM AGRARIA

PENDAHULUAN

Istilah hukum Agraria dalam kepustakaan kita jumpai ada dua macam istilah,
yaitu :
1. Hukum Agraria, misalnya digunakan oleh BOEDHI HARSONO, SH.
2. Hukum Tanah, seperti misalnya digunakan oleh SINGGIH PRAPTODIHARDJO.
Istilah yang kita pakai adalah hukum Agaria, sebab kuliah kuliah kita membahas
masalah masalah hukum yang mendasarkan kepada Undang Undang No.5 tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria atau sering disingkat dengan
UUPA.
Istilah tanah didalam UUPA, dianggap sebagai pengertian yang sempit, sebab
tanah hanya merupakan bagian dari permukaan bumi. Sedangkan istilah Agraria
pengertiannya lebih luas dan meliputi bumi, air, kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya, serta dalam batasan batasan tertentu meliputi pula ruang angkasa.

I. PENGERTIAN HUKUM AGRARIA


Hukum Agraria adalah keseluruhan kaidah kaidah hukum baik yang tertulis
maupun tidak tertulis, yang mengatur hubungan
hubungan hukum dengan agraria.
Pengertian ini antara lain dikemukakan oleh BOEDHI HARSONO, SH seorang ahli di
bidang Agraria. Biasanya orang mengartikan pengertian agraria sebagai hal hal yang
mengenai sosial pertanian, ( Agraria berasal dari kata Ager yang artinya tanah
tanah Pertanian ).

Sebelum berlakunya Undang Undang Pokok Agraria (UUPA), yaitu sejak


tahun 24 September 1960, maka hukum agraria yang berlaku di Indonesia ini kaidah
kaidahnya bersumber pada bermacam macam peraturan perundang undangan seperti
misalnya ada yang bersumber, pada :
1. Kitab Undang Undang Hukum Perdata Indonesia ( Burgerlijk Wetboek). Hukum
Agraria Barat ;
2. Hukum Adat ( Hukum Agraria Adat ) ;
3. Hukum Antar Golongan ( Hukum Agraria antar golongan );
4. Agrarische Wet 1870 ( Hukum Agraria Administratip ).
Kaidah kaidah hukum Agraria yang disebutkan di atas, didalam sistimatik
Hukum Klasik ( sebelum berlakunya UUPA ) tidaklah dibicarakan dalam satu kesatuan,
akan tetapi dibicarakan sebagai bagian dari pada suatu cabang hukum tertentu.
Jadi hukum Agraria yang kaidah kaidahnya bersumber pada BW, dibicarakan
sebagai bagian dari hukum Perdata ( Hukum Barat ). Sedangkan yang kaidah kaidahnya
bersumber pada Hukum Adat, dibicarakan sebagai bagian dari Hukum Adat. Demikian
pula yang kaidah kaidahnya bersumber pada Hukum Agraria Antar Golongan, dan yang
kaidah kaidahnya bersumber pada Agrarische Wet dibicarakan sebagai bagian dari
Hukum Administrasi.
Sebelum diUndang Undangkannya UUPA, hukum Agraria yang sebenarnya
memunyai objek yang sama ( yaitu : bumi , air, kekayaan alam, yang terkandung di
dalamnya serta ruang angkasa ) tidak di bicarakan tersendiri sebagai suatu kesatuan
hukum, akan tetapi dibicarakan hanya sebagai bagian dari pada suatu cabang hukum
tertentu saja.
Sejak diUndang Undangkannya UUPA, maka Hukum Agraria secara resmi
mendapat tempat yang tersendiri dalam rangkaian tata hukum Indonesia dan merupakan
suatu cabang hukum tersendiri.

II. SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN HUKUM


AGRARIA

1. HUKUM AGRARIA SEBELUM PENJAJAHAN


Sebelum zaman penjajahan, hukum Agraria sudah ada hanya saja wujudnya
tidak tertulis, yaitu dikenal dalam Hukum Adat. Di dalam Hukum Adat kita mengenal
adanya Hak Ulayat ( Beschik King Recht ). Hak Ulayat ini merupakan hak yang
tertinggi di dalam masyarakat hukum adat. Pemengang Hak Ulayat yang berada di
dalam wilayah suatu kerajaan berlainan dengan hak Ulayat yang berada di luar
wilayah suatu kerajaan.
Mr. CCJ. MAASEN dan A.P.G. dalam bukunya :
Peraturan peraturan Agraria didaerah Gubernemen Jawa dan Madura
( Agrarische regeling voor hetgouvernementsgebied van Java en Madura ). Jilid I
halaman 5, menerangkan hak Ulayat sebagai berikut :

Hak dinamakan hak Ulayat ( Beschikking recht ) adalah hak desa menurut
adat dan kemauanya untuk menguasai tanah dalam lingkungan daerahnya
untuk kepentingan anggota anggotanya, atau untuk kepentingan orang lain
( orang asing ), dengan membayar kerugian kepada desa, dalam hal mana desa
itu sedikit banyak turut campur dengan pembukaan tanah itu dan turut
bertanggung jawab terhadap perkara perkara yang terjadi disitu yang belum
dapat diselesaikan .
Dalam perundang Undangan Indonesia sendiri hak demikian

( hak

Ulayat ) tidak diterangkan secara tegas. Oleh sebab itu hak ulayat tersebut ada yang
menamakan Hak Milik Asli ( Egendomsrecht ) atau Hak Milik Komunal
(Comunaal Bezilsrecht ).
Atas jasa Prof.Van Vollen Hoven, maka pengertian hak ulayat ini
memperoleh kejelasan. Prof. Van Vollen Hoven menamakan hak ulayat sebagai
Beschikkingsrecht . Beschikkingsrecht adalah suatu hak yang tidak dapat di
pecah pecah dan mempunyai dasar keagamaan ( Relegie ). Dan hak tersebut tidak
ada sangkut pautnya dengan hukum perdata Barat ( B.W ).
Secara tegas Prof. Van Vollen Hoven menjelaskan :
3

a. Beschikkingsrecht atas tanah hanya dapat dimiliki oleh persekutuan hukum


( Gemeinschappen) dan tidak dapat dimiliki oleh perorangan. ;
b. Beschikkingsrecht tidak dapat dilepaskan untuk selama lamanya ;
c. Jika hak itu dilepaskan untuk sementara, maka bila mana ada alasan selain
kerugian untuk penghasilan penghasilan yang hilang, harus dibayar juga oleh
orang asing

menurut hukum adat diwajibkan membayar kepada persekutuan

hukum yang memiliki tanah ( hak ulayat ) tersebut.


Demikina sekedar gambaran untuk mendapatkan pengertian apa yang
dimaksud dengan hak ulayat. Di atas sudah di jelaskan bahwa hak ulayat yang berada
dalam wilayah suatu kerajaan berbeda dengan hak ulayat yang berada di luar wilayah
suatu kerajaan.
Hak Ulayat Yang Ada Pada Masyarakat Di Luar Wilayah Suatu Kerajaan,
maka :
1. Hak ulayat merupakan hak yang tertinggai dari masyarakat hukum adat,
hak atas tanah ada di tangan masyarakat hukum adat itu sendiri atas tanah
yang ada di wilayahnya.
2. Di bawah hak ulayat ada hak pakai yang di peruntukkan bagi bukan
anggota masyarakat hukum Adat atau untuk orang asing.
3. Hak milik, yang diperuntukkan bagi anggota masyarakat hukum itu
sendiri.
Hak Ulayat Yang Ada Pada Masyarakat Di Bawah atau Di Dalam Wilayah
Suatu Kerajaan.
1. Hak ulayat ini ada di tangan raja ;
2. Di bawah hak ulayat ada hak pakai ( anggaduh ) yang hanya diperuntukkan
bagi tanah tanah pertanian untuk kaula kerajaan ;
3. Hak milik ( andarbeni ), yang diperuntukkan bagi tanah pekarangan dan
hanya untuk kaula kerajaan.
4. Hak apanage, yang diperuntukkan bagi keluarga kerajaan dan hak lungguh
( hak menguasai / hak pakai ) bagi para pamong desa ;
5. Hak sewa, yang diperuntukkan bagi orang asing.

2. HUKUM AGRARIA JAMAN PENJAJAHAN


Pada Jaman V.O.C.
V.O.C. banyak membantu kepada raja raja sehingga ia mendapatkan
bagian bagian tanah yang dapat di kuasainya, serta mendapat hak monopoli
dagang.
Karena banyak menghadapi peperangan, terutama di pulau Jawa,
menyebabkan VOC kekurangan dana ( uang ), sehingga banyak menjual tanah
tanah

yang dikuasainya. Dari sinilah timbulnya pengertian tanah partikelir

( Depok tahun 1705 ).


Tanah Partikelir
Tanah Partikelir adalah tanah eigendom diatas mana pemiliknya
sebelum berlakunya Undang Undang No. 1 tahun 1958, yaitu Undang Udang
tentang penghapusan tanah partikelir, mempunyai hak hak pertuanan.
Yang di namakan hak hak pertuanan adalah sebagai berikut :
1). Hak untuk mengangkat atau mengesahkan pemilikian serta memberhentikan
kepala kepala kampung / desa ;
2). Hak untuk menuntut kerja paksa atau memungut uang pengganti kerja paksa
dari penduduk ;
3). Hak untuk mengadakan pungutan pungutan baik berupa uang atau hasil
tanah penduduk ;
4). Hak untuk mendirikan pasar pasar, memungut biaya biaya pemakaian jalan
atau penyeberangan di sungai ;
5). Hak hak untuk menuntuk peraturan lain, dan atau Adat setempat, sederajat
yang tersebut di atas.
Di atas tanah partikelir terdapat tanah usaha dan tanah kongsi. Yang
dinamakan tanah usaha ialah bagian - bagian dari tanah partikelir yang
menurut adat setempat termaksud tanah desa, atau diatas mana penduduk
mempunyai hak yang sifatnya turun temurun.
Yang dimaksud tanah kongsi ialah bagian bagian tanah partikelir
yang tidak termaksud tanah usaha. Tanah tanah partikelir

sekarang telah

dilikwidir dengan Undang Undang N0.1 tahun 1958, karena tidak sesuai lagi
dengan keadaan ketatanegaraan negara kita.
5

3.

JAMAN PEMERINTAHAN BELANDA


Pada masa pemerintahan Belanda, sewaktu Mentri jajahan di jabat oleh De
Waal pada tahun 1870, telah diUndang Undangkan Agrerische Wet, yang telah
membawa perubahan perubahan di bidang agraria, yaitu :
Adanya hak Erfpacht untuk jangka waktu 75 tahun, untuk usaha usaha dibidang
pertanian dan perkebunan ;
Adanya hak Agrarische Eigedom, sehingga orang orang Indonesia mempunyai
kesempatan untuk mempunyai hak eigendom.
AGRARISCHE WET
Semula Agrarische Wet ini merupakan pasal 62 dari pada Regerings
Reglement tahun 1854, yang haya terdiri dari 3 ayat. Pada tahun 1870 ada perubahan
mengenai Regerings Reglement ini yang dirubah menjadi Indsche Staatsregeling,
dan pasal 62 Regerings Reglement ( R.R), kemudian menjadi pasal 51 I.S dengan
tambahan 5 ayat lagi atau usul De Waal. Dengan demikian maka pasal 51 I.S kini
mempunyai 8 ayat dan ke8 ayat inilah yang kemudian dikenal dengan nama
agrarische wet. Kaidah kaidah yang terdapat di Agrarische Wet ini merupakan
sumber hukum Agraria Administratip waktu itu.
HUKUM AGRARIA ADMINISTRATIP
Hukum Agraria administratip adalah peraturan peraturan hukum yang
merupakan landasan bagi pemerintah untuk menyelenggarakan politik Agrarianya
dan memberi wewenang khusus kepada pemerintah untuk ikut campur tangan di
dalam soal soal agraria.
Pasal 51 I.S ( S. 1925 No.447 ) berbunyi a.l. :
Ayat 1 : Gubenur Jendral tidak boleh menjual tanah.
Ayt 2 : Dalam larangan ini tidak termaksud tanah tanah yang kecil untuk
memperluas kota kota dan desa desa, dan untuk mendirikan
bangunan bangunan perindustrian.
Ayat 3 : Gubernur Jendral boleh menyewakan tanah tanah menurut aturan
aturan yang akan ditetapkan dengan ordonasi.

Dalam tanah tanah ini tidak termaksud tanah tanah yang


diusahakan ( dipergunakan ) Bangsa Indonesia atau tanah tanah
sebagai padang rumput umum ( tanah penggembalaan umum ), atau
karena sesuatu sebab termaksud tanah kampung kampung.
Ayat 4 : Menurut aturan aturan yang akan ditetapkan dengan ordonasi diberikan
tanah tanah dengan hak erfpacht yang lamanya tidak boleh lebih
dari 75 tahun.
Ayat 5 : Gubernut Jendral menjaga jangan sampai ada sesuatu pemberian tanah
yang melanggar hak hak penduduk asli ( bangsa Indonesia ).
Ayat

6 : Tanah tanah yang diusahakan bangsa Indonesia untuk keperluan


sendiri, atau tanah tanah sebagai penggembala umum atau karena
termasuk sesuatu kampung, tidak di kuasai oleh Gubernur Jendral
kecuali untuk keperluan umum berdasarkan atas pasal 133 I.S dan
tanaman yang diadakan oleh Pemerintah Agung, menurut aturan
aturan yang berhubungan dengan itu, dengan pemberian ganti rugi
yang layak.

Ayat 7 : kepada orang orang Indonesia yang mempunyai tanah milik dengan
sah, maka atas permintaanya di berikan hak eigendom atas tanah itu
dengan memakai pembatasan pembatasan mengenai kewajiban
kewajiban terhadap negara dan desa dan pembatasan kekuasaan untuk
menjual kepada bukan bangsa Indonesai, pembatasan pembatasan
mana akan di atur / di tetapkan dengan ordonasi dan akan disebutkan
dalam surat egendom.
Ayat 8 : Menyewakan tanah atau menyerahkan tanah untuk dipakai oleh orang
Indonesia kepada bukan orang Indonesia di laksanakan menurut aturan
aturan yang ditentukan dengan ordonasi.
Ternyata dari pasal 51 I.S bahwa pemberian atau pengeluaran tanah
tanah tidak boleh melanggar hak hak bangsa Indonesia. Sikap
pemerintah terhadap soal ini tetap di tentukan dalam pasal 51 I.S ayat
3 dan 6.
Hukum Agraria lama sebagai kaidah kaidahnya diatur di dalam hukum
yang tertulis, terdapat dalam banyak peraturan dan keputusan yang bermacam

macam tingkatannya. Demikian mengenai peraturan peratuan tersebut berbeda


berbeda, ada yang berlaku hanya daerah daerah tertentu saja, tapi ada pula yang
berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.
Misalnya : 1). Agrarische Wet, berlaku untuk seluruh Indonesia ;
2). Agrarische Besluit, berlaku untuk Jawa dan madura ;
3). Koningklijk Besluit, berlaku untuk daerah daerah Swapraja, dan
lain lainya.
Hukum agraria yang tidak tertulis bersumber pada hukum Adat. Hukum
Agraria Adat ini menunjukkan adanya perbedaan menurut daerah / masyarakat
tempat berlakunya, namun demikian pokok pokok dan asas asasnya
sebenarnya sama.
Berlakunya dua macam

peraturan hukum agraria yang lama,

menyebabkan adanya aliran dualisme di bidang hukum agraria lama. Di samping


bersifat dualisme, hukum agraria lama juga bersifat pluralisme, yaitu adanya
hukum Agraria Adat yang beraneka warna, menurut daerah tempat berlakunya.
Van Vollen Hoven dalam bukunya Adatsrecht Van Nederlands Indie
membagi wilayah Indonesia menjadi 19 daerah hukum Adat. Hukum Agraria lama
berdasarkan tujuan dan sendi sendi dari pemerintah jajahan. Tujuan dan sendi
sendi pemerintah jajahan merupakan dasar politik Agraria pemerintah Belanda
ialah pengambilan keuntungan yang sebesar besarnya dari tanah jajahannya
dengan mengembangkan modal asing di bidang perkebunan.
Sebelum keluarnya Agrarische Wet, modal swasta tidak mempunyai
kesempatan untuk menanam dan mengembangkan modalnya di bidang
perkebunan, berhubung masih berlakunya system monopoli pemerintahan
Belanda dengan culture stelselnya. Para pengusaha tidak dapat memperoleh tanah
dengan hak eigendom secara luas untuk usaha di bidang perkebunan dan pada
umumnya pengusaha hanya menyewa tanah tanah negara yang menjadi kosong
yang berupa semak semak atau hutan belukar, dengan jangka waktu persewaan
maksimum 20 tahun.
Menurut hukum Belanda ( Eropa ), hak sewa bersifat personalyk recht
( hak pribadi / perorangan ) yaitu suatu hak yang melekat kepada orangnya bukan
kepada bendanya yaitu tanah. Karena sifatnya yang pribadi, bukan zakelijk recht,

maka para pengusaha memandang hak sewa tersebut sebagai suatu hak yang
kurang kuat, lagi pula tidak dapat dijadikan jaminan untuk memperoleh pinjaman
untuk menyewkan tanah tanah milik orang orang Indonesai asli pada waktu itu
tidak dimungkinkan karena menurut peratuaran perundangan yang berlaku pada
waktu itu dilarang. Maka dengan lahirnya AGRARISCHT WET pada tahun 1870,
banyak terjadi perubahan perubahan besar, yang akan merubah perkembangan
Hukum Agraria dan perekonomian di Indonesia selanjutnya.
Perubahan perubahan setelah dikeluarkannya Agrarische Wet antara lain
adalah :
1. Dibukanya kemungkinan luas bagi berkembangnya perusahaan perusahaan
perkebunan besar untuk swasta, dengan pemberian hak erfpacht, untuk jangka
waktu paling lama 75 tahun. Disini dimungkinkan adanya penanaman modal
asing swasta untuk menanamkan modalnya di bidang perkebunan.
2. Perlindungan terhadap hak hak orang orang Indonesia asli atas tanahnya,
yaitu tanah tanah garapan orang Indonesia yang dipergunakan untuk
keperluan mereka ataupun yang dikuasai oleh desa, seperti tanah tanah
penggembala hewan, tanah tanah lungguh / bengkok, tanah tanah desa
( Kas Desa / Bondo Desa ) dan lain lain. Tanah tanah tersebut tidak boleh
disewa lagi oleh negara dan pemberian hak tidak boleh melanggar hak hak
rakyat.
3. Membuka kemungkinan bagi orang orang Indonesia asli untuk mendapatkan
hak atas tanah yang lebih kuat, yaitu dengan pemberian hak Agraria
eigendom.
Demikianlah tujuan Agrarische Wet untuk mengadakan perubahan
perubahan di bidang Agraria yang nyatanya hanya tujuan pertama saja yang
berhasil dengan baik bagi para pengusaha perkebunan swasta, sedang tujuan
lainnya tidak dapat dicapai sebagaimana yang diharapkan.
Akibat dari tidak tercapainya tujuan tersebut disatu pihak adanya
perkebunan perkebunan yang besar dengan tanah tanah yang subur, tenaga
kerja murah dan menghasilkan keuntungan keuntungan yang besar yang dikirim
ke negara Belanda. Sedangkan dilain pihak hak hak tanah orang orang
Indonesia semakin mendesak dan sempit, terutama di pulau Jawa, letaknya

terpencar dan kecil kecil, sehingga menimbulkan kemiskinan bagi petani


petani kecil.
AGRARISCHE BESLUIT
Agrarische Besluit yang dikeluarkan pada tahun 1870 ( S. 1870 118 )
adalah merupakan suatu peraturan pelaksanaan dari pada Agrarische Wet.
Agrarische Besluit ini semula hanya berlaku di pulau Jawa dan Madura, tetapi
kemudian dengan ordonasi ( S. 1875 No. 199 a pasal 1 ), Agrarische Besluit itu
dinyatakan berlaku pula untuk daerah daerah pemerintahan langsung di luar
Jawa dan Madura.
Asas terpenting yang terkandung di dalam Agrarische Besluit, terdapat
pada pasal 1, yang berisi pernyataan umum tanah negara ( Algemene Domein
Verklaring ), yaitu semua tanah yang di atasnya tidak dapat dibuktikan adanya
hak eigendom seseorang, maka tanah tersebut adalah domein negara. Untuk
daerah daerah di luar pulau Jawa, pernyataan domein ini baru diatur pada tahun
1874, yang biasanya disebut dengan pernyataan domein khusus ( Speciale domein
verklaring ).
Disebut speciale domein verklaring, karena berlakunya hanya untuk
daerah daerah tertentu, misalnya :

Untuk Sumatra Utara, dengan ordonantie erfpacht S. 1874 94 f ;

Untuk Manado dengan ordenantie erfpecht S. 1877 55 ;

Untuk Kalimantan Selatan dan Timur dengan ordenantie erfpecht S. 1888


58.
Bagi daerah speciale domaein verklaring berbunyi sebagai berikut, yaitu

dalam pasal 1 menyatakan :


Bahwa semua tanah kosong di daerah daerah Sumatra Utara, Manado
Kalimantan Selatan dan Timur, sejauh di atasnya tidak ada hak hak orang
Indonesia asli yang diperoleh karena pembukaan tanah adalah domein negara
kekuasaan atas domein negara itu hanya di tangan pemerintah, kecuali hak
membuka tanah dari orang orang Indonesia .
Untuk daerah daerah kerajaan pernyataan tanah domein negara ini,
terdapat dalam peraturan kerajaan itu, dan dalam hal ini pemilik tanah adalah raja,
10

misalnya untuk daerah Yokyakarta dengan Rijksblad Yogyakarta tahun 1918 no.
16.
Demikianlah dasar domaein verklaring yang diletakkan oleh pemerintah
Belanda didalam hukum Agraria, untuk dapat menguasai semua tanah di
Indonesia. Hak milik orang Indonesia menurut hukum Adat yang sebenarnya
kekuatan hukumnya tidak beda dengan hak eigendom, hak itu dianggap tidak ada,
oleh karena orang orang Indonesia umumnya tidak mempunyai surat surat
tanda haknya atas tanah yang menurut hukum Adat memang tidak dikenal adanya
surat surat tanda hak atas tanah.
Demikianlah politik Agraria pada waktu itu, dimana salah satu tujuan dari
Agrarische Wet ialah untuk melindungi hak hak orang Indonesia atas hak hak
tanahnya berdasarkan hukum Adat, maka dengan adanya Agrarische Besluit, di
dalam prakteknya ternyata telah mendesak hak hak orang Indonesia atas
tanahnya.
Dengan adanya domein verklaring ini maka tanah yang tidak termaksud
kedalam kategori tanah negara ( domaen negara ) ialah :
1. Tanah tanah Swapraja ;
2. Tanah tanah eigendom ;
3. Tanah tanah partikelir ;
4. Tanah tanah eigendom agraris.
Jadi jelas tanah tanah dimana tidak ada salah satu hak dari empat macam hak
tersebut, jelas tanah tanah tersebut masuk kategori tanah dimein negara.
Menurut VanVollen Hoven, juga Boedhi Harsono, S.H. asas domein ini di
dalam prakteknya ternyata sangat merugikan hak hak tanah asli orang orang
Indonesia, karena mendesak hak menguasai atas tanah menurut hukum Adat
tanah. Domein verklaring ini juga akan memungkinkan adanya tanah tanah
tersebut jatuh ketangan orang orang asing yang sebenarnya bertentangan dengan
larangan mengoperkan / memindahkan tanah kepada orang asing.
Apabila hak tersebut kita bandingkan antara ketentuan ketentuan dalam
Agrariasche Wet dengan pasal 33 UUD 1945, maka jelas bahwa tujuan hukum
Agraria yang kita butuhkan atau dibutuhkan oleh bangsa Indonesia tidaklah sesuai

11

lagi dengan ketentuan ketentuan di dalam Agrarische Wet dan Peraturan


pelaksanaannya.
Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyatakan : bahwa bumi, dan air, dan
kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat .


Jadi jelas bahwa kemakmuran rakyatlah yang diutamakan dan merupakan
tujuannya, dan bukan kemakmuran dari beberapa orang pengusaha swasta saja,
baik pengusaha asing maupun pengusaha asli Indonesia (nasional ).
Boedihiharsono, SH, didalam bukunya menjelaskan, bahwa mungkin
didalam usaha untuk mencapai kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya
diperlukan penggunaan atau ikut sertanya modal asing . Tapi hal itu bukan lagi
merupakan tujuan melainkan merupakan suatu upaya dan karenanya tidak boleh
merugikan rakyat . ( Hubungan dengan UU.No.1 tahun 1967,tentang penanaman
modal asing ).
Dalam

suatu

negara

yang

masih

underdeveloped

dimana

guna

pembangunan ekonomi negaranya memerlukan banyak modal guna diinvestasikan


didalam segala sektor baik sektor pertanian maupun industri dapat mengikut
sertakan modal asing, akan tetapi tujuan utama adalah untuk kemakmuran rakyat,
untuk menaikan taraf hidup, oleh karena itu ikut sertanya modal asing harus
sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuannya, ialah kemakmuran rakyat. Jadi
jelas bahwa kemakmuran rakyatlah yang diutamakan

tujuannya dan bukan

kemakmuran daripada beberapa golongan pengusaha swasta saja, baik pengusaha


asing maupun pengusaha asli Indonesia ( Nasional ).
Boedhiharono, dan bukunya jilid I bagian kedua, menjelaskan bahwa
mungkin didalam usaha untuk mencapai kemakmuran rakyat yang sebesar
besarnya, diperlukan penggunaan atau ikut sertanya modal asing, tetapi itu bukan
lagi merupakan tujuan melainkan suatu upaya dan karenanya tidak boleh
merugikan rakyat ( perhatikan UU.No. 1 tahun 1967, tentang penanaman modal
asing ).

12

III.

WUJUD HAK HAK ATAS TANAH DI INDONESIA


SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG UNDANG
POKOK AGRARIA

( UUPA )

Adanya pengaruh peraturan peraturan dari pemerintah Belanda mengenai hak


hak atas tanah di Indonesia mengakibatkan adanya dualisme hukum Agraria yang
berlaku di Indonesia, yaitu Hukum Barat atau Kitab Undang Undang Hukum Perdata,
sepanjang mengenai tanah disamping berlakunya hukum Adat tanah.
Adapun wujud dari pada hak hak atas tanah tersebut pada garis besarnya adalah :
1. Hak domein negara atas tanah ;
2. Hak tanah perorangan atau masyarakat hukum dan badan hukum Indonesia ;
Mangenai hak hak tanah yang dapat dipegang oleh perorangan atau masyarakat
hukum dan bagian bagian hukum dan badan badan hukum Indonesia, pada pokoknya
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

Hak hak tanah menurut Hukum Adat ;

Hak hak tanah menurut Hukum Perdata Indonesia ( B.W )

1. HAK DOMEIN ATAS TANAH NEGARA


Hak domein ini adalah hak negara yang terletak diatasnya tidak ada hak
eidendom agrarian lainnya, yang terletak di daerah yang langsung dikuasai oleh
pemerintah Hindia Belanda. Oleh karena itu di daerah daerah ini dikenal adanya
dua macam domein negara, yaitu :
a). Tanah Domein Bebas
ialah tanah tanah liar, hutan belukar, tanah tanah yang diatasnya ada
bangunan bangunan pemerintah atau dibangun oleh pemerintah yang disediakan
untuk kepentingan umum dalam lingkungan pemerintahan.
b). Tanah Domein Yang Tidak Bebas
ialah tanah tanah yang diatasnya ada hak hak rakyat Indonesia berdasarkan
hukum Adat, yang sebenarnya diakui oleh pemerintah Hindia Belanda.

13

2.

HAK HAK TANAH PERSEORANGAN ATAU MASYARAKAT HUKUM


DAN BADAN BADAN HUKUM
Hak tanah menurut Hukum Adat, yaitu :
1). Hak Ulayat ( beschikking recht )
hak menguasai dari pada masyarakat hukum Adat ( desa ), merupakan hak
yang tertinggi didalam masyarakat desa.
2). Hak milik menurut Van Vollen Hoven
Disebut dengan Inlands Bezitsrecht, yang kemudian dibagi menjadi 2, yaitu :
Hak milik komunal yaitu hak milik bersama dari anggota suatu desa atau

mungkin hak dari masyarakat hukum ( desa ) ;


Hak milik perseorangan ( yayasan, anderbeni, hak atas druwe, pesimi, grant

sultan, hak usaha atas tanah partikelir ).


3). Hak hak lain yang lebih rendah, yaitu :
* Hak pakai ( lungguh, bengkok, pecatu, pituwas anggaduh ), grant controleur;
* Hak usaha bagi hasil ;
* Hak gadai ;
* Hak sewa untuk tanah pertanian ;
* Hak menumpang ( hak untuk mendirikan rumah di atas tanah orang ) ;
* Hak memungut hasil hutan ;
* Hak menggembala ternak ;
* Hak berburu dan menangkap ikan.
4). Hak hak ciptaan Barat pemerintah Belanda, yaitu :

Hak Agrarische eigendom ( hak milik rakyat asli atas tanah yang bersedia
untuk pada KUHP Perdata ) ;

Hak crediet verband ( hak untuk jaminan hutang ).

3. HAK HAK TANAH MENURUT HUKUM PERDATA ( BARAT )


Hak - hak yang penting antara lain :
a. Hak eigemdom ;
b. Hak postal ;
14

c. Hak arfpacht ;
d. Hak sewa ;
e. Hak pakai ( gebruik ) untuk bangunan dan pertanahan ;
f. Hak pinjam pakai
Hak tanah seseorang yang dipinjamkan kepada orang lain untuk bangunan dan
pertanian.
Penjelasan :
A. Hak eigendom
Hak eigendom ini di dalam BW ( KUHPerdata ) diatur dalam pasal 570.
Hak eigendom adalah hak terhadap sesuatu benda untuk menikmati secara bebas
dan menguasai secara tidak terbatas, asal saja tidak dipergunakan untuk hal hal
yang bertentangan dengan Undang Undang atau peraturan yang diadakan oleh
suatu kekuasaan yang berwenang untuk menetapkannya dan asal saja tidak
menggangu hak hak orang lain .
Hak eigendom dapat dicabut untuk kepentingan umum, dengan syarat
akan diganti kerugian yang layak berdasarkan ketentuan yang sah. Hak eigendom
adalah hak kebendaaan yang paling sempurna dibandingkan dengan hak- hak
benda lainnya. Hak eigendom merupakan hak atas benda kepunyaan sendiri,
sedangkan hak hak lainnya, merupakan hak atas benda kepunyaan orang lain.
Hak eigendom memberi kekuasaan kepada pemegang haknya dalam :
1). Kekuasaan untuk memiliki ( genet )
Yaitu, kekuasaan untuk memungut hasil, memakai, memelihara, dan
sebagainya, yang merupakan perbuatan perbuatan yang bersifat materil ;
2). Kekuasaaan untuk mempergunakan atau menguasai.
Yang meliputi kekuasaan untuk menjual, memberikan, menukarkan,
menggandakan, menyewakan, dan sebagainya, yang merupakan perbuatan
perbuatan yang bersifat perorangan.
perbedaan antara hak eigendom dengan hak milik Adat adalah, bahwa hak
eigendom mengandung kebebasan kebebasan yang lebih luas, misalnya : tanah
milik tidak dapat dijual semau maunya oleh pemiliknya seperti hak eigendom,

15

hanya orang orang tertentu saja yang diperbolehkan memiliki tanah dengan hak
milik Adat, yaitu warga desa, sedangkan orang asing tidak diperbolehkan.
B. Hak Opstal
Di dalam KUH Perdata ( BW ), hak opstal diatur dalam pasal 711, yang
menyatakan Hak opstal adalah sesuatu hak kebendaan untuk mempunyai
bangunan atau tanah tanaman di atas sebidang tanah kepunyaan orang lain .
Hak opstal lain memberikan hak kepada pemegangnya untuk memiliki
bangunan bangunan serta tanaman tanaman tersebut dibangun atau di tanam
sendiri oleh pemegang hak opstal atau telah ada sebelum pemegang hak opstal itu
memperoleh hak tersebut.
Hak opstal diperbolehkan dengan membayar ganti rugi, yang besarnya
ditentukan atas dasar perjanjian bebas antara pemilik dengan calon pemegang hak
opstal. Pembayaran ganti rugi ini dapat sekaligus atau tiap tahun atau dalam
jangka waktu tertentu. Salah satu syarat untuk mendapatkan hak opstal ialah
bahwa hak opstal tersebut dicabut dalam daftar umum( pasal 713 HUK Perdata ).
Hak opstal dapat di tetapkan untuk jangka waktu tertentu atau untuk waktu tidak
tertentu.
Apabila perjanjian ditetapkan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan,
maka hak opstal dapat dihentikan setelah lewat waktu 30 tahun. Setelah jangka
waktu itu berakhir, maka tanahnya kembali kepada yang mempunyai. Sedangkan
bangunan bangunan serta tanaman tanaman yang ada diatasnya menjadi milik
yang mempunyai tanah dengan syarat membayar harganya kepada pemegang hak
opstal tersebut ( pasal 715 KUH Perdata ).
C. Hak Erfpacht
Di dalam KUH Perdata (B.W ), hak erfpacht di ataur di dalam pasal 720.
bunyinya, sebagai berikut :
Hak Erfpacht adalah suatu hak kebendaan untuk menikmati atas sesuatu benda
yang tidak bergerak kepunyaan orang lain, dengan kewajiban membayar sesuatu
pacht ( canon ) untuk tiap tahunnya kepada yang mempunyai baik berupa uang
ataupun hasil pendapatannya .

