Anda di halaman 1dari 12

Eigendom Verponding

Pada zaman kolonial Belanda, pemerintah menerbitkan surat tanah yang


bernama Eigendom Verponding untuk WNI. Surat ini berfungsi sebagai bukti kekayaan
pribadi dan hak milik tetap atas tanah tersebut. Saat ini, Eigendom Verponding sudah
berubah menjadi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang – Pajak Bumi dan Bangunan
(SPPT-PBB).
Setiyo Budi, S.H., M.H., Penyuluh Hukum Madya pada Badan Pembinaan Hukum Nasional
selaku Konsultan Hukum dari Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia RI
Sebelum melangkah menjadi SHM kita ulas sebagai berikut Ulasan Lengkap Dalam buku
“Kamus Hukum” terbitan Indonesia Legal Center Publishing, eigendom berarti hak milik
mutlak. Sedangkan, verponding artinya sebagai harta tetap. Pada tahun 1960 saat
dilakukannya kodifikasi hukum tanah menjadi Hukum Tanah Nasional, sebenarnya telah
diberikan kesempatan selama 20 tahun (sampai tahun 1980) untuk dilakukan konversi
tanah-tanah hak barat menjadi tanah hak Indonesia.
Jika belum dilakukan, maka tanah-tanah hak lain yang tidak bisa dibuktikan haknya,
dengan teori Domein Verklaring, menjadi tanah Negara. Tanah Eigendom sendiri
sepanjang yang saya tahu terdiri dari Eigendom Verponding dan Eigendom biasa. Untuk
itu, harus dipastikan jenis Eigendomnya yang mana. Proses perubahan dari Eigendom
menjadi SHM dilakukan melalui konversi atau penyesuaian hak atas tanah yang tunduk
pada aturan hukum sebelum adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UU Agraria”).
Proses Konversi diikuti dengan pensertipikatan tanah yang memakan waktu antara 6
bulan - 1 tahun, namun jangka waktu tersebut relatif sekali, tergantung dari kantor
pertanahan setempat. Mengenai persyaratannya, dapat di lihat di Penjelasan mengenai
Hak Eigendom, Opstal, Erfpacht dan di Pensertifikatan Tanah Secara Sporadik.
Untuk biaya dapat menghubungi kantor pertanahan setempat, karena masing-masing
kantor memiliki aturan biaya yang berbeda, atau dapat menghubungi kantor PPAT
terdekat. Selain itu, istilah verponding dalam UU No. 72 Tahun 1958 tentang Pajak
Verponding Untuk Tahun-Tahun 1957 dan Berikutnya digunakan untuk menyebut salah
satu jenis pajak yang dikenakan terhadap benda-benda tetap (tanah).
Pada praktiknya, seperti juga dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam Putusan No. 34
K/TUN/2007 istilah Eigendom Verponding digunakan untuk menunjuk suatu hak milik
terhadap suatu tanah. Pengaturan eigendom sendiri berada di Pasal 570 Buku ke-2 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) dan telah dinyatakan dicabut oleh UU No. 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”). Kemudian, Pasal I
ayat (1) Bagian Kedua UUPA mengatur tentang konversi hak atas tanah eigendom
menjadi hak milik. UUPA tidak mengatur mengenai definisi konversi hak atas tanah.
Namun, menurut buku “Konversi Hak-Hak Atas Tanah” karangan AP. Parlindungan (hlm.
1), pengertian konversi hak atas tanah adalah bagaimana pengaturan dari hak-hak tanah
yang ada sebelum berlakunya UUPA (dalam hal ini, hak eigendom) untuk masuk dalam
sistem dari UUPA, yakni kegiatan menyesuaikan hak-hak atas tanah lama menjadi hak-
hak atas tanah baru yang dikenal dalam UUPA. Selain itu, menurut buku “Hukum
Pendaftaran Tanah” karangan Yamin Lubis et.al. (hlm. 218), pemberlakuan konversi
terhadap hak-hak barat (termasuk eigendom) dilakukan dengan pemberian batas jangka
waktu sampai 20 tahun sejak pemberlakuan UUPA. Artinya, mensyaratkan terhadap hak
atas tanah eigendom dilakukan konversi menjadi hak milik selambat-lambatnya tanggal
24 September 1980. Namun, ternyata memang sampai saat ini masih ada tanah-tanah
berstatus eigendom yang belum dikonversi.
