Anda di halaman 1dari 30

Hak Pakai

Hak Sewa
Hak Membuka Tanah & Memungut Hasil Hutan
KELOMPOK 4
● Nurul Fatimah Azzahra A./195010107111086
● Dwi Regita Cahyaningrum/195010107111089
● Fijria Fidhlika Dita Permata P. / 195010107111090
● Afwana Hanin Ataya Heryawan / 195010107111026
● Uwud Mardhita Fahma Chyntia / 195010107111030
● Bhaskara Cahya Sampurna/195010107111031
● Mellinia Rahmasari / 195010107111036
● Berlian Virradhylia Mahadewi / 195010107111044
● Gilang Sulung Dermawan / 195010107111028
● Dinia Oktavia Damayanti / 195010107111092
● Dewa Sakti Pamungkas / 195010107111061
● Ceficha Muazaroh / 195010107111081
HAK PAKAI
HAK PAKAI

Ketentuan hak pakai disebutkan dalam Pasal 16 ayat 1 huruf d UUPA secara khusus diatur dalam
Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 UUPA.

Hak pakai menurut Pasal 41 ayat 1 UUPA adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut
hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya yang bukan perjanjian
sewa menyewa atau perjanjian pengolaha tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan
jiwa dan ketentuan UUPA.
SUBYEK DARI HAK PAKAI
Subyek Hak Pakai (Menurut Pasal 42 UUPA) :
- Warga Negara Indonesia;
- Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
- Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
- Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;

Subyek Hak Pakai (menurut Pasal 39 PP No. 40 Th. 1996) :


- Warga Negara Indonesia;
- Badan Hukum yang didrikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
- Departemen, lembaga pemerintah Non Departemen dan pemerintah daerah;
- Badan-badan keagaman dan sosial;
- Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
- Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
- Perwakilan Negara Asing dan perwakilan badan Internasional;
TERJADINYA HAK PAKAI:

Hak pakai atas tanah negara


Hak pakai atas tanah hak pengelolaan
Hak pakai atas tanah hak milik
Hak pakai atas tanah Negara Hak pakai atas tanah hak pengelolaan
Hak pakai atas tanah Negara
Hak pakai atas tanah hak pengelolaan
Hak pakai atas tanah hak milik
Jangka waktu ditentukan pada PP 40 tahun 1996 jangka waktu hak pakai diatur dalam pasal 45 sampai
pasal 49.

Hak pakai atas tanah Negara


Hak pakai ini diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Badan Pertanahan Nasional. Hak pakai
ini terjadi sejak keputusan pemberian hak pakai didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda
bukti.
Hak pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk
jangka waktu paling lama 20 dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 25 tahun
Hak pakai atas tanah hak pengelolaan
Hak pakai ini diberikan dengan keputusan pemberian hak pakai oleh BPN berdasarkan usul
pemegang hak pakai. Hak pakai ini terjadi sejak keputusan pemberian hak pakai didaftarkan kepada
kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan
sertifikat sebagai tanda bukti.
Hak pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk
jangka waktu paling lama 20 dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 25 tahun

Hak pakai atas tanah hak milik


Hak pakai ini terjadi dengan pemberian tanah oleh pemilik tanah dengan akta yang dibuat PPAT.
Akta PPAT ini wajib didaftarkan ke kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatatkan
dalam buku tanah.
Hak pakai ini diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang lagi.
JANGKA WAKTU HAK PAKAI:

Pasal 41 ayat 2 UUPA tidak menentukan secara tegas berapa lama jangka waktu hak pakai.
Pasal ini hanya menentukan bahwa hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu tertentu
atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu
KEWAJIBAN PEMEGANG HAK PAKAI
1. Kewajiban pemegang hak pakai (Pasal 50 PP No. 40 Tahun 1996) :
a. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian
haknya, perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian hak pakai atas
tanah hak milik.
b. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam
keputusan pemberiannya, atau perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau perjanjian pemberian
hak pakai atas tanah hak milik.
c. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan
hidup.
d. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada Negara, pemegang hak pengelolaan
atau pemegang hak milik sesudah hak pakai tersebut dihapus.
e. Menyerahkan sertifikat hak pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
KEWAJIBAN PEMEGANG HAK PAKAI

2. Kewajiban lain di luar kewajiban pemegang hak pakai atas tanah (Pasal 51 PP No. 40 Tahun 1996) :

“Jika tanah hak pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya
sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas
umum atau jalan air, pemegang hak pakai wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan
lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurungitu”
HAK PEMEGANG HAK PAKAI

