Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah


Hukum kekeluargaan secara garis besar adalah hukum yang bersumber pada pertalian
kekeluargaan baik itu dari pertalian darah ataupun terjadi karena adanya sebuah
perkawinan. Hubungan keluarga ini sangat penting karena berkaitan dengan hubungan
anak, orang tua, hukum waris, pengampuan dan perwalian.
Dalam hukum tidak semua orang boleh bertindak sendiri untuk melaksanakan haknya.
Aturan hukum seperti undang-undang menyebutkan beberapa golongan orang yang
dinyatakan tidak cakap atau kurang cakap untuk melakukan sendiri perbuatan-perbuatan
hukum. Oleh karena itu agar dapat melaksanakan hak-haknya atau bisa berperkara maka
orang-orang tersebut perlu diberi perlakuan khusus melalui beberapa tata cara hukum
yang ketentuannya diatur oleh undang-undang. Orang-orang yang dianggap tidak atau
kurang cakap hukum dapat diletakkan dibawah kekuasaan orang tua, dibawah perwalian,
atau dibawah pengampuan.
Pengampuan adalah suatu bentuk perwalian yang dilakukan seseorang pada subyek
hukum yang tidak cakap hukum dalam hal ini adalah orang dewasa yang tidak cakap.
Orang dewasa tersebut mengalami sakit jiwa dan atau penyakit jiwa yaitu orang yang
kurang sempurna akal dan pikirannya layaknya orang lain. Tujuan pengampuan adalah
bahwa untuk mewakili subyek hukum yang tidak atau belum cakap hukum dalam
melakukan perbuatan hukum.

1.2 Rumusan masalah


a. Apakah yang dimaksud dengan pengampuan ?
b. Bagaimanakah prosedur pengampuan ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PENGAMPUAN


Pengampuan adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya
dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu
lintas hukum, karena dianggap tidak cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-
haknya, hukum memperkenan seseorang untuk dapat bertindak sebagai wakil dari orang
yang berada dibawah pengampuan.
Pengampuan diatur dalam buku I KUHPerdata. Adapun syarat-syarat seseorang
berada dibawah pengampuan adalah sebagaimana diatur dan dimaksud Pasal 433
KUHPerdata : "Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila
atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang
cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah
pengampuan karena keborosan."
Berdasarkan ketentuan Pasal 433 KUHPerdata bahwa kondisi sakit jiwa, permanen
atau tidak, merupakan hal yang mutlak seseorang dapat ditempatkan dibawah
pengampuan. Namun demikian, orang yang suka berfoya-foya pun dapat dimintakan
pengampuan.
Dalam Pasal 434 KUHPerdata menjelaskan secara tegas bahwa Setiap keluarga
sedarah berhak minta pengampuan keluarga sedarahnya berdasarkan keadaan dungu, gila
atau mata gelap. Disebabkan karena pemborosan, pengampuan hanya dapat diminta oleh
para keluarga sedarah dalam garis lurus, dan oleh mereka dalam garis samping sampai
derajat keempat.
Jadi, sesuai dengan ketentuan Pasal 434 KUHPerdata, tidak semua orang dapat
ditunjuk dan ditetapkan sebagai pemegang hak pengampuan. Hukum mensyaratkan
hanya orang yang memiliki hubungan darah saja yang dapat mengajukan dan ditetapkan
sebagai pemegang hak pengampuan. Bahkan terhadap saudara semenda (hubungan
persaudaraan karena tali perkawinan) pun, hukum tetap mengutamakan orang yang
memiliki hubungan darah sebagai pemegang hak pengampuan.
Dalam menetapkan seseorang diletakkan pengampuan, Pengadilan Negeri terikat
dan harus tunduk pada ketentuan pasal-pasal sebagai berikut :

