Jawaban:
Pengampuan adalah keadaan orang yang telah dewasa yang disebabkan sifat-sifat
pribadinya dianggap tidak cakap mengurus kepentingannya sendiri atau kepentingan
orang lain yang menjadi tanggungannya, sehingga pengurusan itu harus diserahkan
kepada seseorang yang akan bertindak sebagai wakil menurut undang-undang dari
orang yang tidak cakap tersebut. Orang yang telah dewasa yang dianggap tidak cakap
tersebut disebut kurandus, sedangkan orang yang bertindak sebagai wakil dari
kurandus disebut pengampu (kurator).
Jawaban:
Diatur dalam Pasal 433 sampai dengan Pasal 462 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata. (Ketentuan ini berlaku bagi seluruh golongan Timur Asing)
3. Siapa yang dapat dan siapa yang wajib ditempatkan di bawah pengampuan?
Jawaban:
Yang dapat ditempatkan di bawah pengampuan adalah orang yang telah dewasa yang
berada dalam keadaan keborosan. Sedangkan, yang wajib ditempatkan di bawah
pengampuan adalah orang yang telah dewasa, yang selalu berada dalam keadaan:
4. Apakah orang yang telah dewasa, yang berada dalam keadaan dungu, sakit ingatan,
atau mata gelap juga wajib ditempatkan di bawah pengampuan apabila orang ini
kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya?
Jawaban:
Ya.
5. Apakah seorang anak belum dewasa yang berada dalam keadaan dungu, gila (sakit
ingatan) atau mata gelap boleh ditempatkan di bawah pengampuan?
Jawaban:
Tidak boleh, karena ia mempunyai seorang wakil menurut hukum, yaitu orang tua yang
menjalankan kekuasaan orang tua atau wali.
6. Prosedur apa yang harus ditempuh untuk menempatkan seorang dewasa, yang
boros atau selalu berada dalam keadaan dungu, sakit ingatan (gila) atau mata gelap
(dungu disertai suka mengamuk) di bawah pengampuan?
Jawaban:
Jawaban:
Fakta-fakta yang menunjukkan keadaan dungu, gila (sakit ingatan), mata gelap atau
keborosan, harus disebutkan dengan jelas dalam surat permintaan, dengan disertai
bukti-bukti dan saksi-saksi yang dapat diperiksa oleh hakim.
8. Siapa saja yang berhak meminta pengampuan bagi orang dewasa, yang selalu
berada dalam keadaan dungu, gila (sakit ingatan) atau mata gelap?
Jawaban:
9. Siapa saja yang berhak meminta pengampuan bagi orang dewasa yang berada
dalam keadaan boros?
Jawaban:
a. setiap anggota keluarga sedarah baik dalam garis lurus maupun dalam garis
samping sampai derajat keempat, dan
b. suami atau istri .
10. Siapa saja yang berhak meminta pengampuan bagi orang yang merasa lemah
pikirannya, misalnya terlalu lanjut usia, sakit keras, dan cacat, sehingga merasa tidak
mampu untuk mengurus kepentingannya sendiri dengan baik?
Jawaban:
Dirinya sendiri.
11. Jika orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu atau gila (sakit
ingatan) tetapi tidak mempunyai, baik suami atau istri maupun keluarga sedarah yang
dikenal di Indonesia, siapa yang berhak meminta pengampuan baginya?
Jawaban:
Kejaksaan.
12. Apakah ada kewajiban untuk meminta pengampuan bagi orang dewasa, yang boros
atau selalu berada dalam keadaan dungu, gila (sakit ingatan) atau mata gelap?
Jawaban:
Kewajiban untuk meminta pengampuan hanya ada bila seseorang yang dalam keadaan
mata gelap. Dalam hal demikian jika mereka yang berhak tidak meminta pengampuan,
Kejaksaan wajib melakukannya.