1. Hak pemegang hak pakai (Pasal 52 PP No. 40 Tahun 1996) :

a. Menguasai dan menggunakan tanah selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya.
b. Memindahkan hak pakai kepada pihak lain.
c. Membebaninya dengan hak tanggungan
d. Menguasai dan menggunakan tanah untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya digunakan
untuk keperluan tertentu
HAPUSNYA HAK PAKAI
● Hapusnya hak pakai (Pasal 55 (1) PP No. 40 Tahun 1996) :
a. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau
dalam perjanjian pemberiannya
b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik sebelum
jangka waktunya berakhir karena:
1) Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51 dan Pasal 52
2) Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian
hak pakai antara pemegang hak pakai dan pemegang hak milik atau perjanjian penggunaan hak
pengelolaan
c. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir
d. Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961
e. Ditelantarkan
F. Tanahnya musnah
g. Ketentuan Pasal 40 ayat (2)
HAPUSNYA HAK PAKAI
● Hapusnya hak pakai memiliki akibat hukum (Pasal 56 PP No. 40 Tahun 1996) :

a. Hapusnya hak pakai atas tanah negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 mengakibatkan
tanahnya menjadi tanah negara.
b. Hapusnya hak pakai atas tanah hak pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang hak pengelolaan.
c. Hapusnya hak pakai atas tanah hak milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 mengakibatkan
tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang hak milik
HAPUSNYA HAK PAKAI
● Konsekuensi hapusnya hak pakai bagi bekas pemegang hak pakai(Pasal 57 PP No. 40 Tahun 1996) :
a. Apabila hak pakai atas tanah negara hapus dan tidak diperpanjang atau diperbaharui, maka
bekas pemegang hak pakai wajib membongkar bangunan dan benda-benda yang ada di atasnya
dan menyerahkan tanahnya kepada Negara dalam keadaan kosong selambat-lambatnya dalam
waktu satu tahun sejak hapusnya hak pakai.
b. Dalam hal bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih diperlukan,
kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi.
c. Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
atas biaya bekas pemegang hak pakai.
d. Jika bekas pemegang hak pakai lalai dalam memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), maka bangunan dan bendabenda yang ada di atasnya dibongkar oleh pemerintah atas
biaya bekas pemegang hak pakai.
HAK SEWA
HAK SEWA
PENGERTIAN
Pasal 44 ayat (1) UUPA : “seseorang atau badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak
untuk mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada
pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.”

Hak sewa untuk bangunan adalah hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan di atas tanah hak milik orang lain dengan membayar sejumlah uang sebagai sewa dan
dalam jangka waktu tertentu untuk menggunakan tanah berdasarkan kesepakatan antara pemilik tanah dan
pemegang hak sewa untuk bangunan. Dalam hak sewa untuk bangunan, pemilik tanah menyerahkan tanahnya
dalam keadaan kosong kepada penyewa tanah dengan maksud agar penyewa dapat mendirikan bangunan di
atas tanah tersebut.
Berdasarkan pada Pasal 44 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa seseorang atau suatu badan hukum
mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan
bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
Untuk Pasal 44 ayat (2) UUPA menetapkan bahwa pembayaran uang sewa dapat dilakukan:
• satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;
• sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.
Pasal 44 ayat (3) UUPA : Perjanjian sewa tanah ini tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung
unsur-unsur pemerasan.
Pemegang Hak Sewa

Berdasarkan Pasal 45 UUPA menyatakan bahwa yang dapat menjadi pemegang hak sewa adalah:

• Warga negara Indonesia;


• Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
• Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
• Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Ketentuan-ketentuan dalam hak sewa untuk
bangunan yang diatur dalam UUPA
1. Pemilik tanah menyewakan tanah hak miliknya tanpa bangunan di atasnya kepada penyewa tanah
atau pemegang hak sewa untuk bangunan;
2. Hak sewa untuk bangunan terjadi dengan perjanjian antara pemilik tanah dan pemegang hak sewa
untuk bangunan;
3. Pemegang hak sewa untuk bangunan berhak mendirikan bangunan di atas tanah yang disewanya;
4. Pemegang hak sewa untuk bangunan wajib membayar uang sewa tanah kepada pemilik tanah yang
besarnya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
5. Hak sewa untuk bangunan berjangka waktu tertentu;
6. Pemegang hak sewa untuk bangunan adalah perseorangan dan badan hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
7. Hak sewa untuk bangunan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali adapersetujuan dari
pemilik tanah
Ketentuan-ketentuan dalam hak sewa untuk
bangunan yang diatur dalam UUPA
8. Hak sewa untuk bangunan tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia kecuali ada
persetujuan dari pemilik tanah;

9. Hak sewa untuk bangunan hapus dengan berakhirnya jangka waktu hak sewa untuk bangunan kecuali
ada kesepakatan kedua belah pihak untuk perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak sewa untuk
bangunan.
Perbedaan Hak Sewa atas Bangunan dan Hak Sewa
Bangunan

Hak Sewa Atas Bangunan

Dalam Hak Sewa Atas Bangunan penyewa menyewa bangunan diatas tanah hak orang lain dengan membayar
sejumlah uang sewa tertentu untuk beberapa jangka waktu tertentu.

Hak Sewa Bangunan

Dalam hak sewa bangunan, pemilik tanah menyediakan tanah dalam bentuk kosong tanpa bangunan dengan
maksud agar penyewa dapat mendirikan bangunan diatas tanah tersebut.
Kekhususan Hak Sewa Bangunan

Hak sewa bangunan umumnya merupakan semacam hak pakai yang bersifat khusus. Hak tersebut hanya
diperbolehkan untuk mendirikan bangunan.

