Anda di halaman 1dari 11

4.

HAK GUNA BANGUN

a. Ketentuan umum
Ketentuan mengenai Hak Guna Bangun(HGB)disebutkan
dalam pasal 16 ayat(1) huruf c UUPA. Secara khusus diatur dalam
pasal 35 sampai dengan pasal 40 UUPA. Menurut pasal 50 ayat
(2) UUPA, ketentuan lebih lanjut mengenai HGB diatur dengan
peraturan perundang. Peraturan perundangan yang dimaksud
disini adalah peraturan pemerintahan no 40 tahun 1996, secara
khusus diatur dalam pasal 19 sampai dengan pasal 38.

b. Pengertian Hak Guna Bangun

Pasal 35 UUPA memberikan Hak Guna Bangun, yaitu hak


untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang
bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 20
tahun.

c. Asal Tanah Hak Guna Bangun

Pasal 37 UUPA menegaskan bahwa Hak Guna Bangun


terjadi pada tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah
milik orang lain. Adapun pasal 21 peraturan pemerintahan No. 40
tahun 1996 menegaskan bahwa tanah yang dapat diberikan
dengan Hak Guna Bangun adalah tanah negara, tanah Hak
Pengelolaan, atau tanah Hak Milik.

d. Subjek Hak Guna Bangun

Yang dapat mempunyai (subjek) Hak Guna Bangun menurut pasal


36 UUPA pasal 19 peraturan pemerintah No. 40 tahun 1996,
adalah:

1) Warga negara Indonesia


2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
dan`berkedudukan di Indonesia (Badan Hukum Indonesia).
Apabila subjek Hak Guna Bangun tidak memenuhi syarat
sebagai warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia,
maka dalam waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan
Hak Guna Bangun tersebut terhadap pihak lain yang memenuhi
syarat. Bila hal ini tidak dilakukan, maka Hak Guna Bangun nya
hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah negara.

e. Terjadinya Hak Guna Bangunan

Terjadinya Hak Guna Bangun berdasarkan asal tanahnya


dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Hak Guna Bangun atas tanah negara


Hak Guna Bangun ini terjadi dengan keputusan
pemberian hak yang direbutkan oleh Badan
Pertahanan Nasional berdasarkan pasal 4, pasal 9,
dan pasal 14 Permen Agraria/kepala BPN No.3 tahun
1999, yang diubah oleh pasal 4, pasal 8, dan pasal 11
peraturan kepala Badan Pertahanan Nasional Republik
Indonesia No.1 tahun 2011. Prosedur terjadinya HGB
ini diatur dalam pasal 32 sampai dengan pasal 48
Permen Agraria/kepala BPN No. 9 tahun 1999.
HBG ini terjadi sejak keputusan pemberian HGB
tersebut didaftarkan oleh pemohon kepada kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk
dicatat dalam Buku Tanah. Sebagai tanda bukti haknya
diterbitkan sertifikat(pasal 22 dan pasal 23 PP No. 40
tahun 1996.
2) Hak Guna Bangun atas tanah Hak Pengelolaan
Hak Guna Bangun ini terjadi dengan keputusan
pemberian hak atas usul pemegang Hak Pengelolaan,
yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional
berdasarkan pasal 4 Permen Agraria /Kelapa BPN
NO.3 tahun 1999, yang diubah oleh pasal 4 peraturan
Kepala Badan Pertahanan Nasional Republik
Indonesia NO.1 Tahun 2011. Prosedur terjadinya HGB
ini diatur dalam Permen Agraria/kepala BPN NO.9
tahun 1999.

Hak Guna Bangun ini terjadi sejak keputusan


pemberian HGB tersebut didaftarkan kepada Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk
dicatat dalam Buku Tanah. Sebagai tanda bukti
haknya, diterbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan
(pasal 22 dan pasal 23 peraturan pemerintah No.40
tahun 1996).
3) Hak Guna Bangun atas Tanah Hak Milik
Hak Guna Bangun ini terjadi dengan pemberian oleh
pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah(PPAT). Akta PPAT ini
wajib didaftarkan kepada Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku
Tanah (pasal 24 peraturan pemerintah No. 40 Tahun
1996). Bentuk akta PPAT ini dimuat dalam lampiran
Permen Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997.

