PENDAHULUAN
Istilah hukum Agraria dalam kepustakaan kita jumpai ada dua macam istilah,
yaitu :
1. Hukum Agraria, misalnya digunakan oleh BOEDHI HARSONO, SH.
2. Hukum Tanah, seperti misalnya digunakan oleh SINGGIH PRAPTODIHARDJO.
Istilah yang kita pakai adalah hukum Agaria, sebab kuliah kuliah kita membahas
masalah masalah hukum yang mendasarkan kepada Undang Undang No.5 tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria atau sering disingkat dengan
UUPA.
Istilah tanah didalam UUPA, dianggap sebagai pengertian yang sempit, sebab
tanah hanya merupakan bagian dari permukaan bumi. Sedangkan istilah Agraria
pengertiannya lebih luas dan meliputi bumi, air, kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya, serta dalam batasan batasan tertentu meliputi pula ruang angkasa.
Hak dinamakan hak Ulayat ( Beschikking recht ) adalah hak desa menurut
adat dan kemauanya untuk menguasai tanah dalam lingkungan daerahnya
untuk kepentingan anggota anggotanya, atau untuk kepentingan orang lain
( orang asing ), dengan membayar kerugian kepada desa, dalam hal mana desa
itu sedikit banyak turut campur dengan pembukaan tanah itu dan turut
bertanggung jawab terhadap perkara perkara yang terjadi disitu yang belum
dapat diselesaikan .
Dalam perundang Undangan Indonesia sendiri hak demikian
( hak
Ulayat ) tidak diterangkan secara tegas. Oleh sebab itu hak ulayat tersebut ada yang
menamakan Hak Milik Asli ( Egendomsrecht ) atau Hak Milik Komunal
(Comunaal Bezilsrecht ).
Atas jasa Prof.Van Vollen Hoven, maka pengertian hak ulayat ini
memperoleh kejelasan. Prof. Van Vollen Hoven menamakan hak ulayat sebagai
Beschikkingsrecht . Beschikkingsrecht adalah suatu hak yang tidak dapat di
pecah pecah dan mempunyai dasar keagamaan ( Relegie ). Dan hak tersebut tidak
ada sangkut pautnya dengan hukum perdata Barat ( B.W ).
Secara tegas Prof. Van Vollen Hoven menjelaskan :
3
sekarang telah
dilikwidir dengan Undang Undang N0.1 tahun 1958, karena tidak sesuai lagi
dengan keadaan ketatanegaraan negara kita.
5
3.
Ayat 7 : kepada orang orang Indonesia yang mempunyai tanah milik dengan
sah, maka atas permintaanya di berikan hak eigendom atas tanah itu
dengan memakai pembatasan pembatasan mengenai kewajiban
kewajiban terhadap negara dan desa dan pembatasan kekuasaan untuk
menjual kepada bukan bangsa Indonesai, pembatasan pembatasan
mana akan di atur / di tetapkan dengan ordonasi dan akan disebutkan
dalam surat egendom.
Ayat 8 : Menyewakan tanah atau menyerahkan tanah untuk dipakai oleh orang
Indonesia kepada bukan orang Indonesia di laksanakan menurut aturan
aturan yang ditentukan dengan ordonasi.
Ternyata dari pasal 51 I.S bahwa pemberian atau pengeluaran tanah
tanah tidak boleh melanggar hak hak bangsa Indonesia. Sikap
pemerintah terhadap soal ini tetap di tentukan dalam pasal 51 I.S ayat
3 dan 6.
Hukum Agraria lama sebagai kaidah kaidahnya diatur di dalam hukum
yang tertulis, terdapat dalam banyak peraturan dan keputusan yang bermacam
maka para pengusaha memandang hak sewa tersebut sebagai suatu hak yang
kurang kuat, lagi pula tidak dapat dijadikan jaminan untuk memperoleh pinjaman
untuk menyewkan tanah tanah milik orang orang Indonesai asli pada waktu itu
tidak dimungkinkan karena menurut peratuaran perundangan yang berlaku pada
waktu itu dilarang. Maka dengan lahirnya AGRARISCHT WET pada tahun 1870,
banyak terjadi perubahan perubahan besar, yang akan merubah perkembangan
Hukum Agraria dan perekonomian di Indonesia selanjutnya.
Perubahan perubahan setelah dikeluarkannya Agrarische Wet antara lain
adalah :
1. Dibukanya kemungkinan luas bagi berkembangnya perusahaan perusahaan
perkebunan besar untuk swasta, dengan pemberian hak erfpacht, untuk jangka
waktu paling lama 75 tahun. Disini dimungkinkan adanya penanaman modal
asing swasta untuk menanamkan modalnya di bidang perkebunan.
2. Perlindungan terhadap hak hak orang orang Indonesia asli atas tanahnya,
yaitu tanah tanah garapan orang Indonesia yang dipergunakan untuk
keperluan mereka ataupun yang dikuasai oleh desa, seperti tanah tanah
penggembala hewan, tanah tanah lungguh / bengkok, tanah tanah desa
( Kas Desa / Bondo Desa ) dan lain lain. Tanah tanah tersebut tidak boleh
disewa lagi oleh negara dan pemberian hak tidak boleh melanggar hak hak
rakyat.
3. Membuka kemungkinan bagi orang orang Indonesia asli untuk mendapatkan
hak atas tanah yang lebih kuat, yaitu dengan pemberian hak Agraria
eigendom.
Demikianlah tujuan Agrarische Wet untuk mengadakan perubahan
perubahan di bidang Agraria yang nyatanya hanya tujuan pertama saja yang
berhasil dengan baik bagi para pengusaha perkebunan swasta, sedang tujuan
lainnya tidak dapat dicapai sebagaimana yang diharapkan.
Akibat dari tidak tercapainya tujuan tersebut disatu pihak adanya
perkebunan perkebunan yang besar dengan tanah tanah yang subur, tenaga
kerja murah dan menghasilkan keuntungan keuntungan yang besar yang dikirim
ke negara Belanda. Sedangkan dilain pihak hak hak tanah orang orang
Indonesia semakin mendesak dan sempit, terutama di pulau Jawa, letaknya
misalnya untuk daerah Yokyakarta dengan Rijksblad Yogyakarta tahun 1918 no.
16.
Demikianlah dasar domaein verklaring yang diletakkan oleh pemerintah
Belanda didalam hukum Agraria, untuk dapat menguasai semua tanah di
Indonesia. Hak milik orang Indonesia menurut hukum Adat yang sebenarnya
kekuatan hukumnya tidak beda dengan hak eigendom, hak itu dianggap tidak ada,
oleh karena orang orang Indonesia umumnya tidak mempunyai surat surat
tanda haknya atas tanah yang menurut hukum Adat memang tidak dikenal adanya
surat surat tanda hak atas tanah.
Demikianlah politik Agraria pada waktu itu, dimana salah satu tujuan dari
Agrarische Wet ialah untuk melindungi hak hak orang Indonesia atas hak hak
tanahnya berdasarkan hukum Adat, maka dengan adanya Agrarische Besluit, di
dalam prakteknya ternyata telah mendesak hak hak orang Indonesia atas
tanahnya.
Dengan adanya domein verklaring ini maka tanah yang tidak termaksud
kedalam kategori tanah negara ( domaen negara ) ialah :
1. Tanah tanah Swapraja ;
2. Tanah tanah eigendom ;
3. Tanah tanah partikelir ;
4. Tanah tanah eigendom agraris.
Jadi jelas tanah tanah dimana tidak ada salah satu hak dari empat macam hak
tersebut, jelas tanah tanah tersebut masuk kategori tanah dimein negara.
Menurut VanVollen Hoven, juga Boedhi Harsono, S.H. asas domein ini di
dalam prakteknya ternyata sangat merugikan hak hak tanah asli orang orang
Indonesia, karena mendesak hak menguasai atas tanah menurut hukum Adat
tanah. Domein verklaring ini juga akan memungkinkan adanya tanah tanah
tersebut jatuh ketangan orang orang asing yang sebenarnya bertentangan dengan
larangan mengoperkan / memindahkan tanah kepada orang asing.
Apabila hak tersebut kita bandingkan antara ketentuan ketentuan dalam
Agrariasche Wet dengan pasal 33 UUD 1945, maka jelas bahwa tujuan hukum
Agraria yang kita butuhkan atau dibutuhkan oleh bangsa Indonesia tidaklah sesuai
11
suatu
negara
yang
masih
underdeveloped
dimana
guna
12
III.
( UUPA )
13
2.
Hak Agrarische eigendom ( hak milik rakyat asli atas tanah yang bersedia
untuk pada KUHP Perdata ) ;
c. Hak arfpacht ;
d. Hak sewa ;
e. Hak pakai ( gebruik ) untuk bangunan dan pertanahan ;
f. Hak pinjam pakai
Hak tanah seseorang yang dipinjamkan kepada orang lain untuk bangunan dan
pertanian.
Penjelasan :
A. Hak eigendom
Hak eigendom ini di dalam BW ( KUHPerdata ) diatur dalam pasal 570.
Hak eigendom adalah hak terhadap sesuatu benda untuk menikmati secara bebas
dan menguasai secara tidak terbatas, asal saja tidak dipergunakan untuk hal hal
yang bertentangan dengan Undang Undang atau peraturan yang diadakan oleh
suatu kekuasaan yang berwenang untuk menetapkannya dan asal saja tidak
menggangu hak hak orang lain .
Hak eigendom dapat dicabut untuk kepentingan umum, dengan syarat
akan diganti kerugian yang layak berdasarkan ketentuan yang sah. Hak eigendom
adalah hak kebendaaan yang paling sempurna dibandingkan dengan hak- hak
benda lainnya. Hak eigendom merupakan hak atas benda kepunyaan sendiri,
sedangkan hak hak lainnya, merupakan hak atas benda kepunyaan orang lain.
Hak eigendom memberi kekuasaan kepada pemegang haknya dalam :
1). Kekuasaan untuk memiliki ( genet )
Yaitu, kekuasaan untuk memungut hasil, memakai, memelihara, dan
sebagainya, yang merupakan perbuatan perbuatan yang bersifat materil ;
2). Kekuasaaan untuk mempergunakan atau menguasai.
Yang meliputi kekuasaan untuk menjual, memberikan, menukarkan,
menggandakan, menyewakan, dan sebagainya, yang merupakan perbuatan
perbuatan yang bersifat perorangan.
perbedaan antara hak eigendom dengan hak milik Adat adalah, bahwa hak
eigendom mengandung kebebasan kebebasan yang lebih luas, misalnya : tanah
milik tidak dapat dijual semau maunya oleh pemiliknya seperti hak eigendom,
15
hanya orang orang tertentu saja yang diperbolehkan memiliki tanah dengan hak
milik Adat, yaitu warga desa, sedangkan orang asing tidak diperbolehkan.
B. Hak Opstal
Di dalam KUH Perdata ( BW ), hak opstal diatur dalam pasal 711, yang
menyatakan Hak opstal adalah sesuatu hak kebendaan untuk mempunyai
bangunan atau tanah tanaman di atas sebidang tanah kepunyaan orang lain .
Hak opstal lain memberikan hak kepada pemegangnya untuk memiliki
bangunan bangunan serta tanaman tanaman tersebut dibangun atau di tanam
sendiri oleh pemegang hak opstal atau telah ada sebelum pemegang hak opstal itu
memperoleh hak tersebut.
Hak opstal diperbolehkan dengan membayar ganti rugi, yang besarnya
ditentukan atas dasar perjanjian bebas antara pemilik dengan calon pemegang hak
opstal. Pembayaran ganti rugi ini dapat sekaligus atau tiap tahun atau dalam
jangka waktu tertentu. Salah satu syarat untuk mendapatkan hak opstal ialah
bahwa hak opstal tersebut dicabut dalam daftar umum( pasal 713 HUK Perdata ).
Hak opstal dapat di tetapkan untuk jangka waktu tertentu atau untuk waktu tidak
tertentu.
Apabila perjanjian ditetapkan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan,
maka hak opstal dapat dihentikan setelah lewat waktu 30 tahun. Setelah jangka
waktu itu berakhir, maka tanahnya kembali kepada yang mempunyai. Sedangkan
bangunan bangunan serta tanaman tanaman yang ada diatasnya menjadi milik
yang mempunyai tanah dengan syarat membayar harganya kepada pemegang hak
opstal tersebut ( pasal 715 KUH Perdata ).
C. Hak Erfpacht
Di dalam KUH Perdata (B.W ), hak erfpacht di ataur di dalam pasal 720.
bunyinya, sebagai berikut :
Hak Erfpacht adalah suatu hak kebendaan untuk menikmati atas sesuatu benda
yang tidak bergerak kepunyaan orang lain, dengan kewajiban membayar sesuatu
pacht ( canon ) untuk tiap tahunnya kepada yang mempunyai baik berupa uang
ataupun hasil pendapatannya .
16
diperjanjikan selesai
17
ditentukan lebih dahulu. Hak itu dapat berlaku sampai saat dihentikan
berhubungan akan dipergunakan untuk kepentingan umum. Hak pakai dapat juga
diberikan untuk jangka waktu tertentu dan biasanya ditetapkan untuk waktu
paling lama 30 tahun.
Untuk memperoleh hak pakai itu calon pemegang hak harus membayar
ganti rugi yang ditetapkan menurut keadaan setempat yang berhubungan dengan
permintaan hubungan hak pakai. Biasanya hak pakai untuk keperluan keagamaan
ditetapkan 1/8 ( seper delapan ) dari uang pembelian yang harus dibayarkan untuk
mendapatkan hak eigendo. Untuk sahnya hak pakai, harus dibuat suatu akta
sebagaiana diuraikan dalam peraturan balik nama ( Overschrikvings Ordonatyie
S. 1834 - 27 ).
4. Hak Pinjam Pakai ( Bruikleem )
Hak pinjam pakai di dalam B.W diatur dalam pasal 1740, yang
menyatakan bahwa :
Hak pinjam pakai adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang meminjamkan
menyerahkan benda dengan cuma cuma kepada pihak yang meminjam, untuk
dipakainya dengan kewajiban bagi yang meminjam setelah benda itu dipakai
untuk mengembalikan dalam waktu tertentu. Bruikleem adalah hak perseoranagn
dan pemberian hak pinjam pakai ini biasanya dalam waktu yang tidak ditentukan,
akan tetapi sampai saat dihentikannya dengan syarat syarat seperti yang
dikenakan pada hak pakai. Hak dan kewajiban yang meminjam diatur dalam
perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak yang bersangkutan.
Menurut Staat Blad ( S ) 1940 No. 427, residen diberikan kuas untuk
mengeluarkan tanah negara dengan hak pinjam pakai ( Bruikleem ). Permintaan
hak pinjam pakai di lakukan sama dengan hak eigendom, hanya saja tidak
diperlakukan adanya surat ukur, cukup hanya melampirkan peta sket
( sehetshaart ) yang dibuat secara teliti. Bruikleem diberikan kepada pihak yang
meminjampakai dalam hal pemerintahan ragu ragu untuk memberikan tanah
dengan hak eigendom, sebab tidak mendapat kepastian apakah peminta akan
dapat mengadakaan ( membangun ) bagunan bangunan dalam waktu yang telah
di tentukan menurut cara yang dikehendaki oleh pemerintah. Dalam hal demikian
18
tanah itu diberikan untuk sementara dengan bruikleem, dengan ketentuan bahwa
kemudian akan diberikan dengan hak eigendom, apabila telah dipenuhi syarat
mengadakan bangunan seperti yang telah ditentukan.
Semua hak hak atas tanah ini baik yang tertulis menurut hukum Barat
( KUH Perdata ) maupun yang tidak tertulis menurut menurut hukm Adat Tanah,
dengan berlakunya Undang Undang Pokok Agraria ( UUPA ), dinyatakan hapus
dan diganti dengan hak hak yang baru menurut hukum Agraria yang baru, yaitu
menurut Undang Undang Pokok Agraria, sehingga sifat dualismenya dengan
sendirinya batal, karena dengan hanya ada satu hukum Agraria saja yang berlaku
untuk seluruh penduduk, Misalnya :
Hak eigendom, hak agrarische eigendom yasan, dikonversi menjadi hak milik.
Hak erfpacht dikonversi menjadi hak guna bangunan ;
Hak gebruik, lungguh, dikonversi menjadi hak pakai ; dan seterusnya
IV.
19
20
kedaulatan negara Republik Indonesia dari dunia internasional dan meyusun aparatur
administrasi pemerintahan menurut Undang Undang 1945.