16

Hak Erfpacht ini tidak berakhir dengan sendirinya kalau pemegang


erfpacht itu meninggal dunia. Dalam hal seperti ini hak erfpacht dapat beralih
kepada ahli warisnya sampai batas waktu yang telah

diperjanjikan selesai

( habis ). Demikian pula kewajiban pembayaran Erfpacht turun temurun


memegang hak Erfpacht dapat berbuat seperti yang dilakukan oleh pemegang hak
eigendom atas tanah namun dengan batas batas tertentu, antara lain tidak dapat
berbuat yang mengakibatkan turunnya harga tanah, seperti mengadakan
penggalian batu batuan, mengambil tanah liat, menebang pohon pohon yang
hidup, yang bukan tanaman sendiri. Sebaliknya bangunan bangunan yang telah
didirikan dan tanaman tanaman yang telah ditanami oleh pemegang hak
Erfpcaht, setelah hak Erfpacht itu berakhir dapat diambilnya. Apabila bangunan
bangunan atau tanaman tanaman tadi tidak diambil oleh pemegang hak
Erfpacth, maka akan menjadi milik yang mempunyai tanah, dan bekas pemegang
hak Erfpacht tidak berhak menuntut ganti rugi.
Pasal 51 ayat 4 I .S menyatakan bahwa dengan peraturan perundang
Undangan, tanah negara dapat dikeluarkan dengan hak Erfpacth untuk jangka
waktu yang tidak melebihi 75 tahun. Yang dimaksud dengan tanah negara tersebut
di atas ialah, tanah yang termaksud dalam domein negara. Jadi hanya tanah liar
( Woete gonden ), yang dapat diberikan dengan hak Erfpacht. Tanah liar adalah
tanah yang tidak dibuka oleh orang Indonesia dan tidak merupakan tegalan,
pangenan atau tidak termaksud tanah desa. Pemegang hak Erfpacht dibarengi
wewenang untuk memindahkan haknya kepada orang lain, menghipotikkan,
menyewakan tanahnya dalam masa waktu berlakunya hak Erfpacht itu.
D. Hak Pakai ( Rechts Van Gebruik )
Hak pakai menurut hukum Barat adalah suatu hak kebendaan atas benda
orang lain untuk memakai benda itu sendiri dan mengambil hasilnya sekedar
untuk keperluannya sendiri dan mengambil hasilnya sekedarnya untuk
keperluannya serta keluarganya. Hak pakai ditentukan dengan perjanjian antara
yang mempunyai dengan calon pemakainya. Hak pakai tidak dapat dipidah
tangankan kepada orang lain seperti halnya yang dapat diperlakukan terhadap hak
kebendaan yang lain. Hak pakai dapat diberikan untuk jangka waktu yang tidak

17

ditentukan lebih dahulu. Hak itu dapat berlaku sampai saat dihentikan
berhubungan akan dipergunakan untuk kepentingan umum. Hak pakai dapat juga
diberikan untuk jangka waktu tertentu dan biasanya ditetapkan untuk waktu
paling lama 30 tahun.
Untuk memperoleh hak pakai itu calon pemegang hak harus membayar
ganti rugi yang ditetapkan menurut keadaan setempat yang berhubungan dengan
permintaan hubungan hak pakai. Biasanya hak pakai untuk keperluan keagamaan
ditetapkan 1/8 ( seper delapan ) dari uang pembelian yang harus dibayarkan untuk
mendapatkan hak eigendo. Untuk sahnya hak pakai, harus dibuat suatu akta
sebagaiana diuraikan dalam peraturan balik nama ( Overschrikvings Ordonatyie
S. 1834 - 27 ).
4. Hak Pinjam Pakai ( Bruikleem )
Hak pinjam pakai di dalam B.W diatur dalam pasal 1740, yang
menyatakan bahwa :
Hak pinjam pakai adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang meminjamkan
menyerahkan benda dengan cuma cuma kepada pihak yang meminjam, untuk
dipakainya dengan kewajiban bagi yang meminjam setelah benda itu dipakai
untuk mengembalikan dalam waktu tertentu. Bruikleem adalah hak perseoranagn
dan pemberian hak pinjam pakai ini biasanya dalam waktu yang tidak ditentukan,
akan tetapi sampai saat dihentikannya dengan syarat syarat seperti yang
dikenakan pada hak pakai. Hak dan kewajiban yang meminjam diatur dalam
perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak yang bersangkutan.
Menurut Staat Blad ( S ) 1940 No. 427, residen diberikan kuas untuk
mengeluarkan tanah negara dengan hak pinjam pakai ( Bruikleem ). Permintaan
hak pinjam pakai di lakukan sama dengan hak eigendom, hanya saja tidak
diperlakukan adanya surat ukur, cukup hanya melampirkan peta sket
( sehetshaart ) yang dibuat secara teliti. Bruikleem diberikan kepada pihak yang
meminjampakai dalam hal pemerintahan ragu ragu untuk memberikan tanah
dengan hak eigendom, sebab tidak mendapat kepastian apakah peminta akan
dapat mengadakaan ( membangun ) bagunan bangunan dalam waktu yang telah
di tentukan menurut cara yang dikehendaki oleh pemerintah. Dalam hal demikian

18

tanah itu diberikan untuk sementara dengan bruikleem, dengan ketentuan bahwa
kemudian akan diberikan dengan hak eigendom, apabila telah dipenuhi syarat
mengadakan bangunan seperti yang telah ditentukan.
Semua hak hak atas tanah ini baik yang tertulis menurut hukum Barat
( KUH Perdata ) maupun yang tidak tertulis menurut menurut hukm Adat Tanah,
dengan berlakunya Undang Undang Pokok Agraria ( UUPA ), dinyatakan hapus
dan diganti dengan hak hak yang baru menurut hukum Agraria yang baru, yaitu
menurut Undang Undang Pokok Agraria, sehingga sifat dualismenya dengan
sendirinya batal, karena dengan hanya ada satu hukum Agraria saja yang berlaku
untuk seluruh penduduk, Misalnya :
Hak eigendom, hak agrarische eigendom yasan, dikonversi menjadi hak milik.
Hak erfpacht dikonversi menjadi hak guna bangunan ;
Hak gebruik, lungguh, dikonversi menjadi hak pakai ; dan seterusnya

IV.

SEKELUMIT SEJARAH PEMBENTUKAN

19

UNDANG UNDANG POKOK AGRARIA ( UUPA )


Seperti kita ketahui bahwasanya sendi sendi serta tujuan politik Agrara masa
penjajahan adalah didasarkan sendi sendi serta tujuan dari pemerintah jajahan.
Sebab sebab poko dari pada politik Agraria kolonial ( penjajahan ) adalah
prinsip dagang atau mencari keuntungan, yaitu mencari / mendapatkan hasil bumi dan
bahan mentah dengan hara yang serendah rendahnya, untuk dijual dengan harga yang
tinggi, sehingga memperoleh keuntungna yang besar.
Berbeda dengan tujuan politik Agraria pemerintah jajahan, maka tujuan politik
Agraria Nasional adalah sama dan identik dengan dasar dan tujuan perjuangan rakyat
Indonesia sebagaimana disebutkan dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945
yang berbunyi : Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk seluruh tumpah darah
Indonesai dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaaan perdamaian
abadi dan keadilan social ( dan seterusnya ), dengan kata lain, semua tindakan yang
diambil dalam bidang Agraria harus :
a). Memungkinkan terbentuknya suatu pemerintahan negara Indonesia yang sanggup
melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia ;
b). Memungkinkan terus majunya / meningkatnya kesejahteraan umum ;
c). memungkinkan naiknya taraf kecerdasan kehidupan bangsa ; ( dan sebagainya ).
Jadi jelas bahwa tujuan dari politik Agraria nasional bukan keuntungan yang
sebesar besarnya bagi penguasa. Prinsip yang dijadikan dasar untuk bertindak bukanlah
prinsip dagang, melainkan suatu pandangan hidup yang luhur dan terdiri dari 5 sila
sebagai satu kesatuan yang kita kenal sebagai pancasila.
Sekalipun sudak jelas bahwa politik Agraria colonial harus dirubah secara
keseluruhan dan diganti dengan politik Agraria nasional, namun dalam waktu antara 1945
1960 belum memungkinkannya untuk dilaksankan, karena pemerintahan Republik
Indonesia pada masa masa itu menghadapi dua masalah pokok yang harus diselesaikan
dalam waktu yang bersamaan, yaitu harus mempertahankan kedaulatan negara terhadap
usaha usaha Belanda yang ingin menjajah, sekaligus memperjuangkan pengakuan

20

kedaulatan negara Republik Indonesia dari dunia internasional dan meyusun aparatur
administrasi pemerintahan menurut Undang Undang 1945.
Dalam pandangan itu Unifersitas Gajah Mada ( UGM ) yang didirikan pada tahun
1949, mengenai masalah Agraria ini sudah menjadi perhatian seksi agraria. Sudah
dirasakan perlunya ada pembaharuan hukum Agraria sebagai penjelmaan dari politik
agraria nasional sesuai dengan alam kemerdekaan.
Pada mulanya dicari alasan alasan objektif yang mengharuskan kita
menciptakan politik Agraria nasional. Adapun alasan alasan yang dianggap obyektif
atara lain :
1. Factor formil :

Hukum Agraria yang berlaku pada saat itu ( 1949 ), adalah masih merupakan
keadaan peralihan dan bersifat sementara ;

Berlakunya itu didasarkan aturan peralihan Undang Undang pemerintahan


penduduk Jepang No. 1, UUD 45, Konstitusi RIS, UUD Sementara ( UUDS ),
Dekrit Presiden, kemudian kembali pada UUD 45.

2. Faktor Material :

Hukum yang masih berlaku bersifat dualisme dan pluralisme ;


Dualisme menurut haknya dan subjeknya,
Haknya :

Menurut hukum asli Indonesia ( Hukum Adat ) yang


mempunyai dasar kolektip dan mengandung corak privat,
sedang hukum Barat bercorak privat.

Subyeknya : Ada perbedaan antara hak bagi orang Indonesia asli dan tidak
asli
3. Faktor Ideal
Peraturan hukum Agraria belum disesuaikan dengan asas asas daripada hukum
dasar negara yaitu pancasila.
5. Faktor Ideologis fasilitas
Ideologis politis kita ada dalam gelombang dunia, karena ideologis tidak terbatas
pada batas batas negara politis Indonesia sebagai negara, mau tidak mau ditarik
dalam gelombang pengolahan antara ideologi ideologi dunia.

21

Di samping hak hak tersebut di atas, maka terjadinya pergolakan


pergolakan atau timbulnya masalah masalah tanah dari kaum tani antara lain di
pabrik Delanggu, dimana petani yang menanam roselka menuntut penghapusan hak
perusahaan yang disebut konversi, pemerintah membentuk panitia penyelesaian yang
diketahuai oleh kepala agrarian, Sarimin Rekso Dihardjo.
Pada tahun 1950 panitia agarari I dibentuk yang diketahui oleh bapak
Sarimin, yang tugasanya selain penghapusa domaein verklaring sisa penjajahan, juga
adanya bermacam macam hak atas tanah menurut hukum barat akan
disederhanakan.
Pada tahun 1953 terjadi peristiwa Tanjung Morawa, dimana perusahaan
perkebunan asing mulai mentraktor tanah perkebunan yang diduduki kaum tani dan
secara kecil kecilan terjadinya penyerobotan penyerobotan tanah perkebunan di
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Pada tahun 1956 diterbitkan Undang Undang No.28 dan No.29 yang
mengatur pemindahan hak tanah perkebunan dan tanah perkebunan yang terlantar.
Pada tahun 1958, keluarlah Undang Undang penghapusan tanah partikelir
( UU No. 1 / 1958 ).
Dengan berlakunya Undang Undang penghapusan tanah partikelir ini,
sebetulnya mulai ada ketegasan perombakan hukum pertanahan, yaitu tanah tanah
eigendom yang luasnya lebih dari 10 bouw atau 7 ha, dinyatakan hapus dan dijadikan
tanah negara.
Pada tahun 1959 pidato kenegaraan persiden Sukarno, yang kemudian disebut
manivesto politik tercantum asas : hak eigendom sisa colonial dicoret dari bumi
Indonesia. Hak milik hanya untuk orang Indonesia sesuai pasal 33 UUD 1945.
Pada tahun 1960 dalam pidato kenegaraaa presiden Sukarno, tanggal 17
Agustus 1960, beliau menegaskan perlunya segera dilaksanakan LANDREFORM.
Perombakan pertanahan berarti penghapusan semua hak asing dan konsesi konsesi
colonial atas tanah dan sisa sisa feodalisme.
Landreform ditujukan untuk memperkuat dan memperluas hak tanah dari rakyat
secara keseluruhan, terutama kaum tani kecil. Domein verklaring hapus, tanah tidak
boleh jadi alat penghisap, hak tanah untuk mereka yang mengerjakannya dan tidak
dimiliki oleh mereka yang dengan santai menjadi gemuk, karena memeras keringat

22

rakyat yang menggarap. Perlu ada minimum dan maksimum luas tanah milik dan
tanah harus mempunyai fungsi social. Asas dari pelaksanaan LANDREFORM ini
sebenarnya bukanlah hanya monopoli bangsa Indonesia, tetapi nagara negara lain,
seperti Mesir, Jepang, Iran, Taiwan, dan India, juga mengadakan / melaksanakan
landreform, dengan asas yang disesuaikan dengan kebutuhan negara masing
masing.
DPR Gotong Royong waktu itu rupanya menyadari benar perlu adanya
Undang Undang Pokok Agraria, dibentuk segera, karena ternyata hanya 17 hari
setelah pembicaraan, segera ditetapkan Undang Undang Pokok Agraria yang kita
kenal sekarang ini.

23

V. UNDANG UNDANG POKOK AGRARIA


1. TUJUAN UNDANG UNDANG POKOK AGARIA
Undang Undang pokok Agraria atau Undang Undang No.5 tahun 1960,
yang nama aslianya adalah Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria yang termuat atau
telah diundang undangkan dalam Lembara Negara tahun 1960 No. 104, merupakan
hukum Agraria positif kita yang berlaku sekarang.
Undang Undang Pokok Agraria, atau lebih dikenal dengan singkatan
UUPA, didalam konsiderannya memulai dengan menyebutkan keburukan
keburukan daripada Hukum Agraria yang lama, yaitu :

Hukum Agraria yang lama itu sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi
sendi dari pemerintah jajahan dan sebagian lagi dipengaruhi ;

Hukum Agraria lama mempunyai sifat dualisme, yaitu berlakunya peraturan


peraturan dari dan didasarkan pada Hukum Barat ;

Hukum Agraria lama tidak menjamin kepastian hukum bagi rakyat Indonesia
asli, mengenai hak haknya atas tanah.
Hukum Agraria yang berlaku, setelah Indonesia merdeka ini seharusnya

adalah merupakan salah satu alat yang penting untuk membangun masyarakat Indonesia
yang adil dan makmur serta sejahtera, namun ternyata Hukum Agraria yang lama justru
merupakan penghambat untuk tercapainya tujuan tersebut, sehingga hukum Agraria
yang lama di pandang tidak sesuai lagi bahkan bertentangan dengan kepentingan rakyat
dan negara Indonesia.
Berdasarkan hal hal tersebut, maka hukum Agraria lama perlu diganti
dengan hukum Agraria yang baru, yang baik tujuan maupun isinya harus bersifat
nasional.
Adapun tujuan dari pada Undang Undang Pokok Agraria antar lain :
1.

Meletakkan dasar dasar bagi penyusunan hukum Agraria nasional yang akan
merupakan alat untuk memberikan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi
negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka mencapai masyarakat yang
adil dan makmur ;

24

2.

Meletakkan dasar dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesadaran dalam


hukum Agraria ;

3.

Meletakkan dasar dasar hukum, untuk memberikan kepastian hukum mengenai


hak hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

2. UNDANG UNDANG POKOK AGRARIA BERDASARKAN PADA HUKUM


ADAT
Undang Undang Pokok Agraria di dalam konsiderannya antara lain menyebutkan,
bahwa hukum Agraria nasional perlu mendasarkan pada hukum Adat tentang tanah.
Mengapa hukum Adat dipakai sebagai dasar dari pada hukum Agraria yang
baru atau sebagai dasar dari pada Undang Undang Pokok Agraria ?
Seperti kita ketahui bahwasanya hukum Adat adalah Hukum Asli Indonesia dan
sebagian besar dari pada rakyat Indonesia tunduk pada hukum Adat. Oleh karena itu
Hukum Agraria yang didasarkan pada ketentuan ketentuan Hukum Adat akan lebih
sesuai dengan kesadaran rakyat banyak.
Namun demikian, meskipun hukum Adat dipakai sebagai dasar dari pada
Undang Undang Pokok Agraria, tidak berarti seluruh ketentuan ketentuan dari
pada hukum Adat atasa tanah dipakai sebagai dasar dari Undang Undang Pokok
Agraria melainkan hukum Adat yang sudah dibersihkan dari keburukan keburukan
atau hukum Adat yang sudah disaneer.
Hukum Adat, sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat, dalam
perkembangannya, sebagaimana disebutkan dalam memori penjelasan Undang
Undang Pokok Agraria, dipengaruhi oleh politik dan masyarakat colonial yang lebih
individualistis, kapitalisme, serta masyarakat swapraja yang feudal, jadi tidak lepas
daripada pengaruh masyarakat dimana hukum Adat itu berlaku.
Oleh sebab itu, hukum Adat yang dipakai sebagian dasar dari pada Undang
Undang Pokok Agraria adalah hukum Adat mengenai tanah yang sudah dibersihkan
atau dihilangkan keburukan keburukannya.
Dengan demikina maka, hukum Adat yang menjadi dasar dari pada Undang
Undang Pokok Agraria ini diberikan syarat syaratnya ini seperti disebutkan di
dalam spasal 5 UUPA ialah :

25

1. Hukum Adat itu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional dan
negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa.
2. Bahwa hukum Adat yang dipakai tidak boleh bertentangn dengan tujuan untuk
mencapai masyarakat adil dan makmur.
3. Bahwa hukum Adat yang dipakai tidak boleh bertentangan dengan peraturan
peraturan di dalam Undang Undang Pokok Agraria.
4.

Bahwa hukum Adat yang dipakai di dalam UUPA tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundangan lainnya.

5. Bahwa hukum Adat yang dipakai dalam UUPA harus mengindahkan unsur
unsur yang bersandar pada hukum Agama.
3. HUKUM AGRARIA POSITIF
Dalam uraian uraian di muka sudah dijelaskan bahwa sebelum berlakunya
Undang Undang Pokok Agraria, hukum Agraia yang lama sebagian merupakan
hukum yang tertulis dan sebagian lagi merupakan hukum yang tidak tertulis. Hukum
Agraria ynag tertulis termuat di dalam berbagai peraturan, yang kadang kadang ada
yang berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, dan ada pula yang berlaku di suatu
daerah tertentu saja, misalnya :
Agrariasche Wet berlaku untuk seluruh Indonesia ;
Agrariasche Bisluit berlaku untuk Jawa dan Madura.
Hukum Agraria yang tidak tertulis adalah hukum Adat yang berlaku bagi penduduk
asli Indonesia. Biarpun Asasnya sama, tetapi hukum Adat Indonesia itu berbeda
beda menurut daerah tempat berlakunya, dan oleh karena itu maka hukum Adat
tentang hukum tanah itupun mempunyai corak yang beranaeka ragam, sehingga
dikatakan bersifat pluralistis
Demikianlah bermacam macam peraturan agrarian yang lama itu berlaku,
sehingga hal ini sangat betentangan dengan cita cita persatuan bangsa, karena
disamping hukum Agraria lama itu bersifat dualistis juga bersifat pluralistis. Oleh
karena, itu hukum Agraria yang lama perlu diganti dan bersifat sederhana agar tidak
membingungkan dan tidak bertentangan cita cita persatuan bangsa.

26

4. UNDANG UNDANG POKOK AGRARIA MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM


Kpastian hukum itu diperolah dengan menghilangkan sifat dualisme dari
pada hukum Agraria lama dan mengurangi sifat pluralistisnya. Disamping itu
kepastian hukum diperoleh juga dengan meletakkan kaidah kaidah Hukum Agraria
itu di dalam hukum yang tertulis sebagaui suatu peraturan perundangan. Dengan
demikian maka kaidah kaidah hukum Agraria yang tadinya beraneka ragam dan
tidak tertulis, kini menjadai dasar dari pada Undang Undang Pokok Agraria.
Sedangkan kepastian hak atas tanahnya, subjeknya, dan objeknya hanyalah dapat
dicapai dengan menyelenggarakan apa yang disebut pendaftaran tanah.
5. PERATURAN PERATURAN YANG DICABUT
A. Peraturan peraturan yang dicabut secara tegas dan dinyatakan tidak berlaku
setelah berlakunya Undang Undang Pokok Agraria ialah :
1. Seluruh pasal 51. I. S, jadi termaksud Agrarische Wet 1980 ;
2. Semua pernyataan domein ( domein Verklaring ialah ) :

* Alegemen Domein Verklaring S. 1875 119 a .


* Domein Verklaring untuk Sumatra untuk kresidenan Manado untuk
Kalimantan Selatan dan Timur.
3. Koninklijk Besluit S. 1872 117 ialah peraturan mengenai Agrarische
Eigendom ;
4. Buku ke II tentang Undang Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang
mengenai bumi, air serta kekayaaan alam yang terkandung didalamnya,
kecuali kesatuan kesatuan mengenai hypoyik yang masih berlaku pada mulai
berlakunya Undang Undang Pokok Agraria.
Apakah dengan dicabutnya pasal 51. I. S, semua peraturan den keputusan
administratip yang merupakan pelaksanaan politik Agraria yang ditentukan, yang
disebut hukum Agraria administratip menjadi tidak berlaku sendirinya ?

27

jawabannya, tidak. Tidak dengan sendirinya peraturan dan keputusan keputusan


itu menjadi tidak berlaku lagi, karena dicabutnya pasal 51. I. S. hal ini terbukti
karena terbentuk Undang Undang Pokok Agraria ( UUPA ), juga mencabut
secara khusus semua pernyataaan domein ( Domein Verklaring ) dan peraturan
paeraturan tentang Agrarische Eigendom.
Pasal 51. I. S pada hakekatnya bukan peraturan dasar bagi berlakunya
peraturan peraturan lainnya. pasal 51. I. S hanya memuat dasar dasar
kebijaksanaan politik Agraria menbentuk Undang Undang dan pemerintahan
Hindia Belanda. Hampir semua peraturan hukum Agraraia administratip itu tidak
berlaku lagi, tetapi ketidak berlakuanya itu bukan disebabkan karena dicabutnya
pasal 51. I. S. pernyataan pernyataan domein ( Domein Verklaring ) dan
peraturan peraturan tentang Agrarische Eigendom, jelas tidak berlaku lagi
karena secara tegas dicabut oleh UUPA.
Untuk mengetahuai yang mana diantaranya yang masih berlaku, kita lihat
dari pencabutan buku II KUH Perdata,yaitu untuk penghapusan dualisme dan
menciptakan adanya unipikasi hukum yang didasarkan pada hukum Adat. Hal ini
dapat / perlu dibaca pasal pasal 56, 57 dan pasal 58 UUPA yang memuat
peraturan peraturan peralihan.
Peraturan peralihan seperti pasal pasal 56, pasal 57 dan pasal 58, adalah
merupakan asas umum di dalam peraturan perundangan, yaitu bahwa jika terjadi
peraturan hukum, maka peraturan peraturan hukum yang lama tidak berlaku lagi
didalam suasana hukum yang baru. Namun karena biasanya hukum yang baru itu
belum seluruhnya lengkap pada saat mulai belakunya, maka untuk mencegah
adanya kekosongan hukum ( Rechts Vacum ), biasanya hukum yang baru masih
memerlakukan peraturan peraturan yang lama, sebelum ada peraturan baru yang
menggantinya. Hal ini dianut juga oleh UUPA, yaitu dengan mencantumkan pasal
pasal 56, 57, dan 58. seperti kita ketehui bahwa UUPA, atau Undang Undang
No. 5 tahun 1960, lengkapnya disebut Peratruan Dasar Pokok Agraria. Jadi UUPA
sebagai peraturan dasar hanya memuat dalam pokok pokok dan garis garis
besarnya saja. Sedangkan ketentuan ketentuan yang berlanjut akan diatur dalam
berbagai peraturan pelaksanaan lainnya. maka untuk mencegah terjadinay
kekosongan hukum ( Rechts Vacum ), maka dicantumkan pasal pasal 56, 57,

28

dan pasal 58 tersebut didalam UUPA, yang antara lain menyebutkan bahwa selain
peraturan peraturan pelaksanaan belum ada, maka peraturan peraturan yang
lama tetap berlaku dengan sayarat syarat tertentu.
~ Pasal 56 misalnya khusus mengenai peraturan peraturan hak milik ;
~ Pasal 57 mengenai hipotik dan kredit Verbanda ;
~ Pasal 58 , adalah peraturan peralihan yang bersifat umum.
Pasal 57 UUPA : secara tegas menyebutkan peraturan peraturan
manakah yang masih berlaku demikian pula syarat syaratnya. Yang dinyatakan
masih berlaku dalam pasal 27 ini ialah ketentuan ketentuan mengenai credit
verbanda, sebagaimana tersebut dalam S.1908 No. 542 dan diubah dengan S.
1937 No. 190. peraturan peraturan tersebut tetap berlaku selama Undang
Undang mengenai hak tanggungan, sebagaiman yang dimaksud pasal 51 UUPA
belum ada. Sementara itu peraturan peraturan hipotik dan credit verband sudah
diubah sepanjang mengenai pembuatan akta dan pendaftarannya, yaitu dengan
berlakunya Peraturan Pemeintahan No. 10 tahun 1961, tentang Pendaftaran Tanah
( L.N. 1961 28 )
Pasal 58 UUPA, merupakan pasal peralihan yang bersifat umum. Yang
dinyatakan tetap berlaku yaitu peraturan peralihan baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis, mengenai bumi, air dan kekayaan alam terkandung di dalmnya dan
peraturan mengenai hak hak atas tanah, yang ada pada mulai berlakunya UUPA.
Syarat syarat yang harus dipenuhi bagi terus berlakunya peraturan peraturan
tersebut, antara lain adalah :
I

: UUPA menghendaki sesuatu soal diatur didalam peraturan pelaksanaan


selama pelaksanaan itu belum ada., maka yang berlakua adalah peraturan
yang lama ;

II

: Jika syarat yang pertama telah dirpenuhi masih perlu diuji apakah isinya
tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan ketentuan UUPA.

III : Jika kedua syarat tersebut dipenuhu, maka apabila perlu peraturan yang
lama itu harus diberi tafsiran sesuai dengan jiwa ketentuan ketentuan
UUPA.

29

Apa ketentuan dan jiwa UUPA, yang dipakai sebagai ukuran bagi, masih berlaku
atau tidak berlakunya peraturan peraturan yang lama itu. Ketentuan dan jiwa
UUPA yang dipakai sebagai ukuran, antara lain adalah :
1. Bahwa UUPA tidak menghendaki berlangsungnya dualisme dalam hukum
Agraria ( Buku II B.W dicabut, pasal pasal yang mengenai Agraria, kecuali
hipotik diadakan unipikasi hukum, yang berdasarkan hukum Adat Vide pasal.
5 UUPA ) ;
2. UUPA tidak mengadakan perbedaan antara warga negara Indonesia asli dan
keturunan asing ( pasal 9 ayat 2 ) ;
3. UUPA tidak mengenal dengan soal soal Agraria ( pasal 9 ayat 2 ) ;
4. UUPA tidak menghendaki adanya penghisapan atas manuasia oleh manusia
( pasal 10, 11, 12, 15, 41, dan 42 ).
Contoh penerapan pasal 58 UUPA, lebih dahulu perlu dipastikan bahwa yang
akan ditinjau itu benar suatu peraturan Hukum Agraria. Apakan onteigenings
ordonantie 1920 ( S. 1920 574 ), masih berlaku ?
Ordonasi ini mengatur cara cara pencabutan hak dan tidak terbatas pada bidang
Agraria saja. Dalam pasal 16 UUPA ditetapkan, bahwa harus dibuat suatu Undang
Undang yang mengatur cara cara pencabutan hak hak atas tanah.
Pada saat mulai berlakunya UUPA, Undang Undang mengenai tata cara
pencabutan hak hak atas tanah belum ada. Dengan dipenuhi syarat pertama,
sedangkan isinya juga tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA, maka
onteigenings ordonantie 1920 ( S. 1920 574 ), masih tetap berlaku. Tetapi
segera setelah Undang Undang yang dimaksud pasal 18 UUPA itu terbentuk dan
mulai berlaku yaitu UU. No. 20 Tahun 1961, tentang pencabutan hak hak atas
tanah dan benda benda lain yang ada di atasnya, maka ordonasi yang lain itu
tidak berlaku lagi. Contoh lain yang dari peraturan lama masih berlaku ialah
Peraturan Pemerintahan No. 8 Tahun 1953, tentang penguasaaan tanah tanah
negara. UUPA menentukan di dalam pasal 2 ayat 4 bahwa soal penguasaan tanah
tanah negara, sebagai pelaksanaan hak menguasai dari negara, harus diatur
dalam Peraturan Pemerintah. Pada tanggal 24 September 1960, peraturan yang

30

dimaksud jelas belum ada. Oleh karena itu maka untuk sementara PP No. 8 Thn
1953 inipun memenuhi syarat kedua dari pasal 58.
B. Peraturan peraturan yang dicabut secara tidak tegas.
Peraturan peraturan yang meskipun tidak dicabut secara tegas oleh UUPA, tetapi
dengan berlakunya UUPA sudah tidak berlaku lagi. Peraturan peraturan tersebut
antara lain yang terkenal, misalnya :
Larangan pengasingan tanah S. 1875 179.
S. 1875 179 ini melarang pemindahan hak milik orang orang Indonesia
kepada orang asing. Kini dengan ketentuan dalam UUPA, bahwa hanya
wargan negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas tanah di
Indonesia, maka larangan tersebut tidak berlaku lagi, sebab larangan tersebut
sudah tercakup dalam ketentuan ketentuan UUPA, misalnya :
Pasal 26 ayat 2:
bahwa setiap pemindahan yang dimaksud untuk atau tidak langsung
memindahkan hak milik atas tanah kepada orang asing, kepada warganegara
Indonesia yang mempunyai dwi kewarganegaraan atau kepada badan hukum
yang tidak ditetapkan oleh pemerintah adalah batal karena hukum .
Larangan dalam ketentaun pasal 26 ayat 2 ini dapat dipandang sebagai
pengganti dari pada larangan pengasingan tanah menurut staat blaad 1875
No. 179.

Isi dari pada Undang Undang Pokok Agraria


Selain konsiderans dan ketentuan pencabutan atas beberapa peraturan
Agraria lama, maka UUPA isinya dibagi menjadi 5 bagian, yaitu sebagai berikut :
Bagian PERTAMA : Bab

I : Dasar dasar dan ktentuan ketentuan pokok,

Bab II : Hak hak atas tanah, air, dan ruang angkasa


serta pendaftaran tanah ;
Bab III : Ketentuan ketentuan Pidana ;
Baba IV : Ketentuan ketentuan Peralihan.

31

Bagian KEDUA

: Ketentuan ketentuan konversi ;

Bagian KETIGA

: Perubahan susunan Pemerintahan Desa ;

Bagian KEEMPAT : Hak hak dan wewenang atas bumi dan air dari Swapraja
atau bekas Swapraja ;
Bagian KELIMA

: Nama dari pada Undang Undang ini dan ketetuan


ketentuan mulai berlakunya UUPA.

Hubungan antara Bangsa dengan bumi, air ruang angkasa dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya.
Di dalam pasal 2 UUPA ditentuakan hak daripada Negara sebagai
organisasi seluruh rakyat yaitu hak menguasai atas bumi, air, ruang angkasa
serata kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Dasar hukumnya disamping pasal 1 UUPA, juga berdasarkan pada pasal 33 UUD
1945.
Perkataan hak menguasai ini bukan berarti memiliki, tetapi interprestasi
secara outentieknya menjelaskan hak yang memberi wewenag kepada negara
sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia untuk pada tingkatan yang
tertinggi :
a). Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, pengunaan, persediaan, dan
pemeliharaan bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya ;
b). Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang orang dengan
bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya ;
c). Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang orang dengan
perbuatan perbuatan hukum mengenai bumi, air, ruang angkasa, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Hak menguasai dari negara itu meliputi semua tanah baik yang sudah dihaki oleh
orang lain, maupun yang tidak. Hak menguasai dari negara atas tanah yang sudah
dihaki oleh seseorang dengan suatu hak, misalnya hak milik dibatasi oleh isi
daripada hak itu sendiri misalnya hak milik dibatasi oleh isi daripada hak itu

32

sendiri, artinya sampai seberapa jauh negara memberi kekuasaan kepada yang
mempunyai hak itu untuk menggunakan haknya.
Demikianlah antara lain memory penjelasan UUPA, sedangkan kekuasaan
negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau
pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh.
Berdasarkan hak menguasai dari pada negara ini, maka negara dapat
memberikan tanah tanah yang belum ada haknya kepada seseorang atau
bangunan, dan sebagainya atau negara dapat memberikan dengan hak
pengelolahan kepada suatu Departemen atau Pemerintah Daerah untuk
dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing masing. Disaping itu
kekuasaan negara atas tanah sedikit banyaknya dibatasi oleh hak ulayat dari
kesatuan kesatuan msyarakat kesatuan Hukum Adat sepanjang kenyataannya
hak ulayat itu masih ada.
UUPA mengakui adanya hak ulayat itu, oleh karena itu hak ulayat ini akan
diperhatikan sepanjang kenyataannya masih ada, misalnya :
Dalam pemberian hak Guna Usaha, maka masyarakat hukum setempat
sebelumnya akan didengar pendapatnya dan akan diberi Recognitie yang
memang ia berhak menerimanya selaku pemegang Hak Ulayat tersebut.
Pelaksanaan daripada hak menguasai dari negara itu dapat dilimpahkan
kepada Pemerintah Pemerinatah Daerah atau masyarakat hukum setempat.
Tetapi pelimpahan ini hanya terbatas pada wewenag untuk mengatur dan
menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan
bumi, air, ruang angkasa. Wewenang untuk mengatur misalnya, perencanaan kota,
peraturan mengenai pembuatan bangunan bangunan dan lain lain. Wewenang
untuk mengatur misalnya menyiapkan tanah tanah untuk pembangunan
perumahan rakyat, industri dan sebagainya.

33

VI.

HAK HAK ATAS TANAH

Dalam hukum graria yang berlaku sekarang ini orang orang dan badan badan
hukum dapat mempunyai hak hak atas tanah, yaitu hak hak atas permukaan bumi.
Hak hak atas tanah memberi wewenang kepada pemegang untuk mempergunakan tanah
yang bersangkutan.
Pasal 4 UUPA, menentukan bahwa atas dasar hak menguasai dari negara, akan
ditentukan adanya macam macam hak atas tanah yang dapat diberikan kepada dan
dapat dipunyai oleh orang orang serta badan badan hukum. Badan badan hukum
disebut tersendiri karena ada hak atas tanah yang pada asasnya tidak dapat dipunyai oleh
badan badan hukum yaitu hak milik ( perhatikan pasal 21 ayat 2 ), baik orang orang
dapat mempunyai hak hak itu secara sendiri sediri maupun bersama sama dengan
orang lain. Jelaslah bahwa hak hak perorangan atas tanah tetap diakui dalam hukum
Agraria kita sekarang ini, meskipun dengan pembatasan pembatasan.
Penetapan hak hak atas tanah di dalam UUPA dicantumkan dalam pasal 16 ayat
1. Dari pasal tersebut maka kita ketahui bahwa, hak hak atas tanah menurut hukum
Agraria kita sekarang adalah :
a). Hak milik ;
b) Hak Guna Usaha ;
c). Hak Guna Bangunan
d). Hak Pakai ;
e). Hak Sewa ;
f). Hak Membuat Tanah ;
g). Hak memungut Hasil Hutan.
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 5 UUPA, bahwa hukum Agraria sekarang
adalah hukum Adat, maka penetapan hak hak atas tanah seperti tercantum dalam pasal
16 ayat 1 tersebut didasarkan pula pada sistematik hukum Adat. Sedangkan Hak Guna
Usaha dan Hak Guna Bangunan adalah hak hak baru, yang diadakan oleh UUPA, untuk
memenuhi keperluan masyarakat modern dawasa ini.
Disamping hak hak atas tanah seperti tersebut di atas yang secara terperinci
disebutkan dalam pasal 16 ayat 1, maka kita temui pula di dalam UUPA,

34

Hak hak atas tanah yang bersifat sementara yaitu hak hak atas tanah sebagaimana di
sebut dalam pasal 53, yaitu :
a). Hak Gadai Tanah
b). Hak Usaha Bagi Hasil ;
c). Hak Menumpang ;
d). Hak Sewa tanah pertanian.
Hak hak tersebut dalam pasal 53 ini nantinya diusahakan untuk dihapuskan, oleh karena
itu hak hak tersebut disebut sebagai hak yang bersifat sementara.
Disebut sebagai hak hak atas tanah yang bersifat sementara, maksudnya pada
suatu ketika lembaga lembaga hukum akan dihapus ( ditiadakan ), karena dianggap
tidak sesuai dengan asas asas dari pada hukum Agraria yang baru. Salah satu asas
penting dari hukum Agraria yang baru, ialah bahwa dalam usaha usaha di bidang
Agraria tidak boleh terjadi ( ada ) pemerasan, tidak terjadi, apa yang dikenal dengan
sebutan exploitation de I home par I home.
Secara berturut turut akan kita bicarakan mengenai hak hak atas tanah seperti
yang tercantum di dalam pasal 16 ayat 1 UUPA, yaitu :
1. Hak Milik
A. Isi dan Sifatnya
Hak milik adalah hak atas tanah yang bersifat turun temurun, terkuat
dan terpenuhi yang dapat dipunyai seseorang atas tanah, dengan mengigat kepada
fungsi sosialnya, demikina yang dirumuskan dalam pasal 20 ayat 1 UUPA.
Sifat sifat hak milik yang turun temurun atau dapat diwariskan, terkuat
dan terpenuhi, dimaksudkan sebagai hak yang paling kuat dan paling penuh,
sehingga tidak dapat diartikan sebagai hak yang mutlak tidak dapat diganggu
gugat seperti rumusan hak eigendom di dalam KUH Perdata. Kata kata terkuat
dan terpenuhi dimaksud untuk menunjukkan perbedaan hak milik dan hak hak
lainnya, dimana hak milik ini adalah hak yang paling kuat dan paling penuh yang
dapat dipunyai oleh seseorang. Selain daripada itu hak milik atas tanah harus
berfungsi sosial sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 UUPA, bahwa semua hak
atas tanah mempunyai fungsai social. Secara hukumnya hak milik atas tanah di
atur dalam UUPA dalam pasal pasal 20 sampai dengan pasal 27.

