Anda di halaman 1dari 43

Hak Penguasaan

Atas Tanah III


Sofia Rahmawati, S.H., M.H.
Mahasiswa mampu memahami pengertian hak
Capaian penguasaan atas tanah.
Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami tentang macam-
macam hak penguasaan atas tanah.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Hak Perseorangan
Atas Tanah
Hak Perorangan atas Tanah (Pasal 16 UUPA)
Hak milik
Hak guna usaha
Hak guna bangunan
Hak pakai
Hak sewa
Hak membuka tanah
Hak memungut hasil hutan
Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas
yang aakan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara sebagai yang disebut dalam Pasal 53.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Hak Guna Bangunan
Pasal 35 ayat (1) UUPA menyatakan: “Hak guna-bangunan adalah
hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan
atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu
paling lama 30 tahun.”
Menurut Penjelasan Pasal 35 UUPA, karena Hak Guna Bangunan
(HGB) tidak mengenai tanah pertanian, maka HGB, selain atas
diberikan atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara dapat
pula diberikan atas tanah milik seseorang. Artinya, HGB dapat
diberikan di atas tanah negara maupun tanah milik orang lain.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan
Pasal 30 PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan bahwa pemegang HGB berkewajiban:
a. membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan
dalam keputusan pemberian haknya;
b. menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;
c. memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta
menjaga kelestarian lingkungan hidup;
d. menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan
kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atas pemegang Hak Milik
sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;
e. menyerahkan sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada
Kepala Kantor Pertanahan.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan
Pasal 31 PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan: “Jika tanah Hak Guna Bangunan
karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya
sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau
bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak
Guna Bangunan wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau
kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung
itu.”

Bagian dari Fungsi Sosial

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Peruntukan Hak Guna Bangunan
HGB adalah hak untuk: mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah.
Bangunan tersebut bisa rumah sebagai tempat hunian maupun rumah
tempat usaha (rumah toko atau rumah tempat usaha/kantor),
bangunan tempat kegiatan olah raga, bangunan tempat kegiatan
pariwisata serta bangunan-bangunan lainnya.
Meskipun, HGB dapat dimanfaatkan bagi bangunan rumah tempat tempat
tinggal, penciptaan HGB adalah lebih dimaksudkan untuk
mengakomodasi kepentingan usaha dari warganegara, sedangkan
untuk hunian lebih merupakan maksud dari Hak Milik.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Peruntukan Hak Guna Bangunan
Oleh karena itu, tidak sesuai dengan maksud awal dari
Hukum Tanah Nasional kalau suatu Pemerintah Daerah
di wilayah perkotaannya membuat kebijakan untuk
memberikan HGB kepada kepentingan
pembangunan rumah (hunian) dengan alasan agar
lebih murah untuk menggantiruginya ketika suatu
waktu dibutuhkan untuk kepentingan umum.
Konsisten dengan hal itu pulalah, maka diambil suatu
kebijakan kemudahan untuk memberikan
peningkatan HGB menjadi HM bagi pemilikan
rumah yang masih berstatus HGB di lingkungan
perumahan.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Peruntukan Hak Guna Bangunan
Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 6 Tahun 1998 tentang Pemberian
Hak Milik Untuk Rumah Tinggal. Pasal 1 menyatakan bahwa :
(a) HGB atau Hak Pakai (HP) atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan
perseorangan warganegara Indonesia yang luasnya 600 M2 atau kurang, atas
permohonan yang bersangkutan dihapus dan diberikan kembali kepada bekas
pemegang haknya dengan HM;
(b) tanah HGB atau HP atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan
warganegara Indonesia yang luasnya 600 M2 atau kurang yang sudah habis jangka
waktunya dan masih dipunyai oleh bekas pemegang hak tersebut, atas
permohonan yang bersangkutan diberikan HM kepada bekas pemegang hak;
(c) untuk pemberian HM tersebut penerima hak harus membayar uang pemasukan
kepada negara sesuai ketentuan yang berlaku.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Jangka Waktu Hak Guna USaha
Jangka waktu HGB maksimal adalah 30 tahun, sehingga kalau dalam jangka waktu
tersebut belum digunakan untuk mempunyai atau mendirikan bangunan, maka HGB
tersebut seyogianya tidak dapat diperpanjang.
Pasal 35 ayat (2) UUPA menyatakan: “Atas permintaan pemegang hak dan dengan
mengingat keperluan serta keadaan bangunanbangunannya, jangka waktu
tersebut dalam ayat 1 dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20
tahun.”
HGB sd 50 Tahun.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Syarat Perpanjangan atau Pembaharuan Hak Guna USaha
Dapat diperpanjang’ atau ‘dapatdiperbaharui’ berarti bahwa perpanjangan atau pembaruan
HGB hanya dapat dilakukan jika dipenuhi berbagai persyaratan perpanjangan atau
pembaruan HGB tersebut, seperti yang ditentukan dalam Pasal 26 PP No. 40 Tahun 1996,
yakni:
1) tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan
tujuan pemberian hak tersebut;
2) syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
3) pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang HGB;
4) tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan;
5) mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan (bagi Hak Guna Bangunan yang
diberikan di atas tanah Hak Pengelolaan).
Menurut Pasal 29 PP No. 40 Tahun 1996, atas kesepakatan pemegang HGB dan Hak Milik
(HM), HGB di atas HM bisa diperbaharui dengan pemberian HGB baru, dengan akta yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.Pembaharuan HGB itu wajib didaftarkan.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Syarat Perpanjangan atau Pembaharuan Hak Guna USaha
Pasal 27 PP No. 40 Tahun 1996, permohonan perpanjangan itu diajukan 2 (dua)
tahun sebelum berakhirnya HGB tersebut.