Dalam pandangan itu Unifersitas Gajah Mada ( UGM ) yang didirikan pada tahun
1949, mengenai masalah Agraria ini sudah menjadi perhatian seksi agraria. Sudah
dirasakan perlunya ada pembaharuan hukum Agraria sebagai penjelmaan dari politik
agraria nasional sesuai dengan alam kemerdekaan.
Pada mulanya dicari alasan alasan objektif yang mengharuskan kita
menciptakan politik Agraria nasional. Adapun alasan alasan yang dianggap obyektif
atara lain :
1. Factor formil :
Hukum Agraria yang berlaku pada saat itu ( 1949 ), adalah masih merupakan
keadaan peralihan dan bersifat sementara ;
2. Faktor Material :
Subyeknya : Ada perbedaan antara hak bagi orang Indonesia asli dan tidak
asli
3. Faktor Ideal
Peraturan hukum Agraria belum disesuaikan dengan asas asas daripada hukum
dasar negara yaitu pancasila.
5. Faktor Ideologis fasilitas
Ideologis politis kita ada dalam gelombang dunia, karena ideologis tidak terbatas
pada batas batas negara politis Indonesia sebagai negara, mau tidak mau ditarik
dalam gelombang pengolahan antara ideologi ideologi dunia.
21
22
rakyat yang menggarap. Perlu ada minimum dan maksimum luas tanah milik dan
tanah harus mempunyai fungsi social. Asas dari pelaksanaan LANDREFORM ini
sebenarnya bukanlah hanya monopoli bangsa Indonesia, tetapi nagara negara lain,
seperti Mesir, Jepang, Iran, Taiwan, dan India, juga mengadakan / melaksanakan
landreform, dengan asas yang disesuaikan dengan kebutuhan negara masing
masing.
DPR Gotong Royong waktu itu rupanya menyadari benar perlu adanya
Undang Undang Pokok Agraria, dibentuk segera, karena ternyata hanya 17 hari
setelah pembicaraan, segera ditetapkan Undang Undang Pokok Agraria yang kita
kenal sekarang ini.
23
Hukum Agraria yang lama itu sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi
sendi dari pemerintah jajahan dan sebagian lagi dipengaruhi ;
Hukum Agraria lama tidak menjamin kepastian hukum bagi rakyat Indonesia
asli, mengenai hak haknya atas tanah.
Hukum Agraria yang berlaku, setelah Indonesia merdeka ini seharusnya
adalah merupakan salah satu alat yang penting untuk membangun masyarakat Indonesia
yang adil dan makmur serta sejahtera, namun ternyata Hukum Agraria yang lama justru
merupakan penghambat untuk tercapainya tujuan tersebut, sehingga hukum Agraria
yang lama di pandang tidak sesuai lagi bahkan bertentangan dengan kepentingan rakyat
dan negara Indonesia.
Berdasarkan hal hal tersebut, maka hukum Agraria lama perlu diganti
dengan hukum Agraria yang baru, yang baik tujuan maupun isinya harus bersifat
nasional.
Adapun tujuan dari pada Undang Undang Pokok Agraria antar lain :
1.
Meletakkan dasar dasar bagi penyusunan hukum Agraria nasional yang akan
merupakan alat untuk memberikan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi
negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka mencapai masyarakat yang
adil dan makmur ;
24
2.
3.
25
1. Hukum Adat itu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional dan
negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa.
2. Bahwa hukum Adat yang dipakai tidak boleh bertentangn dengan tujuan untuk
mencapai masyarakat adil dan makmur.
3. Bahwa hukum Adat yang dipakai tidak boleh bertentangan dengan peraturan
peraturan di dalam Undang Undang Pokok Agraria.
4.
Bahwa hukum Adat yang dipakai di dalam UUPA tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundangan lainnya.
5. Bahwa hukum Adat yang dipakai dalam UUPA harus mengindahkan unsur
unsur yang bersandar pada hukum Agama.
3. HUKUM AGRARIA POSITIF
Dalam uraian uraian di muka sudah dijelaskan bahwa sebelum berlakunya
Undang Undang Pokok Agraria, hukum Agraia yang lama sebagian merupakan
hukum yang tertulis dan sebagian lagi merupakan hukum yang tidak tertulis. Hukum
Agraria ynag tertulis termuat di dalam berbagai peraturan, yang kadang kadang ada
yang berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, dan ada pula yang berlaku di suatu
daerah tertentu saja, misalnya :
Agrariasche Wet berlaku untuk seluruh Indonesia ;
Agrariasche Bisluit berlaku untuk Jawa dan Madura.
Hukum Agraria yang tidak tertulis adalah hukum Adat yang berlaku bagi penduduk
asli Indonesia. Biarpun Asasnya sama, tetapi hukum Adat Indonesia itu berbeda
beda menurut daerah tempat berlakunya, dan oleh karena itu maka hukum Adat
tentang hukum tanah itupun mempunyai corak yang beranaeka ragam, sehingga
dikatakan bersifat pluralistis
Demikianlah bermacam macam peraturan agrarian yang lama itu berlaku,
sehingga hal ini sangat betentangan dengan cita cita persatuan bangsa, karena
disamping hukum Agraria lama itu bersifat dualistis juga bersifat pluralistis. Oleh
karena, itu hukum Agraria yang lama perlu diganti dan bersifat sederhana agar tidak
membingungkan dan tidak bertentangan cita cita persatuan bangsa.
26
27
28
dan pasal 58 tersebut didalam UUPA, yang antara lain menyebutkan bahwa selain
peraturan peraturan pelaksanaan belum ada, maka peraturan peraturan yang
lama tetap berlaku dengan sayarat syarat tertentu.
~ Pasal 56 misalnya khusus mengenai peraturan peraturan hak milik ;
~ Pasal 57 mengenai hipotik dan kredit Verbanda ;
~ Pasal 58 , adalah peraturan peralihan yang bersifat umum.
Pasal 57 UUPA : secara tegas menyebutkan peraturan peraturan
manakah yang masih berlaku demikian pula syarat syaratnya. Yang dinyatakan
masih berlaku dalam pasal 27 ini ialah ketentuan ketentuan mengenai credit
verbanda, sebagaimana tersebut dalam S.1908 No. 542 dan diubah dengan S.
1937 No. 190. peraturan peraturan tersebut tetap berlaku selama Undang
Undang mengenai hak tanggungan, sebagaiman yang dimaksud pasal 51 UUPA
belum ada. Sementara itu peraturan peraturan hipotik dan credit verband sudah
diubah sepanjang mengenai pembuatan akta dan pendaftarannya, yaitu dengan
berlakunya Peraturan Pemeintahan No. 10 tahun 1961, tentang Pendaftaran Tanah
( L.N. 1961 28 )
Pasal 58 UUPA, merupakan pasal peralihan yang bersifat umum. Yang
dinyatakan tetap berlaku yaitu peraturan peralihan baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis, mengenai bumi, air dan kekayaan alam terkandung di dalmnya dan
peraturan mengenai hak hak atas tanah, yang ada pada mulai berlakunya UUPA.
Syarat syarat yang harus dipenuhi bagi terus berlakunya peraturan peraturan
tersebut, antara lain adalah :
I
II
: Jika syarat yang pertama telah dirpenuhi masih perlu diuji apakah isinya
tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan ketentuan UUPA.
III : Jika kedua syarat tersebut dipenuhu, maka apabila perlu peraturan yang
lama itu harus diberi tafsiran sesuai dengan jiwa ketentuan ketentuan
UUPA.
29
Apa ketentuan dan jiwa UUPA, yang dipakai sebagai ukuran bagi, masih berlaku
atau tidak berlakunya peraturan peraturan yang lama itu. Ketentuan dan jiwa
UUPA yang dipakai sebagai ukuran, antara lain adalah :
1. Bahwa UUPA tidak menghendaki berlangsungnya dualisme dalam hukum
Agraria ( Buku II B.W dicabut, pasal pasal yang mengenai Agraria, kecuali
hipotik diadakan unipikasi hukum, yang berdasarkan hukum Adat Vide pasal.
5 UUPA ) ;
2. UUPA tidak mengadakan perbedaan antara warga negara Indonesia asli dan
keturunan asing ( pasal 9 ayat 2 ) ;
3. UUPA tidak mengenal dengan soal soal Agraria ( pasal 9 ayat 2 ) ;
4. UUPA tidak menghendaki adanya penghisapan atas manuasia oleh manusia
( pasal 10, 11, 12, 15, 41, dan 42 ).
Contoh penerapan pasal 58 UUPA, lebih dahulu perlu dipastikan bahwa yang
akan ditinjau itu benar suatu peraturan Hukum Agraria. Apakan onteigenings
ordonantie 1920 ( S. 1920 574 ), masih berlaku ?
Ordonasi ini mengatur cara cara pencabutan hak dan tidak terbatas pada bidang
Agraria saja. Dalam pasal 16 UUPA ditetapkan, bahwa harus dibuat suatu Undang
Undang yang mengatur cara cara pencabutan hak hak atas tanah.
Pada saat mulai berlakunya UUPA, Undang Undang mengenai tata cara
pencabutan hak hak atas tanah belum ada. Dengan dipenuhi syarat pertama,
sedangkan isinya juga tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA, maka
onteigenings ordonantie 1920 ( S. 1920 574 ), masih tetap berlaku. Tetapi
segera setelah Undang Undang yang dimaksud pasal 18 UUPA itu terbentuk dan
mulai berlaku yaitu UU. No. 20 Tahun 1961, tentang pencabutan hak hak atas
tanah dan benda benda lain yang ada di atasnya, maka ordonasi yang lain itu
tidak berlaku lagi. Contoh lain yang dari peraturan lama masih berlaku ialah
Peraturan Pemerintahan No. 8 Tahun 1953, tentang penguasaaan tanah tanah
negara. UUPA menentukan di dalam pasal 2 ayat 4 bahwa soal penguasaan tanah
tanah negara, sebagai pelaksanaan hak menguasai dari negara, harus diatur
dalam Peraturan Pemerintah. Pada tanggal 24 September 1960, peraturan yang
30
dimaksud jelas belum ada. Oleh karena itu maka untuk sementara PP No. 8 Thn
1953 inipun memenuhi syarat kedua dari pasal 58.
B. Peraturan peraturan yang dicabut secara tidak tegas.
Peraturan peraturan yang meskipun tidak dicabut secara tegas oleh UUPA, tetapi
dengan berlakunya UUPA sudah tidak berlaku lagi. Peraturan peraturan tersebut
antara lain yang terkenal, misalnya :
Larangan pengasingan tanah S. 1875 179.
S. 1875 179 ini melarang pemindahan hak milik orang orang Indonesia
kepada orang asing. Kini dengan ketentuan dalam UUPA, bahwa hanya
wargan negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas tanah di
Indonesia, maka larangan tersebut tidak berlaku lagi, sebab larangan tersebut
sudah tercakup dalam ketentuan ketentuan UUPA, misalnya :
Pasal 26 ayat 2:
bahwa setiap pemindahan yang dimaksud untuk atau tidak langsung
memindahkan hak milik atas tanah kepada orang asing, kepada warganegara
Indonesia yang mempunyai dwi kewarganegaraan atau kepada badan hukum
yang tidak ditetapkan oleh pemerintah adalah batal karena hukum .
Larangan dalam ketentaun pasal 26 ayat 2 ini dapat dipandang sebagai
pengganti dari pada larangan pengasingan tanah menurut staat blaad 1875
No. 179.
31
Bagian KEDUA
Bagian KETIGA
Bagian KEEMPAT : Hak hak dan wewenang atas bumi dan air dari Swapraja
atau bekas Swapraja ;
Bagian KELIMA
Hubungan antara Bangsa dengan bumi, air ruang angkasa dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya.
Di dalam pasal 2 UUPA ditentuakan hak daripada Negara sebagai
organisasi seluruh rakyat yaitu hak menguasai atas bumi, air, ruang angkasa
serata kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Dasar hukumnya disamping pasal 1 UUPA, juga berdasarkan pada pasal 33 UUD
1945.
Perkataan hak menguasai ini bukan berarti memiliki, tetapi interprestasi
secara outentieknya menjelaskan hak yang memberi wewenag kepada negara
sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia untuk pada tingkatan yang
tertinggi :
a). Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, pengunaan, persediaan, dan
pemeliharaan bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya ;
b). Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang orang dengan
bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya ;
c). Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang orang dengan
perbuatan perbuatan hukum mengenai bumi, air, ruang angkasa, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Hak menguasai dari negara itu meliputi semua tanah baik yang sudah dihaki oleh
orang lain, maupun yang tidak. Hak menguasai dari negara atas tanah yang sudah
dihaki oleh seseorang dengan suatu hak, misalnya hak milik dibatasi oleh isi
daripada hak itu sendiri misalnya hak milik dibatasi oleh isi daripada hak itu
32
sendiri, artinya sampai seberapa jauh negara memberi kekuasaan kepada yang
mempunyai hak itu untuk menggunakan haknya.
Demikianlah antara lain memory penjelasan UUPA, sedangkan kekuasaan
negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau
pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh.
Berdasarkan hak menguasai dari pada negara ini, maka negara dapat
memberikan tanah tanah yang belum ada haknya kepada seseorang atau
bangunan, dan sebagainya atau negara dapat memberikan dengan hak
pengelolahan kepada suatu Departemen atau Pemerintah Daerah untuk
dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing masing. Disaping itu
kekuasaan negara atas tanah sedikit banyaknya dibatasi oleh hak ulayat dari
kesatuan kesatuan msyarakat kesatuan Hukum Adat sepanjang kenyataannya
hak ulayat itu masih ada.
UUPA mengakui adanya hak ulayat itu, oleh karena itu hak ulayat ini akan
diperhatikan sepanjang kenyataannya masih ada, misalnya :
Dalam pemberian hak Guna Usaha, maka masyarakat hukum setempat
sebelumnya akan didengar pendapatnya dan akan diberi Recognitie yang
memang ia berhak menerimanya selaku pemegang Hak Ulayat tersebut.
Pelaksanaan daripada hak menguasai dari negara itu dapat dilimpahkan
kepada Pemerintah Pemerinatah Daerah atau masyarakat hukum setempat.
Tetapi pelimpahan ini hanya terbatas pada wewenag untuk mengatur dan
menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan
bumi, air, ruang angkasa. Wewenang untuk mengatur misalnya, perencanaan kota,
peraturan mengenai pembuatan bangunan bangunan dan lain lain. Wewenang
untuk mengatur misalnya menyiapkan tanah tanah untuk pembangunan
perumahan rakyat, industri dan sebagainya.
33
VI.
Dalam hukum graria yang berlaku sekarang ini orang orang dan badan badan
hukum dapat mempunyai hak hak atas tanah, yaitu hak hak atas permukaan bumi.
Hak hak atas tanah memberi wewenang kepada pemegang untuk mempergunakan tanah
yang bersangkutan.
Pasal 4 UUPA, menentukan bahwa atas dasar hak menguasai dari negara, akan
ditentukan adanya macam macam hak atas tanah yang dapat diberikan kepada dan
dapat dipunyai oleh orang orang serta badan badan hukum. Badan badan hukum
disebut tersendiri karena ada hak atas tanah yang pada asasnya tidak dapat dipunyai oleh
badan badan hukum yaitu hak milik ( perhatikan pasal 21 ayat 2 ), baik orang orang
dapat mempunyai hak hak itu secara sendiri sediri maupun bersama sama dengan
orang lain. Jelaslah bahwa hak hak perorangan atas tanah tetap diakui dalam hukum
Agraria kita sekarang ini, meskipun dengan pembatasan pembatasan.
Penetapan hak hak atas tanah di dalam UUPA dicantumkan dalam pasal 16 ayat
1. Dari pasal tersebut maka kita ketahui bahwa, hak hak atas tanah menurut hukum
Agraria kita sekarang adalah :
a). Hak milik ;
b) Hak Guna Usaha ;
c). Hak Guna Bangunan
d). Hak Pakai ;
e). Hak Sewa ;
f). Hak Membuat Tanah ;
g). Hak memungut Hasil Hutan.
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 5 UUPA, bahwa hukum Agraria sekarang
adalah hukum Adat, maka penetapan hak hak atas tanah seperti tercantum dalam pasal
16 ayat 1 tersebut didasarkan pula pada sistematik hukum Adat. Sedangkan Hak Guna
Usaha dan Hak Guna Bangunan adalah hak hak baru, yang diadakan oleh UUPA, untuk
memenuhi keperluan masyarakat modern dawasa ini.