35

Namun demikian yang berkaitan dengan hak hak lainnya, maka hak
milik disebut pula dalam pasal pasal 35 dan 37 sehubungan Hak Guna
Bangunan, pasal 41 dan pasal 43, yang berkaitan dengan Hak Pakai, pasal 44,
yang berkaitan dengan Hak Sewa, pasal 46, berhubungan dengan Hak memungut
hasil hutan, pasal 49, bersangkutan dengan badan badan keagamaan dan sosial,
pasal 50, bersangkutan dengan pengaturannya lebih lanjut, pasal 51, bersangkutan
dengan Hak tanggunagan dan pasal 56 sebagai pasal peralihan. Pengaturan Hak
Milik dipunyai pula dalam pasal dari pada ketentuan ketentuan KONVERSI,
yaitu pasal I, pasal II, dan pasal III dan pasal VII.
Sesuai dengan sifat dan nama dari UUPA, yaitu peraturan Dasar Pokok
Agraria, maka apa yang diatur di dalamnya baru merupakan ketentuan
ketentuan pokok saja. Menurut pasal 50 ayat 1 UUPA, ketentuan ketentuan lebih
lajut mengenai hak milik akan diatur dengan Undang Undang. Dalam pada itu
beberapa soal tertentu dapat diatur ddengan peraturan pemerintah ( perhatikan
pasal 21, 22, 24, dan 26. ).
Selama Undang Undang dan Peraturan Pemerintahan yang dimaksud
pasal 50 ayat 1, belum terbentuk maka berdasarkan ketentuan pasal 56, berlakulah
untuk sementara : ketentuan ketentuan hukum Adat setempat dan peraturan
peraturan lainnya mengenai hak atas tanah yang memberi wewenag sebagaimana
atau mirip dengan yang dimaksud pasal 20 UUPA, sepanjang tidak bertentangan
dengan jiwa dan ketentuan UUPA itu sendiri.
B. Sifat dan Ciri Ciri Hak Milik
Sifat dan cirri ciri hak milik dapat kita sebutkan antara lain :
1. Hak milik adalah hak atas tanah yang kuat, menurut pasal 20, bukan hak
yang terkuat ;
2.

Hak milik adalah hak yang turun temurun dan dapat beralih, artinya dapat
diwariskan kepada ahli waris pemegang hak ( pasal 20 ) ;

3.

Hak milik dapat menjadi induk dari pada hak atas tanah lain, artinya dapat di
bebani dengan hak hak atas tanah lain, yaitu hak guna Bangunan ( pasal 37
), Hak Pakai ( pasal 41 ), hak sewa ( pasal 44 ), hak gadai ( menurut hukum
adapt Jo pasal 7 UUPA No. 56 PrP. 1960 ),

36

hak usaha bagi hasil (Hukum Adat jo.UU. no.2 tahun 1960) dan hak untuk
menumpang (Hukum Adat). Sebaliknya hak milik tidak dapat berinduk pada
hak-hak tersebut.
4.

Hak milik dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan
(hipotik atau kredit verband) (pasal 25).

5.

Hak milik dapat dialihkan kepada pihak lain, yaitu dijual, ditukarkan dengan
benda lain, dihibahkan dan diberikan dengan wasiat (dilegaatkan) (pas. 20 jo
pas.26).

6.

Hak milik dapat dilepaskan oleh pemegang haknya, sehingga tanahnya


menjadi tanah negara (pasal 27).

7.

Hak milik dapat diwakafkan (tanahnya dijadikan tanah wakaf) (pasal 49 ayat
3 jo P.P.no.28 tahun 1977) sekarang dalam bentuk UU No. 41 tahun 2004
tentang Wakaf.
Karena hak milik merupakan hak yang kuat berarti bahwa hak milik itu

tidak mudah hapus dan mudah dipertahankan terhadap gangguan pihak lain. Oleh
sebab itu hak milik tersebut salah satu hak atas tanah yang wajib didaftarkan
(pasal 23 jo pasal 10 P.P. no.10 tahun 1961) sekarang PP No. 24 tahun 1997.
Hak milik mempunyai sifat turun-temurun dan dapat dialihkan, artinya
dapat diwariskan oleh ahli waris dari sipemegang hak milik. Ini berarti pula
bahwa hak milik tidak ditentukan jangka waktunya, seperti halnya hak guna
bangunan, hak guna usaha. Hak milik tidak hanya berlangsung selama pemegang
(yang punya) masih hidup, tetapi pemilikan tanahnya akan dilanjutkan oleh ahli
warisnya setelah ia meninggal dunia.
C. Subjek Dari Pada Hak Milik.
Siapa-siapa yang dapat mempunyai hak milik atas tanah ? Pada asasnya
hak milik hanya dapat dimiliki oleh seorang-seorang, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain.
Pasal 21 UUPA menentukan yang dapat mempunyai hak milik atas tanah ialah :
Warga Negara Indonesia.
Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah.

37

Menurut Hukum Agraria yang lama, setiap orang boleh mempunyai tanah
dengan hak eigendom, baik ia warga negara maupun orang asing, baik bukan
Indonesia asli maupun orang Indonesia asli. Badan-badan boleh mempunyai hak
eigendom, baik badan-badan hukum Indonesia, maupun badan-badan hukum
asing.
Sesuai dengan asas kebangsaan (pasal 9 ayat 1) maka hanya warga negara
Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas tanah di Indonesia. Sedangkan
badan-badan hukum hanyalah badan-badan hukum yang ditunjuk dan ditetapkan
oleh Pemerintah yang dapat mempunyai hak milik atas tanah di Indonesia.
Mengapa badan-badan hukum pada asasnya tidak diperbolehkan mempunyai hak
milik atas tanah dan hanya badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah
yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, sebabnya adalah :
1. Untuk menghindari adanya penyelundupan-penyelundupan terhadap ketentuan
batas maksimum pemilikan atas tanah.
Pasal 7 dan pasal 17 UUPA menentukan bahwa untuk tidak merugikan
kepentingan umum, maka pemilikan atas tanah yang melampaui batas tidak
diperkenankan.
Penetapan batas maksimum pemilikan atas tanah ini ditetapkan dengan
UU.no.56 Prp.tahun 1960.
2. Badan-badan hukum tidak perlu mempunyai hak milik atas tanah, tetapi cukup
dengan hak-hak lainnya, asal ada jaminan yang cukup bagi keperluannya.
Undang-Undang Pokok Agraria dalam pasal 49 menentukan bahwa badanbadan hukum yang bergerak dibidang keagamaan dan sosial dapat mempunyai
hak milik atas tanah, sepanjang tanah-tanah tersebut dipergunakan langsung untuk
usahanya dibidang sosial dan keagamaan, misalnya untuk bangunan-bangunan.
Peraturan Menteri Agraria no,2 tahun 1960 jo Peraturan Menteri Agraria
no.5 tahun 1960, telah menetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai
hak milik atas tanah antara lain :
Maskapai Andil Indonesia ;
Bank-bank yang didirikan oleh Negara Indonesia (Bank-Bank Negara) ;
Badan urusan produksi bahan makanan dan pembukaan tanah.

38

Kemudian dengan Peraturan Pemerintah no.38 tahun 1963 oleh


Pemerintah ditetapkan pula badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik
atas tanah yaitu :
1

Bank-bank yang didirikan oleh Negara ;

Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan


Undang-Undang Perkoperasian ;

Badan-badan Hukum yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (sekarang Menteri


Dalam Negeri) setelah mendengar Menteri Agama ;

Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (sekarang Menteri


Dalam Negeri) setelah mendengar Menteri Sosial.

D. Dapatkah Orang Asing Mempunyai Hak Milik Atas Tanah Di Indonesia.


Sesuai dengan ketentuan pasal 21 ayat 1 dan 2, bahwa hanya warga negara
Indonesia dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah yang dapat
mempunyai hak milik atas tanah, maka orang-orang asing tidak dapat mempunyai
hak milik atas tanah di Indonesia. Bagi orang-orang yang sesudah berlakunya
Undang-Undang Pokok Agraria memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa
wasiat, karena pencampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga
negara Indonesia yang mempunyai hak milik atas tanah dan sesudah berlakunya
UUPA, kehilangan kewarganegaraannya, maka ia wajib melepaskan hak milik
atas tanahnya didalam jangka waktu satu tahun, sejak diperolehnya hak tersebut
atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu satu tahun
tersebut lampau, hak milik atas tanah itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut
hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara dengan ketentuan bahwa
hak-hak pihak lain yang membebani tetap berlangsung (pasal 21 ayat 3 UUPA).
Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa didalam hak-hak tertentu orang-orang
asing secara sah dapat memperoleh hak milik atas tanah, hanya saja orang-orang
asing itu tidak boleh memegang hak milik atas tanahnya untuk lebih dari satu
tahun. Jadi paling lama satu tahun ia wajib mengalihkan hak miliknya atas tanah
itu kepada warga negara Indonesia. Adapun cara yang sah yang dimaksudkan
pasal 21 ayat 3 ialah :
39

Pewarisan tanpa wasiat.


Percampuran harta karena perkawinan.
E. Terjadinya Hak Milik.
Menurut pasal 22 UUPA, hak milik atas tanah terjadi karena :
1. Menurut Hukum Adat.
2. Karena penetapan Pemerintah.
3. Karena Undang-Undang.
Dengan terjadinya hak milik itu, maka timbullah hubungan hukum antara
sesuatu subjek dengan bidang tanah tertentu; dimana tanah tersebut sebelum itu
berstatus tanah Negara atau tanah lain (tanah hak guna bangunan, tanah hak guna
usaha dsb.). Dengan terjadinya hak milik itu tanah yang bersangkutan berstatus
tanah hak milik. Cara memperoleh hak milik demikian disebut, originair. Hak
milik bisa juga diperoleh secara derivatif. Menurut cara derivatif, suatu objek
memperoleh tanah dari subjek memperoleh tanah dari subjek lain yang semula
sudah berstatus tanah hak milik, misalnya karena jual beli, tukar menukar, hibah,
pemberian dengan wasiat atau warisan. Dengan terjadinya peristiwa-peristiwa
hukum itu, maka hak milik yang sudah ada beralih dari subjek yang satu kepada
yang lain. Yang akan kita bicarakan disini adalah cara memperoleh hak milik
secara originair.
1. Terjadinya Hak Milik menurut Hukum Adat.
Menurut pasal 22 UUPA, terjadinya hak milik menurut Hukum Adat
akan diatur dengan Peraturan Pemerintah, agar tidak terjadi hal-hal yang
merugikan kepentingan umum dan negara. Terjadinya hak atas tanah menurut
Hukum Adat lazimnya bersumber pada pembukaan hutan yang merupakan
bagian tanah ulayat suatu masyarakat hukum adat. Pembukaan hutan secara
tidak teratur bisa membawa akibat yang merugikan kepentingan umum dan
negara, yang berupa kerusakan tanah, erosi, tanah longsor, banjir dan
sebagainya.

40

3. Terjadinya Hak Milik karena penetapan Pemerintah.


Terjadinya Hak Milik ini karena ditetapkan oleh Pemerintah melalui
instansi yang berwenang menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah (pasal 22 ayat 2). Tanah yang diberikan dengan
Hak Milik ini semula berstatus tanah Negara. Hak milik inipun dapat
diberikan sebagai perubahan dari pada hak yang sudah dipunyai oleh
pemohon, misalnya hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai. Hak
milik inipun merupakan pemberian hak baru. Dalam kedua hal itu hak
miliknya diperoleh secara originair.
Mengenai tata cara permohonan dan pemberian hak atas tanah telah
diatur tata caranya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri no.5 tahun 1973
dan kewenangan pemberian hak atas tanah telah pula diatur dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri no.6 tahun 1972.
Pemberian hak milik atas Negara, terjadi karena adanya permohonan
yang bersangkutan. Pemohon harus memenuhi persyaratan untuk memperoleh
tanah dengan hak milik, seperti yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri no.5 tahun 1973.
4. Terjadinya Hak Milik karena Undang-Undang.
Hak milik dapat juga terjadi karena ketentuan undang-undang, artinya
undang-undanglah yang menentukan/menciptakannya. Sebagai contoh dapat
dikemukakan terjadinya hak milik karena berlakunya pasal I, pasal II, dan
pasal VII ayat 1 dari ketentuan-ketentuan konversi UUPA.
Menurut pasal-pasal tersebut, maka jika syarat-syaratnya dipenuhi hak
eigendom atas tanah, hak agrarisch eigendom, hak milik (adat), hak yasan, hak
andarbeni, hak atas druwo, hak pesini, hak grant sultan, landerijen bezitsrecht,
hak altijddurende erfpacht, hak usaha atas bekas tanah partikelir dan hak-hak
lainnya yang sifatnya sama dengan hak milik dan akan ditegaskan oleh
Menteri Agraria, sejak tanggal 24 september 1960 karena hukum (Van
Rechtswege) menjadi hak milik. Demikian juga dikonversi menjadi hak milik

41

karena hukum pada tanggal 24 september 1960, apa yang disebut hak
gogolan, pekulen atau sanggun yang bersifat tetap, yaitu hak gogolan yang
para gogolnya terus-menerus menggarap tanah yang sama dan jika meninggal
dunia hak gogolnya itu tidak kembali kepada desa untuk diberikan kepad
magang gogol, tetapi diwaris oleh ahli waris yang tertentu. (lihat pasal 20 ayat
2 Peraturan Menteri Agraria no.2 tahun 1960).
F. Hapusnya Hak Milik.
Undang-Undang Pokok Agraria pada pasal 27, menetapkan hapusnya hak
milik atas tanah karena :
a. Tanahnya jatuh kepada Negara.
Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18.
Karena tanahnya diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya.
Karena ditelantarkan.
Karena ketentuan-ketentuan pasal 21 ayat 3 dan pasal 26 ayat 2.
b. Tanahnya musnah.
Bahwa hak milik sebagai hubungan hukum yang konkrit antara suatu
subjek dengan sebidang tanah tertentu, menjadi hapus karena tanahnya musnah
adalah sudah wajar karena objeknya tidak ada lagi. Kemusnahan tanah itu
misalnya disebabkan karena tanahnya longsor, atau berubahnya aliran sungai.
Kalau yang hanya sebagian, maka hak milik tetap berlangsung atas sisa tanahnya.
Sebab-sebab jatuhnya hak milik kepada Negara seperti disebutkan dalam
pasal 27 UUPA, bukanlah bersifat limitatif, karena kita mengetahui masih ada
sebab-sebab lain. Hak milik juga dapat hapus dan tanahnya jatuh kepada Negara,
disebabkan pelanggaran terhadap sesuatu ketentuan undang-undang, misalnya
pelanggaran terhadap ketentuan landreform, mengenai pembatasan maksimum
serta larangan pemilikan tanah secara absentee. (perhatikan ketentuan-ketentuan
UU. no.56 prp.tahun 1960 jo P.P no.224 tahun 1961).

42

Hapusnya hak milik atas tanah karena ketentuan pasal 21 ayat 3, seperti
sudah dijelaskan dimuka bahwa yang dapat mempunyai hak milik hanyalah warga
negara Indonesia dan badan-badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah dan
memenuhi syarat-syaratnya.Hapusnya hak milik karena ketentuan pasal 26 ayat 2,
pihak yang menerima tanah hak milik dalam jual beli, tukar-menukar, hibah,
hibah wasiat dengan sendirinya harus memenuhi syarat sebagai subjek hak milik.
Apakah akibatnya kalau jika pihak yang menerima tidak memenuhi syarat
tersebut diatur dalam pasal 26 ayat 2. Setiap jual beli, penukaran (tukar-menukar),
penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang
dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada
orang asing, kepada seorang warga negara yang disamping kewarganegaraan
Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum
kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termasuk pasal 21 ayat 2 UUPA, adalah
batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan bahwa
hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta pembayaran yang
telah diterima pemilik tidak dapat dituntut kembali (Vide pas.26 ayat 2 UUPA).
Berbeda apa yang ditetapkan dalam pasal 21 ayat 3, maka cara-cara
beralihnya hak milik pada pasal 26 ayat 2 adalah perbuatan-perbuatan hukum
yang merupakan suatu tindakan positif, yang dengan sengaja ditujukan kepada
peralihan hak, dimana pihak-pihak yang bersangkutan dianggap sudah
mengetahui, bahwa hak milik itu hanya boleh dipunyai oleh pihak-pihak yang
memenuhi syarat-syarat tertentu saja, maka menurut pasal 26 ayat 2 akibatakibatnya pun ditentukan berbeda dengan peristiwa-peristiwa hukum yang diatur
dalam pasal 21 ayat 3.
Pencabutan hak milik oleh Pemerintah, yang didasarkan pasal 18 UUPA.
Menurut pasal 18 UUPA bahwa untuk kepentingan umum termasuk kepentingan
bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat hak-hak atas tanah dapat
dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur
dengan undang-undang. Ketentuan pasal 18, pada satu pihak memberikan
landasan hukum kepada penguasa untuk dapat memperoleh tanah yang diperlukan
guna penyelenggaraan kepentingan umum, sedang pada pihak lain merupakan
jaminan bagi rakyat mengenai hak-haknya atas tanah terhadap tindakan

43

sewenang-wenang. Pencabutan hak untuk kepentingan umum dimungkinkan,


tetapi dengan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat mana selain ditetapkan dalam
suatu undang-undang yang mengatur cara-cara melakukan pencabutan hak itu.
Dengan demikian maka pelaksanaan pasal 18 pada hakekatnya merupakan
pelaksanaan asas dalam pasal 6 UUPA.
Pencabutan hak seperti yang dimaksudkan pasal 18 UUPA adalah
pengambilantanah kepunyaan sesuatu pihak oleh negara secara paksa, yang
mengakibatkan hak atas tanah hapus, tanpa pemegang hak melakukan
pelanggaran atau lalai dalam memenuhi suatu kewajiban hukum. Undang-undang
yang memuat ketentuan umum mengenai syarat-syarat dan tata cara melakukan
pencabutan hak pada waktu sebelum berlakunya UUPA adalah yang disebut
Onteigenings Ordonnanantie yang dimuat dalam S.1920 no.574 dan dirubah
dengan S.1947 no.96. Pencabutan hak menurut ordonantie ini harus dilalui jalan
yang panjang dan memerlukan waktu yang lama, karena harus diikutsertakan tiga
instansi yaitu : dari badan legislatif, eksekutif dan pengadilan. Setelah tanggal 24
september 1960, onteigenings ordonantie ini masih berlaku, yaitu sampai lahirnya
undang-undang sebagai pelaksanaan pasal 18 UUPA. Undang-undang yang
dimaksud pasal 18 UUPA adalah undang-undang no.20 tahun 1961, yaitu tentang
pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya (L.N.1961
no.288). Undang-undang no.20 tahun 1961 ini mulai berlaku tanggal 26
september 1961. Menurut Undang-Undang no.20 tahun 1961 ini, maka
pencabutan hak-hak atas tanah hanya dapat dilakukan untuk kepentingan umum,
termasuk untuk kepentingan bangsa, negara dan kepentingan bersama dari rakyat,
demikian pula untuk kepentingan pembangunan sebagai cara terakhir untuk
memperoleh tanah yang diperlukan, yaitu jika musyawarah dengan pemilik tanah
tidak membawa hasil yang diharapkan. Sebagai peraturan pelaksanaan dari
undang-undang no.20 tahun 1961 ini telah dikeluarkan Instruksi Presiden no.9
tahun 1973 dan Peraturan Pemerintah no.39 tahun 1973.
Undang-Undang no.20 tahun 1961, untuk melakukan pencabutan hak atas
tanah ada 2 cara yaitu : cara biasa dan cara khusus, yaitu dalam keadaan yang
sangat mendesak, yang memerlukan penguasaan tanah dan atau benda-benda yang
ada diatasnya dengan segera.

44

a) Cara Biasa
Pada cara ini, maka yang berkepentingan, yaitu pihak yang
memerlukan tanah, harus mengajukan permohonan kepada Presiden, dengan
perantaraan Menteri Dalam Negeri, melalui Gubernur Kepala Daerah yang
bersangkutan. Oleh Gubernur Kepala Daerah, kemudian diusahakan untuk
diadakan penafsiran atas lokasi (tanah) yang haknya akan dicabut, mengenai
ganti kerugian yang dilakukan oleh suatu panitia yaitu panitia Penafsir.
Pertimbangan dari Kepala Daerah sangat diperlukan dalam hal ini. Ganti
kerugian tidak selaku berupa uang, tetapi dapat juga rumah atau tanah ataupun
fasilitas lainnya. Ganti rugi diberikan tidak hanya pemilik tanah, tetapi juga
orang-orang yang secara sah menempati rumah-rumah atau menggarap tanah
yang bersangkutan. Keputusan Presiden tentang pencabutan hak atas tanah
atau benda-benda yang ada diatasnya, diumumkan dalam Berita Negera R.I .
dan turunanya disampaikan kepada pemilik yang dicabut haknya. Isi Surat
Keputusan

Presiden

tersebut

diumumkan

melalui

surat-surat

kabar.

Penggunaan tanah baru dilakukan setelah surat Keputusan Presiden tersebut


diperoleh, pembayaran ganti kerugian kepada pemilik dan diselenggarakan
penampungannya. Keputusan Presiden ini tidak dapat diganggu gugat dimuka
pengadilan. Namun demikian mengenai besarnya ganti rugi dapat dimintakan
bandng kepada Pengadilan Tinggi.
b) Cara Khusus
Pencabutan hak dengan cara khusus ini dilakukan apabila dalam
keadaan yang sangat mendesak dimana diperlukannya penguasaan tanah
dengan segera, misalnya dalam hal terjadinya wabah atau bencana alam, yang
memerlukan tanah untuk tempat penampungan para korban dengan segera.
Dalam hal ini setelah permohonan pencabutan hak diajukan, dan meskipun
belum ada Keputusan Presiden, tanah yang diperlukan sudah dapat dikuasai
dengan surat Keputusan Menteri Dalam Negeri. Apabila

telah dilakukan

penguasaan tanah, tetapi karena sesuatu alasan permintaan pencabutan hak

45

ditolak oleh Presiden, maka tanah tersebut harus dikembalikan kepada yang
berhak dalam keadaan seperti semula/memberi ganti kerugian yang
layak/sepadan.
PERALIHAN HAK MILIK
Seperti dikemukakan dimuka, bahwa hak milik dapat beralih dan
dialihkan kepada orang lain (pasal 20 ayat 2). Pengertian beralih menunjuk
kepada berpindahnya hak milik kepada pihak lain karena pemiliknya
meninggal dunia. Peralihan hak milik karena pewarisan itu terjadi karena
hukum, artinya dengan meninggalnya si pemilik maka ahli warisnya
memperoleh tanah hak miliknya itu, menurut hukum Barat sejak ia (pemilik)
meninggal dunia (pasal 833 ayat 1 KUUH perdata), sedang menurut Hukum
Adat sejak hutang-hutangnya diselenggarakan.
Pengertian dialihkan, menunjuk pada berpindahnya hak milik kepada pihak
lain karena perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar
pihak tersebut memperoleh hak itu. Adapun perbuatan hukum itu dapat berupa
jual-beli, tukar-menukar, hibah atau pemberian dengan wasiat (lazim disebut
hibah wasiat atau legaat), dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia diatur dalam pasal 957 dan seterusnya. Pada jual-beli, tukarmenukar dan hibah, hak milik yang bersangkutan beralih sewaktu pemiliknya
masih hidup, sedang pada pemberian dengan wasiat, peralihan hak milik itu
terjadi setelah ia (si pemilik) meninggal dunia. Dalam jual-beli, tukar-menukar
dan hibah adalah perbuatan hukum, yang berupa penyerahan tanah-tanah hak
milik kepada pihak lain untuk selama-lamanya. Pada jual-beli, pemiliknya
menerima penggantian berupa uang, pada tukar-menukar penggantiannya
berupa benda lain, sedang pada hibah pemilik tidak menerima apa-apa.
Peralihan hak milik didalam UUPA, selain disebut dalam pasal 20
disebut pula dalam pasal 21 ayat 3 yaitu pewarisan tanpa wasiat atau
pewarisan abentestato.
Pasal 23 UUPA, mengatur soal pendaftarannya yaitu bahwa adanya peralihan
hak itu harus didaftarkan, sedang pasal 26, merupakan pengawasannya serta

46

akibat-akibatnya, jika hak milik dialihkan kepada pihak lain yang tidak
memenuhi syarat-syarat sebagai subjek.
JUAL BELI TANAH HAK MILIK
Didalam Undang-Undang Pokok Agraria kita tidak menemukan
rumusan pengertian daripada jual-beli, baik didalam pasal-pasalnya, maupun
didalam penjelasannya.
Rumusan jual-beli kita temukan didalam Hukum Barat, yaitu diatur didalam
pasal 1457, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pasal 1457 KUUH Perdata menyebutkan jual-beli adalah suatu persetujuan,
dengan nama pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
Pasal 1458 KUUH Perdata, jual-beli itu dianggap telah terjadi antara kedua
belah pihak pada saat mereka mencapai kata sepakat mengenai benda yang
diperjualbelikan, serta harganya, meskipun benda tersebut belum diserahkan
dan harganya belum dibayar. Dengan terjadinya jual-beli menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, benda yang bersangkutan belumlah beralih
kepaa pembelinya meskipun harga sudah dibayar, tapi barang tersebut belum
diserahkan, sedangkan kalau jual-beli itu mengenai tanahnya sudah diserahkan
kedalam kekuasaan pembeli. Hak millik tersebut baru beralih kepada
pemiliknya jika telah dilakukan apa yang dikenal dengan adanya penyerahan
secara yuridis (yuridischelevering), yang wajib diselenggarakan denga
pembuatan

akta

dimuka

Kepala

Kantor

Pendaftaran

Tanah

selaku

overschrijvings ambtenaar,
Menurut Hukum Adat, jual beli tanah bukan merupakan perjanjian,
seperti dimaksud pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tetapi
suatu perbuatan hukum yang berupa penyerahan tanah yang bersangkutan olah
penjual kepada pembeli untuk selama-lamanya, pada saat mana pihak pembeli
menyerahkan harganya kepada penjual.
Dengan dilakukannya jual-beli tersebut maka hak milik atas tanah itu beralih
kepada pembeli.

47

Jual-beli menurut hukum adat bersifat CONTANT atau TUNAI, artinya


pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan pada saat yang
bersamaan. Pada saat itu jual-beli, menurut hukum telah selesai. Biasanya
jual-beli itu dilakukan dihadapan Kepala Adat, dimana disamping Kepala Adat
itu bertindak sebagai saksi, juga bertindak sebagai Kepala Adat, yang
menanggung bahwa jual-beli tidak melanggar hukum yang berlaku. Dengan
dilakukannya jual-beli dimuka Kepala Adat, maka jual-beli itu menjadi terang,
bukan suatu perbuatan hukum yang gelap.
Dengan

demikian

maka

pembeli

mendapat

dari

masyarakat

yang

bersangkutan, sebagai pemilik yang baru dan akan mendapat perlindungan


hukum, bila dikemudian hari ada gugatan dari pihak ketiga, yang menganggap
jual-beli tersebut tidak sah (keputusan Mahkamah Agung tanggal 10 februari
1960).
Seperti

dimuka

sudah

disebutkan

bahwasanya

UUPA,

tidak

mencantumkan rumusan apa yang dimaksud dengan jual-beli, seperti dimaksud


oleh pasal 26.
Namun demikian mengingat bahwa Hukum Agraria kita memakai sistem dan
asas-asas hukum adat, maka pengertian jual-beli tanah, haruslah diartikan sebagai
perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik, yaitu penyerahan tanah
untuk

selama-lamanya

oleh

penjual

kepada

pembeli.

Jual-beli

yang

mengakibatkan beralihnya hak milik atas tanah dari penjual kepada pembeli
termasuk hukum agraria atau hukum tanah.
Sebelum diselenggarakannnya pendaftaran Tanah menurut Pereturan
Pemerintah no.10 tahun 1961, acara jual-beli tanah masih diselenggarakan
menurut ketentuan hukum atau peraturan yang lama.
Menurut pasal 19 Peraturan Pemerintah no.10 tahun 1960 jo.PP 24 tahun 1997
antara lain disebutkan : Setiap Perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas
tanah.dan seterusnya harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh
dan dihadapkan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (sekarang Menteri
Dalam Negeri). Pejabat yang dimaksud ialah Pejabat Pembuat Akta Tanah atau
P.P.A.T, yang ditunjuk menurut ketentuan Peraturan Menteri Agraria no.10 tahun
1961.

48

Sedangkan apa yang dimaksud dengan memindahkan hak atas tanah adalah
perbuatan jual-beli tanah dan bukan perjanjian ataupun hukum perutangan.
Oleh sebab itu untuk memperoleh bukti bahwa jual-belinya memang benar-benar
dilakukan maka penjual dan pembeli harus datang pada P.P.A.T dengan maksud
agar dibuatkan aktanya.
Seperti kita ketahui siapapun dilarang membuatkan akta jual-beli tanah jika ia
tidak ditunjuk sebagai P.P.A.T, termasuk Kepala Desa dilarang menguatkan jualbeli yang tidak dibuatkan aktanya oleh P.P.A.T.
Jual-beli dilakukan oleh penjual dan pembeli dengan dihadiri dua orang
saksi. Penjual dan pembeli dapat pula diwakilkan Kepala Kuasa.
Pembeli haruslah memenuhi syarat sebagai subjek hak milik dan penjual harus
mempunyai wewenang untuk menjual tanah yang bersangkutan.
Mengenai penelitian apakah pembeli memenuhi syarat sebagai subjek hak milik
ataupun penjual berwenang menjual tanahnya adalah kewajiban dari P.P.A.T
untuk menelitinya.
Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung tanggal 5 september 1963
no.1115/P/3292/M/1963, seorang isteri yang tunduk pada hukum Barat tidak lagi
memerlukan izin ataupun bantuan dari suaminya, karena pasal 108 dan 110
KUUH Perdata dianggap tidak berlaku lagi. Maka dengan demikian tidak ada lagi
perbedaan antara semua warga negara Indonesia.
Sebelum dibuktikan akta jual-beli oleh PPAT maka wajib diserahkan
kepada P.P.A.T adalah :

Sertifikat tanah yang bersangkutan, jika tanah itu sudah dibukukan.


Kalau tanahnya belum dibukukan, maka sebagai gantinya wajib diserahkan
Surat Keterangan Kepala Kantor Pendaftaran Tanah (sekarang Kepala Kantor
Agraria), yang menyatakan bahwa atas tanah itu belum mempunyai sertifikat.

Surat tanda bukti pembayaran biaya pendaftaran.


Biaya pendaftaran dapat langsung kepada Kantor Agraria atau melalui Kantor
Pos terdekat.
Pejabat Pembuat Akta Tanah (P.P.A.T) dilarang membuat akta jual-belinya

sebelum apa yang disebutkan diatas diserahkan kepadanya. Kewajiban untuk

49

menyerahkan sertifikat itu dimaksudkan untuk mencegah jangan sampai terjadi


penjualan tanah lebih dari satu kali.
Oleh karena itu P.P.A.T, setelah akta jual-belinya selesai dibuat, wajib menahan
Sertifikat tanah tersebut, untuk kemudian disampaikan kepada Kepala Kantor
Agraria, kecuali kalau yang berkepentingan akan menyampaikan sendiri.
Namun bagaimanapun agar sertifikat tadi tidak berada ditangan penjual setelah
selesainya akta jual-beli.
Bila ada keragu-raguan mengenai kebenaran dari pada keterangan yang ada dalam
sertifikat yang diserahkan kepadanya, maka P.P.A.T dapat meminta supaya yang
bersangkutan meminta supaya yang bersangkutan meminta SKPT (Surat
Keterangan Pendaftaran Tanah) kepada Kepala Kantor Agraria untuk dicocokkan.
PPAT, wajib menolak permintaan pembuatan akta, apabila ternyata tanah yang
dijual, masih dalam sengketa.
IZIN PEMINDAHAN HAK.
Menurut ketentuan pasal 23 ayat 1 Undang-undang Pokok Agraria setiap
peralihan hak, termasuk juga jual-beli tanah hak milik, harus didaftar. Kepala
Kantor Agraria cq. Kepala seksi pendaftaran tanah, akan menolak untuk
melakukan pendaftaran jual beli itu, jika tidak atau belum diperoleh izin dari
Menteri Agraria (waktu itu) atau pejabat yang ditunjuk (perhatikan pasal
28,P.P.no.10 tahun1961). Untuk memenuhi ketentuan tersebut oleh Menteri
Agraria telah dikeluarkan Peraturan Menteri Agraria no.14 tahun 1961, tentang
Permohonan dan Pemberian izin pemindahan hak atas tanah. Peraturan Menteri
Agraria ini kemudian diadakan perubahan dan penyederhanaan dengan peraturan
Direktur Jenderal Agraria no.4 tahun 1968 dan lebih disederhanakan lagi dengan
peraturan Menteri Dalam Negeri no.59/DDA/1970.
Menurut peraturan Menteri Agraria no.14 tahun 1961, maka pemindahan
hak milik atas semua tanah memerlukan izin. Apakah instansi yang memberikan
izin ini mampu menangani semua permintaan izin pemindahan hak ini? Apakah
tidak sebaiknya hanya tanah-tanah pertanian saja yang diperlukan izin
pemindahan haknya.

50

Tanah-tanah pertanian tersangkut segi-segi sosial ekonomis yang lebih besar dari
pada tanah-tanah bangunan. Pengawasan terhadap pemindahan hak tanah-tanah
bangunan memang perlu, dan dengan dikeluarkannya peraturan Menteri Dalam
Negeri no.59/DDA/1970, maka pemindahan hak atas tanah yang memerlukan izin
lebih terperinci lagi yaitu seperti dimaksud pasal 1 ayat 2 peraturan Menteri
Dalam Negeri no.59/DDA/1970 yaitu untuk:
Hak milik atas tanah pertanian
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan atas tanah Negara, jika dilakukan kepada Badan Hukum.
Hak Pakai atas tanah negara, jika dilakukan kepada orang asing atau Badan
Hukum.
Pemindahan hak atas tanah-tanah bangunan diperlukan izin kalau sipemohon
sudah mempunyai banyak tanah (permendagri no.59/DDA/1970, sudah
mempunyai 5(lima) bidang).
Bagaimana kalau permohonan izin pemindahan haknya ditolak.
Kalau permohonan izin pemindahan haknya ditolak, maka pada akta jual yang
bermaterai dibubuhkan catatan mengenai penolakannya, dan semua warkah yang
diterima, termaksud akta jual-beli dan sertifikatnya dikembalikan kepada yang
berkepentingan. Kalau warkah-warkah tersebut diterima dari PPAT, maka
pengambilannya dengan perantaraan PPAT yang bersangkutan.
PEMBEBANAN HAK MILIK ATAS TANAH.
Pasal 25 UUPA menetapkan, hak milik dapat dijadikan jaminan hutang
dengan dibebani hak tanggungan. Jadi hak milik atas tanah dapat dibebani dengan
hak tanggungan, yaitu hak hipotik dan Credietverband.
Pembebanan hak atas tanah dengan hak tanggungan harus dibuktikan
dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan didaftarkan di Kantor
Agraria Kabupaten/Kotamadya setempat (pasal 19 dan pasal 22 ayat 4 PP
no.10/1961) sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut telah dikeluarkan peraturan
Menteri Agraria no.15 tahun 1961, tentang pembebanan dan pendaftaran hipotik
dan Credietverband.

51

Pembebanan hak milik yang belum didaftar dibuku tanah menurut PP.10. tahun
1961, dilakukan bersamaan dengan permintaan untuk pembukuan tanah (pasal 6
PMA 15/1961). Dalam Peraturan Menteri Agraria no.15 tahun 1961 dinyatakan
bahwa Akta PPAT mengenai pembebanan hak milik dengan hak tanggungan yang
ditandatangani oleh para pihak, para saksi dan pejabat, dibuat sebanyak yang
diperlukan untuk PPAT sendiri dan Kepala Kantor Pendaftaran Tanah (sekarang
Kepala Kantor Agraria cq. Sie pendaftaran tanah) yang bersangkutan, yang
masing-masing memerlukan satu lembar kepada Kreditur dan Debitur, atas
permintaannya masing-masing dapat diberikan satu lembar salinan akta tersebut
pada ayat 2 pasal ini yang ditandatangani oleh PPAT (Vide pasal 4 PMA
no.15/1961).
Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Agraria no.SK.67/DDA/1968,
salinan buku tanah hipotik/ Credietverband disertai salinan akta PPAT sebagai
dimaksudkan dalam pasal 7 Peraturan Menteri Agraria no.15 tahun 1961, yang
diberi

sampul

adalah

merupakan

SERTIFIKAT

HIPOTIK/CREDIET

VERBAND sertifikat hipotik dan cerdietverband yang disertai salinan akta PPAT
mempunyai fungsi sebagai grotse akta hipotik dan credietverband serta
mempunyai kekuatan Eksekutorial sebagai yang dimaksudkan dalam pasal 224
Reklement Indonesia yang diperbaharui (RIB) S.1941 44 dan pasal 258 Rechts
Reglement Buiten gewesten (Rbg) S. 1927-227, serta pasal 18 dan pasal 19
Peraturan Credietverband (S.1908-542).
Disamping dapat dibebani dengan hak tanggungan maka hak milikpun
seperti sudah diuraikan dimuka, bahwa hak milik dapat menjadi induk dari hakhak atas tanah lain yaitu dengan dibebani dengan Hak Guna Bangunan (Vide
pasal 35 UUPA) ataupun Hak Pakai (Vide pasal 41 UUPA).
Pembebanan Hak Milik dengan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
dilakukan dengan membuat perjanjian yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT
antara pihak-pihak yang bersangkutan (Vide pasal 19 PP.10 tahun 1961).
Hak Guna Bangunan diatas hak milik orang lain ini statusnya sama dengan Hak
Guna Bangunan diatas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dan tunduk
pada ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi Hak Guna Bangunan pada umumnya.