Pasal 28 PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan bahwa untuk kepentingan penanaman


modal, permintaan perpanjangan dan pembaharuan HGB dapat dilakukan sekaligus
dengan membayar uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada saat pertama kali
mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan. Persetujuan untuk memberikan
perpanjangan atau pembaharuan HGB dan perincian uang pemasukannya dicantumkan
dalam keputusan pemberian Hak Guna Bangunan.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Subjek Hak Guna Bangunan
Pasal 36 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa yang dapat mempunyai hak guna-bangunan
ialah: (a) warganegara Indonesia; dan (b) badan hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Selanjutnya, Pasal 36 ayat (2) UUPA tersebut menyatakan: “Orang atau badan hukum yang
mempunyai hak guna-bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang
tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau
mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka
waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak
pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.”

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Objek Hak Guna Bangunan
Menurut Pasal 35 UUPA, HGB diberikan di atas tanah yang ‘bukan milik’ dari pemegang HGB
itu sendiri. artinya HGB dapat diberikan di atas tanah negara maupun tanah Hak Milik orang
lain.
Pasal 21 PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan bahwa tanah yang dapat diberikan dengan Hak
Guna Bangunan adalah : (a) tanah negara; (b) tanah Hak Pengelolaan; dan (c) tanah Hak
Milik.
Luas HGB yang dapat dipunyai oleh subjek HGB sampai saat ini belum ada
ketentuan yang membatasinya.
Pembatasan pemilikan tanah yang diatur oleh UU No. 56 Prp Tahun 1960 tentang
Penetapan Luas Tanah Pertanian, hanya melakukan pembatasan terhadap pemilikan tanah
pertanian, sedangkan untuk tanah perumahan dan bangunan lainnya oleh Pasal 12 UU No.
56 Prp Tahun 1960 itu akan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP). Namun sampai
sekarang PP tersebut belum ada.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Objek Hak Guna Bangunan
Sebagai langkah pragmatisnya, pembatasan tanah perumahan itu dilakukan melalui
instrumen perizinan peralihan hak atas tanah seperti yang diatur dalam
Peraturan Menteri Agraria No. 14 Tahun 1961. Di dalam Peraturan Menteri Agraria
itu dinyatakan bahwa orang sudah menguasai 5 (lima) bidang tanah, maka apabila ia
memohon pendaftaran hak atas tanah yang baru dipunyainya lagi diwajibkan untuk
memperoleh izin pemindahan hak.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Cara Terjadinya Hak Guna Bangunan
Pasal 37 UUPA menyatakan bahwa HGB dapat terjadi karena:
(a) penetapan Pemerintah, bagi tanah yang dikuasai langsung oleh negara;
(b) perjanjian yang berbentuk otentik karena penetapan Pemerintah antara pemilik
tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh HGB itu, bagi tanah
milik.
Pasal 22 PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan bahwa terjadinya HGB di atas tanah Hak
Pengelolaan juga dilakukan dengan penetapan pemerintah, dalam hal ini keputusan
pemberian HGB oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak
Pengelolaan.
Keputusan Pemberian HGB (termasuk HM, HGU, HP) bukan merupakan alat bukti hak.
Karena para pemegang Keputusan Pemberian Hak itu masih harus mendaftarkan
Keputusan Pemberian Hak tersebut. Sebelum mendaftarkannya, harus terlebih dahulu
ditunaikan berbagai kewajiban penerima hak, seperti pembayaran Bea Perolehan Hak Atas
Tanah (BPHTB) dan uang pemasukan.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Peralihan Hak Guna Bangunan
Pasal 35 ayat (3) UUPA menyatakan: “Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan.”
Pasal 34 ayat (2) PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan bahwa peralihan HGB itu terjadi
(a) karena: jual beli;
(b) tukar menukar;
(c) penyertaan dalam modal;
(d) hibah; dan
(e) pewarisan.
Pasal 34 ayat (6) PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan bahwa peralihan HGB karena pewarisan
harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh
instansi yang berwenang.
Pasal 34 ayat (7) dan (8) PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan bahwa peralihan HGB di atas tanah
Hak Pengelolaan dan Hak Milik harus dengan persetujuan pemegang Hak Pengelolaan
dan Hak Milik.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Pembebanan Hak Guna Bangunan
Pasal 39 UUPA menyatakan: “Hak Guna Bangunan dapat dijadikan utang dengan dibebani
hak tanggungan.”
Pasal 33 PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan bahwa
(a) HGB dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan; dan
(b) Hak Tanggungan hapus dengan hapusnya Hak Guna Bangunan.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Hapusnya Hak Guna Bangunan