2
- Pasal 438 KUHPerdata : Bila Pengadilan Negeri berpendapat, bahwa peristiwa-
peristiwa itu cukup penting guna mendasarkan suatu pengampuan, maka perlu
didengar para keluarga sedarah atau semenda.
- Pasal 439 KUHPerdata : Pangadilan Negeri setelah mendengar atau memanggil
dengan sah orang-orang tersebut dalam pasal yang lalu, harus mendengar pula
orang yang dimintakan pengampuan, bila orang itu tidak mampu untuk datang,
maka pemeriksaan harus dilangsungkan di rumahnya oleh seorang atau beberapa
orang Hakim yang diangkat untuk itu, disertai oleh panitera, dan dalam segala hal
dihadiri oleh jawatan Kejaksaan.
Bila rumah orang yang dimintakan pengampuan itu terletak dalam jarak sepuluh
pal dari Pengadilan Negeri, maka pemeriksaan dapat dilimpahkan kepada kepala
pemerintahan setempat. Dan pemeriksaan ini, yang tidak perlu dihadiri jawatan
Kejaksaan, harus dibuat berita acara yang salinan otentiknya dikirimkan kepada
Pengadilan Negeri.
Pemeriksaan tidak akan berlangsung sebelum kepada yang dimintakan
pengampuan itu diberitahukan isi surat permintaan dan laporan yang memuat pendapat
dari anggota-anggota keluarga sedarah.
- Pasal 440 KUHPerdata : Bila Pengadilan Negeri, setelah mendengar atau
memanggil dengan sah keluarga sedarah atau semenda, dan setelah mendengar pula
orang yang dimintakan pengampuan, berpendapat bahwa telah cukup keterangan
yang diperoleh, maka Pengadilan dapat memberi keputusantentang surat permintaan
itu tanpa tata cara lebih lanjut, dalam hal yang sebaliknya, Pengadilan Negeri harus
memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi agar peristiwa-peristiwa yang
dikemukakannya menjadi jelas.
- Pasal 441 KUHPerdata : Setelah mengadakan pemeriksaan tersebut dalam Pasal
439, bila ada alasan, Pengadilan Negeri dapat mengangkat seorang pengurus
sementara untuk mengurus pribadi dan barang-barang orang yang dimintakan
pengampuannya.
Pasal 442 KUHPerdata : Putusan atas suatu permintaan akan pengampuan harus
diucapkan dalam sidang terbuka, setelah mendengar atau memanggil dengan sah
semua pihak dan berdasarkan kesimpulan Jaksa.

3
ALASAN DILAKUKAN PENGAMPUAN
Menurut ketentuan pasal 433 KUHPerdata ada tiga alasan untuk pengampuan
yaitu :
1. Keborosan
Bagi orang yang bawah pengampuan karena keborosan, maka ia hanya tidak cakap
dalam melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan.
Sedangkan untuk perbuatan hukum lainnya, misalnya perkawinan tetap sah. Bagi
pemboros boleh membuat surat wasiat (Psl 446 (3)) serta bisa melangsungkan
perkawinan dan membuat perjanjian kawin yang dibantu oleh pengampu (Psl 452 (2))
2. Lemah akal budinya misalnya imbisil atau debisil
Orang yang berada di bawah pengampuan karena alasan lemah akal budinya terdapat
perbedaan pendapat di antara para ahli hukum. Sebagian berpendapat bahwa orang
yang berada di bawah pengampuan hanya tidak cakap dalam melakukan perbuatan
hukum yang berkaitan dengan harta kekayaannya saja. Namun yang lainnya
berpendapat bahwa orang yang berada dalam pengampuan tidak cakap dalam
melakukan segala perbuatan hukum.
3. Kekurangan daya berpikir misalnya sakit ingatan, dungu, dan dungu disertai sering
marah.
Pengampuan mulai berlaku sejak hari diucapkannya putusan atau ketetapan
pengadilan. Dengan adanya putusan tersebut maka orang yang dibawah pengampuan
karena alasan kekurangan daya berpikir dinyatakan tidak cakap dalam melakukan
perbuatan hukum dan semua perbuatan yang dilakukannya dapat dinyatakan batal.
Sesuai dengan ketentuan pasal 436 BW yang berwenang untuk menetapkan
pengampuan adalah pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman orang yang akan berada di bawah pengampuan.
Sedangkan menurut pasal 434 BW orang-orang yang berhak untuk mengajukan
pengampuan adalah :
1. Untuk keborosan oleh setiap anggota keluarga sedarah dan sanak keluarga dalam
garis ke samping sampai derajat ke empat dan istri atau suaminya.
2. Untuk lemah akal budinya oleh pihak yang bersangkutan sendiri apabila ia merasa
tidak mampu untuk mengurus kepentingannya sendiri.
3. Untuk kekurangan daya berpikir oleh :
a. Setiap anggota keluarga sedarah dan istri atau suami