Jawaban:
d. Bila Pengadilan Negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga
sedarah atau semenda, dan setelah mendengar pula orang yang dimintakan
pengampuan, berpendapat bahwa telah cukup keterangan yang diperoleh, maka
Pengadilan dapat memberi keputusan tentang surat permintaan itu tanpa tata cara lebih
lanjut, dalam hal yang sebaliknya, Pengadilan Negeri harus memerintahkan
pemeriksaan saksi-saksi agar peristiwa-peristiwa yang dikemukakannya menjadi jelas.
f. Putusan atas suatu permintaan akan pengampuan harus diucapkan dalam sidang
terbuka, setelah mendengar atau memanggil dengan sah semua pihak dan
berdasarkan Kesimpulan Jaksa.
Jawaban:
Bila pengampuan diminta oleh seseorang untuk menempatkan dirinya sendiri di bawah
pengampuan karena lemah akal pikirannya, sehingga merasa tidak cakap mengurus
kepentingan diri sendiri dengan baik, Pengadilan Negeri mendengar para keluarga
sedarah atau keluarga semenda, dan pemohon sendiri atau wakilnya, suami atau
istrinya yang meminta. Dalam acara ini tidak diperlukan fakta-fakta yang menunjukkan
adanya kelemahan akal budinya dan juga tidak perlu diajukan bukti-buktinya.
Keterangan saksi-saksi tidak dilakukan. Pengadilan segera mengambil putusan setelah
mendengar konklusi Kejaksaan.
Semua penetapan dan putusan yang memerintahkan pengampuan, dalam waktu yang
ditetapkan dalam penetapan atau putusan ini, harus diumumkan oleh Kejaksaan
dengan menempatkan dalam Berita Negara.
Jawaban:
Penetapan dan putusan tersebut dapat dimintakan pemeriksaan dalam tingkat banding.
Dalam tingkat banding, Hakim banding jika ada alasan, dapat mendengar lagi atau
menyuruh mendengar lagi orang yang dimintakan pengampuan.
Jawaban:
Pengampuan mulai berlaku terhitung sejak saat putusan atau penetapan pengadilan
diucapkan. Artinya, pengampuan sudah berlaku walaupun putusan atau penetapan itu
dimintakan banding. Pengampuan berjalan terus tanpa terputus-putus seumur hidup
kurandus, kecuali dihentikan berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
17. Apa konsekuensi hukum yang timbul terhadap kurandus dengan berlakunya
pengampuan?
Jawaban:
c. Kurandus yang sakit ingatan (gila) tidak dapat menikah dan juga tidak dapat
membuat wasiat.
d. Ketentuan undang-undang tentang perwalian atas anak belum dewasa, yang
tercantum dalam Pasal 331 sampai dengan 344, Pasal-pasal 362, 367, 369 sampai
dengan 388, 391 dan berikutnya dalam Bagian 11, 12 dan 13 Bab XV, berlaku juga
terhadap pengampuan.
e. Penghasilan kurandus karena keadaan dungu, gila (sakit ingatan) atau mata gelap,
harus digunakan khusus untuk memperbaiki nasibnya dan memperlancar
penyembuhan.
f. Kurandus yang belum dewasa tidak dapat melakukan perkawinan, pula tidak dapat
mengadakan perjanjian-perjanjian selain dengan memerhatikan ketentuan-ketentuan
pada Pasal 38 dan 151.
18. Apa pengampu (kurator) boleh minta dibebaskan dari kedudukannya sebagai
pengampu (kurator)?
Jawaban:
Seorang pengampu (kurator) yang bukan merupakan suami, istri, dan keluarga sedarah
dalam garis ke atas atau ke bawah, dapat minta dibebaskan dari kedudukannya
sebagai pengampu (kurator) setelah ia telah menjalankan pengampuan itu lebih dari
delapan tahun lamanya, dan permintaan ini harus dikabulkan.
19. Apakah perbuatan perdata yang terjadi sebelum perintah pengampuan diucapkan
berdasarkan keadaan dungu, gila (sakit ingatan) dan mata gelap, dapat dibatalkan?
Jawaban:
Namun, jika kurandus telah meninggal dunia, segala perbuatan perdata yang telah
dilakukannya tidak dapat digugat berdasarkan berdasarkan keadaan dungu, gila (sakit
ingatan) dan mata gelap, kecuali:
c. jika bukti-bukti tentang penyakit itu tersimpul dari perbuatan yang digugat tersebut.