f. Jangka Waktu Hak Guna Bangunan

Jangka waktu Hak Guna Bangunan diatur dalam pasal 26


sampai dengan pasal 29 peraturan pemerintahan No. 40 Tahun
199. Jangka waktu Hak Guna Bangunan berbeda sesuai dengan
asal tanahnya, yaitu;

1) Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara


Hak Guna Banguna atas tanah negara berjangka
waktu untuk pertama kali paling lam 30 tahun, dapat
diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun,
dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama
30 tahun.
Permohonan perpanjangan jangka waktu atau
pembaharuan Hak Guna Bangun ini diajukan
selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya
jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau
perpanjangannya. Perpanjangan jangka waktu atau
pembaharuan Hak Guna Bangunanan dicatat dalam
Buku Tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
setempat.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
pemegang Hak Guna Bangunan untuk perpanjangan
jangka waktu atau pembaharuan.

Hak Guna Bangun, adalah:

a) Tanahnya masih digunakan dengan baik sesuai


dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian
hak tersebut;
b) Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi
dengan baik oleh pemegang baik;
c) Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai
pemegang hak;
d) Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah(RTRW) yang bersangkutan.

2) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan


Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan
berjangka waktu untuk pertama kalinya paling lama 30
tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama 20 tahun , dan dapat diperbaharui untuk jangka
waku paling lama 30 tahun.
Perpnajangan jangka waktu atau pembaharuan
Hak Guna Bangunan ini atas permohonan pemegang
Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan
dari pemegang Hak Pengelolaan. Permohonan
perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan Hak
Guna Bangunan diajukan selambat-lambatnya dua
tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna
Bangunan tersebut atau perpanjangannya.
Perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan Hak
Guna Bangunan dicatat dalam Buku Tanah pada
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat.
3) Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik
Hak Guna Bangunan ini berjangka waktu paling lama
30 tahun, tidak ada perpanjangan jangka waktu.
Namun, atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan
pemegang Hak Guna Bangunan dapat diperbaharui
dengan pemberian Hak Guna Bangunan baru dengan
akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan
pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat.
Jaminan perpanjangan atau pembaharuan Hak
Guna Banguna, untuk kepentingan penanaman modal,
permintaan perpanjangan dan pembaharuan Hak
Guna Bangunan dapat dilakukan sekaligus dengan
uang pemasukan yang ditentukan untuk itun pada saat
pertama kali mengajukan permohonan Hak Guna
Bangunan. Dalam hal uang pemasukan telah dibayar
sekaligus untuk perpanjangan atau pembaharuan Hak
Guna Bangunan hanya dikenakan biaya administrasi.
Persetujuan untuk mmberikan perpanjangan atau
pembaharuan Hak Guna Bangunan dan perincian
uang pemasukan dicantumkan dalam keputusan
pemberian Hak Guna Bangunan (pasal 28 PP No. 40
Tahun 1996).

g. Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan


Berdasarkan pasal 30 dan pasal 31 peraturan pemerintahan
No. 40 tahun 1996, pemegang Hak Guna Bangunan berkewajiban:
1) Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara
pembayarannya ditetapkan dalam keputusan
pemberian haknya;
2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya
dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam
keputusan dan perjanjian pemberiannya;
3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang
ada diatasnya serta menjaga kelestarian lingkungan
hidup;
4) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan
Hak Guna Bangunan kepada negara, pemegang
Hak Pengelolaan, atau pemegang Hak Milik
sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;
5) Menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang
telah hapus kepada Kantor Pertanahan;
6) Memberikan jalan keluar atau jalan air atau
kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah
yang terkurung oleh tanah Hak Guna Bangunan
tersebut.

h. Hak Pemegang Hak Guna Bangunan

Berdasarkan pasal 32 peraturan pemrintahan No. 40 Tahun


1996, pemegang Hak Guna Berhak;

1) Menguasai dan menggunakan tanah selama waktu


tertentu;
2) Mendirikan dan mempunyai bangunan untuk
keperluan pribadi atau usahanya;
3) Mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain; dan
4) Membebani dengan Hak Tanggungan.