52

Apa yang diuraikan diatas adalah sepanjang hak milik tersebut berwujud
tanah-tanah bangunan atau perumahan, sedangkan apabila hak milik tadi berupa
tanah pertanian maka penguasaan dan pengusahaannya tunduk pada ketentuan
pasal 10 UUPA yaitu harus diusahakan atau dikerjakan sendiri secara aktif oleh
pemiliknya dengan mencegah cara-cara yang bersifat pemerasan.
Penguasaan tanah pertanian oleh bukan pemiliknya hanya dapat dilakukan dengan
hak-hak yang bersifat sementara berdasarkan pasal 53 Undang-Undang Pokok
Agraria.

53

MATERI PERKULIAHAN
PENGURUSAN HAK ATAS TANAH DAN PENDAFTARAN TANAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.

Pengertian
1. Pengurusan hak atas tanah ialah suatu proses dilakukan oleh si
pemegang atau calon pemegang hak untuk memperoleh hak-haknya atas
tanah sesuai hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA No. 5 tahun
1960 tentang Agraria.
2. Pendaftaran tanah
-

Menurut para ahli seperti RUDOLF HEMANSES, S.H., ialah


pendaftaran tanah (kadaster) atau pembukuan bidang-bidang tanah
dalam daftar-daftar, berdasarkan pengukuran dan pemetaan, yang
seksama dari bidang-bidang itu.

Shermerhorn/Van Steenis adalah sebagai suatu badan pemerintah


untuk meregistrasi

dan mengadministrasi status hukum dari semua

benda tetap dalam daerah tertentu

termasuk semua perubahan-

perubahan yang terjadi pada obyek itu.


-

C.G. van Huls berpendapat bahwa kadaster merupakan suatu


pembukuan mengenai pemilikan tanah yang diselenggarakan dengan
daftar-daftar dan peta-peta yang dibuat, dengan mempergunakan ilmu
ukur tanah.

UUPA no. 5 tahun 1960, pasal 19 juga memberikan pengertian


pendaftaran tanah yang meliputi :
a. pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak
tersebut.
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat.

54

Dalam Peraturan pemerinta RI no 24 tahun 1997 tentang

pendaftaran tanah, pasal 1 ayat 1, berbunyi :


Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan
dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan
dan penyajian data serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang
tanah yang sudah ada haknya dan hak untuk atas satuan
rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
3. Macam-macam hak menurut UUPA No. 5 tahun1960
Sebelum dibuat dan berlaku UUPA no.5 tahun1960 tentang agraria, maka
hal-hal yang berhubungan dengan tanah atau benda tak bergerak masih
menggunakan hukum yang ada dalam KUHPerdata, pada buku II tentang
kebendaan. Dalam buku ini menjelaskan macam-macam benda tak
bergerak dalam hal ini tanah.
Tapi setelah UUPA no. 5

tahun 1960, maka hak-hak yang ada di

KUHPerdata tersebut dihapuskan, macam-macam hak menurut UUPA itu


sebagai berikut ;
a.

Hak milik.
Pengertian hak milik dalam UUPA itu dijelaskan pada pasal 20 UUPA
yaitu hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang
dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat bahwa hak
tersebut mempunyai fungsi sosial. Hak milik dalam KUHPerdata
disebut hak Eigendom. Perbedaannya adalah hak eigendom untuk
berbuat secara seluas-luasnya atas

tanpa ada fungsi sosial.

Sebagaimana pada pasal 570 KUHPerdata, berbunyi: Hak Eigendom


adalah hak untuk membuat suatu barang secara leluasa dan untuk
berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak
bertentangan dengan UU atau peraturan umum yang ditetapkan oleh
kuasa nyang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang
lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan

55

pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasarkan atas


ketentuan UU dan dengan pembayaran ganti rugi.
b.

Hak Guna Usaha


Dalam UUPA no 5 tahun 1960 pengertian hak guna usaha sebagimana
pasal 28 ayat 1 berbunyi

Hak guna usaha adalah hak untuk

mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam


jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan
pertanian, perikanan atau perternakan.
Hak guna usaha mempunyai jangka waktu masa berlaku yaitu paling
lama 25 tahun. Tapi bagi perusahaan yang memerlukan jangka waktu
yang lebih lama dapat diberikan ijin paling lama 35 tahun. Kemudian
bila berakhir, maka yang bersangkutan memperpanjang ijin menjadi 25
tahun. Sebelum berlakunya UUPA no 5 tahun 1960, tentu saja
mengenai nama status, pengertian dan lain-lainnya masih memakai
KUHPerdata Hak guna usaha ini merupakan hasil konversi hak
Erfpacht.
Dalam KUHPerdata, Erfpacht sebagimana diatur dalam pasal 720. hak
erpfacht adalah hak untuk memetik kenikmatan seluas-luasnya dari
tanah milik orang lain, mengusahakan untuk waktu yang sangat lama.
Ada 3 jenis Erfpacht, yaitu,
1. Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar.
2. Hak erfpacht untuk pertanian kecil
3. Hak erfpacght untuk peternakan.
c. Hak Guna Bangunan
Hak guna bangunan sebagaimana dalam UUPA no 5 tahun 1960
pasal 35 ayat 1 berbunyi
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan
jangka waktu paling lama 30 tahun.
Dari pengertian ini hak yang dimaksud bukan pada hak untuk memiliki
tanahnya, melainkan bangunannya saja. Tapi pemilikan atas bangunan
tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 tahu. Dan pemegang

56

mengingat keperluannya maka ijinnya dapat diperpanjang menjadi 20


tahun. Sedangkan subyeknya adalah WNI perorangan dan Badan
Hukum, menurut hukum |Indonesia dan berkedudukan di wilayah
Negara republik Indonesia.
Hak guna bangunan dalam KUHPerdata disebut hak Opstal. Dalam
pasal 711 KUHPerdata. Hak Opstal adalah suatu hak kebenaran untuk
memilki bangunan dan tanaman-tanaman diatas sebidang tanah orang
lain. Hak Opstal memberikan wewenang kepada pemegang hak untuk
mendirikan dan mempunyai bangunan termasuk tanaman tanah orang
lain, berarti Opstaler berwenang atas tanah orang lain.
d. Hak Pakai
Hak pakai adalah hak untuk mrnggunakan dan/atau memungut hasil
dari tanah yang langsung dikuasai oleh Negara atau tanah milik orang
lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan

pemberiannya

oleh

pejabat

yang

berwenang

memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang


bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuanketentuan UU, sebagaimana dalam pasal 41 ayat 1 UUPA no5 tahun
1960.
Haka pakai merupakan suatu perjanjian untuk memanfaatkan tanah
sehingga dapat diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama
tanahnya, dipergunakan untuk keperluan yang tertentu. Dan sesuai
perjanjian tentunya hak pakai biasanya berupa cuma-cuma, dengan
pembayaran atau pemberian jasa apapun.. Mengingat dalam hak
pakai ini tidak terikat atas sesuatu melainkaqn sesuai perjanjian, maka
hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsurunsur pemerasan.
e. Hak Sewa Untuk Bangunan.
Hak sewa untuk bangunan menurut pasal 44 UUPA no 5 tahun1960
adalah seseorang atau badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah
apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk

57

keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah


uang sebagai sewa.
Hak sewa untuk bangunan disini subyeknya adalah orang dan badan
hukum, mempergunakan tanah orang lain untuk keperluan bangunan
dengan perjanjian pemiliknya untuk membayar sewa sejumlah
uang/sewa.
Pembayaran uang sewa ini dapat dilakukan satu kali atau tiap-tiap
untuk waktu tertentu

dan sebelum atau sesudah tanahmnya

dipergunakan.
Subyek orang dapt warga Negara Indonesia dan warga Negara asing
yang berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia, termasuk
badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
f. Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan.
Setiap warga Negara boleh untuk membuka hutan untuk dikuasai, asal
bukan menjadi milikm orang lain melainkan tanah yang masih dikuasai
oleh Negara, artinya mendapatkan ijin sesuai peraturan yang berlaku.
Berbeda dengan memungut hasil hutan secara sah tidak dengan
sendirinya diperoleh hak milik tanah itu.
g. Hak Guna Air, Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan.
h. Hak Guna Ruang Angkasa.
Hak guna ruang angkasa disini dimaksudkan bagi kita untuk
mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa guna
usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi,
air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hal-hal
lainnya yang bersangkutan.
i.

Hak-hak Tanah Untuk Keperluan Suci dan Sosial


hak yang statusnya hak milik tanah dari badan-badan keagamaan dan
sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan
dan sosial, diakui dan dilindungi. oleh Negara, badan-badan itu dijamin
akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya
dalam bidang keagamaan dan sosial. Untuk keperluan peribadatan,
tanah yang langsung dikuasai oleh Negara dapat diberikan langsung

58

dengan status hak pakai. Termasuk perwakafan dari perorangan untuk


keperluan keagamaan dan sosial.
B. Asas-asas Pendaftaran tanah.
Dalam pendaftaran tanah sesauai Peraturan Pemerintah no 24 tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah mengandung asas-asas, sebagai berikut :
1. Sederhana,

maksudnya

pendaftaran

tanah

mengikuti

ketentuan-

kwetentuan pokoknya mampu prosedurnya dengan mudah dipahami


pihak-pihak yang berkepentingan, terutama pada pemegang hak atas
tanah.
2. Aman,

untuk

menunjukkan

bahwa

pendaftaran

tanah

perlu

diselenggarakan secara teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat


memberi jaminan kepastian hukum, sesuai dengan tujuan pendaftran
tanah.
3. Terjangkau, adalah kemampuan bagi pihak-pihak yang memerlukan
khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan
ekonomi lemah.
4. Mutakhir, penyajian data dalam menentukan pendaftaran tanah secara
terus-menerus dan berkesinambungan sehingga data yang tersimpan di
Badan Pertanahan Nasional selalu sesuai dengan keadaan nyata
dilapangan dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai
data benar setiap saat. Asas mutakhir ini diarahkan pada kemajuan
teknologi untuk membantu penyajian data yang akurat.
5. Terjangkau, maksudnya mengenai tata cara atau prosedur yang mesti
ditempuh oleh si pemegang hak yang ingin mendaftarkan tanah dapat
mengetahui termasuk rincian biaya yang mesti dikeluarkan dan sesuai
peraturan yang ada.
C. Tujuan pendaftaran tanah
Pendaftaran tanah dilakukan, bertujuan:
1. untuk memberikan kepastian hukum perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas sesuatu bidang tanah, satuan rumah susun. Hal ini

59

agar dapat diketahui dengan mudah membuktikan dirinya sebagai


pemegang hak atas tanah.
2. untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum bidang-bidang tanah
dan satuan-satuan rumah susun yang terdaftar.
3. agar terselenggaranya tertib administrasi.
D. Sistem Pendaftaran tanah
Dalam pendaftaran tanah (kadaster) umum yang menggunakan dua sistem,
yaitu :
1. Sistem negatif, ialah suatu system kepada si pemilik tanah, diberikan
jaminan lebih kuat, apabila dibandingkan perlindunganb yang diberikan
kepada pihak ketiga.
2. Sistem positif ialah system pendaftaran tanah dimana kepada yang
memperoleh hak atas tanah ini akan diberikan jaminan lebih kuat.
3. Sistem pendaftran tanah di Indonesia.
Di Indonesia sendiri sesuai PP no 24 tahun 1997 tentang pendaftaran
tanah ada duas sistem, yaitu :
a. Sistem pendasftaran secara sistematis, yaitu pendaftaran tanah yang
dilakukan oleh pemerintah, mereka dating mengunjungi lokasi nyang
telah ditentukan. Jadi inisiatif muncul dari pemerintah didukung dengan
anggaran yang tersedia dari APBN. Pemerintah kemudian membentuk
panitia yang menangani pendaftaran tanah

yang disebut dengan

Ajudikasi. Ajudikasi ini bertugas langsung ke tempat atau desa tertentu


yang telah ditentukan. Dan mereka ini bertempat pada kelurahan atau
desa yang dituju. Inisiatif juga bias muncul dari masyarakat yang
menginginkan untuk segera dilakukan pendasftaran tanah secara
masal dalam system pendaftaran

ini

Tapi tetap juga yang akan

menentukan dari pihak pemerintah.


b. Sistem pendaftaran secara sporadic, ialah pendaftaran yang inisiatif
dating dari masyarakat dengan kesadaran dan atas biaya sendiri untuk

60

mengurus pendaftaran tanahnya. Ada enam langkah yang perlu


ditempuh dalam mengurus haknya terutama dalam hal ini hak milik.
1. memastikan bahwa pemohon mempunyai sekuranmg-kurangnya,
a.

salah satu dokumen asli (bukan photocopy) dari banyak


kemungkinan

seperti; petuk pajak bumi, landrente, girik

pipil, atau kekikir, akta yang dibubuhi tanda kesaksian oleh


kepala adapt/kepala desa atau lurah yang berisikan pernyataan
pemindahan hak.
b.

akta PPAT yang berisikan pernyataan pemindahan hak atas


tanah

c.

surat keterangan riwayat tanah yang dibuat oleh kantor


pelayanan pajak bumi dan bangunan (PBB) .

d. groose akta hak eigendom berisikan pernyataan, pejabat


keagrarian yang berwenang bahwa tanah eigendom tersebut
dikonversi menjadi hak milik,
e. surat keputuan pejabat keagrarian yang berwenang yang
berisikan pernyataan pemberian hak milik dari Negara /
pemerintah kepada pemegang hak.
f.

risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang

g. surat pernyataan kaveling tanah pengganti tanah yang diambil


oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
Bila dokumen diatas tersebut tidak ada, maka alternatifnya yang
lain
a. menguasai tanah minimal 20 tahun atau dariu pendahulunya
dan tidak pernah digugat.
b. Penguasaan tanah tersebut telah dilakukan dengan itikad baik
c. Tanah tersebut sekurang-kurangnya tidak keadaan sengketa
d. Bila pernyataan tidak sesuai, maka harus bersedia dituntut
secara hukum yang berlaku.
e. Keteranganm dari kades/lurah dan minimal 2 orang saksi

61

2. mendatangi loket pendaftaran tanah pada kantor pertanahan dan


mengisi beberapa formulir permohonan dan pernyataan dilengkapi
dengasn dokumen asli ditambah poto copi KTP,tanda lunas PBB,
tanda lunas bea perolehan hal atas tanah dan bangunan (BPHTB).
3. menunjukkan batas-batas bidang tanah milik pemohon dilapangan
kepada petugas kantor pertanahan, setelah menerima surat atau
pemberitahuan permintaan untuk itu dari kepala kantor pertanahan.
4. mengisi dan menandatangani berita acara mengenai dqata fisik dan
data yuridis hasil pengukuranb dan pemeriksaan petugas kantor
pertanahan dihadapan petugas kantor pertanahan.
5. Menunggu terbitnya sertifikat hak milik tanah minimal 60 hari sejak
berita acara ditandangani
6. Menerima sertifikat hak milik, yang sebelumnya menerima panggilan
atau pemberitahuan.

62

BAB II
SEJARAH DAN DASAR HUKUM PENDAFTARAN TANAH

A.

Perkembangan pendaftaran tanah jaman penjajahan Belanda.

1. Sebelum berlakunya Ordonantie Balik Nama (S. 1834 No. 27).


Masa penjajahan Belanda ini banyak sekali membawa perubahan
terutama diadakannya pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah ini dimulai sejak
penjajah Belanda datang ke Indonesia yaitu melalui komisi dagangnya V.O.C.
( Verenigde Oost Indische Compagnie ) pada tahun 1602. Pada tanggal 18
Agustus 1602

V.O.C. mengeluarkan suatu plakat atau maklumat sebagai

peletakkan dasar pendaftaran hak. Dalam plakat itu menetapkan Bailluw dan
Scheppen. Keduanya bertugas untuk mencatat pendaftaran tanah terutama
pekarangan-pekarangan dan pohon-pohon buah-buahan, serta pencatatan
nama-nama pemiliknya.
Kemudian tahun 1680, tepatnya 23 Juli 1680 dikeluarkan plakat yang
mengatur susunan dan tugas dari lembaga yang dibentuk mengurusi
pendaftaran tanah yaitu Dewan Heemraden. Adanya dewan ini merupakan dasar
dalam pendaftaran tanah. Dewan ini bertugas untuk mencatat pendaftaran tanah
berdasarkan peta umum dari tanah yang ada dalam wilayah kerjanya. Tugas
lainnya adalah menyelesaikan segala perselisihan atau perkara pertanahan
waktu itu.
Dalam plakat pasal 9, tanggal 23 Juli 1680 tersebut menyatakan bahwa
setiap orang tidak diperkenankan menjual atau mengalihkan bidang-bidang
tanahnya yang terletak di luar tembok-tembok kota, kecuali memberitahukan
maksud tersebut lebih dulu. Tujuannya untuk mencegah agar tidak terjadi lepas
kontrol atas pemindahan hak bidang-bidang tanah di luar kota.

Bila penjual

sebelumnya dapat membuktikan dengan suatu surat keterangan dari sekretariat


Dewan Heemraden bahwa pemindahan hak tersebut telah diberitahukan kepada

63

Dewan Heemraden yang disebut

Heemraden Kennis dengan syarat terlebih

dulu diakui sesuai dalam plakat tanggal 3 Oktober 1730 dan 17 Nopember 1761.
Kemudian dilakukan penyerahan tugas penyelenggaraan tugas kadaster
kepada ahli ukur padas tahun 1778 yang merubah Heemraden Kennis menjadi
Landmeterskennis.

2. Berlakunya Ordonantie Balik Nama ( S.1834 No. 27 )


Setelah perubahan lembaga Heemraden Kennis menjadi Landmeterskennis
yang ditetapkan dalam staatsblad 1834 No.27 tanggal 21 April 1834, bertujuan :
a. mengatur kembali ketentuan-ketentuan mengenai pendaftaran tanah
b. mengatur kembali mengenai bea balik nama.
Hal yang mengatur mengenai bea balik nama diatur kembali pada tahun
1924 secara tersendiri dalam Staatsblad 1924 no. 291 atau Ordonantie op het
Recht van Overschrijving dan sejak itu pula Ordonannsi Balik Nama hanya
mengatur mengenai pendaftaran hak yang diatur dalam Ordonansi Balik Nama
sebagai berikut :
1.

setiap peralihan hak harus didaftarkan pada pejabat balik nama


(Overschrijvings

ambtenaaren)

yang

dibantu

oleh

pejabat-pejabat

pembantu,
2.

pembuatan akta pendaftaran peralihan hak atau akta balik nama


(acta van overschrijving) oleh pejabat balik nama,

3.

asli akta balik nama disimpan oleh pejabat pembantu dalam 2 (dua)
bundel terpisah, yaitu bundel koopbieven dan bundel hypotheekbrieven,
sedangkan kepada yang bersangkutan diberikan salinan sah (grose) akta
balik nama.

4.

pejabat balik nama dan pejabat pembantu bertanggungjawab


secara pribadi atas kerugian yang timbul akibat kelalaian mereka dalam
melaksanakan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan dalam ordonansi
balik nama,

64

5.

surat keterangan pendaftaran tanah (landmeterskennis) dan surat


ukur pemisahan.
Perbedaan antara sebelum adanya ordonansi balik nama dengan setelah

berlakunya ordonansi balik nama adalah terletak pada pasal 20 ordonansi balik
nama tersebut. Ordonansi balik nama pasal 20 tersebut yang menyatakan
bahwa dalam pembuatan akta balik nama akibat jual beli, maka pembeli harus
hadir untuk menerangkan bahwa ia telah menerima penyerahan itu.
Pendaftaran tanah harus dilakukan karena syarat mutlak dari adanya jual
beli itu. Sebab jual-beli itu merupakan salah satu sebab dari dasar hukum (title,
causa) dari penyerahan, sedangkan peralihan hak baru terjadi setelah
penyerahan dilaksanakan. Pasal 20 itu memungkinkan telah dipengaruhi oleh
pasal 1496 KUHPerdata yang menetapkan bahwa hak eigendom atas benda
yang telah dibeli baru beralih kepada pembeli setelah dilakukan penyerahan
(levering) dan cara penyerahan demikian diatur dalam pasal 616 KUHPerdata.
Sedangkan sebelum ordonansi balik nama perlihan hak harus didaftarkan di
hadapan 2 (dua) orang Schepen yang merupakan syarat berlakunya suatu
perlihan yang terjadi terhadap pihak ketiga. Dengan demikian bahwa
pendaftaran yang didasari oleh ordonansi balik nama itu menggunakan sistem
pendaftaran hak yang positif dan hingga sekarang dengan adanya PP no. 10
tahun1961 dan PP No.24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah masih
menggunakan sistem positif ini.
B.

Perkembangan pendaftaran tanah pada masa pedudukan Jepang.


Dalam masa ini tidak terjadi perubahan peraturan mengenai pendaftaran

tanah, hanya saja yang berubah adalah mengenai penggunaan istilahnya saja,
seperti :
1. Kadaster diterjemahkan menjadi Pendaftaran tanah
2. Kodostrale Dienst menjadi Jawatan Pendaftaran Tanah
3. Kadaster Kantoor diterjemahkan menjadi Kantor.

65

Karena penjajahan Jepang tidak terlalu lama, tentu tidak banyak peraturan
yang dibuat, khususnya pada pendaftaran tanah. Setelah penjajahan Jepang,
Indonesia kembali diduduki oleh Belanda. Tentu saja peraturan seperti odonantie
balik nama kembali berlaku. Hal ini dikuatkan dengan diterbitkanGouvernements
Besluit, tanggal 18 Maret 1947, No.12 sebagaimana dimuat dalam S. 1947 No.
53 yang menetapkan bahwea pembuatan akta sebagai dimaksud dalam pasal 1
Ordonantie balik nama, dilakukan di hadapan Kepala Pendaftaran Tanah dengan
dibantu oleh Pegawai Tata Usaha pada Kantor tersebut.
C. Pendaftaran tanah setelah berlakunya UUPA No. 5 tahun 1960
1. Pluralisme hukum tanah di Indonesia.
Di Indonesia pertanahan sendiri sebelum, UUPA No.5 tahun 1960 dibuat
dan berlaku sejak tanggal 24 September 1960 tentang Pokok-pokok Agraria
telah ada berbagai macam sistem hukum tanah.
Karena itu UUPA No. 5 tsahun 1960 tentasng Pokok-pokok Agraria
mengakhiri dualisme hukum tanah di Indonesia, yaitu hukum tanah barat dan
hukum tanah addat. Sedangkan pluralisme yang dimaksud adalah adanya
beberapa system hukuim tanah yang berlaku yaitu ;
1. Hukum tanah adat
2. hukum tanah barat
3. hukum tanmah administrasi
4. hukum tanah swapraja.
Dari pluralisme system hukum tanah ini, maka perlu menjadi suatu
peraturan yang terunifikasi. Seperti masa sebelum berlakunya

UUPA No. 5

tahun 1960 itu, kadaster juga menjangkau sistem tanah yang lain, tapi tidak
meberikan pendaftaran secara sempurna. Sedangkan kadaster terhadap sistem
hukum adat juga kembali pada sistem hukum adatnya sendiri.

66

2. Masa setelah berlakunya UUPA No. 5 tahun1960

dan sebelum

terbitnya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961, tanggal 23 Maret


1961.
Pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilakukan setelah UUPA No. 5 tahun
1960 dinyatakan berlaku, tapi masih menggunakan kadaster yang memakai
peraturan barat. Diketahui bahwa UUPA No. 5 tahun 1960 dibuat dan dinyatakan
berlaku sejak diundangkan tanggal 24 September 1960. Untuk melaksanakan
pendaftaran,

maka

di

peraturan

pelaksanaannya

dibuatlah

Peraturan

Pelaksanaan. Sebagaimana dimuat dalam pasal 19 ayat 1, berbunyi :


Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran
tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang
diatur dengan Peraturan / Pemerintah.
Dalam menindaklanjuti pasal 19 ayat 1, UUPA No. 5 tahun 1960 itu, maka
dibuat PP No. 10 tahun 1961 yang berlaku sejak tanggal 23 Maret 1961. Jadi
masa sejak tanggal 24 September 1960 sampai tanggal 23 Maret 1961 itu, jika
terjadi perolehan hak baru, peralihan hak, dan lain-lainnya, maka masih
memakai peraturan lama. Tapi dalam prosesnya hak yang terjadi dari peristiwa
hukum tersebut telah dikonversi sesuai hak-hak yang ada dalam UUPA tersebut.
Hal ini untuk mengisi kevakuman hukum pendaftaran waktu itu.
3. Masa berlakunya PP No. 10 tahun 1961
PP ini berlaku sejak tanggal 23 Maret 1961, sebagai pelaksanaan dari pasal
19 ayat 1 UUPA tahun 1960. Sejak saat itu mengalami perubahan yang begitu
besar pengaruhnya.
Sesuai PP ini, maka pendaftaran tanah dilakukan atau diselenggarakan
oleh Jawatan Pendaftaran Tanah

(Direktorat Pedaftaran Tanah ) , sejak

keluarnya Kepres RI. No. 26 tahun1988, tanggal 19 Juli 1988 dialihkan pada
BPN, dan pelantikan kepala BPN tanggal 21 Nopember 1988.

67

Pendaftaran yang meliputi pengukuran dan pemetaan, termasuk juga


pendaftaran hak-hak atas tanah harus dilakukan pengukuran desa demi desa.
Proses pengukuran desa demi desa.
1. Untuk desa yang diadakan pengukuran desa demi desa dibentuk suatu
panitia yang bertugas untuk menyelidiki riwayat tanah dan batas setiap
bidang.
2. Diselidiki batas-batasnya serta riwayat dan siapa yang sebetulnya berhak
atasnya.
3. Dicatat dalam suatu daftar isian yanbg ditandatangani oleh semua
anggota panitia serta oleh yang berkepentingan atau wilayah yang
ditunjuk.
4. Sesuai penyelidikan panitia, tanah-tanah di dalam desa yang ditunjuk
diukur dan dipetakan pada peta-peta pendaftran
5. Membuat skala pengukuran
6. Diumumkan di kantor kades selama 3 (tga) bulan.
7. Apabila ada keberatan panitia mengadakan perubahan-perubahan
dalam peta maupun dalam daftar isian.
8. Bila selama 3 bulan tidak ada keberatan maka panitia membuat suatu
berita acara.
9. Dibuat surat-surat ukur dari tiap-tiap bidang tanah.
10. Kumpulan surat-surat itu dalam suatu desa dijilid menjadi satu dan inilah
yang disebuit daftar surat ukur.
Dalam penetapan batas tadi dari setiap bidang tanah PP 10 tahu8n 1961
mewnggunakan cara kontradiktur (Contradictoire delinitatie), yairtu penetapan
batas yanbg dilakukan dengan persetujuan pada pemegang hak yang
bersaqngkutan.
4. Masa berlakunya PP No. 24 tahun 1997.
PP ini lebih memberikan kejelasan mengenai pendaftaran tanah, mulai dari
batasan pengertian pendaftraran tanah, siapa saja yang biasa melakukan
pendaftaran tanah, obyek pendaftaran tanah, asas yang digunakan, tujuan

68

perlunya

dilakukan

pendaftaran,

termasuk

sistem

pendaftarasn

yang

digunakan,penggunaaan teknologi modern dalam pengkuran dan pemetaan,


pembukuan bidang tanah yang data fisik dan data yuridis belum lengkap atau
masih disengketakan, kekuatan pembuktian sertifikat yang meliputi 2 hal, yakni ;
a. sertifikat merupakan alat bukti hak yang kuat, yang berarti bahwa selama
belum dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum
dalam sertifikat harus diterima sebagai data yang benar sepanjang data
tersebut sesuai dengan data yang tercantum dalam surat ukur dan buku
tanah yang bersangkutan,
b. orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertifikat atas nama
oaring atau badan hukum

lain jika selama 5 tahun

sejak diterbitkan

sertifikat tersebut yang bersangkutan tidak mengajukan kebertan secarea


tertulis kepada pemegasng hak dan kepala kantor pertanahan atau tidak
mengajukan gugatan di pengadilan sedangkan tanah tersbut diperoleh
orang atau badan huku lain dengan itikad baik dan secara fisik dikuasai
olehnya atau oleh orang atau badan hukum lain yang mendapat
persetujuannya. Ditambah dengan tanggungjawab dari Pejabat Pembuat
akta tanah.
5. Sebelum dinyatakan berlakunya, maka mengisi kevakuman hukum
diantara PP No10 tahun 1961 dan PP No.24 tahun 1997.
Berbeda dengan PP No.10 tahun1961, berlakunya sejak diundangkan yaitu
terhitung sejak tanggal 23 Maret 1961 tentunya dalam PP No. 24 tahun1997
tidaklah demikian. PP No.24 tahun 1997 mulai berlakunya tidak sejak
diundangkan.

PP No.24 tahun 1997 diundangkan tahun 1997, tetapi mulai

berlakunya 3 bulan sejak tanggal diundangkan sesuai pasal 66. Jadi berlaku
secara efektif sejak tanggal 8 Oktober 1997.
Namun pada permasalahan, perturan mana yang digunakan untuk
melakukan pendaftaran tanah untuk masa 3 bulan tersebut. Sementara sesuai
pasal 65, PP No.10 tahun 1961 dinyatakan dicabut, jadi untuk mengisi
kevakuman hukum atas dasar pertimbangan dan dasar hukum tersebut, maka

69

dalam pendaftaran tanah tersebut masih menggunakan PP. No.10 tahun 1961.
Mengapa? Karena PP No.24 tahun 1997 dinyatakan secara efektieif berlaku 3
bulan

sejak

diundangkan.

Apa

tujuannya?

Agar

masyarakat

dapat

mengetahuinya dalam pendaftaran tanah terhadap hak yang belum didaftarkan


atau perolehan hak, pealihan hak. Mengingat adanya perubahan dalam proses
pendaftaran tanah tersebut. Perubahan tersebut menyangkut lembaga yang bias
melakukan pendaftaran , prosedur yang dilalui dan lain-lainnya.

70

BAB III
PENTINGNYA PENDAFTARAN TANAH DILAKUKAN
A. Permasalahan bila tidak didaftarkan.
Pentingnya pendaftaran tanah dilakukan tentunya tidak lepas dari apa yang
diamanatkan dalam pasal 19 ayat 2 UUPA No. 5 tahun 1960, berbunyi :
Pendaftaran tersebut dalam ayat 1, meliputi ;
a. pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian

yang kuat.

Selain diamanatkan oleh UU, juga mengingat tujuan diadakan pendaftaran


tanah tidak lain adalah untuk memberikan kepastian hukum (rechtskadaster
atau legal cadaster). Karena jaminan kepastian hukum ini tentunya akan
memberikan rasa aman bagi pemegang hak.
Sesuai macam-macam hak yang ada dalam UUPA No. 5 tahun 1960 pada
pasal 16 ayat 1 dan 2. Bagi subyek hukum dalam hal ini mencakup orang dan
badan hukum biasa memperoleh haknya sesuai dengan peraturan perundangundangan. Subyek hukum disini menyangkut orang, jelas adalah WNI dan WNA
bisa mempunyai hak, kecuali hak milik. Begitu juga dengan badan hukum yang
dimaksud adalah badan hukum yang berada di Indonesia atau badan hukum
asing yang tunduk pada peraturan yang berlaku di wilayah Republik Indonesia.
Dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum tersebut , bagi
pemegang hak, maka secara khusus tujuan pendaftaran tanah didalam pasal 3
PP No.24 tahun 1997, yaitu :
a. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hakhak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya
sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk itu kepada pemegang
haknya diberikan sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya.

71

b. untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan


termasuk pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan.
c. agar tertib administrasi.
Dan permasalahan yang timbul apabila yang merasa sebagai pemegang
hak atas tanah tidak mendaftarkan adalah sebagai berikut:
1. Tidak adanya kejelasan status tanah tesebut.
Kejelasan status ini maksudnya adalah status menurut ketentuan UUPA No.5
tahun1960 tentang Agraria. Sebagaimana macam-macam hak seperti hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan maupun hak-hak yang lainnya.
Untuk itu tentu melalui suatu proses seperti yang dikehendaki PP No.24
tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Hal ini berarti bila tidak didaftarkan
sampai keluarnya sertifikat, maka dikatakan sebagai suatu penguasaan hak
atas tanah saja.
2. Sulitnya pembuktian bila terjadi sengketa.
Kita tahu bahwa dalam alat bukti yang dimaksud ini adalah sertifikat, tentunya
sertifikat alat bukti yang sah dan kuat menurut pendaftaran tanah atau hukum
pertanahan. Kenapa? Karena sertifikat merupakan alat bukti yang outentik
artinya sah menurut hukum dan ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang. Timbul suatu pertanyaan, bagaimana bila alat buktinya berupa
surat penguasaan hak atas tanah saja atau dokumen-dokumen yang lainnya.
Jelas ini bertentangan dengan hukum acara kita. Bahwa setiap alat bukti
berupa tulisan dapat dianggap sebagai alat bukti. Jadi disini adanya
perebedaan persepsi mengenai alat bukti. Tapi bila sengketa dalam
penyelesaiannya melalui pengadilan, maka hakim melihat kembali bahwa
kedudukan sertifikat itu sah menurut hukum
B. Pemberian suarat bukti hak yang berhak sebagai alat pembuktian yang
kuat
Untuk mendapatkan alat bukti yang kuat hal ini adalah berupa sertifikat tentu
saja harus melalui pendaftaran tanah. Dan dilakukanlah pendaftaran pertama

72

kali. Ada 7 (tujuh) langkah yang perlu dilakukan untuk memperoleh hak berupa
sertifikat, yaitu ;
1.

pastikan pemohon mempunyai dokumen asli dari banyak kemungkinan


macam dokumen, seperti ;
a. petuk pajak bumi / Landrente, girik, pipil, atau kekikir.
b.

akta yang dibubuhi tanda tangan kesaksian oleh Kepala Adat/KAdes?


