Anda di halaman 1dari 17

Kelompok 2

Hak Pakai dan Hak


Guna Bangunan
Vanessa Angeline Asadinia Oriwarda Santoso (200513754)
Maureen Natasha Salim (200513698)
Violyta Prihatin (200513704)
Ruztov Alexander Ipsan (209513816)
Kelvin Suwandi (200513990)
Christian Jonathan Fernando A (200514028)
Definisi Hak Pakai

Berdasarkan Pasal 41 UU Pokok Agraria, hak pakai adalah hak


menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung oleh negara atau tanah milik orang lain. Hak pakai
diberikan berdasarkan keputusan pejabat berwenang atau
berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanahnya.

Subjek Hak Pakai

Terdapat subjek di dalam hak pakai, yang terdiri dari:


1. Warga Negara Indonesia
2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia
4. Badan hukum asing yang memiliki perwakilan di Indonesia
5. Departemen, lembaga pemerintah, lembaga non pemerintah,
pemerintah daerah
6. Badan keagamaan dan sosial
7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.

Batas Waktu
Terkait batas waktunya, sudah diatur Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103
Tahun 2015

1. Hak Pakai atas Tanah Negara maka jangka waktunya maksimal


adalah 25 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun.

Hak Pakai atas Tanah Milik perorangan, maka jangka waktunya

2.
maksimal adalah 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang.
Meskipun tak dapat diperpanjang, pemakaian atas tanah milik
perorangan dapat diperbaharui berdasarkan kesepakatan antara
pemilik dan pemegang kepemilikan atas tanah tersebut.
Objek Hak Pakai

Adapun objeknya sendiri diatur berdasarkan Pasal 41 PP No. 40/1996, yaitu antara lain Tanah Negara,
Tanah Hak Pengelolaan dan Tanah Milik.
Pemberian hak ini tidak boleh disertai dengan aturan yang mengarah kepada unsur pemerasan.
Seharusnya diberikan berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya. Perjanjian yang dimaksud bukan perjanjian sewa-menyewa atau
perjanjian pengolahan tanah.
Agar tanah tersebut dapat dimanfaatkan secara sah, maka perlu diberikan Sertifikat Hak Pakai. Setelah
mendapatkan sertifikat tersebut, maka pihak yang menerima dapat mengembangkannya, baik untuk
dibangun properti atau lainnya yang sebelumnya berstatus dimiliki oleh negara atau tanah milik orang.
Jika bangunan atau lahan tersebut milik negara, maka pemberian sertifikat akan menunggu keputusan
menteri. Sementara, untuk tanah atau bangunan milik perorangan, maka keputusan pemberian Hak Pakai
tersebut sepenuhnya menjadi wewenang dari pemilik properti.

Hapusnya Hak Pakai

a. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan


pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya;
b. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan
atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir karena:
1) tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau
dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50, Pasal 51 dan Pasal 52; atau
2) tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang
tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak
Pakai dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan Hak
Pengelolaan; atau
3) putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap;
Definisi Hak Guna
Bangunan
Menurut ketentuan Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria, Hak Guna Bangunan
adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan
miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Hak Guna Bangunan, diberikan
dengan tujuan agar subyek hukum tersebut dapat membangun suatu permukiman berupa
rumah ataupun kantor. Menurut Pasal 21 PP Nomor 40 Tahun 1996, tanah yang dapat
diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah Tanah Negara, Tanah Hak Pengelolaan dan
Tanah Hak Milik. Sesuai Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, hak guna
bangunan dapat diberikan untuk jangka waktu 20 tahun dan paling lama 30 tahun dan
dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun

Dasar Hukum Hak Guna


Bangunan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar


pokok-pokok Agraria : Pasal 35 sampai dengan Pasal 40, Pasal
50,51,52, dan Pasal 55.
Ketentuan-ketentuan konversi Pasal II, Pasal III, Pasal V dan
Pasal VIII. (UUPA).
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah dari
Pasal 19 sampai dengan Pasal 38 mengatur tentang Subyek Hak
Guna Bangunan.

Ciri-ciri HGB

1. Jangka waktunya terbatas, artinya pada sewaktu waktu akan berakhir. HGB diberikan pada jangka waktu
paling lama 30 tahun dan atas permintaan pemegang hak serta mengingat keperluan dan keadaan
bangunan bangunannya, HGB dapat diperpanjang dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.
2. HGB dapat beralih dan dialihkan ke pihak lain sepanjang jangka waktunya belum habis.
3. HGB dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan sepanjang jangka waktu
berlakunya belum habis.
4. HGB termasuk salah satu hak yang wajib di daftar.
5. HGB juga dapat dilepaskan oleh pemegangnya sehingga tanahnya menjadi tanah negara.