Disamping hak hak atas tanah seperti tersebut di atas yang secara terperinci
disebutkan dalam pasal 16 ayat 1, maka kita temui pula di dalam UUPA,
34
Hak hak atas tanah yang bersifat sementara yaitu hak hak atas tanah sebagaimana di
sebut dalam pasal 53, yaitu :
a). Hak Gadai Tanah
b). Hak Usaha Bagi Hasil ;
c). Hak Menumpang ;
d). Hak Sewa tanah pertanian.
Hak hak tersebut dalam pasal 53 ini nantinya diusahakan untuk dihapuskan, oleh karena
itu hak hak tersebut disebut sebagai hak yang bersifat sementara.
Disebut sebagai hak hak atas tanah yang bersifat sementara, maksudnya pada
suatu ketika lembaga lembaga hukum akan dihapus ( ditiadakan ), karena dianggap
tidak sesuai dengan asas asas dari pada hukum Agraria yang baru. Salah satu asas
penting dari hukum Agraria yang baru, ialah bahwa dalam usaha usaha di bidang
Agraria tidak boleh terjadi ( ada ) pemerasan, tidak terjadi, apa yang dikenal dengan
sebutan exploitation de I home par I home.
Secara berturut turut akan kita bicarakan mengenai hak hak atas tanah seperti
yang tercantum di dalam pasal 16 ayat 1 UUPA, yaitu :
1. Hak Milik
A. Isi dan Sifatnya
Hak milik adalah hak atas tanah yang bersifat turun temurun, terkuat
dan terpenuhi yang dapat dipunyai seseorang atas tanah, dengan mengigat kepada
fungsi sosialnya, demikina yang dirumuskan dalam pasal 20 ayat 1 UUPA.
Sifat sifat hak milik yang turun temurun atau dapat diwariskan, terkuat
dan terpenuhi, dimaksudkan sebagai hak yang paling kuat dan paling penuh,
sehingga tidak dapat diartikan sebagai hak yang mutlak tidak dapat diganggu
gugat seperti rumusan hak eigendom di dalam KUH Perdata. Kata kata terkuat
dan terpenuhi dimaksud untuk menunjukkan perbedaan hak milik dan hak hak
lainnya, dimana hak milik ini adalah hak yang paling kuat dan paling penuh yang
dapat dipunyai oleh seseorang. Selain daripada itu hak milik atas tanah harus
berfungsi sosial sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 UUPA, bahwa semua hak
atas tanah mempunyai fungsai social. Secara hukumnya hak milik atas tanah di
atur dalam UUPA dalam pasal pasal 20 sampai dengan pasal 27.
35
Namun demikian yang berkaitan dengan hak hak lainnya, maka hak
milik disebut pula dalam pasal pasal 35 dan 37 sehubungan Hak Guna
Bangunan, pasal 41 dan pasal 43, yang berkaitan dengan Hak Pakai, pasal 44,
yang berkaitan dengan Hak Sewa, pasal 46, berhubungan dengan Hak memungut
hasil hutan, pasal 49, bersangkutan dengan badan badan keagamaan dan sosial,
pasal 50, bersangkutan dengan pengaturannya lebih lanjut, pasal 51, bersangkutan
dengan Hak tanggunagan dan pasal 56 sebagai pasal peralihan. Pengaturan Hak
Milik dipunyai pula dalam pasal dari pada ketentuan ketentuan KONVERSI,
yaitu pasal I, pasal II, dan pasal III dan pasal VII.
Sesuai dengan sifat dan nama dari UUPA, yaitu peraturan Dasar Pokok
Agraria, maka apa yang diatur di dalamnya baru merupakan ketentuan
ketentuan pokok saja. Menurut pasal 50 ayat 1 UUPA, ketentuan ketentuan lebih
lajut mengenai hak milik akan diatur dengan Undang Undang. Dalam pada itu
beberapa soal tertentu dapat diatur ddengan peraturan pemerintah ( perhatikan
pasal 21, 22, 24, dan 26. ).
Selama Undang Undang dan Peraturan Pemerintahan yang dimaksud
pasal 50 ayat 1, belum terbentuk maka berdasarkan ketentuan pasal 56, berlakulah
untuk sementara : ketentuan ketentuan hukum Adat setempat dan peraturan
peraturan lainnya mengenai hak atas tanah yang memberi wewenag sebagaimana
atau mirip dengan yang dimaksud pasal 20 UUPA, sepanjang tidak bertentangan
dengan jiwa dan ketentuan UUPA itu sendiri.
B. Sifat dan Ciri Ciri Hak Milik
Sifat dan cirri ciri hak milik dapat kita sebutkan antara lain :
1. Hak milik adalah hak atas tanah yang kuat, menurut pasal 20, bukan hak
yang terkuat ;
2.
Hak milik adalah hak yang turun temurun dan dapat beralih, artinya dapat
diwariskan kepada ahli waris pemegang hak ( pasal 20 ) ;
3.
Hak milik dapat menjadi induk dari pada hak atas tanah lain, artinya dapat di
bebani dengan hak hak atas tanah lain, yaitu hak guna Bangunan ( pasal 37
), Hak Pakai ( pasal 41 ), hak sewa ( pasal 44 ), hak gadai ( menurut hukum
adapt Jo pasal 7 UUPA No. 56 PrP. 1960 ),
36
hak usaha bagi hasil (Hukum Adat jo.UU. no.2 tahun 1960) dan hak untuk
menumpang (Hukum Adat). Sebaliknya hak milik tidak dapat berinduk pada
hak-hak tersebut.
4.
Hak milik dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan
(hipotik atau kredit verband) (pasal 25).
5.
Hak milik dapat dialihkan kepada pihak lain, yaitu dijual, ditukarkan dengan
benda lain, dihibahkan dan diberikan dengan wasiat (dilegaatkan) (pas. 20 jo
pas.26).
6.
7.
Hak milik dapat diwakafkan (tanahnya dijadikan tanah wakaf) (pasal 49 ayat
3 jo P.P.no.28 tahun 1977) sekarang dalam bentuk UU No. 41 tahun 2004
tentang Wakaf.
Karena hak milik merupakan hak yang kuat berarti bahwa hak milik itu
tidak mudah hapus dan mudah dipertahankan terhadap gangguan pihak lain. Oleh
sebab itu hak milik tersebut salah satu hak atas tanah yang wajib didaftarkan
(pasal 23 jo pasal 10 P.P. no.10 tahun 1961) sekarang PP No. 24 tahun 1997.
Hak milik mempunyai sifat turun-temurun dan dapat dialihkan, artinya
dapat diwariskan oleh ahli waris dari sipemegang hak milik. Ini berarti pula
bahwa hak milik tidak ditentukan jangka waktunya, seperti halnya hak guna
bangunan, hak guna usaha. Hak milik tidak hanya berlangsung selama pemegang
(yang punya) masih hidup, tetapi pemilikan tanahnya akan dilanjutkan oleh ahli
warisnya setelah ia meninggal dunia.
C. Subjek Dari Pada Hak Milik.
Siapa-siapa yang dapat mempunyai hak milik atas tanah ? Pada asasnya
hak milik hanya dapat dimiliki oleh seorang-seorang, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain.
Pasal 21 UUPA menentukan yang dapat mempunyai hak milik atas tanah ialah :
Warga Negara Indonesia.
Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah.
37
Menurut Hukum Agraria yang lama, setiap orang boleh mempunyai tanah
dengan hak eigendom, baik ia warga negara maupun orang asing, baik bukan
Indonesia asli maupun orang Indonesia asli. Badan-badan boleh mempunyai hak
eigendom, baik badan-badan hukum Indonesia, maupun badan-badan hukum
asing.
Sesuai dengan asas kebangsaan (pasal 9 ayat 1) maka hanya warga negara
Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas tanah di Indonesia. Sedangkan
badan-badan hukum hanyalah badan-badan hukum yang ditunjuk dan ditetapkan
oleh Pemerintah yang dapat mempunyai hak milik atas tanah di Indonesia.
Mengapa badan-badan hukum pada asasnya tidak diperbolehkan mempunyai hak
milik atas tanah dan hanya badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah
yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, sebabnya adalah :
1. Untuk menghindari adanya penyelundupan-penyelundupan terhadap ketentuan
batas maksimum pemilikan atas tanah.
Pasal 7 dan pasal 17 UUPA menentukan bahwa untuk tidak merugikan
kepentingan umum, maka pemilikan atas tanah yang melampaui batas tidak
diperkenankan.
Penetapan batas maksimum pemilikan atas tanah ini ditetapkan dengan
UU.no.56 Prp.tahun 1960.
2. Badan-badan hukum tidak perlu mempunyai hak milik atas tanah, tetapi cukup
dengan hak-hak lainnya, asal ada jaminan yang cukup bagi keperluannya.
Undang-Undang Pokok Agraria dalam pasal 49 menentukan bahwa badanbadan hukum yang bergerak dibidang keagamaan dan sosial dapat mempunyai
hak milik atas tanah, sepanjang tanah-tanah tersebut dipergunakan langsung untuk
usahanya dibidang sosial dan keagamaan, misalnya untuk bangunan-bangunan.
Peraturan Menteri Agraria no,2 tahun 1960 jo Peraturan Menteri Agraria
no.5 tahun 1960, telah menetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai
hak milik atas tanah antara lain :
Maskapai Andil Indonesia ;
Bank-bank yang didirikan oleh Negara Indonesia (Bank-Bank Negara) ;
Badan urusan produksi bahan makanan dan pembukaan tanah.
38
40
41
karena hukum pada tanggal 24 september 1960, apa yang disebut hak
gogolan, pekulen atau sanggun yang bersifat tetap, yaitu hak gogolan yang
para gogolnya terus-menerus menggarap tanah yang sama dan jika meninggal
dunia hak gogolnya itu tidak kembali kepada desa untuk diberikan kepad
magang gogol, tetapi diwaris oleh ahli waris yang tertentu. (lihat pasal 20 ayat
2 Peraturan Menteri Agraria no.2 tahun 1960).
F. Hapusnya Hak Milik.
Undang-Undang Pokok Agraria pada pasal 27, menetapkan hapusnya hak
milik atas tanah karena :
a. Tanahnya jatuh kepada Negara.
Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18.
Karena tanahnya diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya.
Karena ditelantarkan.
Karena ketentuan-ketentuan pasal 21 ayat 3 dan pasal 26 ayat 2.
b. Tanahnya musnah.
Bahwa hak milik sebagai hubungan hukum yang konkrit antara suatu
subjek dengan sebidang tanah tertentu, menjadi hapus karena tanahnya musnah
adalah sudah wajar karena objeknya tidak ada lagi. Kemusnahan tanah itu
misalnya disebabkan karena tanahnya longsor, atau berubahnya aliran sungai.
Kalau yang hanya sebagian, maka hak milik tetap berlangsung atas sisa tanahnya.
Sebab-sebab jatuhnya hak milik kepada Negara seperti disebutkan dalam
pasal 27 UUPA, bukanlah bersifat limitatif, karena kita mengetahui masih ada
sebab-sebab lain. Hak milik juga dapat hapus dan tanahnya jatuh kepada Negara,
disebabkan pelanggaran terhadap sesuatu ketentuan undang-undang, misalnya
pelanggaran terhadap ketentuan landreform, mengenai pembatasan maksimum
serta larangan pemilikan tanah secara absentee. (perhatikan ketentuan-ketentuan
UU. no.56 prp.tahun 1960 jo P.P no.224 tahun 1961).
42
Hapusnya hak milik atas tanah karena ketentuan pasal 21 ayat 3, seperti
sudah dijelaskan dimuka bahwa yang dapat mempunyai hak milik hanyalah warga
negara Indonesia dan badan-badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah dan
memenuhi syarat-syaratnya.Hapusnya hak milik karena ketentuan pasal 26 ayat 2,
pihak yang menerima tanah hak milik dalam jual beli, tukar-menukar, hibah,
hibah wasiat dengan sendirinya harus memenuhi syarat sebagai subjek hak milik.
Apakah akibatnya kalau jika pihak yang menerima tidak memenuhi syarat
tersebut diatur dalam pasal 26 ayat 2. Setiap jual beli, penukaran (tukar-menukar),
penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang
dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada
orang asing, kepada seorang warga negara yang disamping kewarganegaraan
Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum
kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termasuk pasal 21 ayat 2 UUPA, adalah
batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan bahwa
hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta pembayaran yang
telah diterima pemilik tidak dapat dituntut kembali (Vide pas.26 ayat 2 UUPA).
Berbeda apa yang ditetapkan dalam pasal 21 ayat 3, maka cara-cara
beralihnya hak milik pada pasal 26 ayat 2 adalah perbuatan-perbuatan hukum
yang merupakan suatu tindakan positif, yang dengan sengaja ditujukan kepada
peralihan hak, dimana pihak-pihak yang bersangkutan dianggap sudah
mengetahui, bahwa hak milik itu hanya boleh dipunyai oleh pihak-pihak yang
memenuhi syarat-syarat tertentu saja, maka menurut pasal 26 ayat 2 akibatakibatnya pun ditentukan berbeda dengan peristiwa-peristiwa hukum yang diatur
dalam pasal 21 ayat 3.
Pencabutan hak milik oleh Pemerintah, yang didasarkan pasal 18 UUPA.
Menurut pasal 18 UUPA bahwa untuk kepentingan umum termasuk kepentingan
bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat hak-hak atas tanah dapat
dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur
dengan undang-undang. Ketentuan pasal 18, pada satu pihak memberikan
landasan hukum kepada penguasa untuk dapat memperoleh tanah yang diperlukan
guna penyelenggaraan kepentingan umum, sedang pada pihak lain merupakan
jaminan bagi rakyat mengenai hak-haknya atas tanah terhadap tindakan
43
44
a) Cara Biasa
Pada cara ini, maka yang berkepentingan, yaitu pihak yang
memerlukan tanah, harus mengajukan permohonan kepada Presiden, dengan
perantaraan Menteri Dalam Negeri, melalui Gubernur Kepala Daerah yang
bersangkutan. Oleh Gubernur Kepala Daerah, kemudian diusahakan untuk
diadakan penafsiran atas lokasi (tanah) yang haknya akan dicabut, mengenai
ganti kerugian yang dilakukan oleh suatu panitia yaitu panitia Penafsir.
Pertimbangan dari Kepala Daerah sangat diperlukan dalam hal ini. Ganti
kerugian tidak selaku berupa uang, tetapi dapat juga rumah atau tanah ataupun
fasilitas lainnya. Ganti rugi diberikan tidak hanya pemilik tanah, tetapi juga
orang-orang yang secara sah menempati rumah-rumah atau menggarap tanah
yang bersangkutan. Keputusan Presiden tentang pencabutan hak atas tanah
atau benda-benda yang ada diatasnya, diumumkan dalam Berita Negera R.I .
dan turunanya disampaikan kepada pemilik yang dicabut haknya. Isi Surat
Keputusan
Presiden
tersebut
diumumkan
melalui
surat-surat
kabar.
telah dilakukan
45
ditolak oleh Presiden, maka tanah tersebut harus dikembalikan kepada yang
berhak dalam keadaan seperti semula/memberi ganti kerugian yang
layak/sepadan.
PERALIHAN HAK MILIK
Seperti dikemukakan dimuka, bahwa hak milik dapat beralih dan
dialihkan kepada orang lain (pasal 20 ayat 2). Pengertian beralih menunjuk
kepada berpindahnya hak milik kepada pihak lain karena pemiliknya
meninggal dunia. Peralihan hak milik karena pewarisan itu terjadi karena
hukum, artinya dengan meninggalnya si pemilik maka ahli warisnya
memperoleh tanah hak miliknya itu, menurut hukum Barat sejak ia (pemilik)
meninggal dunia (pasal 833 ayat 1 KUUH perdata), sedang menurut Hukum
Adat sejak hutang-hutangnya diselenggarakan.
Pengertian dialihkan, menunjuk pada berpindahnya hak milik kepada pihak
lain karena perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar
pihak tersebut memperoleh hak itu. Adapun perbuatan hukum itu dapat berupa
jual-beli, tukar-menukar, hibah atau pemberian dengan wasiat (lazim disebut
hibah wasiat atau legaat), dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia diatur dalam pasal 957 dan seterusnya. Pada jual-beli, tukarmenukar dan hibah, hak milik yang bersangkutan beralih sewaktu pemiliknya
masih hidup, sedang pada pemberian dengan wasiat, peralihan hak milik itu
terjadi setelah ia (si pemilik) meninggal dunia. Dalam jual-beli, tukar-menukar
dan hibah adalah perbuatan hukum, yang berupa penyerahan tanah-tanah hak
milik kepada pihak lain untuk selama-lamanya. Pada jual-beli, pemiliknya
menerima penggantian berupa uang, pada tukar-menukar penggantiannya
berupa benda lain, sedang pada hibah pemilik tidak menerima apa-apa.