i. Pembebanan Hak Guna Bangunan dengak Hak


Tanggungan
Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani dengan Hak Tanggungan(pasal 39 UUPA pasal 33
peraturan pemerintahan No. 40 tahun 1996). Prosedur Hak
Tanggungan atas Hak Guna Bangunan adalah:
1) Adanya perjanjian utang piutang yang dibuat
dengan akta notariil atau akta dibawah tangan
sebagai perjanjian pokoknya.
2) Adanya penyerahan Hak Guna Bangunan sebagai
jaminan utang yang dibuktikan dengan Akta
Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) sebagai perjanjian ikutan.
3) Adanya pendaftaran akta Pemberian Hak
Tanggungan kepada Kepala Kantor Pertahanan
Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku
Tanah dan diterbitkan sertifikat Hak Tanggungan.

Hak Tanggungan hapus dengan hapusnya Hak


Guna Bangunan. Prosedur pembebana Hak Guna
Banguna dengan Hak Tanggunga ini diatur dalam UU
No. 4 Tahun 1996 pasal 44 PP NO.24 Tahun 1997
pasal 114 sampai dengan pasal 119 Permen Agraria/
Kepala BPN No. 3 tahun 1997.

j. Peralihan Hak Guna Bangunan


Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak
lain (pasal 35 ayat (3) UUPA pasal 34 peraturan pemerintahan
No.40 Thaun 1996. Hak Guna Bangunan dapat beralih dengan
cara pewarisan, yang harus dibuktikan dengan adanya surat
wasiat atau surat keterangan sebgai ahli waris yang dibuat
oleh pejabat yang berwewenang, surat keteranga kematian
pemegan Hak Guna Bangunan yang dibuat oleh pejabat yang
berwenang, bukti identitas para asli warisnya, dan sertifikat Hak
Guna Bangunan yang bersangkutan. Prosedur peralihan Hak
Guna Bangunan karena pewarisan diatur dalam pasal 34
peraturan pemerintahan No.40 Tahun 1996 pasal 42 Permen
Agraria/Kepala BPN no. 3 tahun 1997.
Hak Guna Banguna n juga dapat dialihkan oleh
pemegang.Hak Guna Bangunan kepada pihak yang lain yang
memenuhi syarat sebagai jual-beli,tukar-
menukar,hibah,penyertaan dalam modal perusahaan berita
acara lelang yang dibuat oleh pejabat dari Kantor Lelang.
Peralihan Hak Guna Bangunan tersebut harus didaftarkan
kepada Buku Tanah dan dilakukan perubahan nama dalam
sertifikat dari pemegang Hak Guna Bangunan yang lama
kepada pemerintahan Hak Guna Bangunan yang baru.
Prosedur pemindahan Hak Guna Banguna karena jual
beli,tukar menukar,hibah,dan penyertaan (pemasukan) dalam
modal perusahaan diatur dalam pasal 34 peraturan
pemerintahan No. 40 tahun 1997. Pasal 37 sampai dengan
pasal 40 peraturan pemerintahan No. 24 tahun 1997. Pasal 97
sampai dengan 106 Permen Agraria/Kepala BPN No. 3 tahun
1997.
Prosedur pemindahan Hak Guna Bangunan karena lelang
diatur dalam pasal 34 peraturan pemerintaha No. 40 tahun
1997. Pasal 41 peraturan pemerintahan No. 24 Tahun 1997.
Pasal 107 sampai dengan pasal 110 Permen Agraria/Kepala
BPN No.3 Tahun 1997.
Dalam peralihan Hak Guna Bangunan ini ada ketentuan
khusus, yaitu peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak
Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu
dari pemegang Hak Pengelolaaan. Demikian pula dengan
peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik harus
dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemilik tanah
yang bersangkutan.

k. Hapusnya Hak Guna Bangunan

Berdasarkan pasal 40 UUPA, Hak Guna Bangunan hapus


karena:

1) Jangka waktunya berakhir;


2) Diberhentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena
sesuatu syarat tidak depenuhi;
3) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka
waktunya berakhir;
4) Dicabut untuk kepentingan umum;
5) Ditelantarkan;
6) Tanahnya musnah;
7) Ketentuan dalam pasal 36 ayat(2).