Menurut Yamin Lubis et.al. (hlm. 225), terhadap tanah yang masih berstatus eigendom
tersebut masih dapat dilakukan konversi menjadi hak milik. Dalam praktik selama ini,
sebelum berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”),
proses konversi hak atas tanah yang berasal dari hak-hak barat (termasuk eigendom)
dapat langsung dilakukan konversinya sepanjang pemohonnya masih tetap sebagai
pemegang hak atas tanah dalam bukti-bukti lama tersebut atau belum beralih ke atas
nama orang lain, serta ada peta/surat ukurnya, maka pembukuannya cukup dilakukan
dengan memberi tanda cap/stampel pada alat bukti tersebut dengan menuliskan jenis
hak dan nomor hak yang dikonversi. Lalu, dijelaskan juga oleh Yamin Lubis et.al. (hlm.
220), setelah berlakunya PP 24/1997, pelaksanaan konversi hak atas tanah tersebut oleh
PP 24/1997 disebut dengan istilah pembuktian hak lama.
Pasal 24 ayat (1) PP 24/1997 mengatur bahwa:
“Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-
hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa
bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan/atau, pernyataan yang bersangkutan
yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara
sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara
sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak
lain yang membebaninya. Dari pengaturan PP 24/1997 tersebut, kiranya jelas
sampai saat ini konversi tanah eigendom masih dapat dilakukan melalui
pendaftaran hak-hak lama, sehingga statusnya berubah menjadi hak milik.”
Demikian yang bisa kami sampaikan semoga bermanfaat untuk kita semua.
DISCLAIMER: Jawaban Konsultasi Hukum Semata-Mata Hanya Sebagai Pendapat Hukum
dan Tidak Mengikat Sebagaimana Putusan Pengadilan.
Hubungan antara Hak Eigendom, Hak Erfpacht, Hak Opstal, dan Hak Gebruik adalah
keempatnya merupakan sama-sama jenis Hak atas Tanah Barat.
Hak Eigendom (Hak Milik)
Pengaturan mengenai Hak Eigendom terdapat pada Pasal 570 KUH Perdata yang
berbunyi:
Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara lebih leluasa dan untuk
berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan
dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang
berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu tidak
mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan umum dan
penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan ketentuan ketentuan perundang-
undangan.
Hak Eigendom sebagai hak individu tertinggi, sekaligus juga merupakan hak penguasaan
atas tanah yang tertinggi dalam Hukum Tanah Barat.
Jadi Hak Eigendom itu merupakan salah satu jenis Hak atas Tanah Barat yang dikenal
sebagai hak milik.
Hak Erfpacht
Menurut Pasal 720 dan Pasal 721 KUHPerdata, Hak Erfpacht merupakan hak
kebendaan yang memberikan kewenangan yang paling luas kepada pemegang haknya
untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan tanah kepunyaan pihak lain. Pemegang
Hak Erfpacht boleh menggunakan kewenangan yang terkandung dalam Hak Eigendom
atas tanah.
Pasal 720 KUH Perdata berbunyi:
Hak guna usaha adalah hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya barang tak
bergerak milik orang lain, dengan kewajiban membayar upeti tahunan kepada
pemilik tanah, sebagai pengakuan tentang pemilikannya, baik berupa uang maupun
berupa hasil atau pendapatan. Alas hak lahirnya hak guna usaha harus diumumkan
dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 620.
Jadi Hak Erfpacht merupakan Hak Guna Usaha atau hak kebendaan untuk menikmati
sepenuhnya tanah kepunyaan pihak lain.