Peralihan hak milik didalam UUPA, selain disebut dalam pasal 20
disebut pula dalam pasal 21 ayat 3 yaitu pewarisan tanpa wasiat atau
pewarisan abentestato.
Pasal 23 UUPA, mengatur soal pendaftarannya yaitu bahwa adanya peralihan
hak itu harus didaftarkan, sedang pasal 26, merupakan pengawasannya serta
46
akibat-akibatnya, jika hak milik dialihkan kepada pihak lain yang tidak
memenuhi syarat-syarat sebagai subjek.
JUAL BELI TANAH HAK MILIK
Didalam Undang-Undang Pokok Agraria kita tidak menemukan
rumusan pengertian daripada jual-beli, baik didalam pasal-pasalnya, maupun
didalam penjelasannya.
Rumusan jual-beli kita temukan didalam Hukum Barat, yaitu diatur didalam
pasal 1457, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pasal 1457 KUUH Perdata menyebutkan jual-beli adalah suatu persetujuan,
dengan nama pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
Pasal 1458 KUUH Perdata, jual-beli itu dianggap telah terjadi antara kedua
belah pihak pada saat mereka mencapai kata sepakat mengenai benda yang
diperjualbelikan, serta harganya, meskipun benda tersebut belum diserahkan
dan harganya belum dibayar. Dengan terjadinya jual-beli menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, benda yang bersangkutan belumlah beralih
kepaa pembelinya meskipun harga sudah dibayar, tapi barang tersebut belum
diserahkan, sedangkan kalau jual-beli itu mengenai tanahnya sudah diserahkan
kedalam kekuasaan pembeli. Hak millik tersebut baru beralih kepada
pemiliknya jika telah dilakukan apa yang dikenal dengan adanya penyerahan
secara yuridis (yuridischelevering), yang wajib diselenggarakan denga
pembuatan
akta
dimuka
Kepala
Kantor
Pendaftaran
Tanah
selaku
overschrijvings ambtenaar,
Menurut Hukum Adat, jual beli tanah bukan merupakan perjanjian,
seperti dimaksud pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tetapi
suatu perbuatan hukum yang berupa penyerahan tanah yang bersangkutan olah
penjual kepada pembeli untuk selama-lamanya, pada saat mana pihak pembeli
menyerahkan harganya kepada penjual.
Dengan dilakukannya jual-beli tersebut maka hak milik atas tanah itu beralih
kepada pembeli.
47
demikian
maka
pembeli
mendapat
dari
masyarakat
yang
dimuka
sudah
disebutkan
bahwasanya
UUPA,
tidak
selama-lamanya
oleh
penjual
kepada
pembeli.
Jual-beli
yang
mengakibatkan beralihnya hak milik atas tanah dari penjual kepada pembeli
termasuk hukum agraria atau hukum tanah.
Sebelum diselenggarakannnya pendaftaran Tanah menurut Pereturan
Pemerintah no.10 tahun 1961, acara jual-beli tanah masih diselenggarakan
menurut ketentuan hukum atau peraturan yang lama.
Menurut pasal 19 Peraturan Pemerintah no.10 tahun 1960 jo.PP 24 tahun 1997
antara lain disebutkan : Setiap Perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas
tanah.dan seterusnya harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh
dan dihadapkan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (sekarang Menteri
Dalam Negeri). Pejabat yang dimaksud ialah Pejabat Pembuat Akta Tanah atau
P.P.A.T, yang ditunjuk menurut ketentuan Peraturan Menteri Agraria no.10 tahun
1961.
48
Sedangkan apa yang dimaksud dengan memindahkan hak atas tanah adalah
perbuatan jual-beli tanah dan bukan perjanjian ataupun hukum perutangan.
Oleh sebab itu untuk memperoleh bukti bahwa jual-belinya memang benar-benar
dilakukan maka penjual dan pembeli harus datang pada P.P.A.T dengan maksud
agar dibuatkan aktanya.
Seperti kita ketahui siapapun dilarang membuatkan akta jual-beli tanah jika ia
tidak ditunjuk sebagai P.P.A.T, termasuk Kepala Desa dilarang menguatkan jualbeli yang tidak dibuatkan aktanya oleh P.P.A.T.
Jual-beli dilakukan oleh penjual dan pembeli dengan dihadiri dua orang
saksi. Penjual dan pembeli dapat pula diwakilkan Kepala Kuasa.
Pembeli haruslah memenuhi syarat sebagai subjek hak milik dan penjual harus
mempunyai wewenang untuk menjual tanah yang bersangkutan.
Mengenai penelitian apakah pembeli memenuhi syarat sebagai subjek hak milik
ataupun penjual berwenang menjual tanahnya adalah kewajiban dari P.P.A.T
untuk menelitinya.
Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung tanggal 5 september 1963
no.1115/P/3292/M/1963, seorang isteri yang tunduk pada hukum Barat tidak lagi
memerlukan izin ataupun bantuan dari suaminya, karena pasal 108 dan 110
KUUH Perdata dianggap tidak berlaku lagi. Maka dengan demikian tidak ada lagi
perbedaan antara semua warga negara Indonesia.
Sebelum dibuktikan akta jual-beli oleh PPAT maka wajib diserahkan
kepada P.P.A.T adalah :
49
50
Tanah-tanah pertanian tersangkut segi-segi sosial ekonomis yang lebih besar dari
pada tanah-tanah bangunan. Pengawasan terhadap pemindahan hak tanah-tanah
bangunan memang perlu, dan dengan dikeluarkannya peraturan Menteri Dalam
Negeri no.59/DDA/1970, maka pemindahan hak atas tanah yang memerlukan izin
lebih terperinci lagi yaitu seperti dimaksud pasal 1 ayat 2 peraturan Menteri
Dalam Negeri no.59/DDA/1970 yaitu untuk:
Hak milik atas tanah pertanian
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan atas tanah Negara, jika dilakukan kepada Badan Hukum.
Hak Pakai atas tanah negara, jika dilakukan kepada orang asing atau Badan
Hukum.
Pemindahan hak atas tanah-tanah bangunan diperlukan izin kalau sipemohon
sudah mempunyai banyak tanah (permendagri no.59/DDA/1970, sudah
mempunyai 5(lima) bidang).
Bagaimana kalau permohonan izin pemindahan haknya ditolak.
Kalau permohonan izin pemindahan haknya ditolak, maka pada akta jual yang
bermaterai dibubuhkan catatan mengenai penolakannya, dan semua warkah yang
diterima, termaksud akta jual-beli dan sertifikatnya dikembalikan kepada yang
berkepentingan. Kalau warkah-warkah tersebut diterima dari PPAT, maka
pengambilannya dengan perantaraan PPAT yang bersangkutan.
PEMBEBANAN HAK MILIK ATAS TANAH.
Pasal 25 UUPA menetapkan, hak milik dapat dijadikan jaminan hutang
dengan dibebani hak tanggungan. Jadi hak milik atas tanah dapat dibebani dengan
hak tanggungan, yaitu hak hipotik dan Credietverband.
Pembebanan hak atas tanah dengan hak tanggungan harus dibuktikan
dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan didaftarkan di Kantor
Agraria Kabupaten/Kotamadya setempat (pasal 19 dan pasal 22 ayat 4 PP
no.10/1961) sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut telah dikeluarkan peraturan
Menteri Agraria no.15 tahun 1961, tentang pembebanan dan pendaftaran hipotik
dan Credietverband.
51
Pembebanan hak milik yang belum didaftar dibuku tanah menurut PP.10. tahun
1961, dilakukan bersamaan dengan permintaan untuk pembukuan tanah (pasal 6
PMA 15/1961). Dalam Peraturan Menteri Agraria no.15 tahun 1961 dinyatakan
bahwa Akta PPAT mengenai pembebanan hak milik dengan hak tanggungan yang
ditandatangani oleh para pihak, para saksi dan pejabat, dibuat sebanyak yang
diperlukan untuk PPAT sendiri dan Kepala Kantor Pendaftaran Tanah (sekarang
Kepala Kantor Agraria cq. Sie pendaftaran tanah) yang bersangkutan, yang
masing-masing memerlukan satu lembar kepada Kreditur dan Debitur, atas
permintaannya masing-masing dapat diberikan satu lembar salinan akta tersebut
pada ayat 2 pasal ini yang ditandatangani oleh PPAT (Vide pasal 4 PMA
no.15/1961).
Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Agraria no.SK.67/DDA/1968,
salinan buku tanah hipotik/ Credietverband disertai salinan akta PPAT sebagai
dimaksudkan dalam pasal 7 Peraturan Menteri Agraria no.15 tahun 1961, yang
diberi
sampul
adalah
merupakan
SERTIFIKAT
HIPOTIK/CREDIET
VERBAND sertifikat hipotik dan cerdietverband yang disertai salinan akta PPAT
mempunyai fungsi sebagai grotse akta hipotik dan credietverband serta
mempunyai kekuatan Eksekutorial sebagai yang dimaksudkan dalam pasal 224
Reklement Indonesia yang diperbaharui (RIB) S.1941 44 dan pasal 258 Rechts
Reglement Buiten gewesten (Rbg) S. 1927-227, serta pasal 18 dan pasal 19
Peraturan Credietverband (S.1908-542).
Disamping dapat dibebani dengan hak tanggungan maka hak milikpun
seperti sudah diuraikan dimuka, bahwa hak milik dapat menjadi induk dari hakhak atas tanah lain yaitu dengan dibebani dengan Hak Guna Bangunan (Vide
pasal 35 UUPA) ataupun Hak Pakai (Vide pasal 41 UUPA).
Pembebanan Hak Milik dengan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
dilakukan dengan membuat perjanjian yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT
antara pihak-pihak yang bersangkutan (Vide pasal 19 PP.10 tahun 1961).
Hak Guna Bangunan diatas hak milik orang lain ini statusnya sama dengan Hak
Guna Bangunan diatas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dan tunduk
pada ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi Hak Guna Bangunan pada umumnya.
52
Apa yang diuraikan diatas adalah sepanjang hak milik tersebut berwujud
tanah-tanah bangunan atau perumahan, sedangkan apabila hak milik tadi berupa
tanah pertanian maka penguasaan dan pengusahaannya tunduk pada ketentuan
pasal 10 UUPA yaitu harus diusahakan atau dikerjakan sendiri secara aktif oleh
pemiliknya dengan mencegah cara-cara yang bersifat pemerasan.
Penguasaan tanah pertanian oleh bukan pemiliknya hanya dapat dilakukan dengan
hak-hak yang bersifat sementara berdasarkan pasal 53 Undang-Undang Pokok
Agraria.
53
MATERI PERKULIAHAN
PENGURUSAN HAK ATAS TANAH DAN PENDAFTARAN TANAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pengertian
1. Pengurusan hak atas tanah ialah suatu proses dilakukan oleh si
pemegang atau calon pemegang hak untuk memperoleh hak-haknya atas
tanah sesuai hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA No. 5 tahun
1960 tentang Agraria.
2. Pendaftaran tanah
-
54
Hak milik.
Pengertian hak milik dalam UUPA itu dijelaskan pada pasal 20 UUPA
yaitu hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang
dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat bahwa hak
tersebut mempunyai fungsi sosial. Hak milik dalam KUHPerdata
disebut hak Eigendom. Perbedaannya adalah hak eigendom untuk
berbuat secara seluas-luasnya atas
55
56
pemberiannya
oleh
pejabat
yang
berwenang
57
dipergunakan.
Subyek orang dapt warga Negara Indonesia dan warga Negara asing
yang berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia, termasuk
badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
f. Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan.
Setiap warga Negara boleh untuk membuka hutan untuk dikuasai, asal
bukan menjadi milikm orang lain melainkan tanah yang masih dikuasai
oleh Negara, artinya mendapatkan ijin sesuai peraturan yang berlaku.
Berbeda dengan memungut hasil hutan secara sah tidak dengan
sendirinya diperoleh hak milik tanah itu.
g. Hak Guna Air, Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan.
h. Hak Guna Ruang Angkasa.
Hak guna ruang angkasa disini dimaksudkan bagi kita untuk
mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa guna
usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi,
air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hal-hal
lainnya yang bersangkutan.
i.
58
maksudnya
pendaftaran
tanah
mengikuti
ketentuan-
untuk
menunjukkan
bahwa
pendaftaran
tanah
perlu
59
ini
60
c.
61
62
BAB II
SEJARAH DAN DASAR HUKUM PENDAFTARAN TANAH
A.
peletakkan dasar pendaftaran hak. Dalam plakat itu menetapkan Bailluw dan
Scheppen. Keduanya bertugas untuk mencatat pendaftaran tanah terutama
pekarangan-pekarangan dan pohon-pohon buah-buahan, serta pencatatan
nama-nama pemiliknya.
Kemudian tahun 1680, tepatnya 23 Juli 1680 dikeluarkan plakat yang
mengatur susunan dan tugas dari lembaga yang dibentuk mengurusi
pendaftaran tanah yaitu Dewan Heemraden. Adanya dewan ini merupakan dasar
dalam pendaftaran tanah. Dewan ini bertugas untuk mencatat pendaftaran tanah
berdasarkan peta umum dari tanah yang ada dalam wilayah kerjanya. Tugas
lainnya adalah menyelesaikan segala perselisihan atau perkara pertanahan
waktu itu.
Dalam plakat pasal 9, tanggal 23 Juli 1680 tersebut menyatakan bahwa
setiap orang tidak diperkenankan menjual atau mengalihkan bidang-bidang
tanahnya yang terletak di luar tembok-tembok kota, kecuali memberitahukan
maksud tersebut lebih dulu. Tujuannya untuk mencegah agar tidak terjadi lepas
kontrol atas pemindahan hak bidang-bidang tanah di luar kota.
Bila penjual
63
dulu diakui sesuai dalam plakat tanggal 3 Oktober 1730 dan 17 Nopember 1761.
Kemudian dilakukan penyerahan tugas penyelenggaraan tugas kadaster
kepada ahli ukur padas tahun 1778 yang merubah Heemraden Kennis menjadi
Landmeterskennis.
ambtenaaren)
yang
dibantu
oleh
pejabat-pejabat
pembantu,
2.
3.
asli akta balik nama disimpan oleh pejabat pembantu dalam 2 (dua)
bundel terpisah, yaitu bundel koopbieven dan bundel hypotheekbrieven,
sedangkan kepada yang bersangkutan diberikan salinan sah (grose) akta
balik nama.
4.
64
5.
berlakunya ordonansi balik nama adalah terletak pada pasal 20 ordonansi balik
nama tersebut. Ordonansi balik nama pasal 20 tersebut yang menyatakan
bahwa dalam pembuatan akta balik nama akibat jual beli, maka pembeli harus
hadir untuk menerangkan bahwa ia telah menerima penyerahan itu.
Pendaftaran tanah harus dilakukan karena syarat mutlak dari adanya jual
beli itu. Sebab jual-beli itu merupakan salah satu sebab dari dasar hukum (title,
causa) dari penyerahan, sedangkan peralihan hak baru terjadi setelah
penyerahan dilaksanakan. Pasal 20 itu memungkinkan telah dipengaruhi oleh
pasal 1496 KUHPerdata yang menetapkan bahwa hak eigendom atas benda
yang telah dibeli baru beralih kepada pembeli setelah dilakukan penyerahan
(levering) dan cara penyerahan demikian diatur dalam pasal 616 KUHPerdata.
Sedangkan sebelum ordonansi balik nama perlihan hak harus didaftarkan di
hadapan 2 (dua) orang Schepen yang merupakan syarat berlakunya suatu
perlihan yang terjadi terhadap pihak ketiga. Dengan demikian bahwa
pendaftaran yang didasari oleh ordonansi balik nama itu menggunakan sistem
pendaftaran hak yang positif dan hingga sekarang dengan adanya PP no. 10
tahun1961 dan PP No.24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah masih
menggunakan sistem positif ini.
