Anda di halaman 1dari 8

HAK OPSTAL

Definisi :

Hak Opstal adalah suatu hak untuk memiliki bangunan-bangunan


atau tanaman-tanaman di atas tanahnya orang lain.
Pada pasal 711 Burgerlijk Wetboek Hak opstal disebut juga hak
numpang karang, yaitu adalah suatu hak kebendaan untuk mempunyai
gedung-gedung, bangunan-bangunan dan penanaman diatas pekarangan
orang lain.

Penjelasan :

Hak Opstal menjadi Hak Guna Bangunan

Pasal 1 ketentuan konversi UUPA menentukan “Hak opstal dan hak


erfpacht untuk perumahan yang ada pada pada mulai berlakunya UUPA,
sejak saat tersebut menjadi hak guna bangunan tersebut dalam pasal 35
ayat 1, yang berlangsung selama sisa waktu hak opstal dan erfpacht
tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun” Dengan demikian maka hak
opstal itu dikonversi munjadi hak guna bangunan menurut pasal 35 ayat 1
UUPA dalam jangka waktu sisa waktu dari hak opstal sejak tanggal 24
September tersebut, dengan ketentuan maksimum 20 tahun hak opstal
yang sudah habis waktunya pada tanggal 24 September 1960 tidak
dikonversi. Jadi dengan demikian, maka bekas yang punya hak opstal
dapat mengajukan permohonan hak baru. diatur pada UU no.5 tahun
1960 (UUPA) Bagian V Hak Guna Bangunan Pasal 35 - 40

Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai


bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu
tertentu.
Penggunaan tanah yang dipunyai dengan hal guna bangunan terutama
untuk mendirikan/mempunyaii bangunan-bangunan, tetapi di samping itu
diperbolehkan untuk menanam sesuatu dan memelihara ternak, asal
tujuannya yang pokok tetap dilaksanakan.

Subjeknya, ialah warga negara Indonesia dan Badan-Badan Hukum yang


didirikan menurut hukum Indonesia.

Jangka Waktunya, dapat diberikan untuk waktu 20 tahun dan paling lama
30 tahun. Atas permintaan pemegang haknya dan mengingat keperluan
serta keadaan bangunan-bangunannya jangka waktu tersebut dapat
diperpanjnag dengan waktu paling lama 20 tahun.

Terjadinya hak bangunan, karena :

1. Mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara :Karena


penetapan pemerintah
2. Mengenai tanah milik, karena perjanjian yang berbentuk otentik antara
pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan
memperoleh hak guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan
hak tersebut.

Peralihan / Pemindahan dan Pendaftarannya.

Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Dalam hal-hal yang terrtentu setiap pemindahan hak guna bangunan
memerlukan ijin dari yang berwenang. Setiap peralihan/pemindahan hak
Guna bangunan wajib didaftrakan pada Kantor Agraria
Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan. Pendaftran tersebut
merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai sahnya peralihan hak
tersebut.

KONVERSI HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI TANAH HAK


BARAT

Terdiri dari beberapa jenis, salah satunya ialah Hak Opstal.

Hak Opstal adalah hak kebendaan untuk memiliki bangunan dan


tanaman-tanaman diatas sebidang tanah orang lain (Pasal 711 BW). Hak
opstal dapat di konversi menjadi hak guna bangunan.

Kesimpulan

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hak opstal adalah hak untuk memiliki
bangunan-bangunan atau tanaman di atas tanah orang lain. Hak opstal
merupakan salah satu hak-hak kebendaan dalam KUHPerdata.

Hak opstal dapat dipindahkan pada orang lain dan dapat juga dipakai
sebagai jaminan utang (hipotik). Hak postal diperoleh karena perbuatan
perdata (Pasal 713 KUHPerdata).

Selama hak numpang karang berjalan pemilik pekarangan tak


diperbolehkan mencegah, si penumpang, akan membongkar gedung-
gedung atau bangunan-bangunan dan menebang segala tanaman di atas
pekarangan itu gunamengambilnya dari situ jika harga daripada gedung-
gedung, bangunan-bangunan dan tanaman itu, sewaktu hak numpang
karang diperolehnya telah lunas di bayarnya, atau jika kesemuanya itu si
penumpang sendirilah yang mendirikan, membuat dan menanamnya,
dengan tak mengurangi kewajiban si penumpang untuk memulihkan
kembali pekarangan itu dalam keadaan sebelum satu sama lain didirikan.
dibuat dan ditanamnya. (Pasal 714 KUHP Perdata).

Apabila hak numpang karang, pemilik pekarangan menjadi pemilik


gedung-gedung, bangunan-bangunan dan tanamn diatas pekarangannya,
dengan kewajiban akan membayar harganya pada saat itu juga kepada si
penumpang, yang mana menjelang dilunasinya pembayaran itu, berhak
menahan segala sesuatu. (Pasal 715 KUHPerdata).