Hak Opstal
Hak Opstal atau dikenal juga dengan sebutan Hak Numpang Karang diatur dalam Bab VII
Buku ke-II KUH Perdata, yakni disebut dalam Pasal 711 KUH Perdata yang berbunyi:
Hak numpang karang adalah hak kebendaan untuk mempunyai gedung bangunan
atau tanaman di atas tanah orang lain.
Setiap orang yang mempunyai hak numpang karang atas sebidang pekarangan, boleh
mengalihkannya kepada orang lain atau memberikannya dengan hipotek. Ia juga boleh
membebani pekarangan tadi dengan pengabdian pekarangan tetapi hanya untuk jangka
waktu selama ia boleh menikmati haknya.
Hak Gebruik
Sedangkan Hak Gebruik seperti yang telah kami sebutkan di awal, termasuk jenis
Hak Eigendom (hak milik). Sebagaimana informasi yang kami peroleh dari materi
perkuliahan Hukum Agraria yang disampaikan oleh Prof. Ny. Arie S. Hutagalung, SH,
MLI yang kami akses dari laman Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Hak Gebruik diatur dalam Pasal 818 KUH Perdata yang
berbunyi:
Hak pakai dan hak mendiami, diperoleh dan berakhir dengan cara yang sama
seperti hak pakai hasil.
Jadi Hak Gebruik merupakan hak pakai, yaitu hak pakai atas sebidang tanah pekarangan,
yang kepada pemakainya hanya boleh mengambil hasil-hasilnya, sebanyak yang
diperlukan untuk diri sendiri dan seisi rumahnya.
Konversi Hak atas Tanah Barat
Hak-hak barat tersebut (Hak Eigendom, Hak Erfpacht, Hak Opstal dan Hak Gebruik) yang
menurut ketentuan konversi pasal I, II, III, IV dan V dijadikan hak usaha-usaha dan hak
guna-bangunan hanya berlaku untuk sementara selama sisa waktu hak-hak tersebut,
dengan jangka waktu paling lama 20 tahun. Oleh karena itu, setelah berlakunya UUPA,
Hak-Hak atas Tanah Barat tersebut dikonversi dan dijadikan hak guna-usaha dan hak
guna-bangunan, hanya berlaku untuk sementara selama sisa waktu hak-hak tersebut,
dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.
Kesimpulan
Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara
Hak Eigendom, Hak Erfpacht, Hak Opstal, dan Hak Gebruik merupakan sama-sama jenis
dari Hak atas Tanah Barat.
 Hak Eigendom merupakan hak milik dalam pengaturan tanah barat,
 Hak Erfpacht merupakan hak guna usaha atau hak kebendaan untuk menikmati
kegunaan tanah kepunyaan pihak lain,
 Hak opstal merupkan hak numpang karang, yaitu hak kebendaan untuk
mempunyai gedung bangunan atau tanaman di atas tanah orang lain, dan
 Hak Gebruik merupakan hak pakai, yaitu hak pakai atas sebidang tanah
pekarangan, yang kepada pemakainya hanya boleh mengambil hasil-hasilnya,
sebanyak yang diperlukan untuk diri sendiri dan seisi rumahnya.
Tetapi, perlu diketahui bahwa sejak berlakunya UUPA, maka pengaturan mengenai Hak
atas Tanah Barat yang diatur dalam Buku II KUH Perdata dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Setelah berlakunya UUPA, Hak-Hak atas Tanah Barat tersebut dikonversi dan dijadikan
hak guna-usaha dan hak guna-bangunan, hanya berlaku untuk sementara selama sisa
waktu hak-hak tersebut, dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.