B.
tanah, hanya saja yang berubah adalah mengenai penggunaan istilahnya saja,
seperti :
1. Kadaster diterjemahkan menjadi Pendaftaran tanah
2. Kodostrale Dienst menjadi Jawatan Pendaftaran Tanah
3. Kadaster Kantoor diterjemahkan menjadi Kantor.
65
Karena penjajahan Jepang tidak terlalu lama, tentu tidak banyak peraturan
yang dibuat, khususnya pada pendaftaran tanah. Setelah penjajahan Jepang,
Indonesia kembali diduduki oleh Belanda. Tentu saja peraturan seperti odonantie
balik nama kembali berlaku. Hal ini dikuatkan dengan diterbitkanGouvernements
Besluit, tanggal 18 Maret 1947, No.12 sebagaimana dimuat dalam S. 1947 No.
53 yang menetapkan bahwea pembuatan akta sebagai dimaksud dalam pasal 1
Ordonantie balik nama, dilakukan di hadapan Kepala Pendaftaran Tanah dengan
dibantu oleh Pegawai Tata Usaha pada Kantor tersebut.
C. Pendaftaran tanah setelah berlakunya UUPA No. 5 tahun 1960
1. Pluralisme hukum tanah di Indonesia.
Di Indonesia pertanahan sendiri sebelum, UUPA No.5 tahun 1960 dibuat
dan berlaku sejak tanggal 24 September 1960 tentang Pokok-pokok Agraria
telah ada berbagai macam sistem hukum tanah.
Karena itu UUPA No. 5 tsahun 1960 tentasng Pokok-pokok Agraria
mengakhiri dualisme hukum tanah di Indonesia, yaitu hukum tanah barat dan
hukum tanah addat. Sedangkan pluralisme yang dimaksud adalah adanya
beberapa system hukuim tanah yang berlaku yaitu ;
1. Hukum tanah adat
2. hukum tanah barat
3. hukum tanmah administrasi
4. hukum tanah swapraja.
Dari pluralisme system hukum tanah ini, maka perlu menjadi suatu
peraturan yang terunifikasi. Seperti masa sebelum berlakunya
UUPA No. 5
tahun 1960 itu, kadaster juga menjangkau sistem tanah yang lain, tapi tidak
meberikan pendaftaran secara sempurna. Sedangkan kadaster terhadap sistem
hukum adat juga kembali pada sistem hukum adatnya sendiri.
66
dan sebelum
maka
di
peraturan
pelaksanaannya
dibuatlah
Peraturan
keluarnya Kepres RI. No. 26 tahun1988, tanggal 19 Juli 1988 dialihkan pada
BPN, dan pelantikan kepala BPN tanggal 21 Nopember 1988.
67
68
perlunya
dilakukan
pendaftaran,
termasuk
sistem
pendaftarasn
yang
sejak diterbitkan
berlakunya 3 bulan sejak tanggal diundangkan sesuai pasal 66. Jadi berlaku
secara efektif sejak tanggal 8 Oktober 1997.
Namun pada permasalahan, perturan mana yang digunakan untuk
melakukan pendaftaran tanah untuk masa 3 bulan tersebut. Sementara sesuai
pasal 65, PP No.10 tahun 1961 dinyatakan dicabut, jadi untuk mengisi
kevakuman hukum atas dasar pertimbangan dan dasar hukum tersebut, maka
69
dalam pendaftaran tanah tersebut masih menggunakan PP. No.10 tahun 1961.
Mengapa? Karena PP No.24 tahun 1997 dinyatakan secara efektieif berlaku 3
bulan
sejak
diundangkan.
Apa
tujuannya?
Agar
masyarakat
dapat
70
BAB III
PENTINGNYA PENDAFTARAN TANAH DILAKUKAN
A. Permasalahan bila tidak didaftarkan.
Pentingnya pendaftaran tanah dilakukan tentunya tidak lepas dari apa yang
diamanatkan dalam pasal 19 ayat 2 UUPA No. 5 tahun 1960, berbunyi :
Pendaftaran tersebut dalam ayat 1, meliputi ;
a. pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian
yang kuat.
71
72
kali. Ada 7 (tujuh) langkah yang perlu dilakukan untuk memperoleh hak berupa
sertifikat, yaitu ;
1.
c. surat keterangan riwayat tanah yang dibuat oleh kantor pelayanan PBB.
d. Groose akta Eigendom, yang berisikan pernyataan pejabat keagrariaan
yang
73
74
BAB IV
POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN TANAH
seorang
pegawai
Badan
Pertanahan
Nasional
yang
mempunyai
Nasional
yang
mempunyai
seorang
pegawai
Badan
Pertanahan
75
satuan
wilayah
tat
usaha
pendaftaran
tanah
ini,
maka
pelaksanaannya lebih lanjut berada pada tingkat desa atau kelurahan. Karena di
wilayah itu yang lebih mengetahui kondisi dan asal-usul tanah tersebut.
Jadi satuan wilayah ini ditentukan dalam pelaksanaannya berada pada
tingkat desa atau kelurahan maksudnya untuk mempermudah dalam proses
pendaftaran tanah, mulai dari pembukuan dalam pendaftaran, pengukuran, dan
pemetaan. Agar dalam penyajian data fisik dan data yuridis sesuai dengan
kondisi dilapangan yang sebenarnya, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
D.Pelaksanaan Pendaftaran tanah.
Perlaksanaan pendaftaran tanah ini kembali mempergunakan cara yang
mana. Apakah cara sistematis atau sporadik. Bila inisiatif muncul dengan
76
77
BAB V
PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI
A. Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali ini, artinya belum pernah dilakukan
pendaftaran tanah pada obyek tertentu. Dalam melaksanakannya tentu saja jelas
menggunakan dua cara yaitu sistematis dan pendaftaran secara sporadik.
Dalam pasal 1angka 9 PP no. 24 tahun1997, menyebutkan ;
Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran yang
dilakukan terhadap obyek pendaftaran yang belum didaftar berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah atau
Peraturan Pemerintah ini.
Pendaftaran secara sistematis, maka untuk dapat melakukannya, Menteri
menetapkan lokasi pendaftaran atas usul Kepala Kantor Wilayah. Untuk daerah
berupa desa atau kelurahan yang belum mendapat program sistematis , maka
pendaftaran dapat dilakukan secara sporadik.
Pendaftaran sistematis ini diadakan sesuai dengan APBN yang disediakan.
Setiap tahun dapat diajukan untuk memperoleh pendaftaran sistematis ini. Tapi
tidak semua wilayah yang mengajukan biasanya dapat program pendaftaran car
ini.
Masyarakat yang menguasai lahan, tetapi belum didaftarkan tanahnya. Panitia
Ajudikasi yang berkedudukan di desa atau kelurahan.
Sedangkan pendaftaran secara sporadik, misalnya muncul atas kesadaran
dari pemegang haknya. Karena begitu pentingnya satus hak tersebut yang
dibuktikan dengan alat bukti berupa sertifikat. Jadi pemegang haklah yang
mengajukan permohonan.
Dalam permohonannya, pemegang hak melengkapi dengan dokumen asli,
begitu piula pada cara sistemtis, pemegang melengkapi dokumen asli.
Permohonan pendaftaran tanah secara sporadik ini dimaksudkan untuk;
1.
2.
78
3.
tahun1997 berbunyi:
untuk keperluan pendaftaran hak;
a. hak atas tanah baru dibuktikan dengan;
1. penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak
yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian
hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak pengelolaan.
2. asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak
milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengeani hak
guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik.
b.hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan
oleh pejabat yang berwenang.
c. tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf.
d. hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan.
e. pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak
tanggungan
Sedangkan pendaftaran hak lama sebagimana yang dimaksudkandalam
pasal 24 PP No. 24 tahun 1997, berbunyi:
1.
untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari
konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya
hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau
pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia
Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor
Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk
mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
2.
dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat
pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pembukuan hak dapat
dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang
bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut
oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat:
79
a.
b.
pendaftaran. Tapi pengukuran juga dilakukan tanpa ada pendaftaran tanah yaitu
tehadap tanah Negara secara keseluruhan.Pengukuran dan pemetaan ini dapat
menggunakan beberapa cara, yaitu:
a. pengukuran dan pemetaan secara fotogrametrik adalah pengukuran dan
pemetaandengan menggunakan sarana foto udara. Dan foto udara sendiri
adalah foto dari permukaan bumi yang diambil dari udara dan memenuhi
persyaratan teknis tertentu untuk dipergunakan bagi pembuatan peta dasar
pendaftaran.
b.
c. metode lain, artinya cara pengukuran yang dilakukan selain cara-cara diatas
yang dapat memenuhi syarat syarat data fisik.
2. Pembuatan peta dasar
Pembuatan peta dasar dilakukan sesuai dengan pengukuran yang telah
dilakukan. Skala yang digunakan telah ditentukan dalam Peraturan Menteri
Negara Agararia no 3 tahun 1997, yaitu :
1. pemetaan bidang tanah yang luasnya 25 Ha atau lebih sedapat mungkin
dilakukan dengan system koordinat nasional.
2. bidang tanah dengan luas lebih kecil dari 10 Ha digambarkan pada peta
pendaftaran skala 1:1000 atau 1: 2.500 atau 1: 10.000.
80
3. bidang tanah yang lausnya melebihi cakupan satu lembar peta pendaftaran,
dapat dibuat dalam beberapa lembar peta pendaftaran dengan diberikan
simbol kartografi tertentu, sedangkan untuk salinan atau kutipannya dapat
dibuat skala yang kecil.
3. Penetapan batas bidang-bidang tanah.
Untuk memperoleh data fisik , maka dilakukan penetapan batas bidang
tanah dengan pengukuran. Tapi sebelumnya ditetapkan letanknya, batasbatasnya di setiap sudut bidang tanah yang bersangkutan. Untuk penetapan
batas-batas bidang tanah ini diupayakan berdasarkan kesepakatan para pihak
yang berkepentingan. Artinya para pemilik hak atas tanah yang bersebelahan
langsung dengan pemohon untuk menyaksikan petetapan batas bidang tanah
tersebut. Kemudian bentuk, ukuran dan teknis penempatan tanda batas
ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal ini ada pada Peraturan menteri Negara
Agraria No 3 tahun 1997 pasal 22 ayat 1 dan ayat 2.
Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan suatu hak
yang belum terdaftar atau sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur atau
gambar situasinya
dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran secara sistematis atau oleh
Kepala
Kantor
Pertanahan
dalam
pendaftaran
sporadik,
berdasarkan
penunjukan batas oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan
sedapat mungkin disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan.
Bila terjadi sengketa mengenai batas bidang-bidang tanah yang
berbatasan,
maka
diupayakan
cara
penyelesaian
secara
damai,
yaitu
81
82
BAB VI
ALAT BUKTI PERTANAHAN
DAN
PEMBUKTIANNYA
A. Pendahuluan
Pembuktian disini harus juga dilihat pada hukum pembuktian yang
merupakan bagian dari hukum acara perdata maupun pidana. Tapi yang
dimaksudkan adalah hukum acara perdata. Hubungannya dengan pendaftaran
tanah adalah bahwa segala sesuatu harus dibuktikan menurut alat bukti yang
ada. Jelas bahwa alat bukti yang dimaksud adalah setifikat sebagaimana yang
disebutkan dalam UUPA no.5 tahun 1960 dan PP.No24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa alat bukti yang lain juga bisa
dijadikan alat bukti. Karena dalam hukum acara tersebut
memberikan
keleluasaan pada alat bukti selain sertifikat. Agar dapat mengerti mengenai alat
bukti dalam hukum pembuktian, maka kita berikan sedikit penjelasan teori
pembuktian,yaitu :
1.
2.
3.
4.
teori public yang memberikan wewengan yang lebih luas pada hakim
untuk mencari kebenaran dengan mengutamakan kepentingan publik.
83
(Martiman Prodjohamidjojo, 1997:42) dan (A.Pitlo, 1978 :45) dikutip oleh Dr.
Irawan Soerodjo,S.H.,M.Si.:130.
Sekarang timbul pertanyaan, apakah dari teori tersebut semua alat bukti
dapat dijadikan alat bukti? Tentu saja secara umum bila kembali pada hukum
acara perdata, maka menurut ketentuan pasal 1865 1945 KUHPerdata, pasal
162 177 HIR, Pasal 282 314 RBg, dan Stb 1867 No.29 tentang kekuatan
pembuktian akta dibawah tangan, mengatur mengenai alat bukti tersebut. Dan
seperti pada pasal 1866 KUHPerdata menyebutkan bahwa alat pembuktian
meliputi bukti tertulis, bukti saksi, pesangkaan, pengakuan dan sumpah.
Perlu menjadi catatan kita bahwa dari alat bukti tersebut bila kembali pada
hukum agraria, dan pendaftaran tanah, maka alat bukti yang terkuat apabila
dapat dibuktikan dengan adanya sertifikat. Dan sertifikat alat bukti yang diakui
oleh peraturan perundang-undangan. Namun bukan berarti alat bukti yang lain
tidak diakui. Melainkan sebagai dokumen pelengkap yang dalam prosesnya
untuk ditingkatkan statusnya menjadi hak-hak yang ada dalam UUPA No.5 tahun
1960.
Alat bukti yang lain selain alat bukti tertulis merupakan alat bukti
pelengkap yang dapat berfungsi memperkuat alat bukti tertulis, dalam hal ini alat
bukti yang dimaksud adalah sertifikat. Alat bukti yang lain tersebut seperti saksi
merupakan bagian dari data yuridis. Saksi disini jelas yang langsung
berhubungan dengan hak atas tanah. Dan dalam proses pendaftaran tanah ini
saksi mempunyai dua berkedudukan, yaitu :
1.
saksi sebagai saksi hak ; artinya nama-nama dan tanda tangan yang
tercantum dalam surat kepemilikan atau sertifikat menjelaskan dan
membenarkan secara sah yang bersangkutan mempunyai sebidang tanah.
Jadi saksi ini adalah pihak yang bersebelahan
meminta kesaksian dalam surat atau sertifikat. Bisa juga saksi lain berupa
tokoh yang dituakan dimana tanah itu berada, seperti tokoh masyarakat dan
kepala adat yang dapat menguatkan kesaksian hak tersebut, karena
dianggap mengatahui asal-usul hak tanah biasanya berupa surat pernyataan.
2.
saksi sebagai asal dari hak ; saksi dimasud adalah bila terjadi suatu
perkara, maka saksi ini bisa diminta kesaksiannya karena dari perbuatan
84
hukum . dalam hal ini yang dimaksuad adalah seperti jual beli atau peralihan
hak kepada pihak lain. Pihak pertama tadi dapat dijadikan saksi. Perlu diingat
bahwa dalam hukum acara, bila hanya satu orang saja yang dijadikan saksi,
maka tidak dapat dijadikan saksi ( UNUS TESTIS NULLUS TESTIS ), pasal
139 152 dan 168 172 HIR, pasal 1895 dan pasal 1902 -1912
KUHPerdata.
B. Pembuktian Hak Baru.
Pembuktian hak baru artinya dari hak atas tanah tersebut belum ada alat
bukti terdahulu. Bisa terjadi karena diperoleh dari tanah Negara atau hak lainnya.
Secara rinci pasal 23 PP 24 tahun 1997, menjelaskan :
Untuk keperluan pendaftaran hak
a. hak atas tanah baru dibuktikan dengan:
1). Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan
hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila
pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak
pengelolaan.
Penetapan ini biasanya diberikan oleh Negara kepada masyarakat
transmigrasi, yang telah ditempatkan pada suatu wilayah tertentu. Wilayah
tersebut belum ada yang mengakui haknya. Oleh Negara diberikan haknya
sesuai peruntukkannya. Dan status haknya adalah hak milik. Selain tanah
Negara, juga hak tanah pengelolaan. Hak pengelolaan ini biasanya diberikan
oleh Negara pada badan hukum seperti BUMN, dari sebagian tanah pengelolaan
itu bisa diberikan pada perorangan dengan status hak milik.
2). Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak hak tersebut oleh
pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila
mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik.
Bahwa dari tanah hak milik yang dipunyai seseorang yang ditanah
tersebut diberikan kepada penerima untuk mendirikan bangunan dengan
dibuatkan akta PPAT atas pemberian hak bangunan tersebut. Demikian pada
dengan hak pakai. Jadi status hak milik tetap menjadi pemiliknya.
85
a.
b.
c.
Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan
d.
berturut-berturut
oleh
pemohon
pendaftaran
dan
pendahulunya.
Syaratnya adalah :
86
a.
b.
secarasporadik
individual
dilakukan
oleh
kepala
Badan
keberatan itu
87
D. Sertipikat
1. pengertian sertipikat.