4
b. Jaksa, dalam hal ini tidak mempunyai istri atau suami maupun keluarga
sedarah di wilayah Indonesia.
SYARAT-SYARAT PENGAMPUAN
1. Penetapan Pengadilan Negeri;
2. Identitas Pengampu;
3. Identitas orang yang ditaruh dibawah Pengampuan;
4. Bukti Kekayaan orang yang ditaruh dibawah Pengampuan.
AKIBAT HUKUM ATAS PENGAMPUAN
Konsekuensi hukum yang timbul dengan berlakunya pengampuan terhadap
kurandus atau orang yang ditempatkan di bawah pengampuan, adalah:
a Kurandus berkedudukan sama dengan anak yang belum dewasa;
b Semua perbuatan perdata yang dilakukan oleh kurandus setelah berlakunya
pengampuan adalah batal demi hukum (psl 446 (2)). Ia sama dengan orang yang
belum dewasa (psl 452 (1)).
Namun, kurandus pemboros tetap berhak melangsungkan perkawinan, denganizin
kurator dan Balai Harta Peninggalan sekali kurator pengawas, berhak membuat
wasiat, dan berhak pula meminta agar dikeluarkan dari pengampuan.
c Kurandus yang sakit ingatan (gila) tidak dapat menikah dan juga tidak dapat
membuat wasiat.
d Ketentuan undang-undang tentang perwalian atas anak belum dewasa, yang
tercantum dalam Pasal 331 sampai dengan 344, Pasal-pasal 362, 367, 369 sampai
dengan 388, 391 dan berikutnya dalam Bagian 11, 12 dan 13 Bab XV, berlaku
juga terhadap pengampuan.
e Penghasilan kurandus karena keadaan dungu, gila (sakit ingatan) atau mata gelap,
harus digunakan khusus untuk memperbaiki nasibnya dan memperlancar
penyembuhan.
f Kurandus yang belum dewasa tidak dapat melakukan perkawinan, pula tidak
dapat mengadakan perjanjian-perjanjian selain dengan memerhatikan ketentuan-
ketentuan pada Pasal 38 dan 151.

5
PENGAJUAN PENGAMPUAN
Dengan keputusan hakim atas permohonan pengampuan
Diajukan oleh:
- Keluarga sedarah (psl 434 (1))
- Keluarga sedarah dalam garis lurus dan keluarga semenda dalam garis menyimpang –
untuk pemboros (ayat 2)
2.2 PROSEDUR PENGAMPUAN

6
2.3 BERAKHIRNYA PENGAMPUAN
Pengampuan dapat berakhir karena ada dua alasan yaitu :
a. Alasan absolut, meliputi :
 Curandus atau orang yang berada di bawah pengampuan meninggal dunia
 Adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa sebab-sebab dan alasan-
alasan di bawah pengampuan telah di hapus.
b. Alasan relatif, meliputi :
 Curator meninggal dunia
 Curator di pecat atau di bebas tugaskan
 Suami diangkat sebagai curator( pengampu) yang dahulunya berstatus sebagai
curandus.
Berakhirnya pengampuan menurut pasal 141 BW harus diumumkan sesuai
dengan formalitas-formalitas yang harus di penuhi.