Sejarah Peraturan
Menurut Gunanegara dalam bukunya Hukum Pidana Agraria: Logika Hukum Pemberian
Hak Atas Tanah dan Ancaman Hukum Pidana (hal. 3), macam-macam tanah-tanah Hak
Barat adalah:
1. Hak Eigendom (eigendomrecht)
a. Hak Hypotheek
b. Hak Servituut
c. Hak Vruchtgebruik
d. Hak Gebruik
e. Hak Grant Controleur
f. Hak Bruikleen
g. Acte van Eigendom
2. Hak Erfpacht (erfpachtrecht)
3. Hak Postal (opstalrechts)
Sementara, Boedi Harsono dalam bukunya Hukum Agraria Indonesia: Sejarah
Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya (hal. 59)
menjelaskan bahwa Hukum Tanah Barat bersumber pada Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (“KUH Perdata”).
Berdasarkan penelusuran kami, Hak Eigendom, Hak Erfpacht, Hak Opstal dan
Hak Gebruik merupakan jenis Hak atas Tanah Barat yang dikenal pada zaman kolonial
Belanda yang pengaturannya dapat dijumpai pada Buku ke-II KUH Perdata.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”), maka UUPA telah mencabut aturan agraria yang
berhubungan dengan tanah pada zaman kolonial:
1. "Agrarische Wet" (Staatsblad 1870 No.55), sebagai yang termuat dalam pasal 51 "Wet
op de Staatsinrichting van Nederlands Indie" (Staatsblad 1925 No.447) dan ketentuan
dalam ayat-ayat lainnya dari pasal itu;
2. a. "Domienverklaring" tersebut dalam pasal 1 "Agrarisch Besluit " (Staatsblad 1870
No.118);
b. "Algemene Domienverklaring" tersebut dalam Staatsblad 1875 No.119A;
c. "Domienverklaring untuk Sumatera" tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1874
No.94f;
d. "Domeinverklaring untuk keresidenan Menado" tersebut dalam pasal 1
dari Staatsblad 1877 No.55;
e. "Domienverklaring untuk residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo" tersebut
dalam pasal 1 dari Staatsblad 1888 No.58.
3. Koninklijk Besluit tanggal 16 April 1872 No.29 (Staatsblad 1872 No.117) dan peraturan
pelaksanaannya;
4. Buku ke-II KUH Perdata Indonesia sepanjang yang mengenai bumi, air serta
kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan
mengenai hypotheek yang masih berlaku pada mulai berlakunya Undang-
undang ini.
Hak Eigendom, Hak Erfpacht, Hak Opstal, dan Hak Gebruik
Girik
Surat tanah jenis girik merupakan tanda kepemilikan tanah yang didasari oleh hukum
adat. Biasanya, surat girik ini dibuat untuk tanah warisan keluarga. Surat tanah yang satu
ini dapat menunjukkan kuasa atas lahan serta untuk keperluan pajak. Kamu bisa
menggunakan surat girik ini untuk memperoleh Sertifikat Hak Milik supaya kekuatan
hukumnya lebih tinggi.
Gogolan
Surat tanah lainnya yang cukup populer adalah gogolan. Surat ini umum ditemukan di
area Jawa. Penerima surat ini adalah gogol atau kuli. Mereka mendapatkan surat ini dari
orang tertentu supaya berhak menggunakan tanah komunal desa secara legal.
Hak Ulayat
Hak ulayat bisa dikatakan sebagai surat tanah yang terkait dengan hukum adat. Surat ini
merupakan pernyataan kepemilikan tanah bersama bagi masyarakat hukum adat yang
ada di lingkungan tertentu. Hak ulayat ini diatur dalam Pasal 3 Undang-undang Pokok
Agraria yang menyatakan bahwa hak ulayat diakui sepanjang waktu dan tidak dapat
dialihkan menjadi Sertifikat Hak Milik selama hak tersebut masih ada.
Petok D
Pada zaman dahulu, Petok D adalah surat tanah yang diakui untuk membuktikan
kepemilikan tanah yang sah. Kala itu, Petok D memiliki kekuatan hukum yang setara
dengan Sertifikat Hak Milik. Setelah tahun 1960, tepatnya saat Undang-undang Pokok
Agraria diresmikan, Petok D hanya berlaku sebagai alat bukti pembayaran pajak tanah.