Sertipikat dalam terminology sebenarnya ditulis dengan sertipikat, bukan
menggunakan huruf f. sertipikat seperti dalam pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA
no.5 tahun 1960, menegaskan bahwa sertipikat adalah tanda bukti hak atas
tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sedangkan hak atas
tanah adalah macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah,
yang dapat diberikan kepada dan dipunyai orang-orang, baik sendiri maupun
bersama dengan orang lain, serta badan hukum. Macam-macam hak yang
dimaksud adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai,
hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain.
Hak-hak lain ini tidak termasuk dalam UU serta sifatnya sementara: hak gadai,
hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak sewa tanah pertanian.
2.Isi sertipikat
Dalam sertipikat bila dilihat dari isinya, maka dapat dibagi dua bagian,
yaitu ;
1. sertipikat pada umumnya, terdiri dari
a. buku tanah, berisi identitas pemegang hak, asal hak, saksi-saksi
persebelahan dengan pemegang hak, luas, dasar pendaftaran, wilayah
administrasi lokasi yang bersangkutan dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan data yuridis.
b. surat ukur, berisi lookasi termasuk wilayah administrasi, luas (ukuran
panjang dan lebar) penggunaan tanda yang digunakan dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan data fisik
2. Sertipikat hak milik atas rumah susun berisi 4 (empat) bagian:
a. salinan buku tanah
b. salinan surat ukur hak atas tanah bersama
c. gambar dengan tingkat rumah susun yang bersangkutan yang
menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki
88
sertipikat
2.
sertipikat sementara
3.
2.
3.
menjamin
keamanan,
perlindungan
dan
kepastian
BPN
daftar nama
2.
daftar tanah
3.
4.
89
5.
6.
90
BABVII
HAK TANGGUNGAN
A. Pengertian
Sebelum lahirnya UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah, kita masih
menggunakan KUHPerdata yaitu pada Buku II tentang Benda. Khususnya yang
mengatur hal tersebut mengenai hipotik.
Penggunaan istilah pun telah mengalami perubahan. Bila kita masih
menggunakan KUHPerdata, maka istilah yang digunakan adalah Hipotik. Sejak
lahirnya UU No.4 tahun 1996 istilahnya pun menggunakan Hak Tanggungan.
Untuk mengetahui perbedaan dari keduanya, maka kita terlebih dulu
mengetahui dan mengerti pengertian atau definisi serta hal-hal lain yang
membedakannya, yaitu :
1.
2.
Hak Tanggungan, sesuai UU No.4 tahun 1996 adalah hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No.5
tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. ( pasal 1
UU No.4 tahun 1996)
Dari kedua pengertian ini jelas ada perbedaan. Perbedaan tersebut
91
Sedangkan Hak Tanggungan hanya terbatas atau dibatasi pada Hak atas tanah
dan benda-benda yang ada diatasnya.
Dengan demikian tentunya subyek hukum yang ingin menjaminkan
benda-benda yang seperti tercvantum dalam pasal 314 KUHD, maka
menggunakan hipotik. Karena tidak secara khusus mengatur tentang hal itu,
berupa UU atau peraturan lainnya.
B. Asas-Asas Hak Tanggungan
Secara umum maupun khusus asas Hak Tanggungan dan Hipotik tidaklah
ada perbedaan. Asas-Asas hukum yang penting itu adalah sebagai berikut :
1.
Asas
Publicitiet
(Openbaarheid),
adalah
mengharuskan
atau
atau hipotik
hanya dapat diadakan atas benda-benda yang ditunjuk secara khusus yaitu
benda-benda tak bergerak yang terikat sebagai tanggungan. Misalnya letak,
luas, perbatasan, asal-usul, bentuk hak
3.
hak pakai atas tanah Negara yang menurut tentukan yang berlaku wajib
didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.
92
Dalam UU No.4 tahun 1996 bab III pasal 8 dan pasal 9 menjelaskan
bahwa subyek hak tanggungan itu dapat dibagi dua, yaitu :
1.
untuk
badan
hukum
disini
adalah
lembaga
keuangan,
93
lain
yang
menimbulkan
hubungan
utang-piutang
yang
bersangkutan.
ayat (2) :
hak tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu
hubungan hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari
beberapa hubungan hukum.
d. menyebutkan secara jelas nilai tanggungan.
e. uraian yang jelas mengenai obyek hak tanggungan.
2. hal yang diperjanjikan :
a.
b.
94
i.
j.
95
Dalam
isi
perjanjian
akta
pemberian
hak
tanggungan
itu
tidak
96
97
1.
2. untuk seorang pembeli sesuatu benda tak bergerak, yang telah memakai
uang
harga
benda-benda
tersebut
untuk
melunasi
orang-orang
98
Untuk tanggal pencatatan pada buku tanah dilakukan tanggal hari ketujuh
setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran
beralihnya hak tanggungan dan diberi tanggal hari kerja berikutnya.
oleh
Negeri.
d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan. Maksudnya hak
atas tanah dapat hapus antara lain karena hal-hal sebagaimana disebut
dalam pasal 27, 34 dan
99
untuk
pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahulu dari pada
kreditor-kreditor lainnya.
Kreditor atau pemegang hak tanggungan ini mempunyai hak menjual
mengingat sertipikat hak tanggungan yang title eksekutorial yang mempunyai
kekuatan eksekusi yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti Groose Acte
Hypothiek sepanjang mengenai hak atas tanah, kecuali diperjanjikan lain, maka
sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan hak
tanggungan yang telah didaftarkan, dikembalikan kepada pemegang hak atas
tanah yang bersangkutan.
Penjualan obyek hak tanggungan atas kesepakatan pemberi dan
pemegang hak tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan jika dengan
demikian itu akan dapat memperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
semua pihak. Pelaksanaannya dilakukan hanya dapat dilakukan setelah lewat
waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau
pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) suarat kabar di wilayah setempat.
100
kepada
ketua
pengadilan
negeri
yang
memeriksa
perkara
pengadilan
negeri
yang
bersangkutan.
Kantor
BPN
101
BAB VIII
WAKAF
A. Pengertian dan dasar hukum
Wakaf dalam terminology bahasa Arab berarti Al-Habsu, yang berasal
dari kata kerja yahbisu-habsan. Kemudian kata ini berkembang menjadi
habbasa dan berarti mewakafkan harta karena Allah. Kata wakaf berasal dari
waqafa (fiil madi) yaqifu (fiil madari) waqfan (isian masdar) yang berarti
berhenti atau berdiri.
Wakaf menurut istilah syarah yaitu menahan harta yang mungkin diambil
manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya (ainnya) dan
digunakan untuk kebaikan.
Pengertian wakaf, yang dirumuskan dalam pasal 1 ayat 1 PP No.28 tahun
1977 tentang Perwakafan Tanah Hak Milik adalah:
Perbuatan hukum seseorang atau Badan Hukum yang
memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa
tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya
untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya
sesuai dengan ajaran agama Islam.
Sekarang wakaf telah diundangkan dan mengatur lebih rinci dalam
pelaksanaannya dan lebih menjamin kepastian hukum. Peraturan yang baru
dibuat tersebut adalah UU No.41 tahun 2004 tentang Wakaf. Wakaf menurut
undang-undang ini adalah :
wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah
(pasal 1, angka 1, UU No.41 tahun 2004)
B. Unsur-unsur wakaf
102
perseorangan.
103
2. Unsur obyektif
a). Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan
lama dan/atau manfaat
104
105
rupiah)
106
2. wakif atau kuasanya meneyerahkan surat dan atau bukti kepemilikan atas
harta benda wakaf kepada PPAIW dalam hal ini PPAIW adalah Kepala
KUA Kecamatan dimana wilayahnya dalam obyek pendaftaran wakaf
tersebut ( pasal 5, ayat 1 dan ayat 3, Peraturan Menteri Agama No. 1
tahun 1978).
3.
4. PPAIW menyerahkan:
- salinan akta ikrar wakaf
- surat-surat dan atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.
5.
6. bila luas tanah wakaf lebih kecil dari sertipikat hak atas tanah, maka BPN
melakukan pengukuran dan pemetaan terhadap tanah yang diwakafkan.
Kemudian pemecahan atau pemisahan untuk terbit sertipikat baru berupa
sertipikat wakaf.
107
7.
8.
9.
108
BAB IX
HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN
A. Pengertian
Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat, yang dibangun
dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional dalam arah horizontal dan vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah.
B. Hak Milik Satuan Rumah Susun.
Selain pemilikan atas satuan rumah susun tertentu, hak milik satuan
rumah susun juga meliputi hak pemilikan bersama atas apa yang ada
diatasnya disebut bagian bersama, tanah bersama, dan benda bersama.
-
Benda bersama
tetapi
berada
diatas
tanah
bersama
dan
109
Menteri
Dalam
Negeri
No.4
tahun1977
tentang
110
111
112
maka hal tersebut tidak bertentangan dengan UURS karena ikatan jual
beli tidak termasuk dalam ruang lingkup Hukum Tanah Nasional, tetapi
tunduk pada Hukum Perjanjian.
Lalu apa sebenarnya strata title itu, menurut Prof. Maria S.W. Sumardjono,
bependapat strata title adalah secara singkat adalah suatu sistem yang
memungkinkan pembagian tanah dan bangunan dalam unit-unit yang disebut
satuan (parcels) yang masing-masing merupakan hak yang terpisah, namun
di samping pemilikan secara individual itu dikenal pula adanya tanah, benda,
serta bagian yang merupakan milik bersama (Common Property)
Unsur-unsur yang dalam strata title, yaitu :
1. Parcels : pembagian tanah dan bangunan dalam unit-unit.
2. Common Property : Tanah bersama, Benda bersama, bagian bersama
Indent bisa dikatakan perjanjian dengan uang pengikat, dibenarkan dalam
kaitannya denan hukum tanah nasional, dan bagaimana upaya perlindungan
hukum konsumen satuan rumah susun terhadap tindakan yang merugikan
oleh developer
BAB IIX
PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
113
( PPAT )
1. Pengertian
PPAT adalah Pejabat Umum yang diberikan kewenangan untuk membuat
akta-akta tanah tertentu. (pasal 1 angka 24 PP no. 24 dan pasal 1 angka 4
UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan).
Pengertian PPAT tersebut diastu pihak meliputi pengertian suatu jabatan
dalam tata susunan Hukum Agraria Nasional kita, khususnya hukum yang
mengatur Pendaftaran Tanah, dilain pihak mengandung pengertian orang
menjabat jabatan tersebut. ( Prof. Boedi Harsono )
2. Pengangkatan PPAT
2.1.
Permohonan pengangkatan
Pengangkatan PPAT baru atau karena pindah daerah kerja, diajukan oleh
yang bersangkutan kepada Menteri Negara Agraria /Kepala BPN dilengkapi
dengan Rekomendasi dari Kepala Kantor Pertanahan di tempat dan dari
daerah asal tugasnya (untuk pindahan ) melalui Kepala Kantor Wilayah BPN
Provinsi yang bersangkutan.
( pasal 2 ayat 3 Peraturan MNA/Ka. BPN No. 1 tahun 1996 )
2.2.
tujuan dibuat
114
sejak
Bunyi Sumpah
Bunyi sumpah /janji bagi PPAT diatur dalam pasal 1 ayat 2 PMDN No. 2 tahun
1977 dan Lampiran Surat Edaran Ka. BPN No. 640-1263 ) ------ lihat lembar
lampiran.
3.4. Kegiatan Pengambilan Sumpah
Kegiatan pengambilan sumpah terdiri dari :
a. upacara npengucapan sumpah atau janji.
b. Penandatanganan Berita Acara Pengambilan Sumpah atau Janji. Berita
Acara pengambilan sumpah janji ditandangani oleh Pejabat yang
mengambil
sumpah
atau
janji
Kepala
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat);
c. Penandatanganan sumpah atau janji secara tertulis. Ditandangani oleh
PPAT yang mengangkat sumpah/janji, saksi-saksi, Rokhaniawan dan
pejabat yang mengambil sumpah atau janji.
Pain b dan poin c dilakukan secara terpisah karena Berita Acara
Pengambilan Sumpah atau janji pada dasarnya merupakan suatu laporan
dari Pejabat yang mengambil sumpah/janji ( Kepala kantor Pertanahan ).
115
4.2. Warna
Dasar Papan Nama dicat Putih dengan tulisan hitam.
4.3. Bentuk Huruf
Tulisan menggunakan huruf cetak capital, untuk nama dipergunakan
huruf yang lebih besar.
4.4. Pemasangan Papan.
Papan jabatan dipasang tersendiri di depan gedung tempat kerja yang
mudah dilihat dan dibaca oleh umum.
5. Stempel Papan
( pasal 1 ayat 2 Per.Ka.BPN No. 1 tahun 1989 )
116
117
118
untuk
menunjuk
PPAT
lain
yang
akan
diserahi
protokolnya.
-Usulan Pemberhentian
Selambat-lambatnya dalam waktu 3 ( tiga ) bulan sebelum PPAT mencapai batas
usia 65 ( enam Puluh Lima ) tahun, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
setempat menyampaikan ususlan Pemberhentian PPAT yang bersangkutan
kepada Menteri Negara Agraria /Ka.BPN melalui Ka. Kanwil BPN Provinsi.
Dalam usulan tersebut harus dicantumkan :
a. Nama, alamat rumah dan kantor, tempat dan tanggal lahir, agama serta
daerah kerja yang bersangkutan;
b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan Pengangkatan sebagai PPAT, atau
Surat Keputusan terakhir penambahan/ pindah daerah kerja.
c. Nama, alamat rumah dan kantor tempat dan tanggal lahir, daerah kerja
serta Surat Keputusan terakhir PPAT yang akan diserahkan protocol.
10. Penambahan atau Pindah Daerah Kerja PPAT
( S.E. Ka. BPN No. 640 1263 tanggal 10 April 1989 )
Para PPAT yang ingin menambah atau pindah daerah kerja diwajibkan untuk
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Negara Agraria
/Ka..BPN di Jakarta melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan
Ka.Kanwil BPN Prov.
Untuk permohonan Penambahan Daerah tersebut, bagi PPAT yang telah
mempunyai daerah kerja :
Sebagian wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten dan seluruh
wilayah
119
a. Nama, alamat rumah dan kantor, tempat dan tanggal lahir, agama serta
daerah kerja yang bersangkutan;
b. Nama
Kecamatan,
Kabupaten/Kota
daerah
kerja
tambahan
atau
pindahan.
c. Tanggal dan nomor Surat Keputusan Pengangkatan sebagai PPAT,
penambahan/ pindah daerah kerja ;
d. Nama, alamat rumah dan kantor tempat dan tanggal lahir, daerah kerja
serta Surat Keputusan terakhir PPAT yang akan diserahkan protocol;
e. Alasan permohonan penambahan atau pindah daerah kerja. Permohonan
terseebut dibuat rangkap 3 ( tiga ), dengan perincian satu permohonan
untuk diteruskan kepada Menteri Negara Agraria/Ka.BPN di Jakarta, satu
eksemplar untuk arsip pada Kantor Wilayah BPN Prov. dan satu
eksemplar untuk Kantor Pertanahan yang bersangkutan.
11. Serah Terima Protokol PPAT
( S.E. Ka.BPN, tanggal 10 April 1989 No. 640 1262 )
11.1 Protokol PPAT
-Terdiri dari :
a. Bundel Asli Akta
b. Daftar Akta ( Reportorium )
c. Daftar Nama ( Klapper )
d. Daftar /Arsip lainnya yang ada hubungannya dengan pembuatan akta
yang bersangkutan .
-Protokol
mungkin oleh PPAT dan serah terimanya wajib dilakukan secara tertib.
120
d. Diberhentikan ;
e. Meninggal dunia.
11.3. Kewajiban serah terima Protokol
A. Serah terima protokol PPAT yang mempunyai daerah kerja kurang dari
satu wilayah kerja kantor pertanahan Kabupaten/Kota
a.1. PPAT yang akan pindah daerah kerja atau yang mohon berhenti, diwajibkan
menyerah-terimakan protocol PPAT tersebut dalam surat keputusan Menteri
Negara Agraria /Ka.BPN.
a.2. Terhadap protokol PPAT yang meninggal dunia, maka salah seorang ahli
warisnya dalam waktu satu bulan setelah PPAT meninggal dunia, wajib
menyerahkannya kepada Kepala Seksi Pendaftaran Tanah pada Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, yang kemudian diserah-terimakan
lagi kepada PPAT yang namanya tercantum dalam Surat Keputusan Menteri
Negara Agraria/Ka. BPN .
a.3. Khusus bagi camat yang masih dapat bertindak karena jabatannya sebagai
Pejabat Sementara PPAT, yang akan dipindahkan atau berhenti, maka
serah terima protokol PPAT wajib dilakukan kepada Camat yang
menggantikannya pada waktu pelantikannya sebagai Camat setempat.