20. Kapan seorang pengampu diangkat, siapa yang mengangkat, dan bagaimana hal
itu dilakukan?
Jawaban:
Seorang pengampu diangkat oleh Hakim setelah putusan tentang pengampuan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengangkatan itu segera diberitahukan kepada
Balai Harta Peninggalan. Pengampuan pengawas diperintahkan kepada Balai Harta
Peninggalan. Dalam hal yang demikian, berakhirlah segala campur tangan pengurus
sementara, yang wajib mengadakan perhitungan dan pertanggungjawaban atas
pengurusannya kepada pengampu, bila ia sendiri yang diangkat menjadi pengampu,
maka perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus dilakukan kepada pengampu
pengawas.
Jawaban:
Kecuali jika ada alasan-alasan yang penting untuk mengangkat orang lain sebagai
pengampu, suami atau istri harus diangkat menjadi pengampu bagi istri atau suaminya,
tanpa mewajibkan istri mendapatkan persetujuan atau kuasa apa pun juga untuk
menerima pengangkatan itu.
22. Jika kurandus mempunyai anak-anak belum dewasa serta menjalankan kekuasaan
orang tua, sedangkan istri atau suaminya telah dibebaskan atau diberhentikan dari
kekuasaan orang tua, atau berdasarkan Pasal 246 tidak diperintahkan menjalankan
kekuasaan orang tua, atau tidak memungkinkan untuk menjalankan kekuasaan orang
tua, seperti juga jika kurandus menjadi wali atas anak-anaknya yang sah, siapa yang
menjadi wali dari anak-anak sah kurandus?
Jawaban:
Dalam keadaan tersebut, demi hukum pengampu adalah wali atas anak-anak belum
dewasa itu sampai pengampuannya dihentikan, atau sampai istri atau suaminya
memperoleh perwalian itu karena penetapan Hakim yang dimaksudkan dalam Pasal
206 dan 230, atau mendapatkan kekuasaan orang tua berdasarkan Pasal 246a, atau
dipulihkan dalam kekuasaan orang tua atau perwalian.
Jawaban:
a. meninggalnya kurandus;
b. adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa sebab-sebab dan alasan-
alasan pengampuan telah hapus;
Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap saah
oleh hukum, kedua belah pihak mesti ada kesesuaian pendapat tentang apa yang
diatur oleh kontrak tersebut. Oleh hukum umumnya diterima teori bahwa kesepakatan
kehendak itu ada jika tidak terjadinya salah satu unsur-unsur sebagai berikut.
a) Paksaan (dwang, duress)
b) Penipuan (bedrog, fraud)
c) Kesilapan (dwaling, mistake)
Sebagaimana pada pasal 1321 KUH Perdata menyatakan bahwa kata sepakat
tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan
atau penipuan.
Syarat wenang berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak
haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut.
Sebagaimana pada pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah
cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak
cakap. Mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian dapat kita
temukan dalam pasal 1330 KUH Perdata, yaitu
a) Orang-orang yang belum dewasa
b) Mereka yang berada dibawah pengampuan
Dengan syarat perihal tertentu dimaksudkan bahwa suatu kontrak haruslah berkenaan
dengan hal yang tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum. Mengenai hal ini dapat kita
temukan dalam pasal 1332 ddan1333 KUH Perdata.
Pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa
“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu
perjanjian”
Sedangkan pasal 1333 KUH Perdata menentukan bahwa
“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit
ditentukan jenisnya
Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu
terkemudian dapat ditentukan / dihitung”
Maksudnya adalah bahwa suatu kontrak haruslah dibuat dengan maksud / alasan yang
sesuai hukum yang berlaku. Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal
yang bertentangan dengan hukum. Dan isi perjanjian tidak dilarang oleh undang-
undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan / ketertiban umum (Pasal 1337
KUH Perdata). Selain itu pasal 1335 KUH Perdata juga menentukan bahwa suatu
perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau
terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.