Rincik
Sebelum tahun 1960, area di Makassar dan sekitarnya kerap menggunakan surat rincik.
Surat tanah ini merupakan Surat Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia. Rincik
merupakan salah satu dokumen untuk membuktikan kepemilikan dan penggunaan tanah
oleh seseorang.
SEMUA TANAH SEBELUM KEMERDEKAAN STATUS ADMINISTRASINYA ADALAH
DIBAWAH PEMERINTAH KOLONIAL BELANDA, YANG PERLU DIPERTANYAKAN MANA
BUKTI DOKUMEN YANG MENYATAKAN Hak Pengelolaan, dan tanah yang
diperoleh pemerintah Kota Surabaya dengan cara pembebasan tanah
serta tukar-menukar YANG DIBERIKAN PEMERINTAH INDONESIA, JADI APAPUN
Surat Ijo ALASANNYA DAN PERDA YANG DIBUAT ITU SUDAH MENYALAHI DEMI HUKUM.

Surat ijo memiliki nama lain Surat Izin Pemakaian Tanah. Surat tanah yang hanya ada di
Surabaya ini diterbitkan oleh pemerintah setempat sebagai bukti izin pemakaian tanah
aset pemerintah. Tanah yang memiliki surat ijo adalah tanah peninggalan kolonial
Belanda, tanah yang diberikan pemerintah Indonesia dengan Hak Pengelolaan,
dan tanah yang diperoleh pemerintah Kota Surabaya dengan cara pembebasan
tanah serta tukar-menukar.

Pemberian surat ijo dapat dicabut sewaktu-waktu oleh pemerintah apabila tanah
tersebut dibutuhkan pemerintah. Bisa juga karena penerima surat ijo tersebut tidak
melakukan kewajiban yang sudah tertera dalam peraturan.

Khusus untuk surat ijo, surat tanah ini hanya beredar dan berlaku di Kota Surabaya.
Disebut juga Surat Ijin Pemakaian Tanah (Surat Hijau), surat tanah ini merupakan izin
yang diterbitkan pemerintah kota atas pemakaian tanah aset Pemerintah.
Menurut Badan Pengelolaan Tanah dan Bangunan, dasar perolehan/penguasaan tanah
dengan status surat ijo berasal dari:
1. Tanah peninggalan Kolonial Belanda (hak eigendom gementee, besluit) dan
tanah yang diberikan Pemerintah Indonesia dengan Hak Pengelolaan.
2. Tanah yang pengadaannya dilakukan sendiri pemerintah Kota Surabaya
dengan jalan pembebasan tanah (P2TUN) maupun tukar-menukar
(Ruislag).
Landasan hukum yang mengharuskan setiap orang atau badan hukum yang
menggunakan tanah aset Pemkot Surabaya harus memiliki izin Pemakaian Tanah adalah
Perda No.1 Tahun 1997 tentang Ijin Pemakaian Tanah.
Peraturan daerah yang berlaku bagi pemegang Surat Hijau sesuai Perda No.1 Tahun
1997 adalah:
1. Lahan dipergunakan sesuai peruntukan.
2. Selambatnya satu tahun sejak dikeluarkan izin, pemegang surat harus mendirikan
bangunan yang dilengkapi IMB.
3. Dilarang mengalihkan ke pihak lain tanpa izin tertulis kepala daerah atau pejabat
yang ditunjuk.
4. Jika pemegang Surat Ijo meninggal, ahli waris bisa melanjutkan Izin Pemakaian
Tanah dengan mengajukan permohonan ke kepala daerah atau pejabat yang
ditunjuk.
5. Semua pajak dan beban lain ditanggung pemegang izin.
6. Pemegang izin wajib membayar retribusi. Besarnya retribusi dapat berubah
sesuai ketentuan yang ditetapkan.