Pasal 40 UUPA menyatakan bahwa HGB hapus karena:


(a) jangka waktunya berakhir;
(b) dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
(c) dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
(d) dicabut untuk kepentingan umum;
(e) diterlantarkan;
(f) tanahnya musnah; dan
(g) ketentuan dalam Pasal 36 ayat 2 yakni karena pemegang HGB tidak melepaskan atau
mengalihkan kepada yang berhak dalam waktu 1 (satu) tahun disebabkan pemegang hak
tidak lagi berwenang sebagai subyek HGB.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Pembuktian Hak Guna Bangunan
Pasal 38 UUPA menyatakan:
“(1) Hak guna-bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap
peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-
ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai
hapusnya hak guna-bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak
itu hapus karena jangka waktunya berakhir.”

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Hak Pakai
Hak Pakai
Pasal 41 ayat (1) dan (3), Hak Pakai (HP) adalah hak untuk menggunakan dan/atau
memungut hasil dari tanah orang lain, yaitu: milik orang lain atau tanah negara, yang bukan
perjanjian sewa-menyewa dan pula perjanjian pengolahan tanah.

Wewenang dan kewajiban pemegang HP kalau mengenai tanah Negara, ditentukan


dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang. Kalau mengenai
tanah milik ditentukan dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya.
Oleh UUPA, tidak ditentukan bahwa perjanjian pemilik itu harus tertulis, apalagi otentik
sebagaimana yang ditentukan bagi HGB. Namun oleh Pasal 44 ayat (1) PP No. 40
Tahun 1996, akta pemberian HP di atas HM itu dinyatakan dibuat dengan akta PPAT.
Wewenang dan kewajiban tersebut tidak boleh bertentangan dengan jiwa dan ketentuan
UUPA. Misalnya, seperti yang ditegaskan di dalam ayat (3), bahwa pemberian HP itu
tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur pemerasan.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Jangka Waktu Hak Pakai
Pasal 41 ayat (2) UUPA menyatakan: Hak pakai dapat diberikan:
(a) selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk
keperluan yang tertentu; atau
(b) dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Jangka Waktu Hak Pakai
Jangka waktu ‘tertentu’ dari HP diperjelas oleh Pasal 45 PP No. 40 Tahun 1996 yang
menyatakan bahwa HP dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 25
(dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama dua puluh tahun.
Bagi HP yang diberikan di atas Hak Pengelolaan, maka perpanjangan dan
pembaruan dapat diajukan jika ada persetujuan dari pemegang Hak
Pengelolaan.
Mengenai waktu yang ‘tidak ditentukan’ diartikan ‘selama tanahnya dipergunakan
untuk keperluan tertentu’. Pasal 45 ayat (3) PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan
bahwa HP yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama
dipergunakan untuk keperluan tertentu : (a) Departemen, Lembaga Pemerintah
Non Departemen, dan Pemerintah Daerah; (b) Perwakilan negara asing dan
perwakilan badan internasional dan Badan Keagamaan dan badan sosial.
Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta
Subyek Hak Pakai
Pasal 42 UUPA menyatakan bahwa yang dapat mempunyai hak pakai ialah:
(a) warganegara Indonesia;
(b) orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
(c) badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan
di Indonesia;
(d) badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Pasal 39 PP No. 40 Tahun 1996 lebih rinci menyatakan bahwa yang dapat mempunyai HP
adalah: (a) Warga Negara Indonesia; (b) Badan hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; (c) Departemen, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah; (d) Badan-badan
keagamaan dan sosial; (e) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia; (f)
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; dan (g)
Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Subyek Hak Pakai
Kalau dalam HM, HGU, dan HGB tidak diperkenankan orang asing (WNA) dan
badan hukum asing sebagai subyek hak, maka salah satu keunikan HP adalah