Apabila hak numpang karang diperoleh atas sebidang tanah dimana telah
ada gedung-gedung, bangunan dan tanaman, yang harganya oleh si
penumpang belum dibayar, maka bolehlah pemilik pekarangan, dengan
berakhirnya hak numpang, menguasai kembali segala kebendaan itu
dengan tak usah membayar sesuatu ganti rugi.(Pasal 716 KUHPerdata).

Untuk sahnya hak opstal harus didaftarkan dan diumumkan. Pada waktu
hak opstal itu berakhir, maka eigenaar tanah bertindak juga sebagai
eigenaar bangunan-bangunan dan tanam-tanaman yang ada, dengan
catatan bahwa ia berkewajiban membayar harga bangunan dan tanam-
tanaman itu. Mengenai hapusnya hak opstal juga dapat terjadi. Hal ini
sesuai yang diatur dalam Pasal 718 KUHPerdata, yaitu:

1. Karena percampuran
2. Karena musnahnya pekarangan
3. Karena kedaluwarsa dengan tenggang waktu tiga puluh tahun (30)
tahun lamanya
4. Waktu yang diperjanjikan telah lampau
5. Setelah lewatnya waktu yang diperjanjikan atau ditentukan, tatkala
hak numpang dilahirkan.
CONTOH HAK GUNA BANGUNAN
Permasalahan PT. KAI dan PT.BMP