Tanah pertanian tidak boleh untuk disewakan karena hal tersebut melanggar pasal 10 ayat (1) UUPA yang
merupakan prinsip land reform dan menegaskan agar tanah pertanian untuk dikerjakan sendiri oleh pemilik
tanah.

Selain tanah pertanian, Tanah yang dikuasai oleh negara tidak boleh disewakan berdasarkan pasal 44 ayat
(1) UUPA .
Perjanjian dalam Sewa Menyewa

Hak Sewa untuk bangunan terjadi dengan perjanjian tertulis antara pemilik tanah dengan
pemegang hak sewa untuk bangunan. Untuk menjamin kekuatan hukum dari perjanjian tersebut
maka diperlukan pembuatan AKTA dari PPAT dan didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/ Kota setempat.

Pemegang Hak Sewa untuk bangunan tidak diperkenankan untuk mengalihkan hak sewa kepada
pihak lain tanpa izin dari si pemilik tanah. Pelanggaran terhadap larangan ini dapat berakibat
pada putusnya hubungan sewa menyewa antara pemegang hak sewa untuk bangunan dan si
pemilik tanah.
HAK MEMBUKA TANAH DAN
MEMUNGUT HASIL HUTAN
(Dasar Hukum: PMDN No. 6 Tahun 1972)
Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan

Dalam pasal 46 ayat (1) dan (2) UUPA menyatakan bahwa:

1. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh Warga Negara
Indonesia dan diatur dengan peraturan pemerintah.

2. Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh
hak milik atas tanah itu.

Jangka Waktu : Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan tidak memiliki jangka waktu.

Hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan merupakan hak-hak dalam hukum adat yang
menyangkut tanah. Hak-hak ini perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah demi kepentingan umum
yang lebih luas daripada kepentingan orang atau masyarakat hukum yang bersangkutan.
Pengertian Hak Membuka Tanah
● Hak membuka tanah adalah hak yang dimiliki oleh warga negara indonesia untuk membuka
lahan tanah yang diatur berdasarkan peraturan pemerintah.
● Menurut Boedi Harsono, membuka tanah ini bukan hak atas tanah yang sesungguhnya, karena
hak ini tidak memberi wewenang untuk menggunakan tanah.
● Dalam UUPA tidak diatur dengan tegas pengertian hak membuka tanah. Akan tetapi pada Pasal
16 ayat (1) UUPA huruf f disebutkan istilah hak membuka tanah. Dengan adanya kata Hak
Membuka Tanah pada pasal tersebut artinya salah satu upaya dalam memperluas areal lahan
pertanian adalah dengan jalan membuka tanah.
Izin Membuka Tanah Negara (IMTN)

IMTN adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten kepada orang pribadi dalam rangka
kegiatan membuka dan/ atau mengambil manfaat tanah dan mempergunakan/ menggarap tanah
Negara yang belum terdaftar dan/ atau dilekati hak atas tanah dan/ atau bersertifikat sesuai ketentuan
yang berlaku.

Persyaratan permohonan IMTN, antara lain :

1. Warga Negara Indonesia;

2. Orang Dewasa;

3. Warga setempat;

4. Dimanfaatkan untuk lahan pertanian;

5. Belum pernah mendapat/ memperoleh IMTN.


IMTN tidak diberikan kepada:

1. Tanah-tanah usaha rakyat yang telah diperolehnya secara turun – temurun dengan penguasaan
secara terus-menerus paling sedikit 20 (dua puluh tahun), seperti tanah kelekak dan tanah
ulayat/adat/desa;
2. Tanah-tanah yang dimiliki secara pribadi oleh rakyat yang dapat dibuktikan melalui surat-surat
segel yang otentik sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria;
3. Untuk kegiatan dan/atau usaha non pertanian pangan pada lahan yang ditetapkan sebagai lahan
pangan berkelanjutan
4. Untuk kegiatan dan/atau usaha yang tidak sesuai RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)
dan/atau RDTR (Rencana Detail Tata Ruang)
Hak Memungut Hasil Hutan

Hak memungut hasil hutan adalah hak yang dimiliki oleh warga negara indonesia untuk memungut
hasil-hasil hutan bumi indonesia yang diatur berdasarkan peraturan pemerintah.

Orang yang akan memungut hasil hutan harus mendapat izin terlebih dahulu dari kepala persekutuan
hukum yang bersangkutan atau kepala adat dan luas tanah tidak lebih dari 2 Ha. Jika luas tanahnya
mencapai 5 Ha, harus ada izin dari Bupati setempat. Izin ini penting kerena pengaturan mengenai
larangannya sudah jelas di dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dalam pasal 50 ayat (3)
huruf e yang melarang setiap orang yang menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan
dalam hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau ijin dari pejabat yang berwenang.

Anda mungkin juga menyukai