7. Keterlambatan pembayaran retribusi dikenakan denda:
a. Sampai 3 bulan sebesar 50% dari retribusi yang berlaku.
b. Lebih dari 3 bulan – 1 tahun sebesar 100%.
c. 1 – 2 tahun sebesar 200%.
d. 2 – 3 tahun sebesar 300%.
e. 3 – 4 tahun sebesar 400%.
f. Lebih dari 4 tahun sebesar 500%.
8. Izin bisa dicabut sewaktu-waktu apabila:
1. Tanah tersebut dibutuhkan untuk kepentingan pemerintah daerah.
2. Pemegang izin melanggar ketentuan.
3. Pemegang izin menelantarkan atau tidak memanfaatkan tanahnya selama
lebih dari tiga tahun.
4. Persyaratan yang diajukan untuk mendapatkan izin tidak dapat
dipertanggung- jawabkan.
5. Berdasarkan uraian peraturan di atas, maka setiap orang atau badan
hukum yang akan memakai tanah tersebut, harus terlebih dahulu
memperoleh izin pemakaian tanah dengan mengajukan surat permohonan
pada Walikota Surabaya atau pejabat yang ditunjuk.
6. Setelah mendapatkan izin pemakaian tanah, pemegang izin berkewajiban
membayar retribusi sesuai ketentuan yang berlaku, mematuhi dan
mentaati semua ketentuan yang ditetapkan, serta menggunakan tanah
sesuai peruntukannya. Masa berlaku Surat Hijau/Surat Ijo dibedakan
menjadi:
a. Izin Pemakaian Tanah jangka pendek (2 tahun)
b. Izin Pemakaian Tanah jangka menengah (5 tahun)
c. Izin Pemakaian Tanah jangka panjang (20 tahun)
Namun untuk mengajukan perubahan Surat Hijau menjadi Hak Milik sulit dilakukan, atau
tidak bisa sebelum ada pelepasan aset pemerintah kota dari Walikota yang disetujui
DPRD. Ini dikarenakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu retribusi penyewa
tanah merupakan salah satu penyumbang PAD terbesar bagi Kota Surabaya.
KESIMPULANNYA;
“APAKAH KOTA SURABAYA BAGIAN DARIPADA NEGARA INDONESIA, JIKA SURAT HIJAU
TIDAK SELESAI MAKA PERLU DIPERTANYAKAN PELIMPAHAN PERALIHAN
KEKUASAAN DARI KOLONIAL BELANDA KE PEMERINTAH INDONESIA APAKAH KOTA
SURABAYA TIDAK TERMASUK DIDALAMNYA, DAN KENAPA PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA YANG KITA CINTAI TIDAK BERBUAT UNTUK KESEJAHTERAAN DAN
KEADILAN BAGI RAKYAT/WARGA KOTA SURABAYA, DIMANA PADAHAL PEMERINTAH
KOTA SURABAYA HANYA DIBERIKAN HAK PENGELOLAAN DAN
DIBERIKAN/DISERAHKANYA APA ADA DOKUMENT YANG MENYERTAINYA PADA
WAKTU ITU SIAPA YANG MENYERAHKAN, MEMBERIKAN, BERDASARKAN APA, DAN
SETERUSNYA”
KALAU DALAM HAL INI PEMERINTAH KOTA SURABAYA MASIH NGEYEL DAN KEKEH,
DENGAN BERDALIH SEMUA PERKARA SURAT IJO DI KEMBALIKAN KE PEMERINTAH
PUSAT, YANG SUDAH MEREKA GAUNGKAN. MARI KITA BUAT PERNYATAAN DARI
MEREKA, YANG MEMANGKU JABATAN TERKAIT DIPEMERINTAHAN SAAT INI, SECARA
PERNYATAAN TERTULIS DAN BERKEKUATAN HUKUM TETAP, MENGIKAT DAN
MEMILIKI KONSEKWENSI HUKUM ATAS SEMUANYA.

Anda mungkin juga menyukai