Adanya aksi saling klaim dari PT KAI dan PT BMP terhadap lahan
di lokasi yang kini menjadi pintu gerbang Basko Hotel dan Basko Grand
Mal. Klaimnya adalah, menurut PT KAI lahan itu miliknya, makanya perlu
ditertibkan, dipatok dan diamankan. Dasar hukum yang diajukan untuk
klaim ini adalah Grondkaart Nomor 10 tahun 1888 dan UU Nomor 23
Tahun 2007 tentang Perkeretaapian serta PP Nomor 56 Tahun 2009
tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian yang menyatakan batas ruang
manfaat jalur kereta api dan ruang milik jalur kereta api jarak dari rel lebih
kurang 12 meter. PT KAI dalam surat bernomor KA.203/V/14/DIVRE II SB-
2015 tanggal 27 Mei 2015 juga mendalilkan bahwa lokasi yang akan
ditertibkan sudah dimanfaatkan oleh BMP sebagai jalan masuk dan lahan
parkir sejak PT BMP mengadakan perjanjian sewa tanah dengan PT KAI.
Dengan dasar itu, maka aksi penertiban versi PT KAI itu, dilakukan pada
pagi Sabtu (6/6) dengan melibatkan sekitar seratusan karyawan PT KAI di
bawah pimpinan Vice President (VP) PT KAI Divre II Sumbar Ari
Soepriadi. Sedang pihak PT BMP meng/klaim, lahan itu adalah hak yang
sudah mereka kuasai sejak tahun 1994 lalu dan sedang dalam proses
sertifikasi serta sudah ada Surat Ukur dari Kantor Pertanahan Kota
Padang Nomor 00297/2011 tanggal 23 Juni 2011. Lahan itu, sama
dengan tanah yang sudah ada sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas
nama Basrizal Koto sebelumnya, berasal dari lahan yang dibebaskan dari
masyarakat yang semula menempati di sana.
PT BMP juga punya surat penguasaan fisik serta Surat Keterangan
Lurah Air Tawar Timur tanggal 27 April 2011 Nomor 11/ATT-19/IV-2011
dan menegaskan status tanahnya adalah Tanah Negara Eigendom
Verponding 1648, bukan tanah PT KAI. Secara umum, sesuai dengan UU
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang
menyangkut Hak-hak atas tanah dan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, maka PT BMP berkeyakinan, bahwa tanah yang
dikuasai dan sudah digunakan sebagai akses jalan masuk ke Basko Hotel
dan basko Grand Mal, adalah lahan mereka yang dilindungi Undang-
Undang. Merasa berhak, pihak BMP pun berusaha mempertahankan
haknya dari tindakan –yang menurut PT BMP adalah perbuatan melawan
hukum, yakni masuk tanpa hak dan melakukan pengrusakan di areal yang
dilindungi UU. Buntut dari aksi saling klaim kebenaran atas penguasaan
dan kepemilikan lahan seluas 465 meter persegi itu, pihak BMP membuat
dua laporan polisi di Mapolresta Padang, yakni tindakan pengrusakan
bersama-sama yang diduga dilakukan pimpinan dan karyawan PT KAI
serta laporan penghinaan terhadap pemilik BMP H Basrizal Koto yang di-
duga dilakukan VP PT KAI Divre II Sumbar Ari Soepriadi. Sementara tiga
hari kemudian, PT KAI balas melapor ke Mapolda Sumbar dengan
tuduhan penyerobotan lahan milik PT KAI oleh PT BMP.
Gugatan PT KAI dalam kasus sewa-menyewa dengan PT BMP,
sampai sekarang belum mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht). Di
tingkat Pengadilan Negeri, PT KAI menang, di Pengadilan Tinggi, BMP
yang menang. Sekarang perkaranya masih di tingkat kasasi di MA.
Apalagi gugatan pembatalan sertifikat BMP ke PTUN dimenangkan pihak
BMP dan sekarang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Jika ditelisik
aturan UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Agraria dan PP Nomor 24 tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah dan PP Nomor 8 tahun 1953 tentang
Penguasaan Tanah Negara, maka sudah sejak Indonesia merdeka, UU
memerintahkan agar setiap hak-hak atas tanah yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan sebelum tahun 1960 atau yang ada sejak
zaman kolonial, harus didaftarkan ke Badan Pertanahan, baik data fisik
maupun data yuridis. Penataan tanah negara ini, sudah jauh hari
diwajibkan sebelum lahirnya UU Pokok Agraria, UU No 5 Tahun 1960.
Makanya, jika hari ini ada ada instansi pemerintah atau perusahaan
negara mengklaim punya hak atas tanahnya, dia harus menunjukkan bukti
sertifikat hak pakai atau hak pengelolaan. Bila ini tidak ada, berarti instansi
atau perusahaan negara itu lalai menjalankan kewajibannya untuk tertib
adimintrasi pertanahan. Yang juga sangat-sangat fatal adalah tindakan
PT. KAI yang menyewakan lahannya kepada pihak swasta, seperti yang
diungkapkan manajemen PT KAI kepada pers. Sebab, ulasnya,
perusahaan negara seperti KAI, jika memang menguasai tanah negara, itu
hanya sebatas Hak Pakai Publik, yaitu hak pakai non komersial, hak pakai
yang tidak bisa dijual apalagi disewakan. “Jika KAI menyewakan tanah
negara yang statusnya hanya hak pakai publik, maka itu berarti tindakan
melanggar hukum,” kata Kurnia Warman. Sesuai dengan ketentuan pasal
44 UU Pokok Agraria, yang berhak menyewakan tanah itu hanya pemilik
atau orang atau lembaga yang punya sertifikat Hak Milik. Nah, PT KAI
atau instansi pemerintah bukanlah pemilik, melainkan hanya diberi hak
pakai publik, maka kesalahan fatal, bila instansi itu menyewakannya ke-
pada pihak lain. Tanah negara yang diserahkan pemakaiannya kepada
instansi atau perusahaan negara, hanya diakui hak pakainya sepanjang
tanah itu digunakan sesuai fungsi dari instansi atau perusahaan negara
itu. Bila tanah itu ditelantarkan atau disewakan, maka sejak saat itu juga,
menurut Kurnia Warman, lahan itu otomatis beralih menjadi tanah negara.
“Nah setiap tanah negara, bisa diserahkan kepada orang atau badan
hukum untuk diolah dan dimanfaatkan, sepanjang memenuhi persyaratan
seperti membayar uang pemasukan kepada negara dan membayar
administrasi pertanahan,”

Analisis Masalah
Subyek :
1. PT Basko Minang Plaza (BMP)
2. PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre II Sumbar

Kekuatan legalitas :
PT Basko Minang Plaza (BMP) memiliki sertifikat Hak Guna
Bangunan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre II Sumber, merasa berhak
karena sesuai dengan Undang-undang Perkeretaapian. Berdasarkan
berita diatas dua belah pihak sama-sama memiliki legalitas, namun jika di
lihat dari kekuatan hokum menurut kami yang berhak atas tanah itu
adalah yang memiliki sertifikat hak guna bangunan, karena sertifikat hak
guna bangunan akan dikeluarkan setelah ,memenuhi syarat artinya ketika
surat itu sudah dikeluarkan maka peraturan kereta api tidak berbenturan
dengan syarat dikeluarrkannya sertifikat hak guna bangunan sehingga
sertifikat itu sah, namun untuk melihat apakah benar PT Basko Minang
Plaza (BMP) memasang pagar melewati batas wilayah yang sudah
ditentukan disertifikat atau tidak perlu dibuktikan dengan sertifikat hak
guna bangunan dan data dari dinas pertanahan. Penyelesaian yang dapat
dilakukan menurut kami adalah melalui jalur hukum.

Anda mungkin juga menyukai