CONTOH KASUS :
Seseorang pensiunan PNS yang mengalami gangguan jiwa dan harus
mendapatkan perawatan di Rumah Sakit kemudian setelah pasien pulang pihak keluarga
meminta surat keterangan medis kepada rumah sakit untuk keperluan pengambilan uang
taspen. Dalam hal ini rumah sakit tentunya berpegang pada ketentuan Permenkes Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis. Seperti kita ketahui bersama dalam
Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis menyatakan
bahwa isi rekam medis hanya dapat dibuka dalam hal untuk kepentingan kesehatan
pasien, untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum atas perintah pengadilan; permintaan dan atau persetujuan pasien itu sendiri;
permintaan institusi/lembaga berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan untuk
kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan
identitas pasien. Dari ketentuan di atas tentunya pihak rumah sakit tidak boleh
memberikan surat keterangan medis kepada pihak keluarga tersebut karena keluarga
bukan pihak yang berwenang meminta surat keterangan medis pasien jiwa. Untuk
meminta surat keterangan medis tersebut pihak keluarga harus meminta terlebih dahulu
penetapan pengampuan atas nama dalam hal ini pensiunan PNS di Pengadilan Negeri
domisili dari pensiunan PNS tersebut.

7
ANALISIS KASUS
Berdasarkan kasus diatas, bahwa dalam penerapan pengampuan bagi seseorang
yang telah megalami kejiwaan meskipun sudah dianggap dewasa, namun dinyatakan
tidak cakap atau kurang cakap sehingga ditununjuk seorang curator atau pengampu untuk
menjadi wali dalam melakukan perbuatan hukum sehingga hak keperdataannya
terpenuhi.
Berbeda dengan lembaga perwalian yang secara hukum hak perwalian otomatis
melekat pada orang tuanya, namun untuk mendapatkan hak pengampuan atas Orang
Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) tentunya tidak secara otomatis melekat pada
keluarga melainkan harus mendapat penetapan pengadilan. Prosedur yang harus
ditempuh untuk mendapatkan hak pengampuan Orang Dengan Masalah Kejiwaan
(ODMK) adalah dengan mengajukan permohonan untuk pengampuan kepada Pengadilan
Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat kediaman orang yang hendak
dimohonkan untuk ditempatkan di bawah pengampuan (calon kurandus). Syarat-syarat
yang harus dipenuhi dalam permohonan pengampuan adalah fakta-fakta yang
menunjukkan keadaan Orang Dengan Masalah Kejiwaan harus disebutkan dengan jelas
dalam surat permintaan penetapan pengampuan, dengan disertai bukti-bukti dan saksi-
saksi yang dapat diperiksa oleh hakim di pengadilan. Pengampuan mulai berlaku
terhitung sejak saat putusan atau penetapan pengadilan diucapkan. Artinya, pengampuan
sudah berlaku walaupun putusan atau penetapan itu dimintakan banding. Pengampuan
berjalan terus tanpa terputus-putus seumur hidup kurandus (orang di bawah
pengampauan), kecuali dihentikan berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengampuan adalah
keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak
di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, karena dianggap
tidak cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenan
seseorang untuk dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang berada dibawah
pengampuan.
Alasan dilakukan pengampuan menurut ketentuan pasal 433 KUHPerdata ada
tiga alasan untuk pengampuan yaitu keborosan, Lemah akal budinya misalnya imbisil
atau debisil, dan Kekurangan daya berpikir misalnya sakit ingatan, dungu, dan dungu
disertai sering marah.
Syarat-syarat pengampuan Penetapan Pengadilan Negeri; Identitas Pengampu;
Identitas orang yang ditaruh dibawah Pengampuan;Bukti Kekayaan orang yang ditaruh
dibawah Pengampuan. Berakhirnya pengampuan ada dua alasan yaitu absolut dan relatif.

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, karya tulis ilmiah berupa tugas makalah pengampuan
mempunyai banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala
kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah penulis harapkan terutama dari ibu
dosen pembina dan rekan pembaca sekalian demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini
dimasa mendatang, semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk kita semua dan
menambah wawasan kita.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)


2. http://bhpjakarta.info/index.php?option=com_content&view=article&id=186%3Apro
ses-pengurusan-pengampuan&catid=84%3Atugas-a-wewenang&Itemid=144
3. http://www.jurnalhukum.com/pengampuan-curatele/

10

Anda mungkin juga menyukai