Serah terima protokol ini diketahui / disaksikan oleh Kepala Kantor
Pertanahan kabupaten/Kota.
a.4. Terhadap protokol dari camat yang meninggal dunia maka yang wajib
menyerah-terimakannya adalah seorang staf Kantor Kecamatan yang
bersangkutan yang biasanya membantu almarhum Camat tersebut selaku
Pejabat Sementara PPAT dalam pembuatan akta PPAT, kepada Kepala
Seksi Pendaftaran Tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
setempat dalam waktu 1 ( satu ) bulan setelah Camat tersebut meninggal
dunia. Kemudian Kepala Seksi Pendaftaran Tanah
terimakannya
wajib menyerah-
pelantikannya.
B. Serah terima protokol PPAT yang mempunyai daerah kerja lebih dari
satu wilayah kerja kantor Pertanahan kabupaten/Kota.
121
b.1. PPAT yang akan pindah daerah kerja atau yang mohon berhenti, diwajibkan
menyerah terimakan protokol PPAT tersebut kepada PPAT yang namanya
tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/Ka.BPN.
b.2. Terhadap protokol PPAT yang meninggal dunia, maka salah seorang ahli
warisnya dalam waktu satu bulan setelah PPAT meninggal dunia, wajib
menyerahkan kepada Kepala Seksi Pendaftaran Tanah pada Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, yang kemudian diserah terimakan
lagi kepada PPAT yang namanya tercantum dalam Surat Keputusan Menteri
Negara Agraria/ Ka.BPN.
b.3. Khusus terhadap protokol PPAT dari PPAT ( bukan camat ) di DKI Jakarta,
yang meninggal dunia, maka kewajiban menyerahkannya dilakukan oleh
salah seorang ahli warisnya kepada Kepala Bidang Pengukuran dan
Pendaftaran Tanah pada Kantor Wilayah BPN dalam waktu 1 ( satu ) bulan
setelah PPAT meninggal dunia.
C. Serah terima protokol dari Camat selaku Pejabat Sementara PPAT di
daerah tertutup.
Sesuai ketentuan pasal 3 Per.Menteri Negara Agraria /Ka.BPN No.1 tahun 1996,
di Kabupaten/Kota dinyatakan DAERAH TERTUTUP, apabila terjadi penggantian
Camat, maka camat baru tidak lagi sebagai PPAT Sementara.
Dan Camat baru tersebut diralang membuat akta PPAT sedangkan protokolnya
harus diserahkan kepada Kepala kantor Pertanahan setempat untuk kemudian
diserahkan kepada PPAT yang ditunjuk sebagai penerima protokolnya ;
( Surat MNA/Ka.BPN tanggal 11 Maret 1996 nomor. 640 679 )
122
Khusus untuk DKI diketahui /disaksikan oleh Ka.Kanwil BPN, kecuali serah
terima protokol PPAT yang dibuat oleh Pejabat Sementara PPAT diketahui /
disaksikan oleh Ka. Kantor Pertanahan setempat.
Berita Acara Serah Terima protokol PPAT tersebut dikirimkan kepada ka.Kanwil
BPN Prov. yang bersangkutan dan Menteri Negara Agraria/Ka.BPN.
12. Kedudukan Camat Sebagai PPAT Sementara
12.1. Camat Karena Jabatan Sebagai PPAT
Berdasarkan ketentuan pasal 5 PMA No.10 tahu 1961, Camat karena
Jabatannya menjadi PPAT Sementara.
12.2. Camat di Daerah Tertutup
Dan berasarkan ketentuan pasal 3 Per. MNA No. 1 tahun 1996 di
Kabupaten/Kota yang dinyatakan Daerah Tertutup, apabila terjadi penggantian
Camat , maka Camat baru tidak lagi sebagai PPAT Sementara.
12.3. Camat di Daerah Yang Belum Tertutup
Dan berdasarkan pasal 5 Per.MNA/ ka.BPN di Kabupaten/Kota yang belum
merupakan daerah tertutup, Camat menjabat sebagai PPAT Sementara setelah
dilantik dan disumpah oleh Ka. Kantor Pertanahan atas nama Menteri Negara
Agraria/Ka.BPN.
13. Type PPAT
Type PPAT terdiri dari :
PPAT type A : untuk PPAT yang sekaligus sebagai NOTARIS
PPAT type B : Untuk PPAT
PPAT type C : untuk Camat
123
1.
2.
3.
4.
124
5.
6.
2. Peraturan-peraturan
1. Undang-undang RI no.4 tahun1996 tentang Hak Tanggungan Beserta
Benda-benda Yang Berkaitan denganTanah.
2.
125
1.
2.
3.
4.
a. Hak milik :
- Pertanian maksimal seluas 20.000 m / 2 Ha
- Perumahan maksimal seluas 2.000 m
b. Hak Guna Bangunan maksimal seluas 2.000 m
c. Hak Pakai maksimal seluas 2.000 m
d. Pemberian Hak Atas Tanah Secara Massal
2. kewenangan BPN Provinsi :
a. hak milik :
- Pertanian / Kebun luas di atas 20.000 m dan aksimal
60.000 m / 6 Ha ( untuk tanah kering / kebun ) atau
maksimal 50.000 m / 5 Ha ( untuk tanah sawah )
- Perumahan luas di atas 2.000 m dan maksimal 5.000 m
b. Hak Guna Bangunan luas diatas 2.000 m dan maksimal 150.000
m
c. Hak Pakai luas diatas 2.000 m dan maksimal 150.000 m
d. Hak Guna Usaha maksimal seluas 200 Ha.
3. BPN Pusat :
a. Pemberian hak atas tanah selain kewenangan di Kantor BPN
Kabupaten / Kota dan Kanwil BPN Provinsi.
b. Pemberian Hak Pengelolaan ( HPL ) Atas Tanah Negara kepada
Instansi Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN )
B. Pemohon
1. Persyaratan :
a. Tanah yang dimohon tidak dalam sengketa
b. Tidak akan menjadikan tumpang tindih ( Sertipikat Ganda )
c. Sesuai dengan Tata Ruang Kabupaten / Kota.
2. Kelengkapan berkas :
a. Surat Permohonan Atas Tanah ( 3 eks )
b. Foto copy identitas dari pemohon antara lain :
1) Jika pemohon perorangan berupa :
- Kartu Tanda Penduduk ( 3 lembar )
- Kartu Keluarga ( 3 lembar )
- SKBI / SPGN ( 3 lembar )
2) Jika pemohon Badan Hukum berupa :
- Akta Pendirian Badan Hukum ( 3 eks )
- SK. Pengesahan Badan Hukum ( 3 eks )
- Akta Perubahan dan Pengesahannya ( 3 eks )
3) Jika Pegawai Negeri, ABRI atau Janda Pegawai Negeri /
ABRI, Pensiunan berupa :
- Foto copy Kartu Pegawai Negeri / ABRI, atau
- Foto copy Kartu Identitas Pegawai Negeri lainnya atau SK
pensiun dan lain-lain.
c. Foto copy surat-surat bukti perolehan tanah ( alas hak ) secara
kronologis ( 3 eks )
d. Surat Pernyataan Tidak sengketa dari pemohon
e. SPPT PBB tahun berjalan / tahun terakhir ( 3 lembar )
127
128
BAB II
PERMOHONAN PENINGKATAN / PERPANJANGAN / PEMBAHARUAN
HAK ATAS TANAH
129
contoh :
BAB III
PERMOHONAN PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM
A. Pemohon
1. persyaratan :
a. Luas tanah yang dimohon lebih dari 1 ( satu ) Ha
b. Akan dimiliki oleh Pemerintah dan tidak ada unsur mencari keuntungan.
132
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
C.
1.
2.
2. Kelengkapan Berkas :
a. Surat permohonan pengadaan tanah dari Instansi yang bersangkutan;
b. Surat Keputusan Penetapan Lokasi dari Walikota/ Bupati
c. Rencana Proyek, Luas tanah yang diperlukan dan Peruntukannya.
d. Gambar Kasar / Sket Tanah.
3. Kewajiban :
a. Menjemput dan menunjukkan lokasi kepada Panitia Pengadaan Tanah pada
saat peninjauan lapangan.
b. Menunjuk petugas untuk menunjukkan batas-batas tanah pada saat dilakukan
pengukuran dan investasi.
c. Membayar biaya pengadaan tanah dan biaya pengukuran
Proses Pengadaan Tanah
Pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui Loket ( Petugas Teknis )
Rapat staf Panitia Pengadaan Tanah Daerah.
Penyuluhan dan peninjauan lokasi.
Pengukuran dan investasi tanah, bangunan dan tanam tumbuh.
Pengumuman hasil pengukuran dan investasi di Kantor Pertanahan, Kantor
Kecamatan setempat dan Kantor Lurah setempat.
Musyawarah mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian / santunan
Pembayaran ganti kerugian / santunan tanah, bangunan dan tanam tumbuh.
penyerahan hasil pekerjaan pengadaan tanah kepada pemohon.
Biaya-biaya :
Biaya pengukuran dan kewenangan pengukuran disesuaikan dengan luas tanah yang
dimohon.
Biaya Panitia Pengadaan Tanah ditentukan berdasarkan perhitungan ganti rugi dengan
prosentasenya sebagai berikut :
a. sampai dengan Rp.2.000.000.000,00 sebesar 4%
b. sampai dengan Rp. 5.000.000.000,00 sebesar biaya huruf ( a ) 3 %
c. sampai dengan Rp. 10.000.000.000,00 sebesar biaya huruf ( b ) 2 %
d. sampai dengan Rp. 25.000.000.000,00 (c) -1%
e. sampai dengan Rp.50.000.000.000,00 sebesar biaya huruf (d ) -0,5 %
f. sampai dengan Rp. 100.000.000.000,00 sebesar biaya huruf ( e ) 0,25 %
g. lebih dari Rp. 100.000.000.000,00 sebesar biaya huruf ( f ) 0,00 %
D. Jangka Waktu
1. Pelaksanaan rapat-rapat dan penyuluhan tergantung luas tanah dan jumlah bidang
tanah;
2. pengukuran dan investasi tergantung luas tanah dan jumlah bidang tanah;
3. pengumuman hasil pengukuran dan investasi;
4. musyawarah besarnya ganti kerugian /santunan tergantung para pihak antara instansi
yang memerlukan tanah dan masyarakat pemilik tanah.
5. pembayaran ganti kerugian / santunan tergantung luas tanah dan jumlah bidang tanah.
133
BAB IV
PERMOHONAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PEMBAYARAN UANG
PEMASUKAN DAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH
A.
Pemohon
1. Persyaratan :
a. ada asli SK Pemberian hak atas tanahnya ( sudah diterbitkan SK )
b. SK pemberian hak belum berakhir jangka waktunya
134
( Petugas
Teknis ).
2. Apabila menurut pertimbangan teknis diperlukan, maka akan dilakukan peninjauan
lapangan.
3. Penerbitan SK Perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan dan
pendaftaran hak atau pengiriman Daftar Pengantar ke Kanwil BPN Provinsi
4. Penyerahan SK kepada pemohon.
135
C. Biaya-biaya.
1. Biaya Leges dari Pemerintah setempat ( bila ada )
2. Uang pemasukan kepada Negara : 2 % x ( Luas Tanah x NJOP Rp.10.000.000,00)
3. BPHTB ( Pajak ) : 5 % x ( Luas Tanah x NJOP/ Nilai Transaksi-Rp.10.000.000,00 )
BAB V
PERMOHONAN HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK RUMAH TINGGAL YANG
TELAH DIBELI OLEH PEGAWAI NEGERI DARI PEMERINTAH
A. Pemohon.
1. Persyaratan :
a. tanah tidak ada sengketa
b. tidak akan menjadikan tumpang tindih ( sertipikat ganda )
136
137
BAB VI
PERMOHONAN PENSERTIPIKATAN TANAH WAKAF
A. Pemohon.
1. persyaratan :
a. tanah tidak dalam keadaan sengketa.
b. Tidak akan menjadikan tumpang tindih (Sertifikat Ganda )
c. Sesuai denganTata Ruang Kota / Kab.
2. Kelengkapan Berkas
138
a. Surat permohonan hak milik atas tanah wakaf oleh Nadzir (3 eks )
b. Fotocopy identitas diri pemohon (KTP/ KK) masing-masing 3 lembar
c. Fotocopy surat-surat bukti perolehan tanah masing-masing 3 eks, berupa ;
1). Bukti perolehan tanah wakaf dari wakif/ Surat keterangan dari lurah.
2). Surat permohonan pendaftaran tanah wakaf (from WD ).
3). Ikrar Wakaf (from W1 ).
4). Akta Ikrar Wakaf (from W2 )/ Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf
(from W3 )
5). Surat Pengesahan Nadzir (from W5).
3. Kewajiban ;
a. Merintis bidang tanah yang dimohon.
b. Menasang patok-patok tanda batas.
c. Menghadirkan saksi-saksi batas pada saat pengukuran dan pemeriksaan
tanah.
d. Melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi.
B. PROSES PERMOHONAN
1. Pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui loket
(Petugas Tehnis),dengan menunjukkan aslinya.
2. Membayar biaya pengukuran dan Panitia A, setelah berkas memenuhi
syarat.
3. Pemeriksaan lapangan (Pengukuran dan Pemeriksaan Panitia A ):
a. Pemohon menjemput petugas pengukuran dan Panitia A.
b. Pemohon menghadirkan saksi-saksi batas.
c. Pemohon menandatangankan DI 201 b.
d. Apabila bermasalah, pemohon harus menyelesaikan lebih dahulu
masalahnya
4. Penyiapan risalah, Surat Ukur dan Minuta SK Pemberian hak milik tanah
wakaf.
5. Penyerahan SK kepada pemohon / penyampaian Daftar Pengantar ke
Kanwil BPN.
139
6. Pembuatan Sertifikat :
a.pemohon menyerahkan fotocopy KTP /KK.
bPemohon menyerahkan surat-surat asli bukti perolehan tanah
wakaf secara lengkap.
cPengertian blangko sertifikat.
dPengutipan
7.Penyerahan Sertifikat kepada pemohon ( Nadzir ).
C. BIAYA-BIAYA
1. Map permohonan dan meterai ( tersedia di Koprasi BPN) sebesar Rp.38.000,2. Meterai leges dari Pemerintah Kota Samarinda
1 s/d 500 m2 sebesar Rp.111.000,501 m2 s/d 1000 m2 sebesar Rp.177.000,1001 m2 s/d 2000 m2 sebesar Rp.291.000,-
140
BAB VII
PERMOHONAN HAK ATAS TANAH NEGARA MELALUI PROYEK
A. JENIS PROYEK
1.
141
c.
2. Kelengkapan berkas :
a.Surat permohonan hak atas tanah ( 3 eks.)
b.Fotokopi identas diri pemohon antara lain :
-Kartu Tanda Penduduk ( 3 lembar )
-Kartu Keluarga ( KK)
( 3 lembar )
-SBKI / SPGN
( 3 lembar )
142
143
BAB VIII
PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH SECARA UMUM
A. PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH
1. Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilaksanakan dengan pendaftaran
perubahan data fisik dan / atau yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah
terdaftaran dengan mencatatnya dalam daftar nama sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku;
2. Perubahan data yuridis berupa :
a. Peralihan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hokum
pemindahaan hak lainnya;
144
145
diteliti kemudian diberi tulisan dengan kalimat: Telah diperiksa dan seauai
dengan daftar di Kantor Pertanahan
3. Apabila data tidak sesuai dengan daftar yang ada di Kantor Pertanahan,
maka diberi tulisan : Sertifikat ini tidak diterbitkan oleh Kantor
Pertanahan
BAB IX
PENDAFTARAN HAK BARU ATAS TANAH
A.