bahwa subyeknya bisa orang asing (WNA) dan badan hukum asing.
Hal itu untuk menegaskan bahwa hubungan yang sepenuhnya dan terkuat serta
turun temurun (dalam HM) hanya bisa diberikan kepada WNI; hubungan yang
kuat (dalam HGU dan HGB) dapat dapat diberikan kepada WNI dan Badan Hukum
Indonesia; sedangkan hubungan yang terbatas (HP) selain untuk WNI dan Badan
Hukum Indonesia, juga dapat diberikan kepada orang asing dan Badan Hukum
Asing.
Pasal 39 huruf e PP No. 40 Tahun 1996, pengertian ‘berkedudukan’ di Indonesia
sudah diperlonggar yakni jika kehadiran orang asing itu di Indonesia
memberikan manfaat bagi pembangunan nasional.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Objek Hak Pakai
Pasal 41 PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan bahwa tanah yang dapat diberikan dengan
Hak Pakai adalah:
(a) Tanah Negara; (b) Tanah Hak Pengelolaan; dan (c) Tanah Hak milik.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Cara Terjadinya Hak Pakai

Pasal 42 PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan:


“(1) Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Hak Pakai atas Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak
Pengelolaan.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Peralihannya Hak Pakai

Pasal 43 UUPA menyatakan:


“(1) Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak
pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang
berwenang.
(2) Hak pakai atas tanah-milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal
itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.”

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Peralihannya Hak Pakai
Peralihan Hak Pakai terjadi karena:
a. jual beli;
b. tukar menukar;
c. penyertaan dalam modal;
d. hibah;
e. pewarisan.
Peralihan Hak Pakai wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Peralihan Hak Pakai karena jual beli kecuali jual beli melalui lelang, tukar menukar,
penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Peralihannya Hak Pakai

Peralihan Hak Pakai karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau
surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.
Peralihan Hak Pakai atas tanah Negara harus dilakukan dengan izin dari pejabat yang
berwenang.
Pengalihan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan harus dilakukan dengan
persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan.
Pengalihan Hak Pakai atas tanah Hak Milik harus dilakukan dengan persetujuan
tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan.”

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Pembebanan Hak Pakai

Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 ayat Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menyatakan:
“Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan
menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.”
Jadi HP yang sudah dimungkinkan sebagai obyek Hak Tanggungan masih hanya HP
yang diberikan di atas tanah Negara, sedangkan pembebanan Hak Tanggungan
pada HP pada HM, menurut ayat (3) dari Pasal 44 UU No. 4 Tahun 1996, masih
akan diatur di dalam Peraturan Pemerintah.
Namun ternyata, PP No. 40 Tahun 1996 juga belum ada mengatur kemungkinan HP yang
didirikan di atas HM. Selain, HP di atas tanah Negara, PP tersebut hanya memungkinkan
pembebanan Hak Tanggungan pada HP di atas Hak Pengelolaan (Pasal 53 PP No. 40
Tahun 1996.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Hapusnya Hak Pakai
Pasal 55 PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan:
“(1) Hak Pakai hapus karena:
a. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian
atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;
b. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau
pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena:
1) tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya
ketentuan-ketentuan.
2) tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam
perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang Hak Milik
atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan; atau
3) putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yanag tetap;