Hapusnya Hak Guna Bangunan lebih lanjut dijabarkan


dalam pasal 35 peraturan pemerintahan No. 40 Thaun 1996,
faktor-faktor penyebab hapusnya Hak Guna Bangunan
adalah:
1) Berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam
keputusan pemberian atau perpanjangan atau dalam
perjanjian pemberiannya;
2) Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak
Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka
waktunya berakhir, karena:
a) Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban
pemegang hak dan atau dilanggarnya
ketentuan-ketentuan dalam hak guna
bangunan;
b) Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau
kewajiban-kewajiban yang tertiang dalam
perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan
antara pemegang Hak Guna Bangunan
dengan pemilik tanah atau perjanjian
penggunanaa tanah Hak Pengelolaan;
c) Putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan huku tetap.
3) Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya
sebelum jangka waktunya berakhir;
4) Hak Guna Bangunan dicabut;
5) Ditelantarkan;
6) Tanahnya musnah;
7) Pemegang Hak Guna Bangunan tidak memenuhi syarat
sebagai pemegang Hak Guna Bangunan.

l. Akibat Hapusnya Hak Guna Bangunan

Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah negara


mengakibatkan tanahnya kembali menjadi tanah negara.
Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan
mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan
pemegang Hak Pengeloaan. Hapusnya Hak Guna Bangunan atas
tanah Hak Milik mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam
penguasaan pemilik tanah( paal 36 peraturan pemerintahan No.
40 Tahun 1996).
Hapusnya Hak Guna Bangunan larena dibatalkan oleh
pejabat yang berwenang diterbitkan surat keputusan yang bersifat
konstitutif, sedangkan Hak Guna Bangunan hapus karena jangka
waktu berakhir, dilepaskan secara sukarela oleh pemeang Hak
Guna Bangunan sebelum jangka waktu berakhir, dicabut Hak
Guna Bangunannya, ditelantarkan, tanahnya musnah, dan
pemegang Hak Guna Bangunan tidak memenuhi syarat sebagai
pemegang Hak Guna Bangunan diterbitkan surat keputusan yang
bersifat deklaratoir. Surat keputusan yang bersifat konstitutif
adalah surat keputusan yang berfungsi sebgai pembatalan
terhadap terhadap hak atas tanah dikarenakan tidak dipenuhinya
kewajiban tertentu oleh pemegang hak atas tanah. Sifat
konstitutifnya adalah hak atas tanah yang bersangkutan baru
hapus dengan dikeluarkan surat keputusan tersebut. Surat
keputusan yang bersifat deklaratoir adalah surat keputusan yang
berfungsi sebagai pernyataan tentang hapusnya hak atas tanah
yang terjadi karena hukum.`

Pasal 37 dan pasal 38 peraturan pemerintahan No. 40


Tahun 1996 mengantur konsekuensi bagi bekas pemegang Hak
Guna Bangunan atas hapusnya Hak Guna Bangunan, yaitu:

1) Apabila Hak Guna Bangun atas tanah negara hapus dan


tidak diperpanjang atau diperbaharui, maka bekas
pemegang Hak Guna Bangunan wajib membongkar
bangunanan dan benda-benda yang ada diatasnya dan
menyerahkan tanahnya kepada negara dalam keadaan
kosong selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun
sejak hapusnya Hak Guna Bangunan.
2) Dalam hal bangunan dan benda-benda tersebut masih
diperlukan, maka kepada bekas pemegang Hak Guna
Bangunan diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnya
diatur lebih lanjut dengan keputusan presiden.
3) Pembongkaran bengunan dan benda-benda tersebut
dilakukan atas biaya bekas pemegang Hak Guna
Bangunan.
4) Jika bekas pemegang Hak Guna Bangunan lalai dalam
memenuhi kewajibannya, maka bangunan dan benda-
benda yang ada di atas tanda bekas Hak Guna Bangunan
itu dibongkar oleh pemerintah atas biaya bekas
pemegang Hak Guna Bangunan.
5) Apabila Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan
atas tanah Hak Milik hapus, maka bekas pemegang Hak
Guna Bangunan wajib menyerahkan tanahnya kepada
pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik
dan memenuhi katentuan yang sudah disepakati dalam
perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah
Hak Milik.

Anda mungkin juga menyukai