Lurah
yang berisikan pernyataan pemindahan hak dari si A kepada si B yang
dibuat dibawah tangan.

c. surat keterangan riwayat tanah yang dibuat oleh kantor pelayanan PBB.
d. Groose akta Eigendom, yang berisikan pernyataan pejabat keagrariaan
yang

berwenang bahwa tanah Eigendom tersebut telah dikonversi

menjadi hak milik.


e. surat keputusan pejabat agrarian yang berwenang berisikan pernyataan
pemberian hak milik dari negara / pemerintah kepada pemegang hak
f.

risalah lelang denganm dibuat oleh pejabat lelang.

g. surat penunjukan kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh


pemerintah/pemda.
Dari dokumen diatas bila tidak ada, maka bisa dokumen lain, seperti :
a. surat pernyataan dari pemegang hak yang menyatakan menguasai
secara

actual tanah sekurang-kurangnya 20 tahun secara

berturut-turut atau telah memperoleh hak penguasaan hak tersebut dari


pihak-pihak lain, yang tatalnya 20 tahun.
- bahwa penguasaan tesebut telah dilakukan dengan itikad baik
- tidak pernah diganggu gugat oleh pihak lain, maka dianggap diakui dan
dibenarkan oleh masyarakat adat /desa/kelurahan.
- tidak dalam keadaan sengketa
-pernyataan apabila tidak benar atau tidak sesuai denga kenyataan, maka
harus bersedia dituntut di muka hakim.
b. adanya keterangan dari Kades/Lurah dan sekurang-kurangnya dua orang
saksi yang dapat dipercaya sebagai ketua adat setempat dan/atau

73

penduduk yang sudah lama bermukim di desa/kelurahan dimana lokasi itu


ada.
Demikian pula pengurusan hak yang sistematis, perbedaannya hanya
terletak pada inisiatif, panitia Ajudikasi dan pembiayaan pendaftaran.
Pemegang hak mengajukan permohonan k eke panitia Ajudikasi
dilengkapi dengan syarat-syarat dan prosedur yang tidak jauh berbeda
dengan diatas.
C. Fungsinya pendaftaran tanah dilakukan.
Sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah itu pada pokoknya adalah untuk
menjamin kepastian hukum. Berarti dari tujuan tersebut, maka pendaftaran tanah
berfungsi sebagai pembuktian dari adnya alat bukti mberupa sertifikat.
Disamping sebagai alat pembuktian yang kuat juga sebagai syarat untuk
lahirnya hak yang diberikan oleh pemerintah.Karenanya dalam pendaftaran
tanah yang berfungsi untuk memberikan pembuktian alat bukti. Jelas saja proses
tebentuknya suatu hak tergantung dari macam haknya. Kesemuanya dapat
timbul karena:
1. ketentuan UU
2. Penetapan Pemerintah
3. Menurut ketentuan hukum adapt
4. Perjanjian

74

BAB IV
POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN TANAH

A. Penyelenggaraan dan pelaksana pendaftaran tanah.


Dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan pendaftaran tanah, sesuai yang
diamanatkan oleh UUPA No. 5 tahun 1960 tentang Agraria dan lebih lanjut
dilaksanakan oleh PP No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Sebagai
penyelenggara dan pelaksana pendaftaran tanah adalah Badan Pertanahan
Nasional (BPN). Tapi dalam pelaksanaannya Badan Pertanahan Nasional (BPN)
ini Kepala Kantor BPN dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan
pejabat lainnya.
Untuk Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri. Sedangkan untuk daerah yang kondisinya terpencil dan sulit dijangkau,
maka Menteri ndapat menunujuk PPAT Sementara. Dan mengenai jabatan PPAT
sendiri diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bila dilihat dari pendaftarannya sendiri ada dua cara yaitu pendaftaran
sistematis dan pendaftaran sporadik. Dalam pendaftaran secara sistematis,
maka BPN melalui Kepala kantornya dibantu oleh panitia pendaftaran tanah,
yaitu Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Sedangkan susunan panitia Ajudikasi sendiri terdiri dari :
a. Seorang ketua panitia, merangkap anggota yang dijabat oleh seorang
pegawai

Badan Pertanahan Nasional (BPN).

b. Beberapa anggota yang terdiri dari :


1.

seorang

pegawai

Badan

Pertanahan

Nasional

yang

mempunyai

Nasional

yang

mempunyai

pengetahuan di bidang pendaftaran tanah.


2.

seorang

pegawai

Badan

Pertanahan

pengetahuan tentang hak-hak tanah.


3. Kepala desa/kelurahan yang bersangkutan dan atau seorang pamong
desa/kelurahanyang ditunjuk.
Mengingat kebutuhan yang diperlukan, maka keanggotaan panitia Ajudikasi
dapat di tambah seorang anggota yang dalam penilaiankepastian yuridis

75

mengenai bidang-bidang tanah di wilayah desa/kelurahanyang bersangkutan.


Selain itu ujuga dalam melaksanakan tugasnya panitia Ajudikasi ini dibantu
satuantugas pengukuran dan pemetaan, satuan tugas pengumpul data yuridis
dan satuan tugas administrasi. Dan dari satuan tuagas ini dalam melaksanakan
tugas, susunan dan kegiatannya diatur oleh menteri. Begitu pula tugas dan
wewenang ketua dan anggota panitia Ajudikasi diatur oleh menteri.
B. Obyek pendaftaran tanah.
Adapun dalam pelaksanaan pendaftaran tanah ini tentu saja obyek yang
utama adalah hak-hak tanah. Secara lebih rinci mengenai obyek pendaftaran
tanah ini adalah sebagai berikut :
1. bidang-bidang tanh yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan dan hak pakai.
2. tanah hak pengelolaan
3. tanah wakaf
4. hak milik atas satuan rumah susun
5 hak tanggungan
6. tanah Negara.
C. Satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah.
Dalam

satuan

wilayah

tat

usaha

pendaftaran

tanah

ini,

maka

pelaksanaannya lebih lanjut berada pada tingkat desa atau kelurahan. Karena di
wilayah itu yang lebih mengetahui kondisi dan asal-usul tanah tersebut.
Jadi satuan wilayah ini ditentukan dalam pelaksanaannya berada pada
tingkat desa atau kelurahan maksudnya untuk mempermudah dalam proses
pendaftaran tanah, mulai dari pembukuan dalam pendaftaran, pengukuran, dan
pemetaan. Agar dalam penyajian data fisik dan data yuridis sesuai dengan
kondisi dilapangan yang sebenarnya, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
D.Pelaksanaan Pendaftaran tanah.
Perlaksanaan pendaftaran tanah ini kembali mempergunakan cara yang
mana. Apakah cara sistematis atau sporadik. Bila inisiatif muncul dengan

76

kesadaran betapa pentingnya pendaftaran tanah dilakukan oleh si pemegang


hak. Tentu saja pemegang haklah yang mengurus atau menghendaki haknya
diakui.
Sedangkan sistematis muncul dari inisiatif pemerintah sesuai dengan
anggaran yang tersedia.
Tapi keduanya dalam pelaksanaannya tetap mencakup dua hal pelaksanaan,
yaitu:
1. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang meliputi :
- pengumpulan dan pengolahan data fisik
- pembuktian hak dan pembukuan
- penerbitan sertifikat
- penyajian data fisik dan data yuridis
- penyimpanan daftar umum dan dokumen.
2. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah, meliputi :
- pendaftaran peralihan dan pembebanan hak
- pendaftaran perubahan dan pendaftaran tanah lainnya.

77

BAB V
PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI
A. Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali ini, artinya belum pernah dilakukan
pendaftaran tanah pada obyek tertentu. Dalam melaksanakannya tentu saja jelas
menggunakan dua cara yaitu sistematis dan pendaftaran secara sporadik.
Dalam pasal 1angka 9 PP no. 24 tahun1997, menyebutkan ;
Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran yang
dilakukan terhadap obyek pendaftaran yang belum didaftar berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau
Peraturan Pemerintah ini.
Pendaftaran secara sistematis, maka untuk dapat melakukannya, Menteri
menetapkan lokasi pendaftaran atas usul Kepala Kantor Wilayah. Untuk daerah
berupa desa atau kelurahan yang belum mendapat program sistematis , maka
pendaftaran dapat dilakukan secara sporadik.
Pendaftaran sistematis ini diadakan sesuai dengan APBN yang disediakan.
Setiap tahun dapat diajukan untuk memperoleh pendaftaran sistematis ini. Tapi
tidak semua wilayah yang mengajukan biasanya dapat program pendaftaran car
ini.
Masyarakat yang menguasai lahan, tetapi belum didaftarkan tanahnya. Panitia
Ajudikasi yang berkedudukan di desa atau kelurahan.
Sedangkan pendaftaran secara sporadik, misalnya muncul atas kesadaran
dari pemegang haknya. Karena begitu pentingnya satus hak tersebut yang
dibuktikan dengan alat bukti berupa sertifikat. Jadi pemegang haklah yang
mengajukan permohonan.
Dalam permohonannya, pemegang hak melengkapi dengan dokumen asli,
begitu piula pada cara sistemtis, pemegang melengkapi dokumen asli.
Permohonan pendaftaran tanah secara sporadik ini dimaksudkan untuk;
1.

melakukan pengukuran bidang tanah untuk keperluan tertentu.

2.

mendaftar hak baru berdasarkan alat bukti sebagimanan dimaksud dalam


pasal 23 PP No. 24 tahun 1997.

78

3.

mendaftar hak lama sebagiamana dimaksud dalam pasal 24 PP No. 24


tahun 1997.
Mendaftar hak baru berdasarkan alat bukti seperti dalam pasal 23 PP No.24

tahun1997 berbunyi:
untuk keperluan pendaftaran hak;
a. hak atas tanah baru dibuktikan dengan;
1. penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak
yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian
hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak pengelolaan.
2. asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak
milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengeani hak
guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik.
b.hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan
oleh pejabat yang berwenang.
c. tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf.
d. hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan.
e. pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak
tanggungan
Sedangkan pendaftaran hak lama sebagimana yang dimaksudkandalam
pasal 24 PP No. 24 tahun 1997, berbunyi:
1.

untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari
konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya
hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau
pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia
Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor
Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk
mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.

2.

dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat
pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pembukuan hak dapat
dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang
bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut
oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat:

79

a.

penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara


terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta
diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;

b.

penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman


sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh
masyarakat huklum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun
pihak lainnya.

B. Pengumulan dan pengolahan data fisik.


1. Pengukuran dan pemetaan
Pengukuran

dilakukan setelah dilakukan permohonan pengajuan

pendaftaran. Tapi pengukuran juga dilakukan tanpa ada pendaftaran tanah yaitu
tehadap tanah Negara secara keseluruhan.Pengukuran dan pemetaan ini dapat
menggunakan beberapa cara, yaitu:
a. pengukuran dan pemetaan secara fotogrametrik adalah pengukuran dan
pemetaandengan menggunakan sarana foto udara. Dan foto udara sendiri
adalah foto dari permukaan bumi yang diambil dari udara dan memenuhi
persyaratan teknis tertentu untuk dipergunakan bagi pembuatan peta dasar
pendaftaran.
b.

pengukuran dan pemetaan secara terrestrial adalah pengukuran dan


pemetaan yang

dilaksanakan dipermukaan bumi.

c. metode lain, artinya cara pengukuran yang dilakukan selain cara-cara diatas
yang dapat memenuhi syarat syarat data fisik.
2. Pembuatan peta dasar
Pembuatan peta dasar dilakukan sesuai dengan pengukuran yang telah
dilakukan. Skala yang digunakan telah ditentukan dalam Peraturan Menteri
Negara Agararia no 3 tahun 1997, yaitu :
1. pemetaan bidang tanah yang luasnya 25 Ha atau lebih sedapat mungkin
dilakukan dengan system koordinat nasional.
2. bidang tanah dengan luas lebih kecil dari 10 Ha digambarkan pada peta
pendaftaran skala 1:1000 atau 1: 2.500 atau 1: 10.000.

80

3. bidang tanah yang lausnya melebihi cakupan satu lembar peta pendaftaran,
dapat dibuat dalam beberapa lembar peta pendaftaran dengan diberikan
simbol kartografi tertentu, sedangkan untuk salinan atau kutipannya dapat
dibuat skala yang kecil.
3. Penetapan batas bidang-bidang tanah.
Untuk memperoleh data fisik , maka dilakukan penetapan batas bidang
tanah dengan pengukuran. Tapi sebelumnya ditetapkan letanknya, batasbatasnya di setiap sudut bidang tanah yang bersangkutan. Untuk penetapan
batas-batas bidang tanah ini diupayakan berdasarkan kesepakatan para pihak
yang berkepentingan. Artinya para pemilik hak atas tanah yang bersebelahan
langsung dengan pemohon untuk menyaksikan petetapan batas bidang tanah
tersebut. Kemudian bentuk, ukuran dan teknis penempatan tanda batas
ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal ini ada pada Peraturan menteri Negara
Agraria No 3 tahun 1997 pasal 22 ayat 1 dan ayat 2.
Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan suatu hak
yang belum terdaftar atau sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur atau
gambar situasinya

yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,

dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran secara sistematis atau oleh
Kepala

Kantor

Pertanahan

dalam

pendaftaran

sporadik,

berdasarkan

penunjukan batas oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan
sedapat mungkin disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan.
Bila terjadi sengketa mengenai batas bidang-bidang tanah yang
berbatasan,

maka

diupayakan

cara

penyelesaian

secara

damai,

yaitu

musyawarah untuk mufakat. Bila dicapai kesepakatan, maka penetapan batas


yang dihasilkan dituangkan dalam Risalah Peneyelesaian Sengketa Batas.
Apabila sampai saat akan dilakukan penetapan batas dan pengakuan
bidang tanah usaha penyelesaian secara damai melalui musyawarah tidak
berhasil, maka ditetapkan batas sementara berdasarkan batas-batas yang
menurut kenyataannya merupakan batas-batas bidangtanah yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat 1 PP No. 24 tahun 1997, dan
kepada pihak yang merasa keberatan, diberitahukan secara tertulis untuk

81

mengajukan gugatan ke Pengadilan. Penetapan batas sementara dicantumkan


dalam daftar isian dan dicatat digambar ukur.
Bila sengketa yang bersangkutan diajukan ke pengadilan dan oleh
pengadilan dikeluarkan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
mengenai tanah dimaksud yang dilengkapi Berita Acara Eksekusi atau apabila
dicapai perdamaian antara para pihak sebelum jangka waktu pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 PP No.24 tahun 1997 nberakhir, maka
catatan sementara pada daftar isian dan gambar ukur dihapus dengan cara
mencoret dengan tinta hitam. Mengenai bidang-bidang tanah yang menurut
bukti-bukti penguasaan dapat didaftar melalui pengakuan hak sesuai ketentuan
dalam PP 24 tahun1997 pasal 124 ayat 2 atau dapat diberikan dengan sesuatu
hak kepada perorangan atau badan hukum, penetapan batasnya dilakukan
dengan mengecualikan bantaran sungai dan tanah yang direncanakan untuk
jalan sesuai Rencana Detail Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.
4. Pembuatan daftar tanah.
Dalam pembuatan daftar tanah, maka bidang atau bidang-baidang tanah
yang sudah dipetakan atau dibubuhkan nomor pendaftarannya pada peta
pendaftaran dibukukan dalam daftar tanah. Mengenai bentuk, isi, cara pengisian,
penyimpanan dan pemeliharaan daftar tanah diatur oleh Menteri Agraria No. 3
tahun 1997. Pembuatan daftar tanah ini berfungsi untuk menginventarisir
terhadap nama-nama atau subyek hukum dari pemegang hak. Termasuk untuk
memudahkan dalam menelusuri data fisik dan data yuridis terhadap obyek yaitu
tanah.
5. Pembuatan surat ukur.
Dari hasil pengukuran dan kemudian dipetakan, maka dibuatkan surat
ukur untuk keperluan pendaftaran haknya. Surat ukur ini sebagai salah satu data
fisik untuk dapat mendaftarkan tanah.
Suarat ukur juga sebagai dokumen yang menyatakan kepastian lokasi
dan besaran-besaran obyektif (lokasi, batas, dan luas) dari bidang-bidang tanah
yang digambarkan yang dikuasai /dimiliki si pemegang sertifikat.

82

BAB VI
ALAT BUKTI PERTANAHAN
DAN
PEMBUKTIANNYA
A. Pendahuluan
Pembuktian disini harus juga dilihat pada hukum pembuktian yang
merupakan bagian dari hukum acara perdata maupun pidana. Tapi yang
dimaksudkan adalah hukum acara perdata. Hubungannya dengan pendaftaran
tanah adalah bahwa segala sesuatu harus dibuktikan menurut alat bukti yang
ada. Jelas bahwa alat bukti yang dimaksud adalah setifikat sebagaimana yang
disebutkan dalam UUPA no.5 tahun 1960 dan PP.No24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa alat bukti yang lain juga bisa
dijadikan alat bukti. Karena dalam hukum acara tersebut

memberikan

keleluasaan pada alat bukti selain sertifikat. Agar dapat mengerti mengenai alat
bukti dalam hukum pembuktian, maka kita berikan sedikit penjelasan teori
pembuktian,yaitu :
1.

teori pembuktian yang bersifat menguatkan belaka (bloot affirmatief) yaitu:


bagi siapa yang mengemukakan sesuatu harus membuktikan dan bukan
yang mengingkari atau menyangkalnya;

2.

teori subyektif yang menyatakan bahwa sesuatu proses perdata


merupakan pelaksanaan hukum subyektif atau bertujuan mempertahankan
hukum subyektif yang berarti bahwa siapa yang mengemukakan atau
mengaku mempunyai hak harus membuktikan;

3.

teori obyektif yang menyatakan bahwa mengajukan gugatan berarti


penggugat meminta pengadilan agar hakim menerapkan ketentuan-ketentuan
hukum obyektif terhadap peristiwa-peristiwa yang diajukan.

4.

teori public yang memberikan wewengan yang lebih luas pada hakim
untuk mencari kebenaran dengan mengutamakan kepentingan publik.

83

(Martiman Prodjohamidjojo, 1997:42) dan (A.Pitlo, 1978 :45) dikutip oleh Dr.
Irawan Soerodjo,S.H.,M.Si.:130.
Sekarang timbul pertanyaan, apakah dari teori tersebut semua alat bukti
dapat dijadikan alat bukti? Tentu saja secara umum bila kembali pada hukum
acara perdata, maka menurut ketentuan pasal 1865 1945 KUHPerdata, pasal
162 177 HIR, Pasal 282 314 RBg, dan Stb 1867 No.29 tentang kekuatan
pembuktian akta dibawah tangan, mengatur mengenai alat bukti tersebut. Dan
seperti pada pasal 1866 KUHPerdata menyebutkan bahwa alat pembuktian
meliputi bukti tertulis, bukti saksi, pesangkaan, pengakuan dan sumpah.
Perlu menjadi catatan kita bahwa dari alat bukti tersebut bila kembali pada
hukum agraria, dan pendaftaran tanah, maka alat bukti yang terkuat apabila
dapat dibuktikan dengan adanya sertifikat. Dan sertifikat alat bukti yang diakui
oleh peraturan perundang-undangan. Namun bukan berarti alat bukti yang lain
tidak diakui. Melainkan sebagai dokumen pelengkap yang dalam prosesnya
untuk ditingkatkan statusnya menjadi hak-hak yang ada dalam UUPA No.5 tahun
1960.
Alat bukti yang lain selain alat bukti tertulis merupakan alat bukti
pelengkap yang dapat berfungsi memperkuat alat bukti tertulis, dalam hal ini alat
bukti yang dimaksud adalah sertifikat. Alat bukti yang lain tersebut seperti saksi
merupakan bagian dari data yuridis. Saksi disini jelas yang langsung
berhubungan dengan hak atas tanah. Dan dalam proses pendaftaran tanah ini
saksi mempunyai dua berkedudukan, yaitu :
1.

saksi sebagai saksi hak ; artinya nama-nama dan tanda tangan yang
tercantum dalam surat kepemilikan atau sertifikat menjelaskan dan
membenarkan secara sah yang bersangkutan mempunyai sebidang tanah.
Jadi saksi ini adalah pihak yang bersebelahan

langsung dengan yang

meminta kesaksian dalam surat atau sertifikat. Bisa juga saksi lain berupa
tokoh yang dituakan dimana tanah itu berada, seperti tokoh masyarakat dan
kepala adat yang dapat menguatkan kesaksian hak tersebut, karena
dianggap mengatahui asal-usul hak tanah biasanya berupa surat pernyataan.
2.

saksi sebagai asal dari hak ; saksi dimasud adalah bila terjadi suatu
perkara, maka saksi ini bisa diminta kesaksiannya karena dari perbuatan

84

hukum . dalam hal ini yang dimaksuad adalah seperti jual beli atau peralihan
hak kepada pihak lain. Pihak pertama tadi dapat dijadikan saksi. Perlu diingat
bahwa dalam hukum acara, bila hanya satu orang saja yang dijadikan saksi,
maka tidak dapat dijadikan saksi ( UNUS TESTIS NULLUS TESTIS ), pasal
139 152 dan 168 172 HIR, pasal 1895 dan pasal 1902 -1912
KUHPerdata.
B. Pembuktian Hak Baru.
Pembuktian hak baru artinya dari hak atas tanah tersebut belum ada alat
bukti terdahulu. Bisa terjadi karena diperoleh dari tanah Negara atau hak lainnya.
Secara rinci pasal 23 PP 24 tahun 1997, menjelaskan :
Untuk keperluan pendaftaran hak
a. hak atas tanah baru dibuktikan dengan:
1). Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan
hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila
pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak
pengelolaan.
Penetapan ini biasanya diberikan oleh Negara kepada masyarakat
transmigrasi, yang telah ditempatkan pada suatu wilayah tertentu. Wilayah
tersebut belum ada yang mengakui haknya. Oleh Negara diberikan haknya
sesuai peruntukkannya. Dan status haknya adalah hak milik. Selain tanah
Negara, juga hak tanah pengelolaan. Hak pengelolaan ini biasanya diberikan
oleh Negara pada badan hukum seperti BUMN, dari sebagian tanah pengelolaan
itu bisa diberikan pada perorangan dengan status hak milik.
2). Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak hak tersebut oleh
pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila
mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik.
Bahwa dari tanah hak milik yang dipunyai seseorang yang ditanah
tersebut diberikan kepada penerima untuk mendirikan bangunan dengan
dibuatkan akta PPAT atas pemberian hak bangunan tersebut. Demikian pada
dengan hak pakai. Jadi status hak milik tetap menjadi pemiliknya.

85

a.

hak pengelolaan dibuktikan dengan pentapan pemberian hak pengelolaan


oleh pejabat yang berwenang.

b.

Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf

c.

Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan

d.

Pemberian hak tanggunagn dibuktikan dengan akta pemberian hak


tanggungan.

C. Pembuktian Hak lama


Pembuktian hak lama ini sebagai yang dimaksud dalam PP 24 tahun
1997, pasal 24 ayat 1 dan ayat 2 adalah telah adanya bukti-bukti terdahulu yang
dalam prosesnya merupakan syarat pendaftaran yang pada akhirnya terbitnya
sertipikat. Secara rinci apa yang ada dalam PP 24 tahun 1997 ayat 1 dan ayat 2,
berbunyi :
1). Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi
hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat tertulis, keterangan saksi dan atau
pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia
Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematis atau oleh Kepala kantor
Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukupn
untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang
membebaninya.
Dalam ayat 1 ini alat bukti dimaksud berasal dari konversi hak atas tanah
yang masih menggunakan hak-hak tersebut sebagaimana pada KHUPerdata.
Setelah berlakunya UUPA no 5 tahun 1960, maka hak-hak tanah dirubah sesuai
pada UUPA no 5 tahun 1960 dan konversi pun sesuai macam-macam hak yang
melekat pada hak tersebut.
Namun bila dalam kenyataan, yang bersangkutan ingin mengkonversi
haknya. Tapi tidak lengkapnya alat-alat pembukuan, maka pembukuan hak dapat
dilakukan berdasakan kenyataan penguasaan fisik selama 20 tahun atau lebih
secara

berturut-berturut

oleh

pemohon

pendaftaran

dan

pendahulunya.

Syaratnya adalah :

86

a.

penguasaan tersebut dengan itikad baik dua secara terbuka oleh


yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh
kesaksian orang nyang dapat dipercaya.

b.

Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman


tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan
yang bersangkutan atau pihak lain.
Pengumuman pada poin b ini menyangkuit daftar isian beserta peta

bidang-bidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil pengukuran diumumkan


30 (tiga puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan 60 (enam
puluh) secara spradik yang memberi kesempatan pihak lain untuk mengajukan
keberatan.
Mengenai tempat pengumuman untuk secara sistematis dilakukan oleh
Panitia Ajudikasi di desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan. Sedangkan
pengumuman

secarasporadik

individual

dilakukan

oleh

kepala

Badan

Pertanahan Nasional melalui pengumuman dan media massa.


Apabila ada yang keberatan mengenai data fisik dan atau data yuridis,
maka Panitia Ajudikasi pendaftaran secara sistematis atau Kepala BPN
pendafataran secara sporadic mengusahakan secepatnya

keberatan itu

diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat.


Bila musyawarah untuk mufakat ini tercapai, maka dibuat berita acara
peneyelaesaian dan jika penyelesaian mengakibatkan perubahan pada apa yang
diumumkan, tentu saja diadakan pada peta bidang-bidang tanah dan atau daftar
isian yang bersangkutan.
Dan tidak terdapat kata sepakat/mufakat, maka Panitia Ajudikasi atau
Kepala Kantor BPN memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang
mengajukan keberatan agar mengajukan gugatan mengenai data fisik dan atau
data yuridis yang disengketakan ke pengadilan

87

D. Sertipikat
1. pengertian sertipikat.
Sertipikat dalam terminology sebenarnya ditulis dengan sertipikat, bukan
menggunakan huruf f. sertipikat seperti dalam pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA
no.5 tahun 1960, menegaskan bahwa sertipikat adalah tanda bukti hak atas
tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sedangkan hak atas
tanah adalah macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah,
yang dapat diberikan kepada dan dipunyai orang-orang, baik sendiri maupun
bersama dengan orang lain, serta badan hukum. Macam-macam hak yang
dimaksud adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai,
hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain.
Hak-hak lain ini tidak termasuk dalam UU serta sifatnya sementara: hak gadai,
hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak sewa tanah pertanian.
2.Isi sertipikat
Dalam sertipikat bila dilihat dari isinya, maka dapat dibagi dua bagian,
yaitu ;
1. sertipikat pada umumnya, terdiri dari
a. buku tanah, berisi identitas pemegang hak, asal hak, saksi-saksi
persebelahan dengan pemegang hak, luas, dasar pendaftaran, wilayah
administrasi lokasi yang bersangkutan dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan data yuridis.
b. surat ukur, berisi lookasi termasuk wilayah administrasi, luas (ukuran
panjang dan lebar) penggunaan tanda yang digunakan dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan data fisik
2. Sertipikat hak milik atas rumah susun berisi 4 (empat) bagian:
a. salinan buku tanah
b. salinan surat ukur hak atas tanah bersama
c. gambar dengan tingkat rumah susun yang bersangkutan yang
menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki

88

d. pertelaan/uraian mengenai besarnya hak pemilik atas bagian


bersama, benda bersama dan tanah bersama yang bersangkutan.
3. Jenis-jenis sertipikat
Dalam PP No.10 tahun1961, hukum pendaftaran tanah mengenal 3 (tiga)
jenis sertipikat, yaitu :
1.

sertipikat

2.

sertipikat sementara

3.

sertipikat hak tanggungan

Sedangkan saat ini, kita mengenal 3 (tiga) jenis sertipikat, yaitu :


1.

sertipikat hak atas tanah

2.

sertipikat hak tanggungan

3.

sertipikat hak milik atas satuan rumah susun.

E. Data fisik dan data yuridis


Kedua data ini diperlukan dalam prosesnya pendaftaran tanah hingga
menjadi sertipikat tanah sesuai hak yang ada. Diperlukan data-data sebelumnya
yang menyangkut asal usul hak tanah, maka diperlukan data yuridis berupa hak
hak penguasaan hak atas tanah, pernyataan saksi yang menguatkan pemegang
hak dan dokumen lain yang diperlukan. Sedangkan data fisik adalah data yang
menyangkut kondisi fisik dilapangan seperti luas ( panjang dan lebar), saksisaksi yang bersebelahan, batas-batas berupa tanda yang diberikan.
F. Penyimpanan daftar umum dan dokumen
Dalam

menjamin

keamanan,

perlindungan

dan

kepastian

BPN

menyelenggarakan suatu penatausahaan pendaftaran tanah dengan antara lain


menyelenggarakan, menyimpan dan memelihara apa disebut daftar umum terdiri
dari :
1.

daftar nama

2.

daftar tanah

3.

daftar buku tanah

4.

daftar surat ukur

89

5.

denah satuan rumah susun

6.

daftar salinan sertipikat hak milik atas satuan rumah susun.

90

BABVII
HAK TANGGUNGAN
A. Pengertian
Sebelum lahirnya UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah, kita masih
menggunakan KUHPerdata yaitu pada Buku II tentang Benda. Khususnya yang
mengatur hal tersebut mengenai hipotik.
Penggunaan istilah pun telah mengalami perubahan. Bila kita masih
menggunakan KUHPerdata, maka istilah yang digunakan adalah Hipotik. Sejak
lahirnya UU No.4 tahun 1996 istilahnya pun menggunakan Hak Tanggungan.
Untuk mengetahui perbedaan dari keduanya, maka kita terlebih dulu
mengetahui dan mengerti pengertian atau definisi serta hal-hal lain yang
membedakannya, yaitu :
1.

Hipotik, adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak,


untuk mengambil penggantian dari padanya bagi penglunasan suatu
perikatan. ( pasal 1162 KUHPerdata).

2.

Hak Tanggungan, sesuai UU No.4 tahun 1996 adalah hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No.5
tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. ( pasal 1
UU No.4 tahun 1996)
Dari kedua pengertian ini jelas ada perbedaan. Perbedaan tersebut

secara terminologi bahwa hipotik menggunakan bahasa luar. Sedangkan Hak


Tanggungan telah menyesuaikan dengan tata bahasa Indonesia dan lebih dari
itu hipotik tidak memberikan secara khusus batasan yang menjadi tanggungan.
Karena hipotik selain benda tak bergerak seperti hak atas tanah dan bangunan
dan atau tanaman yang ada diatasnya, juga bisa benda bergerak sebagaimana
yang tecantum dalam KUHD Pasal 314, seperti kapal yang memenuhi bobot
berat 50.000 ton dianggap sebagai benda tak bergerak, maka bisa dihipotikkan.

91

Sedangkan Hak Tanggungan hanya terbatas atau dibatasi pada Hak atas tanah
dan benda-benda yang ada diatasnya.
Dengan demikian tentunya subyek hukum yang ingin menjaminkan
benda-benda yang seperti tercvantum dalam pasal 314 KUHD, maka
menggunakan hipotik. Karena tidak secara khusus mengatur tentang hal itu,
berupa UU atau peraturan lainnya.
B. Asas-Asas Hak Tanggungan
Secara umum maupun khusus asas Hak Tanggungan dan Hipotik tidaklah
ada perbedaan. Asas-Asas hukum yang penting itu adalah sebagai berikut :
1.

Asas

Publicitiet

(Openbaarheid),

adalah

mengharuskan

atau

mewajibkan hak tanggungan itu didaftarkan diregester umum, supaya dapat


diketahui oleh pihak ketiga atau umum.
2.

Asas Specialitiet, yang menghendaki Hak Tanggungan

atau hipotik

hanya dapat diadakan atas benda-benda yang ditunjuk secara khusus yaitu
benda-benda tak bergerak yang terikat sebagai tanggungan. Misalnya letak,
luas, perbatasan, asal-usul, bentuk hak
3.

Asas tidak dapat dibagi-bagi (Ondeelbaarheid), hak tanggungan


membebani seluruh obyek atau benda yang dijadikan tanggungan dalam
keseluruhannya atas setiap benda dan atas setiap bagian dari benda-benda
tak bergerak dalam hal ini tanah beserta yang menyertainya.

C. Obyek Hak Tanggungan


Untuk dapat dijadikan hak tanggungan, tentu saja berasal dari hak yang
mendasarinya dan telah terdaftar. Dalam hal ini hak tanggungan adalah :
1. hak milik
2. hak guna usaha
3. hak guna bangunan
4.

hak pakai atas tanah Negara yang menurut tentukan yang berlaku wajib
didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.

D. Subyek hak tanggungan

92

Dalam UU No.4 tahun 1996 bab III pasal 8 dan pasal 9 menjelaskan
bahwa subyek hak tanggungan itu dapat dibagi dua, yaitu :
1.

Pemberi hak tanggungan atau kreditor ialah orang perseorangan atau


badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum terhadap obyek hak tanggungan yang bersangkutan. Kreditor dalam
arti pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang piutang tertentu.
Pengertian orang perseorangan disini telah jelas menurut hukum orang
sebagimana ada dalam Buku I KUHPerdata sebagai subyek hukum.
Sedangkan

untuk

badan

hukum

disini

adalah

lembaga

keuangan,

pembiayaan termasuk lembaga lain yang menurut kewenangannya.


2.

Penerima hak tanggungan atau debitor ialah orang perseorangan atau


badan hukum sebagai pihak yang berutang dalam suatu hubungan utangpiutang tertentu.

E. Tata cara pemberian hak tanggungan


Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak
tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan didalam
perjanjian dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang
yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tertentu.
Seperti halnya hipotik, maka hak tanggungan merupakan suatu perjanjian
yang bersifat accessoir. Sedangkan perjanjian pokoknya adalah berupa
perjanjian utang-piutang uang. ( lihat pasal 1162 KHUPerdata). Hak tanggungan
akan hapus bersamaan dengan hapusnya perjanjian pokok. Hak tanggungan ini
mempunyai sifat zaaks gevolg artinya hak tanggungan senantiasa mengikuti
bendanya dalam tangan siapa benda itu berada (droit de suit). (lihat pasal 1163
ayat 2 KHUPerdata).
Sebagai salah satu obyek pendaftaran tanah, tentu saja hak tanggungan
tersebut didaftarkan. Pendafataran terhadap hak tanggungan ini adalah Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) berupa pembuatan akta. Hak tanggungan sebagai
perjanjian bersifat accessoir, maka dalam akta yang dibuat oleh PPAT pada
umumnya terdiri dari 2 (dua) bagian secara umum, yaitu :
1. Dalam akta yang wajib dicantumkan sebagai berikut:

93

a. nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan


b. domisili pihak-pihak yaitu pemegang dan pemberi hak tanggungan apabila
diantara mereka ada yang berdomisili diluar Indonesia baginya harus ada
dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia dan dalam hal domisili
pilihan itu tidak dicantumkan, maka kantor PPAT tempat pembuatan akta
sebagai domisili yang dipilih.
c. menunjukkan secara jelas utang atau utang-utang yang dijaminkan menurut
pasal 3 UU No.4 tahun 1996, berbunyi :
ayat (1) :
utang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan dapat berupa
utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu
atau jumlah yang ada pada saat permohonan eksekusi hak tanggungan
diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau
perjanjian

lain

yang

menimbulkan

hubungan

utang-piutang

yang

bersangkutan.
ayat (2) :
hak tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu
hubungan hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari
beberapa hubungan hukum.
d. menyebutkan secara jelas nilai tanggungan.
e. uraian yang jelas mengenai obyek hak tanggungan.
2. hal yang diperjanjikan :
a.

janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk


menyewakan obyek hak tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah
jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa dimuka, kecuali dengan
persetujuan tertulis lebih dulu dari pemegang hak tanggungan.

b.

janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk


mengubah bentuk atau taa susunan obyek hak tanggungan, kecuali dengan
persetujuan tertulis lebih dulu dari pemegang hak tanggungan.

c. janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan


untuk mengelola obyek hak tanggungan berdasarkan penetapan Ketua

94

Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek hak


tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh cidera janji.
d. janji yang memberikan kewengan kepada pemegang hak tanggungan untuk
menyelamatkan obyek hak tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk
pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau
dibatalkannya hal yang menjadi obyek hak tanggungan karena tidak
dipenuhinya atau dilanggarnya ketentuan UU.
e. janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk
menjual atas kekuasaannya sendiri terhadap obyek hak tanggungan apabila
debitor cidera janji.
f. janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama bahwa obyek
hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan.
g. janji bahwa pemegang hak tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas
obyek hak tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari
pemegang hak tanggungan.
h.

janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau


sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk
pelunasan piutangnya apabila obyek hak tanggungan dilepaskan haknya
oleh pemberi hak tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan
umum.

i.

janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau


sebagian dari uang asuransi diterima pemberi hak tanggungan untuk
pelunasan piutangnya, jika obyek hak tanggungan diasuransikan.

j.

janji bahwa pemberi hak tanggungan akan mengosongkan obyek hak


tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan.

k janji bahwa sertipikat yang dibubuhi catatan pembebanan hak tanggungan


didaftarkan padfa kantor pertanahan dengan membuat buku tanah hak
tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang
menjadi obyek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada
sertipikat hak tanggungan, maka dikembalikan pada pemegang hak atas
tanah yang bersangkutan.

95

Dalam

isi

perjanjian

akta

pemberian

hak

tanggungan

itu

tidak

diperkenankan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki obyek hak


tanggungan apabila debitor cidera janji. Bila hal itu diperjanjikan, maka perjanjian
itu batal demi hukum, seperti pasal 12 UU No.4 tahun1996, berbunyi :
janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk
memiliki obyek hak tanggungan apabila debitor cidera janji, batal demi hukum
setelah dibuat dan ditanda tanganinya akta pemberian hak tanggungan itu, maka
PPAT wajib mengirimkan ke BPN untuk didaftarkan.
F. Pendaftaran hak tanggungan
Seperti halnya pendaftaran hak atas tanah yang lainnya, maka hak
tanggungan wajib mengirimkan akta pemberian hak tanggungan ke BPN diserta
sertipikat hak atas tanah ( HM,HGB,HGU, HP, dan hak milik atas rumah susun)
dan warkah lainnya yang diperlukan. Sejak penandatangan akta itu bagi PPAT
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja untuk mengirimkan ke BPN. (lihat
PMNA/KBPN No. 5 tahun 1996 tentang pendaftaran hak tanggungan).
Kemudian BPN dalam pendaftaran hak tanggungan membuatkan buku
tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang
menjadi obyek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat
hak atas tanah yang bersangkutan.