PEMOHON
1. Persyaratan :
a. Pemohon harus penerima hak sendiri atau kuasanya.
b. Tanah tidak dipindahtanggankan / dijual kepada pihak lain
2. Kelengkapan berkas :
a. Asli Surat Keputusan Pemberian hak atas tanah;
b. Fotocopy KTP, Risalah Pemeriksaan Tanah, DI 20I B, Veld Werk
dan SPPT-PBB.
c. Asli bukti-bukti perolehan tanah ( alas hak ) secara kronologis / segel
tanah
146
147
2.) Bagi WNI keturunan Eopa dan Tionghoa dibuat oleh dan di hadapan
Notaris
3.) Bagi WNI keturunan Arab dan Timur Asing Lainnya dibuat oleh Balai
Harta Peninggalan ( Weeskamer ) atau Penetapan Waris dari Pengadilan
Agama / Pengadilan Negeri.
c. Surat Keterangan Kematian
d. Fotocopy KTP para ahli waris
e. SPPT-PBB tahun berjalan ( tahun terakhir)
f. Bukti Pembayaran pajak berupa SSB BPHTB
B. PROSES PERUBAHANNYA
1. Pemohon menyerahkan berkas lengkap melalui Loket ( Petugas Teknis )
2. Apabila menurut pertimbangan teknis diperlukan, maka diadakan
peninjauan lapangan
3. Pencatatan perubahan Sertifikat
4. Penyerahan Sertifikat kepada pemohon / kuasanya
C. BIAYA
- Map Sertifikat ( tersedia di Koperasi BPN)
- BIAY Pendaptaran sebesar Rp. 25.000,D. JANGKA WAKTU
30 ( tiga puluh) hari, dengan catatan adanya partisipasi aktif dari pemohon.
148
BAB XI
PERUBAHAN DATA YURIDIS KARENA JUAL BELI / HIBAH
A. PEMOHON
Persyaratan :
1. Tanah tidak ada sengketa
2. Tidak akan menjadikan tumpsang tindih ( Sertifkat Ganda
3. Ada kesepakatan para pihak
B.
149
4. Biaya :
-
C.
e.
Bukti pelunasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan
( BPHTB)
f.
g.
h . Sertifikat Asli
2. Proses Pendaftaran :
a. Pencatatan perubahan sertifikat ( Balik Nama )
b. Penyerahan Sertifikat kepada pemohon atau kuasanya.
3. Biaya :
- Biaya pendaftaran sebesar Rp. 25.000,4.
Jangka Waktu :
30 ( tiga puluh ) hari, dengan catatan adanya partisipasi aktif dari
pemohon.
150
BAB XII
PERMOHONAN PENGGUBUNGAN / PEMECAHAN SERTIFIKAT HAK ATAS
TANAH
A. PEMOHON
1. Persyaratan :
a. Tanah tidak ada sengketa
b.Tanah sudah bersertifikat atas nama pemohon atau masing-masing atas
nama pemohon
c. Belum dipindahtanggankan/di jual kepada pihak lain
2. Kelengkapan Berkas :
a. Surat permohonan penggabungan / pemecahan sertifikat dan alasanya.
b. Asli Sertifikat ( Sertifikat-sertifikat ) hak atas tanah
c. Bukti identitas diri pemohon ( KTP)
151
3. Kewajiban :
a. Memasang tanda-tanda batas tanah.
b. Menunjukkan batas-batas bidang tanah pada saat dilakukan
pengukuran
B. PROSES PERMOHONAN
1. Pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui Loket
( Petugas Teknis )
2. Pengukuran bidang tanah yang dimohonkan penggabungan / pemecahan
3. Penerbitan Sertifikat :
a. pengetikan blangko sertipikat
b. pengutipan
4. Menyerahkan Sertifikat kepada pemohon
C. BIAYA
1. Biaya pngukuran ( lihat tabel di Kantor Pertanahan yang diterbitkan oleh
Kakanwil BPN )
2. Menyerahkan Sertifikan kepada pemohon
3. Biaya Pencatatan sebesar Rp.25.000,D. JANGKA WAKTU
60 ( enam puluh ) hari, dengan catatan adanya partisipasi aktif dari pemohon.
152
BAB XIII
PEMBUATAN SERTIPIKAT KARENA HILANG / KEBAKARAN
A. PEMOHON
1. Persyaratan :
a. Tanah tidak ada sengketa
b. Tidak akan menjadikan tumpang tindih ( Sertifikat Ganda )
2. Kelengkapan Berkas :
a. Surat permohonan penggantian sertifikat karena hilang kebakaran dari
pemengang hak atau kuasanya :
b. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk ( KTP ) dengan memperlihatkan aslinya
c. Surat Keterangan Pendaftaran Tanah ( SKPT ) dari Kantor Pertanahan
d. Surat Pelaporan Kehilangan Barang dari Kepolisian RI
153
154
BAB IX
PERMOHONAN SERTIPIKAT PENGGANTI KARENA RUSAK
A. PEMOHON
1. Persyaratan
a. Tanah tidak dalam sengketa
b. Sudah bersesertipikat atas nama pemohon atau
kuasanya.
c. Belum dipindahtangankan/dijual kepada pihak lain.
2. Kelengkapan Berkas
a. Surat permohonan pengganti sertipikat
b. Asli Sertipikat hak atas taah yang sudah rusak.
c. Bukti identitas diri pemohon atau kuasanya ( KTP )
3. kewajiban
155
156
mengenai
perubahan
nama
yang
bersangkutan
3. Kewajiban
Menunjukkan batas-batas bidang tanah apabila
dilakukan pengecekan lapangan
B. PROSES PERMOHONAN
1. pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap
melalui Loket (Petugas Teknis )
2. apabila menurut pertimbangan teknis diperlukan,
maka diadakan pengecekan lapangan
3. Pencatatan perubahan/ ralat nama pada sertipikat
4. menyerahkan Seertipikat kepada pemohon atau
kuasanya
C. BIAYA
1. map Sertipikat
2. Biaya Pencatatan sebesar Rp.25.000,00
D. JANGKA WAKTU
20 ( Dua Puluh ) hari, dengan catatan adanya partisipasi
aktif dari pemohon.
157
BAB XI
PERMOHONAN PERUBAHAN HGB / HP MENJADI HAK MILIK ATAS TANAH
UNTUK RUMAH TINGGAL
A.
PEMOHON
1. Persyaratan .
a. Tanah tidak dalam sengketa
b. Penggunaan tanahuntuk rumah tinggal
c. Luas tanah tidak lebih dari 600 m
d. Belum dipindahtangankan/ dijual kepada pihak lain.
e. Dengan permohonan ini, pemohon belum memiliki Hak Milik atas tanah
untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 ( lima ) bidang dengan luas
seluruhnya tidak lebih dari 5.000 m
2. Kelengkapan Berkas
158
( HPL ), apabila
PROSES PERUBAHANNYA
1.
2.
pengecekan Lapangan
3.
C.
4.
5.
159
BAB XII
PERMOHONAN PERUBAHAN HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH
UNTUK RUMAH SANGAT SEDERHANA DAN RUMAH SEDERHANA
MENJADI HAK MILIK
A. PEMOHON
1. Persyaratan
a. tanah tidak dalam sengketa
b. penggunaan tanah untuk rumah tinggal
c. nilai tanah dan bangunan tidak lebih dari Rp 30.000.000,00
( Tiga Puluh Juta Rupiah )
d. belum dipindahtangankan / dijual kepada pihak lain.
2. Kelengkapan berkas
160
161
BAB XIII
PERMOHONAN PERUBAHAN HAK MILIK MENJADI HAK GUNA
BANGUNAN ATAU HAK PAKAI DAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI
HAK PAKAI
A. PEMOHON
1. Persyaratan:
a. Tanah tidak dalam sengketa
b. Belum dipindahtangankan / dijual kepada pihak lain
c. Dipunyai oleh perseorangan WNI atau yang dimenangkan oleh Badan
Hukum Indonesia melalui pelelangan umum
d. Tanah teah bersertipikat Hak Milik atau Hak Guna Bangunan
2. Kelengkapan Berkas
a. Surat Permohonan perubahan hak atas tanah ( jika diperlukan disertai
alas an perubahan )
b. Asli Sertipikat Hak Milik atau Hak Guna Bangunan
162
163
BAB XIV
PERMOHONAN PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN
A. PEMOHON
1. Persyaratan
a. Tanah tidak dalam sengketa
b. Belum dipindahtangankan / dijual kepada pihak lain
c. Dipunyai oleh perseorangan WNI atau Badan Hukum Indonesia
d. Tanah telah bersertipikat Hak Milik/ Hak Guna Usaha/ Hak Guna
Bangunan / Hak Pakai
2. Kelengkapan Berkas
a. Surat Permohonan dari penerima Hak Tanggungan ( kreditor )
b. Identitas diri pemberi dan penerima Hak Tanggungan ( KTP )
c. Sertipikat hak atas tanah
d. Akta pemberian Hak Tanggungan
164
BAB XV
PERMOHONAN PENCATATAN ROYA HAK TANGGUNGAN
A. PEMOHON
1. Persyaratan :
a. Pinjaman / utang sudah lunas
b. Tanah belum dipindahtangankan/dijual kepada pihak lain
2. Kelengkapan Berkas
a. Surat Permohonan dari pemberi Hak tanggungan ( debitor )
b. Identitas diri pemohon ( KTP )
c. Surat Pernyataan dari kreditor/ pemegang Hak Tanggungan ( Bank ),
bahwa utang lunas
d. Sertipikat hak atas tanah
e. Sertipikat Hak Tanggungan
3. Kewajiban
165
B. PROSES PERUBAHANNYA
1. pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui Loket ( Petugas
Teknis ) dengan menunjukkan aslinya
2. pengecekan Sertpikat hak atasa tanah, Sertipikat Hak Tanggungan dengan
Buku Tanah
3. Pencoretan Hak Tanggungan dan mematikan Buku Tanah Hak Tanggungan
4. Penyerahan Sertipikat Hak Atas Tanah kepada pemohon atau kuasanya
C. BIAYA
1. map sertipikat
2. biaya pencatatan sebesar Rp. 25.000,00
D. JANGKA WAKTU
30 ( Tiga Puluh ) hari dengan catatan adanya partisipasi aktif dari pemohon
BAB XVI
PERMOHONAN MEMPEROLEH DOKUMEN PERTANAHAN
A. PEMOHON
1. Persyaratan
a. Alasan jelas dan tidak untuk disalahgunakan
b. Pemohon benar sebagai pemilik atau kuasanya
2. Kelengkapan Berkas
a. Surat Permohonan disertai alasannya
b. Identitas diri pemohon yang mempunyai hak atas tanah atau kuasanya
( KTP ).
c. Surat Izin dari Kakanwil BPN Provinsi
3. Kewjiban
Melengkapi berkas permohonan
B. PROSES PERUBAHANNYA
166
BAB XVII
PERMOHONAN PENGAKUAN DAN PENEGASAN HAK ( KONVERSI TIDAK
LANGSUNG )
A. PEMOHON
1. Persyaratan :
a. Tanah tidak dalam sengketa
b. Tanah belum bersertipikat
c. Telah dikuasi dan dipelihara berturut-turut selama 20 ( dua
puluh ) tahun
d. Belum dipindahtangankan/dijual kepada pihak lain
2. Kelengkapan Berkas
a. Surat Permohonan pengakuan dan penegasan hak
b. Identitas diri pemohon ( KTP )
c. Surat Keterangan Lurah dan diketahui Camat setempat
d. Bukti-bukti lain seperti : girik, ketitir, Pethuk D, dan lain-lain
167
3. Kewajiban
a. memasang patok tanda-tanda batas tanah
b. menghadirkan
saksi-saksi
batas
pada
saat
dilakukan
pengukuran
B. PROSES PENDAFTARANNYA
1. pemohon menyerahkan berkas permohonan lengkap melalui Loket
( Petuga Teknis )
2. membayar pengukursan melalui Bendaharawan, setelah berkas
meemnuhi syarat.
3. pengukuran bidang tanah :
a. pemohon menjemput petugas pengukuran
b. pemohon menghadirkan saksi-saksi batas
c. pemohon menandatangani DI 201 b
d. apabila bermasalah, pemohon harus menyelesaikan lebih
dahulu
4. Penyiapan Surat Ukur
5. Penelitian berkas dan pembuatan BErita Acara bahwa yang
bersangkutan adalah tanah adapt tetapi bukti-buktinya tidak lengkap
6. pengumuman di Kantor Lurah dan Kantor Camat setempat ( letak
tanah ) selama 60 ( enam puluh ) hari.
7. pengesahan data fisik dan data yuridis
8. penyiapan SK Penegasan / Pengakuan Hak
9. Penerbitan Sertipikat :
a. pemohon menyerahkan asli surat-surat pemilikan tanah
b. pemohon menyerahkan fotocopy KTP, SPPT-PBB dan SSBBPHTB
c. pengetikan blangko sertipikat
d. pengutipan
10. menyerahkan Sertipikat kepada pemohon
C. BIAYA
1. biaya pengukuran ( lihat tabel di Kantor Pertanahan yang
diterbitkan oleh Kakanwil BPN )
168
2. Map Sertipikat
3. Biaya Pendaftaran Hak sebesar Rp.25.000,00
D. JANGKA WAKTU
90 ( sembilan puluh ) hari denganc catatan adanya partisipasi aktif
dari pemohon.
BAB XVIII
PERMOHANAN IZIN LOKASI
A. PEMOHON
1. Persyaratan :
a. Tanah belum dimiliki sebelumnya atau pemohon belum
membebaskan tanah/ melakukan jual beli;
b. Luas tanah yang akan dibebaskan > 1 Ha untuk perumahan
atau > 25 Ha untuk pertanian
c. Tanah akan dipergunakan dalam rangka penananan modal
d. Sesuai dengan Tata Ruang Kota/Kab
2. Kelengkapan Berkas
a. Surat permohonan izin lokasi
b. Identitas diri pemohon antara lain :
1). Fotocopy Kartu Tanda Penduduk ( KTP )
2). Fotocopy Akta Pendirian Badan Hukum
169
3). Fotocopy Pengesahan Badan Hukum dari Menteri Hukum dan HAM
RI
4). Fotocopy Akta Perubahan Badan Hukum dan pengesahannya
5). Fotocopy NPWP
c. Gambar Kasar / Sket Lokasi
d. Surat Pernyataan kesanggupan memberi ganti rugi atau menyediakan
tempat penampungan bagi pemilik tanah dan/atau kesediaan penetapan
pola kemitraan dengan masyarakat pemilik tanah atau yang menguasai
tanah pada lokasi yang dimohonkan diatas kertas bermaterai cukup
e. Surat Pernyataan mengenai luas tanah yang sudah dikuasai oleh
pemohon dan perusahaan-perusahaan lain yang merupakan satu group
dengan pemohon
f. Uaraian Rencana Proyek
g. Persetujuan Prinsip ( apabila diperlukan )
3. Kewajiban
a. transportasi dan akomodasi Tim Koordinasi pada saat peninjauan
lapangan ditanggung oleh pemohon
b. melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi
B. PROSES PERMOHONANNYA
1. di Kantor Pertanahan
a. menerima dan meneliti berkas permohonan
b. mengkaji data
c. melaporkan dan menyaipkan bahan kepada Tim Koordinasi
2. Tim Koordinasi
a. melaksanakan rapat koordinasi dan membuat Berita Acara
b. menetapkan Tim Satgas
c. Menugaskan Tim
Satgas
untuk
melaksanakan
Survey
dan/atau
Peninjauan lapangan
170
3. Tim Satgas
a. melaksanakan Survey dan/atau peninjauan lapangan
b. membuat laporan
4. Tim Koordinasi :
a. melaksnakan rapat koordinasi Tahap II
b. Membuat talaahan staf kepada walikota
5. Walikota :
a. menerima rekomendasi / telaahan staf dari tim Koordinasi
b. menetapkan persetujuan / menolak
6. di Kantor Pertanahan :
a. Menyiapkan konsep SK izin Lokasi
b. Menyampaikan kepada walikota
7. walikota :
a. Menerima konsep SK izin Lokasi
b. Menandatangani SK Izin Lokasi
8. Di kantor Pertanahan :
Menyampaikan SK Izin Lokasi kepada pemohon
C. BIAYA
D. JANGKA WAKTU
22 ( dua puluh dua ) hari, dengan catatan adanya partisipasi aktif dari pemohon.
171
BAB XIX
PERMOHONAN IZIN PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH
A. PEMOHON
1. Persyaratan :
c. tanah yang dimohonkan perubahan telah sesuai dengan tata Ruang Kota
d. Secara ekonomi
1. Kelengkapan Berkas
2. Kewajiban
B. PROSES PERMOHONANNYA
C. BIAYA
D. JANGKA WAKTU
172