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Hapusnya Hak Pakai

c. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka


waktu berakhir;
d. dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961;
e. ditelantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. ketentuan Pasal 40 ayat (2), yakni subyeknya tidak lagi memenuhi syarat sebagai
subyek HP.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Pembuktiannya Hak Pakai
Pasal 43 PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan:
“(1) Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 wajib didaftar dalam buku tanah
pada Kantor Pertanahan.
(2) Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan terjadi sejak didaftar
oleh Kantor Pertanahan dalam buku tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(3) Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Pakai diberikan sertipikat hak atas
tanah.”
Selanjutnya, Pasal 44 PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan:
Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian tanah oleh pemegang Hak Milik
dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah wajib didaftarkan dalam buku
tanah pada Kantor Pertanahan.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Hak Sewa
Hak Sewa

Ketentuan mengenai Hak Sewa Tanah Untuk Bangunan diatur dalam Pasal 16 ayat (1)
huruf e UUPA dan secara khusus ditegaskan dalam Pasal 44 dan Pasal 45 UUPA.
Pasal 44 UUPA berisi ketentuan: (1) Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak
sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain
untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah
uang sebagai sewa.
(2) Pembayaran uang sewa dapat dilakukan : a. satu kali atau pada tiap-tiap waktu
tertentu; b. sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.
(3) Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh disertai syarat-
syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Pembuktiannya Hak Pakai
Ditegaskan dalam ketentuan Pasal 44 ayat (1) mengenai subyek hukum yang berhak
mempunyai hak sewa yaitu seseorang atau suatu badan hukum.
Ditegaskan juga dalam ayat (2) bahwa hak sewa hanya dapat diberikan untuk tanah
bangunan, hak sewa untuk pertanian tidak dibenarkan dan hanya dapat
dibebankan di atas tanah milik orang lain, tidak dijelaskan mengenai Hak Sewa
Tanah Untuk Bangunan di atas tanah negara maupun Hak Sewa Tanah Untuk
Bangunan di atas tanah hak pengelolaan.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Hak Sewa Tanah Untuk Bangunan tidak sama dengan Hak Sewa Atas
Bangunan

. Dalam Hak Sewa Tanah Untuk Bangunan pemilik menyerahkan tanahnya


dalam keadaan kosong kepada penyewa dengan maksud supaya penyewa
dapat mendirikan bangunan diatas tanah tersebut. Bangunan itu menurut
hukum yang berlaku saat ini menjadi milik pihak penyewa tanah tersebut,
kecuali jika ada perjanjian lain.
Sedangkan dalam Hak Sewa Atas Bangunan yang terjadi adalah penyewa
menyewa bangunan di atas tanah hak milik orang lain dengan membayar
sejumlah uang sewa dan dalam jangka waktu yang tertentu atas dasar
kesepakatan antar pemilik bangunan dan penyewa bangunan.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Subjek Hak Sewa

a. Warga negara Indonesia; b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia; c. badan


hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; d.
badan hukum asing yang mempunyai perwalikan di Indonesia.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 10 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah. Pasal 1 butir 25 Peraturan Daerah Kota Tangerang
Selatan Nomor 10 Tahun 2011 memberi definisi sewa yaitu : “Sewa adalah
pemanfaatan Barang Milik Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu
dengan menerima imbalan uang tunai.” Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa
dalam sewa ada jangka waktu dan pembayaran imbalan uang tunai.
Dalam praktek di tengah masyarakat, sewa menyewa lebih banyak dibuat atas dasar
Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu: “Sewa-menyewa ialah suatu
perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada
pihak lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan
pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi
pembayarannya.” Sehingga sewa-menyewa adalah suatu perjanjian yang melibatkan dua
pihak atau lebih, di mana satu pihak memberikan sesuatu barang pada pihak lain dalam
kurun waktu tertentu dengan pembayaran sesuai yang telah disanggupi.

Hukum dan Perundang-Undangan Perkebunan INSTIPER Yogyakarta


Terima Kasih
dan
Salam Sehat

Anda mungkin juga menyukai