Tidaklah ada permasalahan bila yang

bersangkutan atau pemegang hak atas tanah langsung memohonklan hak


tanggungan. Tapi bagaimana bila melalui orang lain? Dalam UU No4 tahu 1996
mengatur hal tersebut. Haruslah dibuat surat kuasa pemberian hak tanggungan,
mengenai bentuk surat kuasa membebankan hak tanggungan dapat dilihat pada
PMNA/KBPN No.3 tahun 1996. tapi tidak secara serta merta tidak ada batas
waktu dan pengaturannya, maka hal pembatasan jangka waktu penerima kuasa
diatur dalam PMNA/KBPN No.4 tahun 1996 tentang penetapan batas waktu
penggunaan surat kuasa membebankan hak tanggungan untuk menjamin
pelunasan utang tersebut.
Setelah dibukukan dalam buku tanah dan diterbitkan sertipikat hak
tanggungan, maka UU No4 tahun 1996 memberikan kekuatan hukum terhadap
sertipikat hak tanggungan yaitu mempunyai kekuatan hukum terhadap sertipikat

96

hak tanggungan yaitu mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan


putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Dan sertipikat hak
tanggungan inisebagai pengganti Groose Acte Hypothiek mengenai tanah.
Karena itu dalam sertipikat hak tanggungan memuat irah-iarah dengan kata-kata
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.
G. Peralihan hak tanggungan
Hak tanggungan dalam prakteknya bisa beralih kepada pihak lain dengan
sebab-sebabsebagai berikut:
1.

Subrogasi adalah penggantian kreditor oleh pihak ketiga yang melunasi


utang debitor.(penjelasan UU No.4 tahun 1996 pasal 16 ayat 1). Menurut
pasal 1400 KHUPerdata berbunyi : Subrogasi atau penggantian hak-hak si
berpiutang oleh seorang pihak ketiga, yang membayar kepada si berpiutang
itu, terjadi baik dengan persetujuan maupun demi undang-undang.
a. Subrogasi terjadi karena perjanjian ( Conventionale Subrogatie ), apabila:
- si berpiutang, dengan menerima pembayaran itu dari seorang pihak
ketiga, menetapkan bahwa orang ini akan menggantikan hak-hak
istimewanya dan hak tanggungan-hak tanggungan yang dipunyainya
terhadap si berutang. Dan subrogasi ini harus dinyatakan dengan tegas
dan dilakukan tepat pada waktu pembayaran.
- si berutang meminjam sejumlah uang untuk melunasi utangnya, dan
menetapkan bahwa orang yang meminjami uang itu akan menggantikan
hak-hak si berpiutang, maka agar supaya subrogasi ini sah, baik
perjanjian pinjam uang maupun tanda pelunasan harus dibuat dengan
aktan otentik dan dalam surat perjanjiann pinjam uang harus
diterangkan bahwa uang itu dipinjam guna melunasi utang tersebut.
Sedangkan selanjutnya surat tanda pelunasan harus menerangkan
bahwa pembayaran dilakukan dengan uang yang untuk itu dipinjamkan
oleh si berpiutang baru. Subrogasi ini dilaksanakan tanpa bantuan
siberpiutang.
b. Subrogasi terjadi demi Undang-undang ( Wattelijke subrogatie ) :

97

1.

untuk seorang yang sedang ia sendiri orang berpiutang, melunasi


seorang berpiutang lain, yang berdasarkan hak-hak istimewanya atau
hak tanggungan, mempunyai suatu hak yang lebih tinggi.

2. untuk seorang pembeli sesuatu benda tak bergerak, yang telah memakai
uang

harga

benda-benda

tersebut

untuk

melunasi

orang-orang

berpiutang, kepada siapa benda itu diperikatkan dalam hipotik.


3.

untuk seorang yang bersama-sama dengan orang lain, atau untuk

orang-orang lain, diwajibkan membayar suatu uatang, berkepentingan


untuk melunasi utang itu.
4.

untuk seorang ahli waris yang sedang ia menerima suatu warisan


dengan hak istimewa
untuk mengadakan pencatatan tentang keadaan harta peninggalan
telah membayar utang-utang warisan dengan uangnya sendiri.

2. Cessie adalah perbuatan hukum mengalihkan piutang oleh kreditor pemegang


hak tanggungan kepada pihak lain. Pada cessie piutangnya dikemukakan
sebagai benda, maka itu diatur cessie dalam buku II KUHPerdata, sedangkan
subrogasi yang talah dikemukanan ialah hubungan hukumnya antara dua
orang kreditor dan debitor yang disitu pihak ketiga tersangkut dan menjadi
pengganti kreditor.
3. Pewarisan, adalah hak tanggungan dapat diwariskan kepada ahli waris begitu
pula bagi debitornya dalam pemenuhan kewajibannya, dapat diteruskan oleh
ahli warisnya.
4. Sebab-sebab lainnya, missal dalam hal terjadi pengambilalihan atau
penggabungan perusahaan semula kepda perusahaan yang baru. Karena
peralihan hak tanggungan yang diatur karena hukum, hal tersebut tidak perlu
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT.
Peralihan hak tanggungan, pendaftarannya wajib dilakukan oleh kreditor
ke BPN dengan mencatatnya pada buku tanah dari hak atas tanah yang menjadi
obyek hak tanggungan. Serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak
tanggungan dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.

98

Untuk tanggal pencatatan pada buku tanah dilakukan tanggal hari ketujuh
setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran
beralihnya hak tanggungan dan diberi tanggal hari kerja berikutnya.

H. Hapusnya hak tanggungan.


1. hak tanggungan hapus karena beberapa hal sebagai berikut:
a.

hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan, artinya bahwa


sesuai sifatnya

accessoir dari hak tanggungan. Dan adanya hak

tanggungan tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya.


Apabila piutang itu hapus karena pelunasan atau sebab-sebab lain,
dengan sendirinya hak tanggungan yang bersangkutan menjadi hapus.
b. dilepaskan hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan. Pemegang
hak tanggungan dapat melepaskan hak tanggungannya dan hak atas
tanah dapat hapus, yang mengakibatkan hapusnya hak tanggungan.
c.

pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat


ketua Pengadilan

oleh

Negeri.

d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan. Maksudnya hak
atas tanah dapat hapus antara lain karena hal-hal sebagaimana disebut
dalam pasal 27, 34 dan

40 UUPA No.5 tahun 1960 atau peraturan

perundang-undangan lainnya. Dalam hal ini HGU,HGB, atau HP yang


dijadikan obyek hak tanggungan berakhir jangka waktu tersebut. Hak
tanggungan dimaksud tetap melekat pada hak atas tanah yang
bersangkutan.
2. hapusnya hak tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan
dengan pemberian
pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh
pemegang hak
tanggungan kepada pemberi hak tanggungan.
3. hapusnya hak tanggungan karena pembersihan hak tanggungan berdasarkan
penetapan

99

peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli


hak atas tanah
yang dibebani hak tanggungan tersebut agar hak atas tanah dibelinya itu
dibersihkan dari
beban hak tanggungan.
4. hapus karena hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tidak
menyebabkan utang yang
dijamin hapus.

I. Eksekusi hak tanggungan


Bila debitor cidera janji, maka pemegang hak tanggungan pertama berhak
menjual obyek hak tanggungan. Penjualan obyek hak tanggungan melalui
pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan undang-undang

untuk

pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahulu dari pada
kreditor-kreditor lainnya.
Kreditor atau pemegang hak tanggungan ini mempunyai hak menjual
mengingat sertipikat hak tanggungan yang title eksekutorial yang mempunyai
kekuatan eksekusi yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti Groose Acte
Hypothiek sepanjang mengenai hak atas tanah, kecuali diperjanjikan lain, maka
sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan hak
tanggungan yang telah didaftarkan, dikembalikan kepada pemegang hak atas
tanah yang bersangkutan.
Penjualan obyek hak tanggungan atas kesepakatan pemberi dan
pemegang hak tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan jika dengan
demikian itu akan dapat memperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
semua pihak. Pelaksanaannya dilakukan hanya dapat dilakukan setelah lewat
waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau
pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) suarat kabar di wilayah setempat.

100

J. Pencoretan hak tanggungan


Pencoretan hakl tanggungan dapat dilakukan apabila hak tanggungan
hapus dan BPN yang mencoret catatan hak tanggungan tersebut pada buku
tanah hak atas tanah dan sertipikatnya. Kemudian sertipikat hak tanggungan
yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama buku tanah hak tanggungan
dinyatakan tidak berlaku lagi oleh BPN. Permohonan pencoretan diajukan oelh
pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertipikat hak tanggungan yang
telah diberi catatan oleh kreditor bahwa hak tanggungan hapus karena piutang
yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan itu sudah lunas atau
pernyataan tertulis dari kreditor bahwa hak tanggungan itu telah lunas atau
karena kreditor melepaskan hak tanggungan yang bersangkutan.
Kreditor yang tidak bersedia memberikan pernyataan kreditor hak
tanggungan hapus karena piutang dijamin lunas. Pihak yang berkepentingan
dapat mengajukan permohonan perintah pecoretan kepada ketua pengadilan
negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat hak tanggungan yang
bersangkutan didaftar. Permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa
yang sedang diperiksa oleh pengadilan negeri lain, permohonan tersebut harus
diajukan

kepada

ketua

pengadilan

negeri

yang

memeriksa

perkara

itu.permohonan pencoretan catatan hak tanggungan berdasarkan perintah


pengadilan negeri diajukan kepada kepala BPN dengan melampirkan salinan
penetapan/putusan

pengadilan

negeri

yang

bersangkutan.

Kantor

BPN

melakukan pencoretan hak tanggungan menurut tata cara yang ditentukan


dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam waktu 7 (tujuh) hari
kerja terhitung sejak diterimanya permohonan.
Pelunasan uatang yang dilakukan dengan cara angsuran, maka hapusnya
hak tanggungan pada bagian obyek hak tanggungan yang bersangkutan dicatat
pada buku tanah dan sertipikat hak tanggungan serta pada buku tanah dan
sertipikat hak atas tanah yang telah bebas dari hak tanggungan yang semula
membebaninya.

101

BAB VIII
WAKAF
A. Pengertian dan dasar hukum
Wakaf dalam terminology bahasa Arab berarti Al-Habsu, yang berasal
dari kata kerja yahbisu-habsan. Kemudian kata ini berkembang menjadi
habbasa dan berarti mewakafkan harta karena Allah. Kata wakaf berasal dari
waqafa (fiil madi) yaqifu (fiil madari) waqfan (isian masdar) yang berarti
berhenti atau berdiri.
Wakaf menurut istilah syarah yaitu menahan harta yang mungkin diambil
manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya (ainnya) dan
digunakan untuk kebaikan.
Pengertian wakaf, yang dirumuskan dalam pasal 1 ayat 1 PP No.28 tahun
1977 tentang Perwakafan Tanah Hak Milik adalah:
Perbuatan hukum seseorang atau Badan Hukum yang
memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa
tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya
untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya
sesuai dengan ajaran agama Islam.
Sekarang wakaf telah diundangkan dan mengatur lebih rinci dalam
pelaksanaannya dan lebih menjamin kepastian hukum. Peraturan yang baru
dibuat tersebut adalah UU No.41 tahun 2004 tentang Wakaf. Wakaf menurut
undang-undang ini adalah :
wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah
(pasal 1, angka 1, UU No.41 tahun 2004)
B. Unsur-unsur wakaf

102

1. Unsur subyektif meliputi:


a). Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
Wakif terdiri dari: perseorangan, organisasi, badan hukum.
syarat-syarat bagi:
- perseorangan, yaitu :
a. dewasa
b. berakal sehat
c. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
d. pemilik sah harta benda wakaf
- organisasi, yaitu apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk
mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan
anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.
- badan hukum, yaitu dapat melakukan wakaf apabila memenuhi
ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik
badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang
bersangkutan.
b). Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif
untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Nazhir meliputi : perseorangan, organisasi, badan hukum.
syarat-syarat nazhir, yaitu:
- perseorangan, meliputi:
a. warga Negara Indonesia
b. beragama Islam
c. dewasa
d. amanah
e. mampu secara jasmani dan rohani
f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
- organisasi, meliputi :
a. pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan
nazhir
b.

perseorangan.

organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan,


kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam

103

- badan hukum, meliputi:


a. pengurus badan yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir
perseorangan
b. badan hukum yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku
c.

badan hukum yang bersangkutan bergerak dibidang sosial,


pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.

2. Unsur obyektif
a). Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan
lama dan/atau manfaat

jangka panjang serta mempunyai nilai

ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif dan dikuasai


oleh wakif. Harta yang diwakafkan merupakan harta yang dimiliki dan
dikuasai oleh wakif secara sah.
Harta benda wakif terdiri dari:
- benda tidak bergerak, meliputi:
a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan
yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri diatas tanah sesuai
haknya.
c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah
d.

hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan


syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku

e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan


peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- benda bergerak adalah benda bergerak yang tidak habis karena
dikonsumsi, meliputi: uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan,
hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, benda bergerak lain sesuai
dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang
lain.
b). ikrar wakaf, adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan
secara

lisan dan/atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan

104

harta benda miliknya. Ikrar wakaf dilaksanakan oleh 2 (dua) orang


saksi. Kemudian dituangkan atau dinyatakan secara lisan dan/atau
tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.
Dalam hal suatu hal tertentu wakif tidak dapat hadir melaksanakan
ikrar wakaf yang dibenarkan oleh hukum, wakif dapat menunjuk
kuasanya dengan surat kuasa yang diperlukan oleh 2 (dua) orang
saksi.
Wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan/atau bukti kepemilikan
atas harta benda wakaf kepada PPAIW.
Dalam akta ikrar wakaf paling sedikit memuat:
a. nama dan identitas wakif
b. nama dan identitas nazhir
c. data dan keterangan harta benda wakaf
d. peruntukan harta benda wakaf
e. jangka waktu wakaf

c). peruntukan harta benda wakaf


untuk mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda hanya dapat
diperuntukan bagi ;
a. sarana dan kegiatan ibadah
b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan
c.

bantuan kepada fakir miskin, anak terlambat, yatim piatu, bea


siswa.

d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau


e. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan
dengan syariah dan peraturan perundang-undangan. Penetapan
peruntukan harta benda wakaf dilakukan oleh wakif pada saat
pelaksanaan ikrar wakaf. Bila wakif tidak dapat menetapkan
peruntukannya harta benda wakaf, nazhir dapat menetapkan
peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan
tujuan dan fungsi wakaf.

105

d). jangka waktu secara khusus dalam UU No.41 tahun 2004 jo PP


No.28 tahun 1977 tidak menjelaskan jangka waktu wakaf. Termasuk
dalam penjelasan tidak memberi gambaran mengenai jangka waktu
wakif ini.
C. Larangan dan atau sanksi bagi nazhir atau lainnya
1. setiap orang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual,
mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Harta
benda wakaf yang telah diwakafkan atau tanpa izin menukar harta benda
wakaf yang telah diwakafkan.
Sanksi :- pidana penjara paling 5 (lima) dan/atau
- pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)
2. setiap orang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf
tanpa izin.
Sanksi: - pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
- pidana denda paling banyak Rp.400.000.000,00 (empat ratus
juta
3.

rupiah)

setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengajak


menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang ditentukan.
Sanksi: - pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
- pidana denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah)

D. perubahan status harta benda wakaf.


Wakaf benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang :
1. dijadikan jaminan
2. disita
3. dihibahkan
4. dijual
5. diwariskan
6. ditukar, atau

106

7. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lannya


E. Proses Pendaftaran tanah wakaf.
1.

wakif dan nazhir datang ke PPAIW untuk mengadakan ikrar wakaf


disaksikan 2 (dua) orang saksi. Syarat-syarat saksi dalam ikrar wakaf
sebagai berikut:
- dewasa
- beragama Islam
- berakal sehat
- tidak terkadang melakukan perbuatan hukum.
Wakif bisa diwakili oleh kuasanya karena suatu sebab yang menurut
hukum yang berlaku.

2. wakif atau kuasanya meneyerahkan surat dan atau bukti kepemilikan atas
harta benda wakaf kepada PPAIW dalam hal ini PPAIW adalah Kepala
KUA Kecamatan dimana wilayahnya dalam obyek pendaftaran wakaf
tersebut ( pasal 5, ayat 1 dan ayat 3, Peraturan Menteri Agama No. 1
tahun 1978).
3.

PPAIW atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada


instansi yang berwenang, dalam hal ini BPN paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja sejak akta ikrar ditandatangani.

4. PPAIW menyerahkan:
- salinan akta ikrar wakaf
- surat-surat dan atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.
5.

setelah disampaikan ke BPN, maka BPN akan melakukan pengukuran


dan pemetaan atau pengumpulan data fisik dan data yuridis (seperti PP
No.24 tahun 1997). BPN tidak perlu melakukan pengukuran dan
pemetaan apabila wakaf tersebut sama luasnya yang ada pada sertipikat
hak atas tanah.

6. bila luas tanah wakaf lebih kecil dari sertipikat hak atas tanah, maka BPN
melakukan pengukuran dan pemetaan terhadap tanah yang diwakafkan.
Kemudian pemecahan atau pemisahan untuk terbit sertipikat baru berupa
sertipikat wakaf.

107

7.

namun bagaimana bila tanah yang dikuasai wakif keseluruhan belum


didaftar, lalu mewakafkan sebagian atau seluruhnya. Dalam PP No.24
tahun 1997. wakif mendaftarkan tanahnya lebih dulu baru mewakafkan
tanahnya. Untuk mempermudah dapat didaftarkan secara bersama-sama
hak atas tanah dilampiri surat pernyarataan tidak sengketa.

8.

bukti pendaftaran harta benda wakaf disampaikan oleh PPAIW kepada


Nazhir

9.

selain pendaftaran diajukan oleh PPAIW kepada BPN, PPAIW juga


mengajukan pendaftaran kepada Badan Wakaf Indonesia.

10. Selain BPN mengumumkan, Badan Wakaf Indonesia dan Menteri


mengadministrasikan pendaftaran harta benda wakaf.
11. Masa pengumuman untuk pendaftaran di BPN hingga terbit sertipikat dalam
PPNo.24 tahun 1997 tidak menetapkan, kecuali apabila ada yang merasa
keberatan baik penyelesaian diluar pengadilan maupun ke pengadilan.

108

BAB IX
HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN
A. Pengertian
Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat, yang dibangun
dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah.
B. Hak Milik Satuan Rumah Susun.
Selain pemilikan atas satuan rumah susun tertentu, hak milik satuan
rumah susun juga meliputi hak pemilikan bersama atas apa yang ada
diatasnya disebut bagian bersama, tanah bersama, dan benda bersama.
-

Bagian bersama adalah bagian-bagian dari rumah susun yang dimiliki


bersama secara tidak terpisah oleh semua pemilik satuan rumah susun
dan diperuntukan pemakaian bersama. Seperti : lift, tangga, lorong,
pondasi, atas bangunan, ruang untuk umum dan lian-lain.

Tanah bersama adalah sebidang tanah tertentu diatas mana bangunan


rumah susun yang bersangkutan berdiri, yang sudah pasti status hak,
batas-batas dan luasnya. Tanah tersebut bukan milik para pemiliksatuan
rumah susun yang ada dilantai dasar. Melainkan, seperti halnya bagian
bersama, juga merupakan hak bersama semua pemilik satuan rumah
susun dalam bangunan rumah susun yang bersangkutan.

Benda bersama

adalah benda-benda dan bangunan-bangunan yang

bukan merupakan bagian dari bangunan gedung rumah susun yang


bersangkutan,

tetapi

berada

diatas

tanah

bersama

dan

diperuntukan,tetapi berada diatas tanah bersama diperuntukan bagi


pemakaian bersama. Seperti banguanan tempat ibadah, laporan parker,
sarana olahraga, pertamanan, tempat bermain anak-anak dan lain-lain.
Untuk pengelolaan bagian bersama, tanah bersama dan benda bersama
dalam UU No.16 tahun 1985 disebut Perhimpunan Penghuni.

109

C. Peraturan-peraturan Rumah Susun


Sebelum lahirnya UU No.16 tahun 1985, telah dikeluarkan beberapa
peraturan,yaitu:
1. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.14 tahun 1975 tentang Pendaftaran
Hak Atas Tanah Kepunyaan Bersama dan Pemilikan Bagian-bagian
Bangunan yang ada diatasnya serta penertbitan sertipikatnya.
2. Peraturan

Menteri

Dalam

Negeri

No.4

tahun1977

tentang

Penyelenggaraan Tata Usaha Pendaftaran Tanah Mengenai Hak Atas


Tanah yang dipunyai Bersama dan Pemilikan Bagian-bagian Bangunan
yang ada diatasnya.
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.10 tahun1983 tentang Tata Cara
Permohonan dan Pemberian Izin Penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah
Kepunyaan Bersama yang disertai dengan Pemilikan secara terpisah
Bagian pada Bangunan Bertingkat.
Setelah dikeluarkan atau diashkan UU No.16 tahun1985, maka
Peraturan pelaksanaannya:
1. Peraturan Pemerintah No.4 tahun1988 tentang Rumah Susun.
2. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.2 tahun1989 tentang
Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta Pemisahan
Rumah Susun.
3. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.4 tahun 1989 tentang
Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Sertipikat
Hak Milik Satuan Rumah Susun.
D. Depeloper atau Penyelenggaraan Pembangunan Rumah Susun.
1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
3. Koperasi
5. Swasta yang badan hukum Indonesia modalnya murni atau patungan
dengan penanaman modal asing.

110

E. Status tanah untuk rumah susun


1. Bisa berupa Hak Milik
2. Hak Guna Bangunan
3. Hak Pakai Tanah Negara
4. Tanah pengelola
F. Syarat Pembangunan Rumah Susun
Syarat teknis dan administrasi ditetapkan dalam PP No. 4 tahun 1988
penyelenggara pembangunan rumah susun wajib mempunyai izin mendirikan
bangunan (IMB) dari Pemerintah Kota / Kabupaten yang berssangkutan.
Penyelenggara wajib menyerahkan:
1. sertipikat hak atas tanah dari tanah diatas nama akan dibangun bangunan
gedung yang bersangkutan atas nama penyelenggara pembangunan
rumah susun.
2. rencana, tapak, yaitu rencana tata letak bangunan yang akan dibangun.
3. gambar rencana arsitektur, yang memuat denah dan potongan beserta
pertelaannya, yang menunjukan dengan jelas batasan vertical dan
horizontal dari tiap rumah susun serta lokasinya.
4. gambar rencana struktur beserta bangunannya.
5. gambar rencana yang menunjukan dengan jelas bagian-bagian bersama,
tanah bersama, dan benda bersama.
6. gambar rencana jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan gas, saluran
pembuangan air limbah dan lain-lain.
7. nilai perbandingan proporsional dari tiap rumah susun.
G. Siapa saja yang bisa menjadi pemilik atau pembeli rumah susun.
Pemilik atau pemebeli rumah susun, yaitu:
1. Warga Negara Indonesia (WNI)
2. Badan hukum tertentu yang dimungkinkan ( menguasai tanah dengan
hak milik).
3. Warga Negara Asing (WNA) dan atau badan hukumnya yang mempunyai
perwakilan di Indonesia terbuka untuk memberi dan menjadi pemiliknya

111

satuan rumah susun, asalkan tanah yang bersangkutan berstatus hak


pakai.
Bagi pemilik rumah susun pertama akan terbit sertpikat hak milik satuan
rumah susun atas namanya dan sertipikat terdiri dari 4 (empat) bagian:
1. salinan buku tanah
2. salinan surat ukur atas hak tanah bersama
3. gambar denah tingkat rumah susun yang bersangklutan yang menunjukan
satuan rumah susun dimiliki.
4. pertelaan atau uraian mengenai besarnya hak pemilik atas bagian
bersama, benda bersama dan tanah bersama.
H. Pengenalan sistem Strata Title dalam Jual-Beli Rumah Susun
Ada dua aliran yang memberikan pendapat tentang sistem Strata Title ini,
yaitu :
1. Aliran yang menganggap bertentangan dengan UU No. 16 tahun 1985
tentang Rumah Susun. Yang menganggap bertentangan seperti Prof.
Boedi Harsono, beliau berpendapat sebagai berikut bahwa strata title itu
melanggar ketentuan UURS, karena penjualan setiap satuan rumah
susun hanya boleh dilakukan bila seluruh unit sudah selesai dibangun,
ada sertipikatnya, dan telah diperoleh izin layak huni. Pendapat beliau ini
dipengaruhi oleh sistem jual beli secara adat yang bersifat kontant atau
tunai. Mengingat konsep yang digunakan adalah konsep hukum adat.
Konsep kontant atau tunai ini bersifat tunai, dengan dibayarnya harga
obyek jual beli tersebut ( walaupun baru sebagain ), maka pada saat itu
juga haknya sudah beralih kepada pembeli. Dengan sendiri nya bangunan
selesai, bersertipikat, dan layak untuk dihuni.
2. Aliran yang menganggap tidak melanggar ketentuan UURS, karena
didukung oleh developer dan pengacara, menyatakan bahwa pola
penjualan tersebut tidak melanggar ketentuan UURS. Pendapat ini
didorong sebagai upaya pengikatan jual-beli/perjanjian akan jual-beli,

112

maka hal tersebut tidak bertentangan dengan UURS karena ikatan jual
beli tidak termasuk dalam ruang lingkup Hukum Tanah Nasional, tetapi
tunduk pada Hukum Perjanjian.
Lalu apa sebenarnya strata title itu, menurut Prof. Maria S.W. Sumardjono,
bependapat strata title adalah secara singkat adalah suatu sistem yang
memungkinkan pembagian tanah dan bangunan dalam unit-unit yang disebut
satuan (parcels) yang masing-masing merupakan hak yang terpisah, namun
di samping pemilikan secara individual itu dikenal pula adanya tanah, benda,
serta bagian yang merupakan milik bersama (Common Property)
Unsur-unsur yang dalam strata title, yaitu :
1. Parcels : pembagian tanah dan bangunan dalam unit-unit.
2. Common Property : Tanah bersama, Benda bersama, bagian bersama
Indent bisa dikatakan perjanjian dengan uang pengikat, dibenarkan dalam
kaitannya denan hukum tanah nasional, dan bagaimana upaya perlindungan
hukum konsumen satuan rumah susun terhadap tindakan yang merugikan
oleh developer

BAB IIX
PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

113

( PPAT )
1. Pengertian
PPAT adalah Pejabat Umum yang diberikan kewenangan untuk membuat
akta-akta tanah tertentu. (pasal 1 angka 24 PP no. 24 dan pasal 1 angka 4
UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan).
Pengertian PPAT tersebut diastu pihak meliputi pengertian suatu jabatan
dalam tata susunan Hukum Agraria Nasional kita, khususnya hukum yang
mengatur Pendaftaran Tanah, dilain pihak mengandung pengertian orang
menjabat jabatan tersebut. ( Prof. Boedi Harsono )
2. Pengangkatan PPAT
2.1.

Permohonan pengangkatan

Pengangkatan PPAT baru atau karena pindah daerah kerja, diajukan oleh
yang bersangkutan kepada Menteri Negara Agraria /Kepala BPN dilengkapi
dengan Rekomendasi dari Kepala Kantor Pertanahan di tempat dan dari
daerah asal tugasnya (untuk pindahan ) melalui Kepala Kantor Wilayah BPN
Provinsi yang bersangkutan.
( pasal 2 ayat 3 Peraturan MNA/Ka. BPN No. 1 tahun 1996 )
2.2.

Rekomendasi dari Kepala Kantor Pertanahan

Rekomendasi dari Kepala Kantor Pertanahan di daerah

tujuan dibuat

berdasarkan tersedianya formasi, yaitu bahwa daerah tersebut belum


dinyatakan daerah tertutup, disertai dengan usul penunjukan kedudukannya
di suatu Kecamatan di Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
( pasal 2 ayat 4 Per. MNAS/Ka.BPN No. 1 tahun 1996 )
Rekomendasi dari Kepala Kantor Pertanahan di daerah asal dibuat bila PPAT
pemohon pindah mempunyai konduite yang baik selama menjalankan
tugasnya.
( pasal 2 ayat 5 Per. MNA/ Ka. BPN No. 1 tahun 1996 )
2.3.

Daftar Tunggu Pemberian Rekomendasi

Apabila permohonan rekomendasi di daerah tujuan ditolak, pemohon harus


dimasukkan dalam sebuah daftar tunggu yang dibuat oleh Kepala Kantor

114

Pertanahan yang bersangkutan untuk digunakan dasar urutan pemberian


rekomendasi bila telah memungkinkan dikemudian hari.
( pasal 2 ayat 7 Per. MNA/Ka.BPN No. 1 tahun 1996 )
3.

Pelantikan dan Pengambilan Sumpah PPAT

3.1. Kewajiban Mengucapkan Sumpah atau Janji


Semua PPAT sebelum memangku jabatannya diwajibkan untuk mengucapkan
sumpah atau janji.
( pasal 1 ayat 1 PMDN No.2 tahun 1977 )
3.2. Pelaksana Pelantikan dan Sumpah
Pelantikan dan pengambilan sumpah PPAT baru maupun pindahan

sejak

tanggal 11 Maret 1996 dilaksanakan oleh Kepala Badan Pertanahan setempat


atas nama Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional dan
Khusus di DKI Jakarta dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional.
( pasal 6 Per. MNA/Ka.BPN No. 1 tahun 1996 )
3.3.

Bunyi Sumpah

Bunyi sumpah /janji bagi PPAT diatur dalam pasal 1 ayat 2 PMDN No. 2 tahun
1977 dan Lampiran Surat Edaran Ka. BPN No. 640-1263 ) ------ lihat lembar
lampiran.
3.4. Kegiatan Pengambilan Sumpah
Kegiatan pengambilan sumpah terdiri dari :
a. upacara npengucapan sumpah atau janji.
b. Penandatanganan Berita Acara Pengambilan Sumpah atau Janji. Berita
Acara pengambilan sumpah janji ditandangani oleh Pejabat yang
mengambil

sumpah

atau

janji

Kepala

Kantor

Pertanahan

Kabupaten/Kota setempat);
c. Penandatanganan sumpah atau janji secara tertulis. Ditandangani oleh
PPAT yang mengangkat sumpah/janji, saksi-saksi, Rokhaniawan dan
pejabat yang mengambil sumpah atau janji.
Pain b dan poin c dilakukan secara terpisah karena Berita Acara
Pengambilan Sumpah atau janji pada dasarnya merupakan suatu laporan
dari Pejabat yang mengambil sumpah/janji ( Kepala kantor Pertanahan ).

115

Berita Acara Pengambilan sumpah/janji tersebut beserta lampirannya


disampaikan kepada Menteri Negara Agraria /Ka.BPN.
3.5. Kewajiban mengucapkan sumpah bagi PPAT yang pindah daerah.
Bagi PPAT yang pindah daerah kerja berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Negara Agraria/Ka.BPN baik pindah ke Provinsi lain maupun tetap dalam satui
wilayah Provinsi wajib mengucapkan sumpah/janji lagi.
( S.E.Ka.BPN No. 640 -1263 tanggal 10 April 1989 jo Pasal 6 Per.MNA/Ka.BPN
No. 1 tahun 1996 ).
3.6. PPAT yang Mendapat Tambahan Daerah Kerja.
Bagi PPAT yang mendapat tambahan daerah kerja berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Negara Agraria /Ka.BPN, tidak perlu mengucapkan
sumpah/janji lagi.
( S.E. Ka. BPN No. 640 -1263 tanggal 10 April 1989 ).
4. Papan Nama Jabatan PPAT
( Pasal 1 ayat 1 Per. Ka. BPN No.1 tahun 1989 )
4.1.

Ukuran Papan Nama


Ukuran Papan Nama terdiri dari :
100 x 40 cm atau
150 x 60 cm atau
200 x 80 cm

4.2. Warna
Dasar Papan Nama dicat Putih dengan tulisan hitam.
4.3. Bentuk Huruf
Tulisan menggunakan huruf cetak capital, untuk nama dipergunakan
huruf yang lebih besar.
4.4. Pemasangan Papan.
Papan jabatan dipasang tersendiri di depan gedung tempat kerja yang
mudah dilihat dan dibaca oleh umum.
5. Stempel Papan
( pasal 1 ayat 2 Per.Ka.BPN No. 1 tahun 1989 )

116

5.1. Bentuk Stempel


Bulat dan ditengah-tengah terdapat ruangan untuk nama dan tipe PPAT
( A atau B ).
Atau ditulis CAMAT dan tipe PPAT (C)
5.2. Ukuran Stempel
a. bulatan luar dengan garis tengah 3 cm, dibuat dalam garis lingkar
rangkap, yang sebelah luar agak menebal .
b. bulatan dalam dengan garis tengah 2 cm, dibuat dalam garis lingkar
tunggal.
c. Diantara bulatan luar dan dalam, dibagian bawah terdapat 2 (dua)
lukisan bintang bersudut lima dengan ukuran garis tengah masingmasing 3 mm.
d. diantara bulatan luar dan dalam, dibagian atas ditulis dengan huruf
cetak capital PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH.
e. diantara dua bintang ditulis daerah kerja.
f. dalam ruang bulatan terdapat ruang-ruang yang dibatasi oleh dua
buah garis lurus mendatar sejajar dengan jarak satu sama lain 1
cm.
g. sebelah atas maupun bawah ruang huruf f tersebut terlukis garisgaris tegak lurus dengan jarak 1 mm satu dengan yang lain.
5.3. Warna Tinta
Warna tinta stempel jabatan PPAT adalah merah.
6. Kop Surat Jabatan PPAT
( pasal 1 ayat 3 Per.Ka.BPN No. 1 tahun 1989 )
Kop Surat /Sampul Jabatan PPAT dibuat dibagian atas surat/sampul; sebelah
kiri :
Tidak dibenarkan menulis jabatan lain kecuali jabatan PPAT.
Kop surat /sampul jabatan PPAT dibuat dengan warna hitam.
7.

Batas Usia PPAT


Batas usia PPAT dibatasi sampai usia 65 (enam puluh lima ) tahun.

117

(pasal 1 Per.Ka. BPN No. 5 tahun 1989 )


8. Laporan Bulanan PPAT
( S.E. Ka. BPN No. 640 1261 tanggal 10 April 1989 )
PPAT dalam melaksanakan tugasnya wajib untuk memuat laporan bulanan
secara priodik sesuai dengan formolir yang ditetapkan ( lihat copy terlampir )
yang harus dikirimkan kepada :
a. Kepala Kantor Pertanahan Kab/ Kota dengan tembusan kepada
Ka.Kanwil BPN Prov. dan Menteri Agraria/Ka.BPN.
b. Kepala Kantor Inspeksi Ipeda dan atau Kepala Kantor Dinas Luar
tingkat I Ipeda setempat
Tujuan pelaporan tersebut adalah untuk memonitor data serta mengikuti aktivitas
pajak bumi dan bangunan dan PMA 14 tahun 1961, walaupun kemungkinan
laporan nihil.
Terhadap PPAT yang melalaikan kewajiban tersebut dianggap tidak disiplin dan
dapat diambil tindakan administratif.
Kewajiban Menyampaikan laporan sesuai UU No. 21 tahun 1997
Sesuai ketentuan pasal 25 ayat 1 UU No. 21 tahun 1997, kepada Notaris /PPAT
diwajibkan untuk melaporkan pembuatan akta perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan kepada DIREKTORAT JENDERAL PAJAK selambat-lambatnya
pada tanggal 10 ( sepuluh ) bulan berikutnya.
Pelanggaran terjadap ketentuan tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp. 100.000,00 ( seratus ribu rupiah ) untuk setiap laporan.
( pasal 26 ayat 2 UU No. 21 tahun 1997 )
9. Pemberhentian PPAT karena batas Usia
(S.E.Ka.BPN. No. 640 4038, tanggal 14 September 1990 )
-Pemberitahuan oleh Ka.BPN Kabupaten/Kota
Selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum seorang PPAT mencapai batas
usia 65 (enam puluh lima ) tahun, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
setempat memberikan secara tertulis kepada PPAT yang bersangkutan tentang
akan berakhirnya masa jabatannya.