Kewajiban Pemegang
Hak Guna Bangunan

Pasal 30 PP Nomor 40 Tahun 1996 menjelaskan 5 kewajiban tersebut adalah sebagai berikut:
1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam
keputusan pemberian haknya;
2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukkannya dan persyaratan sebagaimana
ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;
3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan di atasnya serta menjaga kelestarian
lingkungan hidup;
4. Menyerahkan kembali tanah kepada pemegang Hak Pengelolaan setelah Hak Guna
Bangunan tersebut hapus; 17
5. Menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor
Pertanahan.

Hapusnya hak guna bangunan

A. Hapusnya Hak Guna Bangunan karena Berakhirnya Jangka Waktu


Pemberiannya (UUPA Pasal 35 ayat (1) dan (2)

B. Hapusnya Hak Guna Bangunan karena tidak terpenuhinya Syarat


pemegangnya. (UUPA 36 ayat (1)

(1) Yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan ialah:


a. warga negara Indonesia;
b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.

C. Hapusnya Hak Guna Bangunan karena pencabutan hak


G. Hapusnya Hak Guna Bangunan karena putusan pengadilan
H. Hapusnya Hak Guna Bangunan karena kemusnahan tanahnya

Subjek Hukum yang dapat menjadi pemegang Hak


Guna Bangunan
Ayat (1): Yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan ialah :
a. warga negara Indonesia ;

b. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Ayat(2): Orang atau badan hukum yang mempunyai Hak Guna Bangunan dan tidak lagi memenuhi
syarat-syarat yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan
atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga
terhadap pihak yang memperoleh Hak Guna Bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat
tersebut. Jika Hak Guna Bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam
jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak
lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.

Tanah yang Dapat Diberikan dengan Hak


Guna Bangunan.

Ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 menentukan bahwa, tanah yang dapat diberikan
dengan Hak Guna Bangunan adalah :
1. Tanah Negara;
2. Tanah Hak Pengelolaan;

3. Tanah Hak Milik.

· Hak Guna Bangunan yang berasal dari Hak Milik


Ayat (1): Dengan keputusan ini:
1. Hak Milik kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia atau yang dimenangkan oleh Badan Hukum
Indonesia melalui pelelangan umum, atas permohonan pemegang hak atau pihak yang memperolehnya atau
kuasanya diubah menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang jangka waktunya masing-masing 30 (tiga
puluh) tahun dan 25 (dua puluh lima) tahun.
2. Hak Guna Bangunan atas tanah negara atau atas tanah Hak Pengelolaan kepunyaan perseorangan warga
negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia, atas permohonan pemegang hak atau kuasanya diubah
menjadi Hak Pakai yang jangka waktunya 25 (dua puluh lima) tahun.
3. Untuk perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a pemohon tidak dikenakan kewajiban membayar uang pemasukan kepada negara.
Hak Guna Bangunan di Atas
Tanah Hak Milik.

Pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Milik, dapat ditemukan penjelasannya dalam Pasal 24
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, yang berbunyi sebagai berikut :

Ayat (1): Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan
akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Ayat(2): Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Ayat (3): Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2).
Ayat (4): Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Peralihan Hak Guna Bangunan

Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria secara tegas menyatakan bahwa Hak Guna Bangunan dapat
dialihkan. Ketentuan ini selanjutnya dipertegas kembali dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1996,
yang menentukan:
Ayat (1) Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Ayat (2) Peralihan Hak Guna Bangunan terjadi karena :

1. Jual-beli;
2. Tukar-menukar;
3. Penyertaan dalam modal;
4. Hibah;
5. Pewarisan.
Ayat (3) Peralihan Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus didaftarkan pada Kantor
Pertanahan.

Ayat (4) Peralihan Hak Guna Bangunan karena jual-beli kecuali jual-beli melalui lelang, tukar-menukar,
penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
Ayat (5) Jual-beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan Berita Acara Lelang.

Ayat (6) Peralihan Hak Guna Bangunan karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat
keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.

Ayat (7) Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dan
pemegang Hak Pengelolaan.

Ayat (8) Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik harus dengan persetujuan tertulis dan pemegang
Hak Milik yang bersangkutan.
Peraturan Perpanjangan Hak Guna Bangunan
Penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan tanah tersebut menjadi
kewenangan Menteri ATR/Kepala BPN dan dapat diberikan prioritas kepada bekas
pemegang hak dengan memperhatikan:

1. Tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan,
sifat, dan tujuan pemberian hak;

2. Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; Pemegang hak
masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
3. Tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang;
4. Tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum;
5. Sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan
6. Keadaan tanah dan masyarakat sekitar.

Anda mungkin juga menyukai