118

Dalam pemberitahuan tertulis tersebut diberitahukan kepada PPAT yang


bersangkutan untuk :
a. Mempersiapkan protocol akta yang diserahkan kepada penerima protocol
yang ditunjuk :
b. Mengusahakan

untuk

menunjuk

PPAT

lain

yang

akan

diserahi

protokolnya.
-Usulan Pemberhentian
Selambat-lambatnya dalam waktu 3 ( tiga ) bulan sebelum PPAT mencapai batas
usia 65 ( enam Puluh Lima ) tahun, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
setempat menyampaikan ususlan Pemberhentian PPAT yang bersangkutan
kepada Menteri Negara Agraria /Ka.BPN melalui Ka. Kanwil BPN Provinsi.
Dalam usulan tersebut harus dicantumkan :
a. Nama, alamat rumah dan kantor, tempat dan tanggal lahir, agama serta
daerah kerja yang bersangkutan;
b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan Pengangkatan sebagai PPAT, atau
Surat Keputusan terakhir penambahan/ pindah daerah kerja.
c. Nama, alamat rumah dan kantor tempat dan tanggal lahir, daerah kerja
serta Surat Keputusan terakhir PPAT yang akan diserahkan protocol.
10. Penambahan atau Pindah Daerah Kerja PPAT
( S.E. Ka. BPN No. 640 1263 tanggal 10 April 1989 )
Para PPAT yang ingin menambah atau pindah daerah kerja diwajibkan untuk
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Negara Agraria
/Ka..BPN di Jakarta melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan
Ka.Kanwil BPN Prov.
Untuk permohonan Penambahan Daerah tersebut, bagi PPAT yang telah
mempunyai daerah kerja :
Sebagian wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten dan seluruh

wilayah

Kantor Pertanahan Kota,


Maka PPAT yang bersangkutan dipersilahkan memilih daerah kerjanya hanya
untuk satu wilayah Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Dalam permohonan tersebut harus dicantumkan :

119

a. Nama, alamat rumah dan kantor, tempat dan tanggal lahir, agama serta
daerah kerja yang bersangkutan;
b. Nama

Kecamatan,

Kabupaten/Kota

daerah

kerja

tambahan

atau

pindahan.
c. Tanggal dan nomor Surat Keputusan Pengangkatan sebagai PPAT,
penambahan/ pindah daerah kerja ;
d. Nama, alamat rumah dan kantor tempat dan tanggal lahir, daerah kerja
serta Surat Keputusan terakhir PPAT yang akan diserahkan protocol;
e. Alasan permohonan penambahan atau pindah daerah kerja. Permohonan
terseebut dibuat rangkap 3 ( tiga ), dengan perincian satu permohonan
untuk diteruskan kepada Menteri Negara Agraria/Ka.BPN di Jakarta, satu
eksemplar untuk arsip pada Kantor Wilayah BPN Prov. dan satu
eksemplar untuk Kantor Pertanahan yang bersangkutan.
11. Serah Terima Protokol PPAT
( S.E. Ka.BPN, tanggal 10 April 1989 No. 640 1262 )
11.1 Protokol PPAT
-Terdiri dari :
a. Bundel Asli Akta
b. Daftar Akta ( Reportorium )
c. Daftar Nama ( Klapper )
d. Daftar /Arsip lainnya yang ada hubungannya dengan pembuatan akta
yang bersangkutan .
-Protokol

PPAT adalah merupakan Arsip Negara yang wajib dikelola sebaik

mungkin oleh PPAT dan serah terimanya wajib dilakukan secara tertib.

11.2. Terjadinya serah terima protokol


Serah terima protocol PPAT terjadi apabila ada PPAT :
a. Pndah daerah kerja ;
b. Mohon berhenti ;
c. Berhenti karena telah mencapai usia 65 (enam puluh lima ) tahun ;

120

d. Diberhentikan ;
e. Meninggal dunia.
11.3. Kewajiban serah terima Protokol
A. Serah terima protokol PPAT yang mempunyai daerah kerja kurang dari
satu wilayah kerja kantor pertanahan Kabupaten/Kota
a.1. PPAT yang akan pindah daerah kerja atau yang mohon berhenti, diwajibkan
menyerah-terimakan protocol PPAT tersebut dalam surat keputusan Menteri
Negara Agraria /Ka.BPN.
a.2. Terhadap protokol PPAT yang meninggal dunia, maka salah seorang ahli
warisnya dalam waktu satu bulan setelah PPAT meninggal dunia, wajib
menyerahkannya kepada Kepala Seksi Pendaftaran Tanah pada Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, yang kemudian diserah-terimakan
lagi kepada PPAT yang namanya tercantum dalam Surat Keputusan Menteri
Negara Agraria/Ka. BPN .
a.3. Khusus bagi camat yang masih dapat bertindak karena jabatannya sebagai
Pejabat Sementara PPAT, yang akan dipindahkan atau berhenti, maka
serah terima protokol PPAT wajib dilakukan kepada Camat yang
menggantikannya pada waktu pelantikannya sebagai Camat setempat.
Serah terima protokol ini diketahui / disaksikan oleh Kepala Kantor
Pertanahan kabupaten/Kota.
a.4. Terhadap protokol dari camat yang meninggal dunia maka yang wajib
menyerah-terimakannya adalah seorang staf Kantor Kecamatan yang
bersangkutan yang biasanya membantu almarhum Camat tersebut selaku
Pejabat Sementara PPAT dalam pembuatan akta PPAT, kepada Kepala
Seksi Pendaftaran Tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
setempat dalam waktu 1 ( satu ) bulan setelah Camat tersebut meninggal
dunia. Kemudian Kepala Seksi Pendaftaran Tanah
terimakannya

wajib menyerah-

lagi kepada Camat yang mengantikannya pada waktu

pelantikannya.
B. Serah terima protokol PPAT yang mempunyai daerah kerja lebih dari
satu wilayah kerja kantor Pertanahan kabupaten/Kota.

121

b.1. PPAT yang akan pindah daerah kerja atau yang mohon berhenti, diwajibkan
menyerah terimakan protokol PPAT tersebut kepada PPAT yang namanya
tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/Ka.BPN.
b.2. Terhadap protokol PPAT yang meninggal dunia, maka salah seorang ahli
warisnya dalam waktu satu bulan setelah PPAT meninggal dunia, wajib
menyerahkan kepada Kepala Seksi Pendaftaran Tanah pada Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, yang kemudian diserah terimakan
lagi kepada PPAT yang namanya tercantum dalam Surat Keputusan Menteri
Negara Agraria/ Ka.BPN.
b.3. Khusus terhadap protokol PPAT dari PPAT ( bukan camat ) di DKI Jakarta,
yang meninggal dunia, maka kewajiban menyerahkannya dilakukan oleh
salah seorang ahli warisnya kepada Kepala Bidang Pengukuran dan
Pendaftaran Tanah pada Kantor Wilayah BPN dalam waktu 1 ( satu ) bulan
setelah PPAT meninggal dunia.
C. Serah terima protokol dari Camat selaku Pejabat Sementara PPAT di
daerah tertutup.
Sesuai ketentuan pasal 3 Per.Menteri Negara Agraria /Ka.BPN No.1 tahun 1996,
di Kabupaten/Kota dinyatakan DAERAH TERTUTUP, apabila terjadi penggantian
Camat, maka camat baru tidak lagi sebagai PPAT Sementara.
Dan Camat baru tersebut diralang membuat akta PPAT sedangkan protokolnya
harus diserahkan kepada Kepala kantor Pertanahan setempat untuk kemudian
diserahkan kepada PPAT yang ditunjuk sebagai penerima protokolnya ;
( Surat MNA/Ka.BPN tanggal 11 Maret 1996 nomor. 640 679 )

11.4. Berita Acara Serah Terima


Berita Acara serah terima protokol PPAT tersebut diketahui/disaksikan oleh Ka.
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

122

Khusus untuk DKI diketahui /disaksikan oleh Ka.Kanwil BPN, kecuali serah
terima protokol PPAT yang dibuat oleh Pejabat Sementara PPAT diketahui /
disaksikan oleh Ka. Kantor Pertanahan setempat.
Berita Acara Serah Terima protokol PPAT tersebut dikirimkan kepada ka.Kanwil
BPN Prov. yang bersangkutan dan Menteri Negara Agraria/Ka.BPN.
12. Kedudukan Camat Sebagai PPAT Sementara
12.1. Camat Karena Jabatan Sebagai PPAT
Berdasarkan ketentuan pasal 5 PMA No.10 tahu 1961, Camat karena
Jabatannya menjadi PPAT Sementara.
12.2. Camat di Daerah Tertutup
Dan berasarkan ketentuan pasal 3 Per. MNA No. 1 tahun 1996 di
Kabupaten/Kota yang dinyatakan Daerah Tertutup, apabila terjadi penggantian
Camat , maka Camat baru tidak lagi sebagai PPAT Sementara.
12.3. Camat di Daerah Yang Belum Tertutup
Dan berdasarkan pasal 5 Per.MNA/ ka.BPN di Kabupaten/Kota yang belum
merupakan daerah tertutup, Camat menjabat sebagai PPAT Sementara setelah
dilantik dan disumpah oleh Ka. Kantor Pertanahan atas nama Menteri Negara
Agraria/Ka.BPN.
13. Type PPAT
Type PPAT terdiri dari :
PPAT type A : untuk PPAT yang sekaligus sebagai NOTARIS
PPAT type B : Untuk PPAT
PPAT type C : untuk Camat

14. PPAT Sementara menurut PP No. 24 tahun 1997


- Pasal 7 ayat (2) PP No.24 tahun 1997, menyatakan bahwa untuk desa-desa
dalam wilayah yang yang terpencil Menteri Agraria dapat menunjuk PPAT
Sementara.

123

- Hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah rakyat di daerah terpencil yang


tidak ada PPAT untuk melaksanakan perbuatan hukum mengenai tanah.
- yang ditunjuk sebagai PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang
menguasai keadaan daerah yang bersangkutan yaitu Kepala Desa.
14. Fungsi PPAT
Fungsi PPAT menurut UU No. 4 tahun 1996 dan PP No. 24 tahun 1997 adalah :
a. membuat akta-akta tanah tertentu
b. membantu BPN dalam pelaksanaan pendaftaran tanah
15. Akta-akta yang dibuat dihadapan PPAT terdiri dari :
a. Akta Jual Beli ;
b. Akta Hibah ;
c. Akta Tukar Menukar ;
d. Akta Pemasukan Modal ;
e. Akta Pemisahan dan Pembagian ;
f. Akta Pemberian Hak Tanggungan ;
g. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan ;
h. Akta Pemberian Hak di Atas Hak Milik ;
i. Akta Pembagian Waris ;
j. Akta Pemindahan hak dalam rangka likuidasi ;
( Per. Ka.BPN No.6 tahun 1989, UU No. 4 tahun 1996 dan PP No. 24 tahun
1997 )
1. DAFTAR PUSTAKA

1.
2.

Boedi Harsono, Hukum Agraria 2005


H. Ali Achmad Chomsah,S.H. ; Hukum Agraria (Pertanahan
Indonesia )

3.

Dr. Irawan Soerjodjo, S.H., M.Si. ; Kepastian Hukum, Hak Atas


Tanah Di Indonesia.

4.

Soedharjo Soimin,S.H. Status Hak dan Pembebasan Tanah

124

5.

Drs. H.Adijani Al-Alabij,S.H. Perwakafan Tanah Di Indonesia


(Teori dan Praktek)

6.

Ir. Herman Hermit, M.T. ; Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak


Milik, Tanah Negara dan Tanah Pemda

2. Peraturan-peraturan
1. Undang-undang RI no.4 tahun1996 tentang Hak Tanggungan Beserta
Benda-benda Yang Berkaitan denganTanah.
2.

Peraturan Pemerintah RI No.10 tahun 1961 tentang Pendaftaran


Tanah

3. Peraturan Pemerintah no. 24 tahun1997 tentang Pendaftaran Tanah.


4.

Peraturan Menteri Agraria no. 3 tahun 1997, tentang Peraturan


pelaksanaan Peraturan Pemerintah RI no.24 tahun1997.

Peraturan Pemerintah RI no. 37 tahun1998 tentang Perturan Jabatan


Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

6. Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional no. 4


tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah RI
no. 37 tahun 1998.

MEKANISME PELAYANAN BIDANG PERTANAHAN


A. PROSEDUR PENGURUSAN HAK-HAK ATAS TANAH

125

1.
2.
3.
4.

Permohonan Hak Atas Tanah Negara


Permohonan Peningkatan/Perpanjangan/Pembaharuan Hak Atas Tanah
Permohonan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu Pembayaran Uang Pemasukan
dan Pendaftaran Hak Atas Tanah
5. Permohonan Hak Milik Atas Tanah Untuk Tumah Tinggal Yang Telah
Dibeli Oleh Pegawai Negeri Dari Pemerintah.
6. Permohonan Pensetipikatan Tanah Wakaf
7. Permohonan Hak Atas Tanah Negara Melalui Proyek
B. PROSEDUR PENGUKURAN DAN PENDAFTARAN TANAH
1. Pendaftaran Hak Baru Atas Tanah
2. Perubahan Data Yuridis Karena Warisan
3. Perubahan Data Yuridis Karena Jual Beli / Hibah
4. Perubahan Data Yuridis Karena Wakaf
5. Penggabungan / Pemecahan Sertipikat Hak Atas Tanah Atas Nama Diri
Sendiri
6. Pembuatan Sertipikat Karena Hilang / Kebakaran
7. Permohonan Sertipikat Pengganti Karena Rusak
8. Permohonan Perubahan Nama / Ralat Nama Pada Sertipikat Hak Atas
Tanah
9. Permohonan Perubahan HGB/HP Menjadi Hak Milik Atas Tanah Untuk
Rumah Tinggal
10. Permohonan Perubahan HGB Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana
dan Rumah Sederhana Menjadi Hak Pakai
11. Permohonan Perubahan Hak Milik Menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai
12. Permohonan Pendaftaran Hak Tanggunan
13. Permohonan Pencatatan Roya Hak Tanggungan
14. Permohonan Memperoleh Dokumen Pertanahan
15. Permohonan Pendaftaran Konversi Langsung
16. Permohonan Pengakuan dan Penegasan Hak ( Konversi Tidak Langsung )
17. Permohonan Sita Jaminan / Eksekusi
C. PROSEDUR TATA GUNA TANAH
1. Permohonan Izin Lokasi
2. Permohonan Izin Perubahan Penggunaan Tanah
D. PROSEDUR PENGATURAN PENGAUSAAN TANAH
1. Redistribusi Obyek Landreform
2. Konsolidasi Tanah ( Land Consolidation )
BAB I
PROSEDUR PENGURUSAN HAK-HAK ATAS TANAH
A. Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah
1. Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota :
126

a. Hak milik :
- Pertanian maksimal seluas 20.000 m / 2 Ha
- Perumahan maksimal seluas 2.000 m
b. Hak Guna Bangunan maksimal seluas 2.000 m
c. Hak Pakai maksimal seluas 2.000 m
d. Pemberian Hak Atas Tanah Secara Massal
2. kewenangan BPN Provinsi :
a. hak milik :
- Pertanian / Kebun luas di atas 20.000 m dan aksimal
60.000 m / 6 Ha ( untuk tanah kering / kebun ) atau
maksimal 50.000 m / 5 Ha ( untuk tanah sawah )
- Perumahan luas di atas 2.000 m dan maksimal 5.000 m
b. Hak Guna Bangunan luas diatas 2.000 m dan maksimal 150.000
m
c. Hak Pakai luas diatas 2.000 m dan maksimal 150.000 m
d. Hak Guna Usaha maksimal seluas 200 Ha.
3. BPN Pusat :
a. Pemberian hak atas tanah selain kewenangan di Kantor BPN
Kabupaten / Kota dan Kanwil BPN Provinsi.
b. Pemberian Hak Pengelolaan ( HPL ) Atas Tanah Negara kepada
Instansi Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN )
B. Pemohon
1. Persyaratan :
a. Tanah yang dimohon tidak dalam sengketa
b. Tidak akan menjadikan tumpang tindih ( Sertipikat Ganda )
c. Sesuai dengan Tata Ruang Kabupaten / Kota.
2. Kelengkapan berkas :
a. Surat Permohonan Atas Tanah ( 3 eks )
b. Foto copy identitas dari pemohon antara lain :
1) Jika pemohon perorangan berupa :
- Kartu Tanda Penduduk ( 3 lembar )
- Kartu Keluarga ( 3 lembar )
- SKBI / SPGN ( 3 lembar )
2) Jika pemohon Badan Hukum berupa :
- Akta Pendirian Badan Hukum ( 3 eks )
- SK. Pengesahan Badan Hukum ( 3 eks )
- Akta Perubahan dan Pengesahannya ( 3 eks )
3) Jika Pegawai Negeri, ABRI atau Janda Pegawai Negeri /
ABRI, Pensiunan berupa :
- Foto copy Kartu Pegawai Negeri / ABRI, atau
- Foto copy Kartu Identitas Pegawai Negeri lainnya atau SK
pensiun dan lain-lain.
c. Foto copy surat-surat bukti perolehan tanah ( alas hak ) secara
kronologis ( 3 eks )
d. Surat Pernyataan Tidak sengketa dari pemohon
e. SPPT PBB tahun berjalan / tahun terakhir ( 3 lembar )
127

f. Bukti Pembayaran Pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan


Hak Atas Tanah dan atau Bangunan ( BPHTP )
3. Kewajiban / Persiapan Awal :
a. Merintis bidang tanah yang dimohon
b. Memasang patok-patok tanda batas
c. Menghadirkan saksi-saksi batas pada saat pengukuran dan
pemeriksaan tanah.
d. Melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
C. Proses Permohonannya
1. Di Kantor Pertanahan :
a. Pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui
Loket ( Petugas Teknis ) dengan menunjukkan aslinya
b. Membayar biaya pengukuran dan Panitia A, setelah berkas
memenuhi syarat
2. Pemeriksaan Lapangan ( Pengukuran dan Pemeriksaan panitia A ) :
a. Pemohon menjemput petugas pengukuran dan Panitia A
b. Pemohon menghadirkan saksi-saksi batas
c. Pemohon menandatangankan DI 201 b
d. Apabila bermasalah, pemohon harus menyelesaikan lebih dahulu
masalahnya.
3. Pengolahan Data Di Kantor Pertanahan :
a. Penyaipan risalah, peta bidang tanah / Surat Ukur dan Minuta SK
Pemberian hak
b. Pengisian Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan oleh pemohon
c. Penyerahan SK kepada pemohon / penyampaian Daftar
Pengantar ke Kanwil BPN
4. Pembuatan Setipikat Di Kantor Pertanahan :
a. pemohon membayar uang pemasukan melalui Bendaharawan
b. pemohon menyerahkan surat-surat asli bukti perolehan tanah
secara lengkap
c. pembuatan setipikat :
- pengetikan setipikat
- pengutipan
5. Penyerahan Sertipikat kepada pemohon.
D. Biaya biaya.
1. Blangko permohonan dan materai-materai ( tersedia di Koperasi BPN )
sebesar Rp. 38.000,00
2. Materai Leges dari Pemerintah Kota Samarinda sebesar Rp.6.000,00
3. Biaya Pengukuran ( lihat tabel di Kantor Pertanahan yang ditetapkan oleh
Kakanwil BPN Provinsi
contoh : 1 m sampai dengan 500 m sebesar Rp. 300.000,00
501 m sampai dengan 1.000 m sebesar Rp. 177.000,00

128

1001 m sampai dengan 2.000 m sebesar Rp. 291.000,00 dan


seterusnya
4.

Biaya Pemeriksaan Tanah


a. Luas sampai dengan 600 m atau Pertanian Sampai dengan 2 Ha
sebesar Rp. 300.000,00
b. Luas > 600 m sampai dengan 5.000 m / Pertanian 2 Ha sampai
dengan 5 Ha sebesar Rp. 450.000,00
c. Luas > 5.000 m / Pertanian > 5 Ha sebesar Rp. 90.000,00

5. Transportasi Panitia A dan Juru Ukur


6. BPHTP ( Pajak ) dengan perhitungan :
5% x { NPOP ( Luas Tanah x NJOP ) Rp. 10.000.000,00 }
7. Uang Pemasukan kepada Negara dalam pemberian Hak Milik
a. Untuk tanah perumahan 2% x ( Luas Tanah x NJOP
Rp.10.000.000,00 )
b. Untuk tanah pertanian 2% x ( Luas Tanah x NJOP
Rp.10.000.000,00 )
8. Biaya Pendaftaran Hak
E. Jangka Waktu
Penyelesaian permohonan hak sejak diterima berkas secara lengkap sampai
dengan penyerahan sertipikat / pengiriman partisipasi aktif dari pemohon.

BAB II
PERMOHONAN PENINGKATAN / PERPANJANGAN / PEMBAHARUAN
HAK ATAS TANAH

129

A. Kewenangan Pemberian Peningkatan / Perpanjangan / Pembaharuan Hak Atas


Tanah
1. Di Kantor Pertanahan :
a. Hak Milik :
- Pertanian maksimal seluas 20.000 m / 2 Ha
- Perumahan maksimal seluas 2.000 m
b. Hak Guna Bangunan maksimal seluas 2.000 m
c. Hak Pakai maksimal seluas 2.000 m
2. Di Kanwil BPN Provinsi :
a. Hak Milik :
- Pertanian luas di atas 20.000 m / 2 Ha dan maksimal 60.000 m / 6
Ha( untuk tanah kering / kebun ) atau maksimal 50.000 m / 5 Ha
- Perumahan luas diatas 2.000 m dan maksimal 5.000 m
b. Hak Guna Bangunan luas diatas 2.000 m dan maksimal 150.000 m
c. Hak Pakai luas di atas 2.000 m dan maksimal 150.000 m
3. Di BPN Pusat :
Pemberian hak atas tanah selain kewenangan di Kantor Pertanahan dan
Kanwil BPN Provinsi
B. Pemohon
1. Persyaratan :
a. tanah sudah bersertipikat
b. tanah tidak ada sengketa
c. tidak akan menjadikan tumpang tindih ( Sertipikat Ganda )
d. Sesuai dengan Tata Ruang Kabupaten / Kota.
2. Kelengkapan berkas :
a. Surat permohonan peningkatan / perpanjangan / pembaharuan hak
atas tanah ( 3 eks )
b. Foto copy identitas diri pemohon antara lain :
1) Jika pemohon perorangan berupa :
- Kartu Tanda Penduduk ( 3 lembar )
- Kartu Keluarga ( KK ) ( 3 lembar )
- SBKI / SPGN
( 3 lembar )
2) Jika pemohon Badan Hukum berupa :
- Akta Pendirian Badan Hukum ( 3 eks )
- SK. Pengesahan Badan Hukum ( 3 eks )
- Akta /Perubahan dan pengesahannya ( 3 eks )
3) Jika Pegawai Negeri, TNI/POLRI atau Janda Pegawai Negeri /
TNI/POLRI, berupa :
- Foto copy Kartu Pegawai Negeri / TNI/POLRI, atau
- Foto copy Kartu Identitas Pegawai Negeri Lainnya
c. Fotocopy Sertipikat Hak Atas Tanah ( 3 eks )
d. Surat Keterangan Pendaftaran Tanah ( SKPT )
e. Surat Pernyataan Pelepasan Hak kepada Negara ( khusus untuk
peningkatan hak yang sertipikat haknya belum berakhir jangka
waktunya )
130

f. SPPT PBB tahun berjalan / tahun terkahir ( 3 lembar )


g. Bukti Pembayaran Pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan atau Bangunan ( BPHTB )
h. Surat Persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan ( Bank ), apabila
setipikatnya dibebani dengan Hak Tanggungan
i. Surat Persetujuan dari Pemegang Hak Pengelolaan ( HPL ), apabila
HGB / HP nya diatas Hak Pengelolaan ( HPL )
3. Kewajiban
a. merintis bidang tanah yang dimohon, apabila tanahnya menajdi
belukar kembali
b. memasang patok-patok tanda batas, apabila patok batas telah hilang.
c. Mengahdirkan saksi-saksi batas pada saat pengukuran dan
pemeriksaan tanah
d. Melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi.
C. Proses Permohonan
1. Di Kantor Pertanahan :
a. pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui Loket
( Petugas Teknis ) dengan menunjukkan aslinya.
b. Membayar biaya pengukuran dan pemeriksaan tanah, setelah berkas
memenuhi syarat.
2. Pemeriksaan lapangan ( Pengukuran dan Pemeriksaan Tanah ) :
a. pemohon menjemput petugas pengukuran dan petugas Konstatering
Rapport
b. pemohon menghadirkan saksi-saksi batas
c. pemohon menandatangankan DI 201 b
d. apabila bermasalah, pemohon harus menyelesaikan lebih dahulu
masalahnya
3. Pengolahan Data Di Kantor Pertanahan :
a. penyiapan risalah, Peta Bidang Tanah / Surat Ukur dan Minuta SK
Peningkatan / perpanjangan / pembaharuan hak atas tanah.
b. Pengisian Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan oleh pemohon
c. Penyerahan SK kepada pemohon / penyampaian Daftar Pengantar ke
Kanwil BPN
4. pembuatan Setipikat Di Kantor Pertanahan :
a. pemohon membayar uang pemasukan melalui Bendaharawan
b. pemohon menyerahkan asli sertipikat hak atas tanah
c. pembuatan sertipikat :
- pengetikan sertipikat
- pengutipan
5. Penyerahan Sertipikat kepada pemohon.
D. Biaya-biaya
1. blangko permohonan dan materai-materai ( tersedia di Koperasi BPN )
sebesar Rp. 38.000,00
2. materai leges dari Pemerintah Kota Samarinda sebesar Rp. 9.000,00
3. biaya pengukuran Pengembalian Batas ( lihat tabel di kantor Pertanahan
yang ditetapkan oleh Kakanwil BPN Provinsi )
131

contoh :

1 sampai dengan 500 m sebesar 167.000,00


501 sampai dengan 1.000 m sebesar 268.000,00
1001 sampai dengan 2.000 m sebesar 437.000,00 dst
4. biaya Pemeriksaan Tanah ( Konstatering Rapport ) :
a. Luas 1 sampai dengan 600 m atau Pertanian sampai dengan 2 Ha
sebesar Rp. 100.000,00
b. Luas > 600 m sampai dengan 5.000 m / Pertanian 2 Ha sampai
dengan 5 Ha sebesar Rp. 150.000,00
c. Luas > 5.000 m / Pertanian > 5 Ha sebesar Rp. 300.000,00
5. Transportasi Petugas Pemeriksaan Tanah dan Juru Ukur sebesar Rp.
75.000,00
6. BPHTB ( pajak )
7. Uang Pemasukan kepada Negara dalam pemberian Hak Milik :
a. untuk tanah perumahan 2 % x ( Luas Tanah x NJOP Rp.
10.000.000,00 )
b. untuk tanah pertanian 2 % x ( Luas Tanah x NJOP Rp.
10.000.000,00 )
8. SKPT ( Surat Keterangan Pendaftaran Tanah ) sebesar Rp. 25.000,00
9. Biaya Pendaftaran Hak
E. Jangka Waktu.
Penyelesaian permohonan hak sejak diterima berkas secara lengkap sampai
dengan penyerahan Sertipikat / pengiriman Daftar Pengantar ke Kanwil BPN
Provinsi selama 3 ( tiga ) bulan, dengan catatan adanya partisipasi aktif dari
pemohon.

BAB III
PERMOHONAN PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM
A. Pemohon
1. persyaratan :
a. Luas tanah yang dimohon lebih dari 1 ( satu ) Ha
b. Akan dimiliki oleh Pemerintah dan tidak ada unsur mencari keuntungan.
132

c. Penggunaan tanah untuk pelaksanaan pembangunan bagi kepentingan umum


sesuai dengan Perpres 36 tahun 2005.

B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
C.
1.
2.

2. Kelengkapan Berkas :
a. Surat permohonan pengadaan tanah dari Instansi yang bersangkutan;
b. Surat Keputusan Penetapan Lokasi dari Walikota/ Bupati
c. Rencana Proyek, Luas tanah yang diperlukan dan Peruntukannya.
d. Gambar Kasar / Sket Tanah.
3. Kewajiban :
a. Menjemput dan menunjukkan lokasi kepada Panitia Pengadaan Tanah pada
saat peninjauan lapangan.
b. Menunjuk petugas untuk menunjukkan batas-batas tanah pada saat dilakukan
pengukuran dan investasi.
c. Membayar biaya pengadaan tanah dan biaya pengukuran
Proses Pengadaan Tanah
Pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui Loket ( Petugas Teknis )
Rapat staf Panitia Pengadaan Tanah Daerah.
Penyuluhan dan peninjauan lokasi.
Pengukuran dan investasi tanah, bangunan dan tanam tumbuh.
Pengumuman hasil pengukuran dan investasi di Kantor Pertanahan, Kantor
Kecamatan setempat dan Kantor Lurah setempat.
Musyawarah mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian / santunan
Pembayaran ganti kerugian / santunan tanah, bangunan dan tanam tumbuh.
penyerahan hasil pekerjaan pengadaan tanah kepada pemohon.
Biaya-biaya :
Biaya pengukuran dan kewenangan pengukuran disesuaikan dengan luas tanah yang
dimohon.
Biaya Panitia Pengadaan Tanah ditentukan berdasarkan perhitungan ganti rugi dengan
prosentasenya sebagai berikut :
a. sampai dengan Rp.2.000.000.000,00 sebesar 4%
b. sampai dengan Rp. 5.000.000.000,00 sebesar biaya huruf ( a ) 3 %
c. sampai dengan Rp. 10.000.000.000,00 sebesar biaya huruf ( b ) 2 %
d. sampai dengan Rp. 25.000.000.000,00 (c) -1%
e. sampai dengan Rp.50.000.000.000,00 sebesar biaya huruf (d ) -0,5 %
f. sampai dengan Rp. 100.000.000.000,00 sebesar biaya huruf ( e ) 0,25 %
g. lebih dari Rp. 100.000.000.000,00 sebesar biaya huruf ( f ) 0,00 %

D. Jangka Waktu
1. Pelaksanaan rapat-rapat dan penyuluhan tergantung luas tanah dan jumlah bidang
tanah;
2. pengukuran dan investasi tergantung luas tanah dan jumlah bidang tanah;
3. pengumuman hasil pengukuran dan investasi;
4. musyawarah besarnya ganti kerugian /santunan tergantung para pihak antara instansi
yang memerlukan tanah dan masyarakat pemilik tanah.
5. pembayaran ganti kerugian / santunan tergantung luas tanah dan jumlah bidang tanah.

133

BAB IV
PERMOHONAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PEMBAYARAN UANG
PEMASUKAN DAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH
A.

Pemohon
1. Persyaratan :
a. ada asli SK Pemberian hak atas tanahnya ( sudah diterbitkan SK )
b. SK pemberian hak belum berakhir jangka waktunya

134

c. Tanah tidak sengketa


d. Tanah belum dipindahtangankan / dijual kepada pihak lain.
2. Kelengkapan Berkas :
a. Surat permohonan perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan
dan pendaftaran haknya, yang SKnya belum berakhir
b. Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah atas nama pemohon;
c. Fotocopy identitas diri pemohon ( KTP / KK );
d. Surat Pernyataan tentang alas an keterlambatan pembayaran uang pemasukan
dan pendaftaran haknya ;
e. Surat Pernyataan bahwa tanah yang bersangkutan masih dikuasai oleh
pemohon, tidak pernah dipindahtangankan / dialihkan kepada pihak lain dan
tidak ada sengketa.
f. SPPT PBB tahun berjalan / tahun terakhir.
3. Kewajiban :
a. Membayar uang pemasukan kepada Negara yang dihitung berdasarkan NJOP
tahun berjalan / tahun terakhir, dengan rumus :
2 % x ( Luas Tanah x NJOP Rp.10.000.000,00 ( Sepuluh Juta Rupiah )
b. Menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB), apabila niali tanah dan bangunan di
atas Rp.10.000.000,00 ( Sepuluh Juta Rupiah ) berdasarkan NJOP tahun
berjalan bagi yang belum membayar BPHTB, dengan rumus :
5 % x ( Luas Tanah x NJOP / NIlai Tranksaksi Rp 10.000.000,00 ( Sepuluh
Juta Rupiah )
B. Proses Penerbitan SK
1. Pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui loket

( Petugas

Teknis ).
2. Apabila menurut pertimbangan teknis diperlukan, maka akan dilakukan peninjauan
lapangan.
3. Penerbitan SK Perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan
pendaftaran hak atau pengiriman Daftar Pengantar ke Kanwil BPN Provinsi
4. Penyerahan SK kepada pemohon.

135

C. Biaya-biaya.
1. Biaya Leges dari Pemerintah setempat ( bila ada )
2. Uang pemasukan kepada Negara : 2 % x ( Luas Tanah x NJOP Rp.10.000.000,00)
3. BPHTB ( Pajak ) : 5 % x ( Luas Tanah x NJOP/ Nilai Transaksi-Rp.10.000.000,00 )

BAB V
PERMOHONAN HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK RUMAH TINGGAL YANG
TELAH DIBELI OLEH PEGAWAI NEGERI DARI PEMERINTAH
A. Pemohon.
1. Persyaratan :
a. tanah tidak ada sengketa
b. tidak akan menjadikan tumpang tindih ( sertipikat ganda )

136

c sesuai dengan Tata Ruang Kota


2. Kelengkapan berkas :
a. Surat permohonan Hak Milik atas tanah yang telah dibeli oleh Pegawai Negeri
dari Pemerintah ( blangko disediakan di Kantor Pertanahan):
b. Fotocopy identitas diri pemohon (KTP / KK )
c. Surat Tanda Bukti pelunasan harga rumah dan/ atau tanah yang bersangkutan ;
d. SK dari Dep. PU bahwa rumah yang bersangkutan sudah menjadi milik
pemohon atau Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen atau
Pemerintah Daerah yang bersangkutan kepada pemohon.
e. Fotocopy Sertipikat Hak Atas Tanah yang dilegalisir, apabila tanah yang
dilepaskan telah bersertipikat.
3. kewajiban :
a. Memasang patok-patok tanda batas
b. Menghadirkan persyaratan yang belum dipenuhi
B. Proses Permohonan.
1. pemohon menyerahkan berkas permohonanan lengkap melalui loket ( Petugas
Teknis )
2. membayar biaya pengukuran melalui Bendaharawan, setelah berkas memenuhi
syarat.
3. Pengukuran bidang tanah :
a. pemohon menjemput petugas pengukuran
b. pemohon menghadirkan saksi-saksi batas
c. pemohon menandatangani DI 201 b
d. apabila bermasalah, pemohon harus menyelesaikan lebih dahulu masalahnya.
4. Penyaiapan Surat Ukur dan Minuta SK Konfirmasi :
5. Pengisian / penyerahan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan ( BPHTB ) oleh pemohon.
6. Penyerahan SK Konfirmasi kepada pemohon :
7. Pembuatan sertipikat :
a. pemohon menyerahkan fotocopy KTP/KK, SPPT-PBB dan SSB BPHTB
( Pajak )

137

b. pemohon menyerahkan surat-surat asli bukti perolehan tanah secara lengkap


c. pengetikan blangko sertipikat
d. pengutipan
8. Penyerahan Sertipikat kepada pemohon
C. BIAYA -BIAYA
1. Biaya pengukuran ( lihat tabel di Kantor Pertanahan yang ditetapkan Kakanwil
BPN )
2. Biaya Leges dari Pemerintah setempat ( bila ada )
3. Biaya tim Penelitian Tanah
4. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB ) dengan perhitungan :
5 % x ( Luas Tanah NJOP / Nilai Transaksi Rp.10.000.000,00 )
D. Jangka Waktu
90 ( Sembilan Puluh ) hari dengan catatan adanya partisipasi aktif dari pemohon.

BAB VI
PERMOHONAN PENSERTIPIKATAN TANAH WAKAF
A. Pemohon.
1. persyaratan :
a. tanah tidak dalam keadaan sengketa.
b. Tidak akan menjadikan tumpang tindih (Sertifikat Ganda )
c. Sesuai denganTata Ruang Kota / Kab.
2. Kelengkapan Berkas

138

a. Surat permohonan hak milik atas tanah wakaf oleh Nadzir (3 eks )
b. Fotocopy identitas diri pemohon (KTP/ KK) masing-masing 3 lembar
c. Fotocopy surat-surat bukti perolehan tanah masing-masing 3 eks, berupa ;
1). Bukti perolehan tanah wakaf dari wakif/ Surat keterangan dari lurah.
2). Surat permohonan pendaftaran tanah wakaf (from WD ).
3). Ikrar Wakaf (from W1 ).
4). Akta Ikrar Wakaf (from W2 )/ Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf
(from W3 )
5). Surat Pengesahan Nadzir (from W5).
3. Kewajiban ;
a. Merintis bidang tanah yang dimohon.
b. Menasang patok-patok tanda batas.
c. Menghadirkan saksi-saksi batas pada saat pengukuran dan pemeriksaan
tanah.
d. Melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi.
B. PROSES PERMOHONAN
1. Pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui loket
(Petugas Tehnis),dengan menunjukkan aslinya.
2. Membayar biaya pengukuran dan Panitia A, setelah berkas memenuhi
syarat.
3. Pemeriksaan lapangan (Pengukuran dan Pemeriksaan Panitia A ):
a. Pemohon menjemput petugas pengukuran dan Panitia A.
b. Pemohon menghadirkan saksi-saksi batas.
c. Pemohon menandatangankan DI 201 b.
d. Apabila bermasalah, pemohon harus menyelesaikan lebih dahulu
masalahnya
4. Penyiapan risalah, Surat Ukur dan Minuta SK Pemberian hak milik tanah
wakaf.
5. Penyerahan SK kepada pemohon / penyampaian Daftar Pengantar ke
Kanwil BPN.

139

6. Pembuatan Sertifikat :
a.pemohon menyerahkan fotocopy KTP /KK.
bPemohon menyerahkan surat-surat asli bukti perolehan tanah
wakaf secara lengkap.
cPengertian blangko sertifikat.
dPengutipan
7.Penyerahan Sertifikat kepada pemohon ( Nadzir ).
C. BIAYA-BIAYA
1. Map permohonan dan meterai ( tersedia di Koprasi BPN) sebesar Rp.38.000,2. Meterai leges dari Pemerintah Kota Samarinda

sebesar Rp. 6.000,- 3.

Biaya Pengukuran (lihat tabel di Kantor Pertanahan yang ditetapkan olehKakanwil


BPN Propinsi ) contoh :

1 s/d 500 m2 sebesar Rp.111.000,501 m2 s/d 1000 m2 sebesar Rp.177.000,1001 m2 s/d 2000 m2 sebesar Rp.291.000,-

4. biaya Pemeriksaan Tanah ( Panitia A)


a. Luas s/d 600 m2

sebesar Rp. 300.000,-

b. Luas > 600 m2 s/d 5.000 m2

sebesar Rp. 450.000,-

c. Luas > 5.000 m2

sebesar Rp. 900.000,-

6. Transportasi Panitia A dan Juru Ukur

sebesar Rp. 90.000,-

Catatan : Dapat disesuaikan dengan tolak ukur biaya Prona (memunggu


Petunjuk dari Kepala BPN)
D. JANGKA WAKTU
90 (sembilan puluh ) hari, dengan catatan adanya partisipasi aktip dari
pemohon.

140

BAB VII
PERMOHONAN HAK ATAS TANAH NEGARA MELALUI PROYEK
A. JENIS PROYEK
1.

PRONA (Proyek Operasi Nasional Pertanahan /Agraria )

2. P3HT ( Proyek Penataan dan Penerbitan Pemberian Hak Atas Tanah)


3. PP24 / 1997 (Proyek Pendaftaran Tanah Sistematik )
B. PEMOHON
1. Persyaratan :
a. Tanah tidak ada sengketa
b. Tidak akan menjadikan tumpang tindih (Sertifikat Ganda )

141

c.

Sesuai dengan Tata Ruang Kota

d. Tanah merupakan satu hamparan minimal 10 (sepuluh) Bidang


per Kelompok
e.

Penggunaan tanah untuk perumahan dan luas tanah maksimal


2.000 m2

2. Kelengkapan berkas :
a.Surat permohonan hak atas tanah ( 3 eks.)
b.Fotokopi identas diri pemohon antara lain :
-Kartu Tanda Penduduk ( 3 lembar )
-Kartu Keluarga ( KK)

( 3 lembar )

-SBKI / SPGN

( 3 lembar )

c. Fotokopi surat-surat bukti perolehan tanah secara kronologis ( 3 eks )


d. Surat Pernyataan Tidak Sengketa dari pemohon
e. SPPT-PBB tahun berjalan ( tahun terakhir )
f. Surat Setor Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan
( BPHTB)
4. Kewajiban :
a. Mengusulkan permohonan proyek kepada Kantor Pertanahsn
melalui Lurah setempat pada awal Tahun Anggaran ;
b. Merintis bidang-bidang tanah yang dimohon
c. Memasang patok-patok tanda batas
d. Menghadirkan saksi-saksi batas dan menunjukkan batas-batas tanah
pada saat pengukuran dan pemeriksaan tanah
e. Melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
C. PROSES PERMOHONAN
1. Lurah mengajukan usulan proyek kepada Kantor Pertanahan
2. Kantor Pertannahan mengusulkan/ meneruskan usulan proyek keKanwil
BPN Propinsi
3. Kanwil BPN Propinsi menerbitkan SK Penetapan Lokasi Proyek
4. Penuluhan kepada masyarakat.

142

5. Peserta proyek menyiapkan dan menyerahkan asli berkas permohonan secara


lengkap.
6. Pengukuran dan pemeriksaan Panitia A
a. permohonan menghadirkan saksi-saksi batas dan menunjukan batas-batas
tanah.
b. Pemohonan menandatangankan DI 20 I b.
Apabila bermasalah, permohonan harus menyelesaikan lebih dahulu masalahnya
7. Penyiapan risalah, Surat Ukur dan Minuta SK Pemberian hak.
8. Pengisian / penyerahan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB) oleh pemohon.
9. Pembuatan Sertifikat :
a. pemohon membayar uang pemasukan melalui Bendaharawan (khusus P3HT
dan PP 24 ).
b. pengetikan blangko Sertifikat kepada pemohon.
c. Pengutipan
10. Penyerahan Sertifikat kepada pemohon
C. BIAYA-BIAYA
1. Map Sertifikat (tersedia di Koprasi BPN ).
2. Biaya leges dari Pemerintah Kota Samarinda sebesar Rp. 6.000,3. Uang Pemasukan kepada Negara (khusus Proyek P3HT dan PP 24),
dengan perhitungan : 2 % x (Luas Tanah x NJOP- Rp.10.000.000.00,-Juta
) = Rp
4. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB ) dengan
perhitungan : 5% x (Luas Tanah x NJOP / Nilai Transaksi- Rp.
10.000.000.00,- Juta ) = Rp
5. Biaya Pendaptaran
D. JANGKA WAKTU
1 ( satu ) tahun anggaran / 12 ( dua belas ) bulan.

143

BAB VIII
PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH SECARA UMUM
A. PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH
1. Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilaksanakan dengan pendaftaran
perubahan data fisik dan / atau yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah
terdaftaran dengan mencatatnya dalam daftar nama sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku;
2. Perubahan data yuridis berupa :
a. Peralihan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hokum
pemindahaan hak lainnya;

144

b. Peralihan hak karena pewarisan;


c. Peralihan hak karena penggabungan atau peleburan
peleburan atau koprasi;
d. Pemebanan hak tanggungan;
e. Peralihaan hak tanggungan;
f. Hapusnya hak atas tanah seperti Hak pengelola, Hak Milik
atau Satuan Rumah Susun dan Hak Tanggungan ;
g. Pembagian hak bersama;
h. Perubahan dan pendaftaran tanah berdasarkan Putusan
Pengadilan atau Penetapan Ketua Pengadilan;
i. Perubahan nama akibat pemegang hak ganti nama;
j. Perpanjangan jangka waktu hak atas tanah.
3. Perubahan data fisik;
Pemecahan bidang tanah .
a. Pemisahan sebagian atau beberapa bagian bidang tanah
b. Penggabungan bidang-bidang tanah.
B. AKTA TANAH YANG DIBUAT OLEH PPAT UNUTUK DIJADIKAN DASAR
PERUBAHAN DATA PENDAFTARAN TANAH
1. Akta Jual Beli
2. Akta Tukar Menukar
3. Akta Hibah
4. Akta Pemasukan Ke Dalam Perubahaan
5. Akta Pembagian Hak Bersama
6. Akta Pemberian Hak Tanggungan
7. Akta PEMBERIAN Hak Guna Bangunan / Hak Pakai atas tanah Hak Milik
C. LANGKAH-LANGKAH PERSIAPAN PEBUATAN AKTA
1. PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan mengenai kesesuaian
sertifikat pada Kantor Pertanahan setempat dengan membawa sertifikat
asli;
2. Pejabat yang ditunjuk melakukan pengecekan pada Buku Tanah atau
Daftar-Daftar yang ada di Kantor Pertanahan dan harus meneliti, setelah

145

diteliti kemudian diberi tulisan dengan kalimat: Telah diperiksa dan seauai
dengan daftar di Kantor Pertanahan
3. Apabila data tidak sesuai dengan daftar yang ada di Kantor Pertanahan,
maka diberi tulisan : Sertifikat ini tidak diterbitkan oleh Kantor
Pertanahan

BAB IX
PENDAFTARAN HAK BARU ATAS TANAH
A.

PEMOHON
1. Persyaratan :
a. Pemohon harus penerima hak sendiri atau kuasanya.
b. Tanah tidak dipindahtanggankan / dijual kepada pihak lain
2. Kelengkapan berkas :
a. Asli Surat Keputusan Pemberian hak atas tanah;
b. Fotocopy KTP, Risalah Pemeriksaan Tanah, DI 20I B, Veld Werk
dan SPPT-PBB.
c. Asli bukti-bukti perolehan tanah ( alas hak ) secara kronologis / segel
tanah

146

d. Bukti Pelunasan pajak SSB ( BPHTB ) berdasarkan SPPT-PBB tahun


berjalan
e.

Bukti pelunasan Uang Pemasukan kepda Negara dari Bendaharawan

Kantor Pertanahan ( apabila dikenakan uang pemasukan )


B. DI KANTOR PERTANAHAN
1. Pemohon menyerahkan berkas pendaftaran hak secara lengkap melalui
Loket (petugas Teknis)
2. Penerbitan Sertifikat :
a. pengetikan blangko sertifikat
b. pengutipan
3. Penyerahan Sertifikat kepada pemohon
C. BIAYA
- Map Sertifikat (tersedia di koprasi BPN )
- Biaya Pendaftaran Hak sebesar Rp.25.000,D. JANGKA WAKTU
30 ( tiga puluh ) hari, dengan catatan adanya partisipasi aktif dari pemohon.
BAB X
PERUBAHAN DATA YURIDIS KARENA WARISAN
A. PEMOHON
1.Persyaratan :
a.Tanah tidak ada sengketa
b.Tidak akan menjadikan tumpang tindih (Sertipikat Ganda )
c. Tidak dipindahtangankan / dijual kepada pihak lain.
2. Kelengkapan Berkas :
a. Asli Sertifikat Hak Atas Tanah yang akan dilakukan perubahan
b. Surat Keterangan Warisan
1). Bagi WNI Pribumi dibuat oleh para ahli waris, disahkan olehLurahdan
dikuatkan oleh Camat di wilayah tempat tinggal terakhir dari Pewaris atau
bila perlu oleh Pengadilan Negeri

147

2.) Bagi WNI keturunan Eopa dan Tionghoa dibuat oleh dan di hadapan
Notaris
3.) Bagi WNI keturunan Arab dan Timur Asing Lainnya dibuat oleh Balai
Harta Peninggalan ( Weeskamer ) atau Penetapan Waris dari Pengadilan
Agama / Pengadilan Negeri.
c. Surat Keterangan Kematian
d. Fotocopy KTP para ahli waris
e. SPPT-PBB tahun berjalan ( tahun terakhir)
f. Bukti Pembayaran pajak berupa SSB BPHTB
B. PROSES PERUBAHANNYA
1. Pemohon menyerahkan berkas lengkap melalui Loket ( Petugas Teknis )
2. Apabila menurut pertimbangan teknis diperlukan, maka diadakan
peninjauan lapangan
3. Pencatatan perubahan Sertifikat
4. Penyerahan Sertifikat kepada pemohon / kuasanya
C. BIAYA
- Map Sertifikat ( tersedia di Koperasi BPN)
- BIAY Pendaptaran sebesar Rp. 25.000,D. JANGKA WAKTU
30 ( tiga puluh) hari, dengan catatan adanya partisipasi aktif dari pemohon.

148

BAB XI
PERUBAHAN DATA YURIDIS KARENA JUAL BELI / HIBAH
A. PEMOHON
Persyaratan :
1. Tanah tidak ada sengketa
2. Tidak akan menjadikan tumpsang tindih ( Sertifkat Ganda
3. Ada kesepakatan para pihak
B.

PEMBUATAN AKTA DI PPAT ( CAMAT dan NOTARIS ) :


1. Kelengkapan :
a. Kartu Tanda Penduduk ( KTP )/ Kartu Keluarga (KK)
b. Asli Sertifikat Hak Atas Tanah
c. SPPT-PBB tahun berjalan
2. PersiapanPembuatan Akta PPAT :

149

a. Pengecekan ke Kantor Pertanahan mngenai kebenaran sertifikat


b. Membayar BPHTB yang dibuktikan dengan SSB
c. Membayar PPh yang dibuktikan dengan SSP
3. Pembuatan Akta :
-

Dihadiri oleh para pihak dan saksi-saksi

4. Biaya :
-

Honor PPAT max 1 % dari harga transaksi, termasuk saksi- saksi.


( PP No. 37/ 1998 pasal 32)

C.

PROSES DI KANTOR PERTANAHAN :


1. Kelengkapan Berkas :
a. Surat pengantar dari PPAT
b. Akta Jual Beli / Hibah
c. Fotocopy KTP masing-masing :
1) Bagi pembeli/ penerima hibah KTP yang bersangkutan
2) Bagi Penjual/ Penghibah, KTP yang berasngkutan dan KTP
Suami/ Istri
d.

Persetujuan dari Suami / Istri dari Penjual / Penghibah

e.

Bukti pelunasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan

( BPHTB)
f.

Fotocopy SPPT-PBB tahun berjalan

g.

Bukti Perlunasan Pajak Penghasilan (PPh ) berupa SSP

h . Sertifikat Asli
2. Proses Pendaftaran :
a. Pencatatan perubahan sertifikat ( Balik Nama )
b. Penyerahan Sertifikat kepada pemohon atau kuasanya.
3. Biaya :
- Biaya pendaftaran sebesar Rp. 25.000,4.

Jangka Waktu :
30 ( tiga puluh ) hari, dengan catatan adanya partisipasi aktif dari
pemohon.

150

BAB XII
PERMOHONAN PENGGUBUNGAN / PEMECAHAN SERTIFIKAT HAK ATAS
TANAH
A. PEMOHON
1. Persyaratan :
a. Tanah tidak ada sengketa
b.Tanah sudah bersertifikat atas nama pemohon atau masing-masing atas
nama pemohon
c. Belum dipindahtanggankan/di jual kepada pihak lain
2. Kelengkapan Berkas :
a. Surat permohonan penggabungan / pemecahan sertifikat dan alasanya.
b. Asli Sertifikat ( Sertifikat-sertifikat ) hak atas tanah
c. Bukti identitas diri pemohon ( KTP)

151

3. Kewajiban :
a. Memasang tanda-tanda batas tanah.
b. Menunjukkan batas-batas bidang tanah pada saat dilakukan
pengukuran
B. PROSES PERMOHONAN
1. Pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui Loket
( Petugas Teknis )
2. Pengukuran bidang tanah yang dimohonkan penggabungan / pemecahan
3. Penerbitan Sertifikat :
a. pengetikan blangko sertipikat
b. pengutipan
4. Menyerahkan Sertifikat kepada pemohon
C. BIAYA
1. Biaya pngukuran ( lihat tabel di Kantor Pertanahan yang diterbitkan oleh
Kakanwil BPN )
2. Menyerahkan Sertifikan kepada pemohon
3. Biaya Pencatatan sebesar Rp.25.000,D. JANGKA WAKTU
60 ( enam puluh ) hari, dengan catatan adanya partisipasi aktif dari pemohon.

152

BAB XIII
PEMBUATAN SERTIPIKAT KARENA HILANG / KEBAKARAN
A. PEMOHON
1. Persyaratan :
a. Tanah tidak ada sengketa
b. Tidak akan menjadikan tumpang tindih ( Sertifikat Ganda )
2. Kelengkapan Berkas :
a. Surat permohonan penggantian sertifikat karena hilang kebakaran dari
pemengang hak atau kuasanya :
b. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk ( KTP ) dengan memperlihatkan aslinya
c. Surat Keterangan Pendaftaran Tanah ( SKPT ) dari Kantor Pertanahan
d. Surat Pelaporan Kehilangan Barang dari Kepolisian RI

153

e. Surat Pernyataan Di Bawah Sumpah / Janji yang di ucapkan di depan


Kepala Kantor Pertanahan/ Kepala Seksi P&PT atau pejabat lain yang di
tunjuk ;
f. Bukti Pengumuman 1 (satu) kali dalam Surat Kabar Harian setempat,
yang konsep pengumumannya dibuat oleh Kantor Pertanahan.
3. Kewajiban :
a. hadir di kantor Pertanahan untuk mengururs SKPT,
b. Menandatangani Suart Pernyataan di bawah Sumpah/ Janji di
hadapan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk.
c. Membayar biaya pengumuman dalam Surat Kabar Harian
B. PROSES PEMBUATANNYA
1. Pemohon menyerahkan berkas lengkap melalui Loket
( Petugas Teknis )
2. Pengucapan Sumpah di depan Kepala Kantor Pertanahan
3. Cek ke lapangan untuk pengukuran
4. Pengumuman selama 1 ( satu ) bulan pada Surat Kabar
Harian setempat.
5. Pembuatan Setipikat Pengganti.
6. Penyrahan Seertipikat Pengganti
7. Penyerahan Sertipikat Pengganti kepada pemohon atau
kuasanya.
C. BIAYA
1. Map Sertipikat dan materai
2. Biaya pengumuman di Surat Kabar Harian
3. Biaya pencatatan sebesar Rp.25.000,00
D. JANGKA WAKTU
60 ( Enam Puluh ) hari, dengan catatan adanya partisipasi aktif dari
pemohon.

154

BAB IX
PERMOHONAN SERTIPIKAT PENGGANTI KARENA RUSAK

A. PEMOHON
1. Persyaratan
a. Tanah tidak dalam sengketa
b. Sudah bersesertipikat atas nama pemohon atau
kuasanya.
c. Belum dipindahtangankan/dijual kepada pihak lain.
2. Kelengkapan Berkas
a. Surat permohonan pengganti sertipikat
b. Asli Sertipikat hak atas taah yang sudah rusak.
c. Bukti identitas diri pemohon atau kuasanya ( KTP )
3. kewajiban

155

menghadirkan saksi-saksi batas dan menunjukkan batas-batas


bidang tanah apabila dilakukan pengecekan lapangan
B. PROSES PERMOHONAN
1. Pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui
Loket ( Petugas Teknis )
2. Apabila menurut pertimbangan teknis diperlukan, maka
diadakan pengecekan lapangan
3. Penerbitan Sertipikat Pengganti kepada pemohon
C. BIAYA
1. biaya pengukuran ( lihat tabel di Kantor Pertanahan yang
diterbitkan oleh Kakanwil BPN )
2. Map Sertipikat
3. Biaya Pencatatan sebesar Rp.25.000,00
D. BIAYA
30 ( Tiga Puluh ) hari, dengan catatan adanya partisipasi aktif
dari pemohon.
BAB X
PERMOHONAN PERUBAHAN NAMA / RALAT NAMA PADA
SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH
A. PEMOHON
1. Persyaratan :
a. Tanah tidak ada sengketa
b. Tanah bersertipikat hak atas nama pemohon atau
kuasanya
c. Belum dipindahtangankan/djual kepada pihak lain
2. Kelengkapan Berkas;
a. Surat permohonan perubahan nama/ ralat nama
b. Asli Sertipikat hak atas tanah
c. Bukti identitas diri pemohon atau kuasanya ( KTP )

156

d. Surat Keterangan dari Lurah yang diketahui Camat


setempat atau Surat Keterangan dari Instansi yang
berwenang

mengenai

perubahan

nama

yang

bersangkutan
3. Kewajiban
Menunjukkan batas-batas bidang tanah apabila
dilakukan pengecekan lapangan
B. PROSES PERMOHONAN
1. pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap
melalui Loket (Petugas Teknis )
2. apabila menurut pertimbangan teknis diperlukan,
maka diadakan pengecekan lapangan
3. Pencatatan perubahan/ ralat nama pada sertipikat
4. menyerahkan Seertipikat kepada pemohon atau
kuasanya
C. BIAYA
1. map Sertipikat
2. Biaya Pencatatan sebesar Rp.25.000,00
D. JANGKA WAKTU
20 ( Dua Puluh ) hari, dengan catatan adanya partisipasi
aktif dari pemohon.

157

BAB XI
PERMOHONAN PERUBAHAN HGB / HP MENJADI HAK MILIK ATAS TANAH
UNTUK RUMAH TINGGAL
A.

PEMOHON
1. Persyaratan .
a. Tanah tidak dalam sengketa
b. Penggunaan tanahuntuk rumah tinggal
c. Luas tanah tidak lebih dari 600 m
d. Belum dipindahtangankan/ dijual kepada pihak lain.
e. Dengan permohonan ini, pemohon belum memiliki Hak Milik atas tanah
untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 ( lima ) bidang dengan luas
seluruhnya tidak lebih dari 5.000 m
2. Kelengkapan Berkas

158

a. Surat permohonan perubahan hak atas tanah ( blangko disediakan di


Kantor Pertanahan );
b. Asli Sertipikat HGB/HP yang dimohonkan perubahan hak
c. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk ( KTP ) / Kartu Keluarga ( KK )
d. Fotocopy SPPT-PBB tahun berjalan ( taun terakhir )
e. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang mencantumkan bahwa bangunan
tersebut digunakan untuk rumah tinggal atau Surat Keterangan Lurah
setempat bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal.
f. Surat Pernyataan bahwa dengan permohoanan tersebut pemohon belum
mempunyai Hak MIlik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5
( lima ) bidang yang seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari 5.000 m
( Lima Ribu meter persegi )
g. Bukti pembayaran Uang Pemasukan kepada Negara ( bagi yang dikenakan
uang pemasukan )
h. Surat Persetujuan dari Pemegang Hak Tanggungan

( HPL ), apabila

HGB/HP nya diatas Hak Pengeolaan


3. Kewajiban
a. Membayar uang pemasukan kepada Negara
b. Menunujukkan batas-batas bidang tanah, apabila dilakukan pengecekan
lapangan
B.

PROSES PERUBAHANNYA
1.

Pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui Loket


( Petugas Teknis )

2.

pengecekan Lapangan

3.

Apabila menurut pertimbangan teknis diperlukan, maka diadakan


pengukuran

C.

4.

Pendaftaran Sertipikat Perubahan Hak

5.

Penyerahan Sertipikat kepada pemohon atau kuasanya


JANGKA WAKTU

1. Uang Pemasukan kepada Negara, dengan perhitungan :

159

2% x ( Luas Tanah x NJOP Rp.10.000.000,00 )


2. Map Setipikat
3. Biaya Pendaftaran sebesar Rp. 25.000,00
D. JANGKA WAKTU
30 ( Tiga Puluh ) hari dengan catatan adanya partisipasi aktif dari pemohon.

BAB XII
PERMOHONAN PERUBAHAN HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH
UNTUK RUMAH SANGAT SEDERHANA DAN RUMAH SEDERHANA
MENJADI HAK MILIK

A. PEMOHON
1. Persyaratan
a. tanah tidak dalam sengketa
b. penggunaan tanah untuk rumah tinggal
c. nilai tanah dan bangunan tidak lebih dari Rp 30.000.000,00
( Tiga Puluh Juta Rupiah )
d. belum dipindahtangankan / dijual kepada pihak lain.
2. Kelengkapan berkas

160

a. Surat permohonan pendaftaran perubahan HGB menjadi


hak milik
b. Fotocopy identitas diri pemohon ( KTP )
c. Asli Sertipikat HGB dan fotocopynya
d. Fotocopy Akta Jual atau Surat Perolehan mengenai rumah
beserta tanah yang bersangkutan, yang nilainya tidak lebih
dari Rp.30.000.000,00 ( Tiga Puluh Juta Rupiah )
e. Fotocopy SPPT-PBB tahun berjalan ( tahun terakhir ).
f. Surat Persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan ( Bank ),
apabila tanah tersebut dibebani dengan Hak Tanggungan.
g. Surat Persetujuan dari Pemegang Hak Pengelolaan ( HPL ),
apabila HGB nya diatas Hak Pengelolaan ( HPL )
3. Kewajiban
Menunjukkan batas-batas bidang tanah, apabila dilakukan
pengecekan lapangan
B. PROSES PERUBAHANNYA
1. pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui
Loket ( Petugas Teknis )
2. pengecekan lapangan
3. Pencatatan Perubahan Hak
4. Penyerahan Sertipikat kepada pemohon atau kuasanya
C. BIAYA
1. Map Sertipikat
2. Biaya pendaftaran Rp.25.000,00
D. JANGKA WAKTU
30 ( Tiga Puluh ) hari, dengan catatan adanya partisipasi aktif
dari pemohon.

161

BAB XIII
PERMOHONAN PERUBAHAN HAK MILIK MENJADI HAK GUNA
BANGUNAN ATAU HAK PAKAI DAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI
HAK PAKAI
A. PEMOHON
1. Persyaratan:
a. Tanah tidak dalam sengketa
b. Belum dipindahtangankan / dijual kepada pihak lain
c. Dipunyai oleh perseorangan WNI atau yang dimenangkan oleh Badan
Hukum Indonesia melalui pelelangan umum
d. Tanah teah bersertipikat Hak Milik atau Hak Guna Bangunan
2. Kelengkapan Berkas
a. Surat Permohonan perubahan hak atas tanah ( jika diperlukan disertai
alas an perubahan )
b. Asli Sertipikat Hak Milik atau Hak Guna Bangunan

162

c. Kutipan Risalah Lelang, apabila yang bersangkutan dimenangkan oleh


Badan Hukum dalam pelelangan umum
d. Surat persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan ( Bank ), apabila hak
atas tanahnya dibebani Hak Tanggungan
e. Bukti identitas diri pemohon ( KTP / KK )
3. Kejawiban :
Menunjukkan batas-batas bidang tanah, apabila dilakukan pengecekan /
pengukuran di lapangan
B. PROSES PERUBAHANNYA
1. Pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui Loket ( Petugas
Teknis )
2. pengecekan lapangan
3. apabila menurut pertimbangan teknis diperlukan, maka diadakan
pengukuran
4. pendaftaran Sertipikat Perubahan Hak
5. Penyerahan Sertipikat kepada pemohon kuasanya.
C. BIAYA
1. Uang Pemasukan kepada Negara, untuk perubahan HGB 20 tahun menjadi
HP 25 tahun
2. map Sertipikat
3. Biaya Pendaftaran sebesar Rp. 25.000,00
D. JANGKA WAKTU
30 ( Tiga Puluh ) hari dengan catatan adanya partisipasi aktif dari pemohon

163

BAB XIV
PERMOHONAN PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN
A. PEMOHON
1. Persyaratan
a. Tanah tidak dalam sengketa
b. Belum dipindahtangankan / dijual kepada pihak lain
c. Dipunyai oleh perseorangan WNI atau Badan Hukum Indonesia
d. Tanah telah bersertipikat Hak Milik/ Hak Guna Usaha/ Hak Guna
Bangunan / Hak Pakai
2. Kelengkapan Berkas
a. Surat Permohonan dari penerima Hak Tanggungan ( kreditor )
b. Identitas diri pemberi dan penerima Hak Tanggungan ( KTP )
c. Sertipikat hak atas tanah
d. Akta pemberian Hak Tanggungan

164

e. Salinan Akta pemberian Hak Tanggungan yang diparaf PPAT


f. Surat Kuas memasang Hak Tanggungan ( SKMHT ), apabila pemberian
Hak Tanggungan melalui kuasa
3. Kewajiban
Menunjukkan batas-batas bidang tanah, apabila dilakukan pengecekan di
lapangan.
B. BIAYA
1. Map Sertipikat
2. Biaya Pendaftaran sebesar Rp. 25.000,00
C. JANGKA WAKTU
30 ( tiga puluh ) hari dengan catatan adanya partisipasi aktif dari pemohon.

BAB XV
PERMOHONAN PENCATATAN ROYA HAK TANGGUNGAN
A. PEMOHON
1. Persyaratan :
a. Pinjaman / utang sudah lunas
b. Tanah belum dipindahtangankan/dijual kepada pihak lain
2. Kelengkapan Berkas
a. Surat Permohonan dari pemberi Hak tanggungan ( debitor )
b. Identitas diri pemohon ( KTP )
c. Surat Pernyataan dari kreditor/ pemegang Hak Tanggungan ( Bank ),
bahwa utang lunas
d. Sertipikat hak atas tanah
e. Sertipikat Hak Tanggungan
3. Kewajiban

165

B. PROSES PERUBAHANNYA
1. pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui Loket ( Petugas
Teknis ) dengan menunjukkan aslinya
2. pengecekan Sertpikat hak atasa tanah, Sertipikat Hak Tanggungan dengan
Buku Tanah
3. Pencoretan Hak Tanggungan dan mematikan Buku Tanah Hak Tanggungan
4. Penyerahan Sertipikat Hak Atas Tanah kepada pemohon atau kuasanya
C. BIAYA
1. map sertipikat
2. biaya pencatatan sebesar Rp. 25.000,00
D. JANGKA WAKTU
30 ( Tiga Puluh ) hari dengan catatan adanya partisipasi aktif dari pemohon

BAB XVI
PERMOHONAN MEMPEROLEH DOKUMEN PERTANAHAN
A. PEMOHON
1. Persyaratan
a. Alasan jelas dan tidak untuk disalahgunakan
b. Pemohon benar sebagai pemilik atau kuasanya
2. Kelengkapan Berkas
a. Surat Permohonan disertai alasannya
b. Identitas diri pemohon yang mempunyai hak atas tanah atau kuasanya
( KTP ).
c. Surat Izin dari Kakanwil BPN Provinsi
3. Kewjiban
Melengkapi berkas permohonan
B. PROSES PERUBAHANNYA

166

1. pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui Loket ( Petugas


Teknis )
2. Kantor Pertanahan meneruskan permohonan ke Kanwil BPN Provinsi
untuk mendapatkan izin memperoleh dokumen pertanahan
3. menyerahkan dokumen kepada pemohon setelah mendapat ijin dari
Kakanwil BPN Provinsi
C. BIAYA
Biaya perolehan dokumen Rp.25.000,00
D. JANGKA WAKTU
10 ( Sepuluh ) hari setelah izin dari Kakanwil BPN Provinsi diterima.

BAB XVII
PERMOHONAN PENGAKUAN DAN PENEGASAN HAK ( KONVERSI TIDAK
LANGSUNG )
A. PEMOHON
1. Persyaratan :
a. Tanah tidak dalam sengketa
b. Tanah belum bersertipikat
c. Telah dikuasi dan dipelihara berturut-turut selama 20 ( dua
puluh ) tahun
d. Belum dipindahtangankan/dijual kepada pihak lain
2. Kelengkapan Berkas
a. Surat Permohonan pengakuan dan penegasan hak
b. Identitas diri pemohon ( KTP )
c. Surat Keterangan Lurah dan diketahui Camat setempat
d. Bukti-bukti lain seperti : girik, ketitir, Pethuk D, dan lain-lain

167

3. Kewajiban
a. memasang patok tanda-tanda batas tanah
b. menghadirkan

saksi-saksi

batas

pada

saat

dilakukan

pengukuran
B. PROSES PENDAFTARANNYA
1. pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui Loket
( Petuga Teknis )
2. membayar pengukursan melalui Bendaharawan, setelah berkas
meemnuhi syarat.
3. pengukuran bidang tanah :
a. pemohon menjemput petugas pengukuran
b. pemohon menghadirkan saksi-saksi batas
c. pemohon menandatangani DI 201 b
d. apabila bermasalah, pemohon harus menyelesaikan lebih
dahulu
4. Penyiapan Surat Ukur
5. Penelitian berkas dan pembuatan BErita Acara bahwa yang
bersangkutan adalah tanah adapt tetapi bukti-buktinya tidak lengkap
6. pengumuman di Kantor Lurah dan Kantor Camat setempat ( letak
tanah ) selama 60 ( enam puluh ) hari.
7. pengesahan data fisik dan data yuridis
8. penyiapan SK Penegasan / Pengakuan Hak
9. Penerbitan Sertipikat :
a. pemohon menyerahkan asli surat-surat pemilikan tanah
b. pemohon menyerahkan fotocopy KTP, SPPT-PBB dan SSBBPHTB
c. pengetikan blangko sertipikat
d. pengutipan
10. menyerahkan Sertipikat kepada pemohon
C. BIAYA
1. biaya pengukuran ( lihat tabel di Kantor Pertanahan yang
diterbitkan oleh Kakanwil BPN )

168

2. Map Sertipikat
3. Biaya Pendaftaran Hak sebesar Rp.25.000,00
D. JANGKA WAKTU
90 ( sembilan puluh ) hari denganc catatan adanya partisipasi aktif
dari pemohon.

BAB XVIII
PERMOHANAN IZIN LOKASI
A. PEMOHON
1. Persyaratan :
a. Tanah belum dimiliki sebelumnya atau pemohon belum
membebaskan tanah/ melakukan jual beli;
b. Luas tanah yang akan dibebaskan > 1 Ha untuk perumahan
atau > 25 Ha untuk pertanian
c. Tanah akan dipergunakan dalam rangka penananan modal
d. Sesuai dengan Tata Ruang Kota/Kab

2. Kelengkapan Berkas
a. Surat permohonan izin lokasi
b. Identitas diri pemohon antara lain :
1). Fotocopy Kartu Tanda Penduduk ( KTP )
2). Fotocopy Akta Pendirian Badan Hukum

169

3). Fotocopy Pengesahan Badan Hukum dari Menteri Hukum dan HAM
RI
4). Fotocopy Akta Perubahan Badan Hukum dan pengesahannya
5). Fotocopy NPWP
c. Gambar Kasar / Sket Lokasi
d. Surat Pernyataan kesanggupan memberi ganti rugi atau menyediakan
tempat penampungan bagi pemilik tanah dan/atau kesediaan penetapan
pola kemitraan dengan masyarakat pemilik tanah atau yang menguasai
tanah pada lokasi yang dimohonkan diatas kertas bermaterai cukup
e. Surat Pernyataan mengenai luas tanah yang sudah dikuasai oleh
pemohon dan perusahaan-perusahaan lain yang merupakan satu group
dengan pemohon
f. Uaraian Rencana Proyek
g. Persetujuan Prinsip ( apabila diperlukan )
3. Kewajiban
a. transportasi dan akomodasi Tim Koordinasi pada saat peninjauan
lapangan ditanggung oleh pemohon
b. melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi

B. PROSES PERMOHONANNYA
1. di Kantor Pertanahan
a. menerima dan meneliti berkas permohonan
b. mengkaji data
c. melaporkan dan menyaipkan bahan kepada Tim Koordinasi
2. Tim Koordinasi
a. melaksanakan rapat koordinasi dan membuat Berita Acara
b. menetapkan Tim Satgas
c. Menugaskan Tim

Satgas

untuk

melaksanakan

Survey

dan/atau

Peninjauan lapangan

170

3. Tim Satgas
a. melaksanakan Survey dan/atau peninjauan lapangan
b. membuat laporan
4. Tim Koordinasi :
a. melaksnakan rapat koordinasi Tahap II
b. Membuat talaahan staf kepada walikota
5. Walikota :
a. menerima rekomendasi / telaahan staf dari tim Koordinasi
b. menetapkan persetujuan / menolak
6. di Kantor Pertanahan :
a. Menyiapkan konsep SK izin Lokasi
b. Menyampaikan kepada walikota
7. walikota :
a. Menerima konsep SK izin Lokasi
b. Menandatangani SK Izin Lokasi
8. Di kantor Pertanahan :
Menyampaikan SK Izin Lokasi kepada pemohon
C. BIAYA
D. JANGKA WAKTU
22 ( dua puluh dua ) hari, dengan catatan adanya partisipasi aktif dari pemohon.

171

BAB XIX
PERMOHONAN IZIN PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH

A. PEMOHON
1. Persyaratan :
c. tanah yang dimohonkan perubahan telah sesuai dengan tata Ruang Kota
d. Secara ekonomi
1. Kelengkapan Berkas
2. Kewajiban
B. PROSES PERMOHONANNYA
C. BIAYA
D. JANGKA WAKTU

172

Anda mungkin juga menyukai